Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sharyl Tiffany
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) yang mengandung zat aktif Xanthorrhizol merupakan tanaman asli Indonesia yang telah diketahui memiliki efek anti bakteri dan anti C. albicans. Ekstrak etanol temulawak mengandung turunan alkohol sehingga berpotensi menurunkan pH dan dapat memicu demineralisasi email. Dalam penelitian ini digunakan sediaan obat tetes mikroemulsi dengan kandungan 15% ekstrak etanol temulawak.
Tujuan: Menguji adverse effect (efek yang tidak diinginkan) dari paparan obat tetes ekstrak etanol temulawak terhadap kekerasan mikro permukaan email gigi.
Metode: 28 gigi premolar paska ekstraksi tanpa karies dan kerusakan struktural dipisahkan menjadi 4 kelompok yang akan direndam dalam Obat tetes ekstrak etanol temulawak , kelompok kontrol positif Obat kumur komersial tipe 1 dan Obat kumur komersial tipe 2 dan kelompok kontrol negatif Akuades. Paparan dilakukan selama 1 menit sesuai dengan kelompok bahan paparan, dibilas, lalu direndam selama 10 menit dalam akuades pada suhu 37oC yang dilakukan selama 42 siklus untuk simulasi pemakaian 2 minggu dan dilakukan 21 siklus tambahan untuk simulasi pemakaian 3 minggu. Pengukuran kekerasan mikro dilakukan dengan dengan menggunakan Shimadzu HMV-G – Micro Vickers Hardness Tester sebelum paparan, setelah simulasi pemakaian 2 minggu dan setelah simulasi pemakaian 3 minggu. Data dianalisis dengan Repeated ANOVA dan One-way ANOVA denganuji Post Hoc Tamehane T2.
Hasil: Perendaman dalam Obat tetes ekstrak etanol temulawak selama 2 minggu dan 3 minggu menyebabkan penurunan kekerasan mikro yang berbeda bermakna dibandingkan nilai kekerasan mikro permukaan email awal (p<0,001). Pada simulasi pemakaian 3 minggu, rata-rata dibandingkan dengan kontrol negatif tidak memiliki perbedaan bermakna (p 0.065).
Kesimpulan: Penurunan kekerasan mikro permukaan email setelah paparan Obat tetes temulawak 3 kali 1 menit dalam sehari selama 3 minggu masih dalam batas aman

Introduction: Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) is a native plant to the Indonesian Archipelago containing the active compound – Xanthorrhizol. Xanthorrhizol and ethanolic extract of temulawak have previously been studied to have anti-C. albicans activities. Ethanolic extract of temulawak contains alcohol derivative which have a potential to lower pH level and trigger enamel demineralisation. This study uses an oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract to examine its characteristic stability and it’s safety towards enamel surface
Objective: This study is done to analyze the effect of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract exposure on enamel surface micro-hardness.
Method: 28 extracted premolars without caries or any other structural damages is used and grouped into different exposure groups, the of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract, Obat kumur komersial tipe 1 (LO), and Obat kumur komersial tipe 2 (LFB) as positive control, and Distilled water as negative control. Exposure is done for 1 minute following the exposure group, then for another 10 minutes in distilled water at temperature 37oC. The cycle is done 21 times for exposure simulation of 2 weeks use and 42 times for exposure simulation of 3-weeks use. Data obtained before exposure, after simulation of 2-weeks use, and 3-weeks used are statistically analyzed with Repeated ANOVA and One-way ANOVA with Post Hoc Tamehane T2.
Result: A decrease in enamel surface microhardness following exposure to oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract for 2 weeks and 3 weeks were found with significant difference compared to baseline number (p <0,001). After 3 weeks exposure, the mean deacreased of enamel surface hardness was not found significantly diffrenct than the negative control (p 0.065).
Conclusion: exposure to oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract 3 times a day, 1 minute long for 3 weeks of exposure was still within normal limit.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Rahmatya Gita Isjwara
"Temulawak adalah tanaman unggulan Indonesia yang ekstraknya dapat mempertahankan pH biofilm S. mutans pada pH netral selama 4 jam dan memiliki efe antibakteri. Salah satu faktor risiko karies adalah biofilm Streptococcus pada permukaan gigi, yang dapat menimbulkan penurunan pH lingkungan hingga mencapai pH kritis. Pada pH kritis terjadi demineralisasi permukaan email gigi yang dapat mempengaruhi kekerasan mikro permukaan email gigi.
Tujuan: Membuat model biofilm Streptococcus dual species, serta menganalisis kekerasan mikro permukaan email dengan biofilm Streptococcus dual species setelah paparan ekstrak temulawak.
Metode: Membuat model biofilm dengan cara memaparkan S. sanguinis dan S. mutans (1:1) pada 24 well plate yang telah dilapisi pelikel dari saliva manusia, kemudian pH diukur dalam rentang waktu 1-24 jam. Dengan cara yang sama model biofilm dibuat pada sampel permukaan gigi manusia, kemudian dipaparkan ekstrak temulawak dan diinkubasi selama 4 jam. Kekerasan mikro permukaan email gigi diukur dengan alat Knoop Hardness Tester.
Hasil: Model biofilm Streptococcus dual species dapat mencapai pH kritis pada jam ke-16 dan bertahan sampai jam ke 24. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada selisih angka kekerasan kelompok perlakuan dengan kontrol 24 jam namun tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) selisih angka kekerasan kelompok perlakuan dengan kontrol 20 jam.
Kesimpulan: Model biofilm Streptococcus dual species dapat mencapai pH kritis. Ekstrak temulawak tidak dapat mempertahankan kekerasan mikro permukaan email gigi dengan biofilm Streptococcus dual species.

Java Turmeric is one of Indonesia's prominent herbal plants which extract can maintain S. mutans biofilm pH on neutral level for 4 hours and has antibacterial effect. One of caries risk factors is Streptococcus biofilm on tooth surface, which can cause a drop of environment pH until reaching the critical pH. On critical pH, tooth surface will undergo demineralization that affects micro hardness of the tooth.
Purpose: Making Streptococcus dual species biofilm model, and analyzing tooth surface micro hardness after exposure of java turmeric ethanol extract.
Method: Making biofilm model by mixing S. sanguinis and S. mutans (1:1) on a well plate that has been coated with pellicle from human saliva, the pH is then measured between 1-24 hours of incubation. With the same method, biofilm model is made on human tooth surface sample and java turmeric extract is then added and incubated for 4 hours. Tooth surface micro hardness is measured by Knoop Hardness Tester.
Result: Streptococcus dual species biofilm model can reach critical pH on the 14th hour and stayed the same until the 24th hour. There are significant differences (p < 0,05) between control and exposure groups with incubation time of 24 hours but no significant differences between control and exposure groups with incubation time of 20 hours.
Conclusion: Streptococcus dual species biofilm model could reach critical pH. Java turmeric extract could not maintain micro hardness of tooth surface with Streptococcus dual species.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Latisha Maulana
"Latar Belakang: Ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) telah terbukti secara in vitro memiliki khasiat sebagai anti Candida albicans (C.albicans). Dalam upaya pengembangan tanaman obat tersebut sebagai obat herbal terstandar anti C.albicans, ekstrak etanol temulawak telah diformulasikan menjadi obat tetes oromukosa. Temulawak mengandung kurkumin yang merupakan senyawa polifenolik berwarna kuning yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh paparan obat tetes ekstrak etanol temulawak terhadap warna email gigi.
Metode: Gigi premolar tanpa karies dan defek struktural dicelupkan dalam obat tetes ekstrak etanol temulawak, CHX 0,2%, dan akuades selama 1 menit kemudian dibilas dan direndam dalam akuades selama 10 menit pada suhu 37oC. Tahapan dilakukan sebanyak 42 siklus (simulasi penggunaan 2 minggu) dan 63 siklus (simulasi penggunaan 3 minggu). Analisis warna dilakukan menggunakan colorimeter pada 3 tahap waktu yaitu sebelum paparan, setelah paparan, dan setelah penyikatan gigi. Nilai yang didapatkan berupa ΔE yang menunjukkan selisih nilai pengukuran warna email sebelum dan setelah paparan obat serta sebelum dan setelah penyikatan.
Hasil: Pada tahap waktu T1-T3 simulasi penggunaan 2 minggu dan 3 minggu, nilai ΔE>3.3 pada ketiga kelompok sehingga terlihat adanya perubahan warna yang signifikan antara warna gigi awal dan setelah penyikatan gigi. Terdapat perubahan warna gigi yang signifikan setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi.
Kesimpulan: Obat tetes ekstrak etanol temulawak mengakibatkan perubahan warna email gigi yang signifikan. Penyikatan gigi dapat mengurangi efek perubahan warna pada email gigi.

Background: Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ethanol extract is known to have antifungal properties against Candida albicans (C.albicans) based on in vitro studies. The next step in developing a standardised herbal medicine is by formulating Javanese Turmeric Ethanol Extract into oromucosal drops. Curcumin found in javanese turmeric is a yellowish polyphenolic compound that has the potential to cause staining on the enamel.
Objective: This study is aimed to evaluate the effect Javanese Turmeric ethanol extraxt oromucosal drops on discoloration of the dental enamel.
Method: Premolars with no caries and structural defects are immersed in the Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops, a 0,2% CHX mouthwash, and distilled water for 1 minute. After rinsing, they are then immersed in distilled water for 10 minutes at 37oC. The method mentioned is repeated for 42 cycles (2-week simulation) and 63 cycles (3-week simulation). Color assessment is done using a colorimeter at three different time points: before immersion, after immersion, and after brushing. Results will be shown as ΔE which is the color difference of enamel before and after immersion, as well as before and after toothbrushing.
Result: At time point T1-T3 for the 2-week and 3-week simulation, the ΔE score is greater than 3.3 on all three groups indicating a significant color difference before immersion and after toothbrushing. A significant color difference is observed after toothbrushing with toothpaste.
Conclusion: Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops cause a significant tooth discoloration. Brushing had significant effect on removal of induced stains.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Karima,author
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pemaparan gel ekstrak belimbing wuluh terhadap kekasaran permukaan enamel gigi.
Metode: Spesimen berupa 36 gigi premolar yang dibagi ke dalam 4 kelompok (n = 9), kemudian dipaparkan dengan gel asam fosfat 37% (pH = 1) selama 15 detik sebagai kelompok kontrol, dan gel ekstrak belimbing wuluh dengan konsentrasi 80% (pH = 1,8) selama 15 detik, 20 detik, dan 25 detik sebagai kelompok perlakuan.
Hasil: Analisa statistik uji T berpasangan dan tidak berpasangan menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan mengalami perubahan bermakna (p<0,05). Permukaan enamel mengalami perubahan kekasaran terbesar setelah dipaparkan gel ekstrak belimbing wuluh dengan konsentrasi 80% selama 25 detik, namun perubahan kekasaran yang dihasilkan gel asam fosfat 37% lebih besar.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara nilai kekasaran pada permukaan enamel gigi dengan lama pemaparan gel belimbing wuluh dengan konsentrasi 80%.
Kata kunci: enamel, belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.), asam fosfat, kekasaran permukaan

ABSTRACT
Objective: To analyze the effect of Belimbing Wuluh Gel Extract to surface roughness of enamel.
Methods: Thirty-six premolars teeth divided into 4 groups (n = 9), were exposed to 37% phosphoric acid gel (pH = 1) for 15 seconds as a control group, and belimbing wuluh extract gel with a concentration of 80% (pH = 1.8) for 15 seconds, 20 seconds, and 25 seconds as the treatment groups.
Results: The statistical analysis of paired and unpaired T-test shows that all treatment groups experiment were significant change (p <0.05). The greatest changes in surface roughness of enamel occurred after exposed by belimbing extract gel with an exposure duration of 25 seconds, but the roughness of 37% phosphoric acid gel was still greater.
Conclusions: There was a corelation between roughness on the surface of tooth enamel with prolonged exposure belimbing wuluh extract gel with a concentration of 80%.
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shintari Nurul Hasanah
"Latar Belakang: Temulawak adalah tanaman obat unggulan Indonesia. Pertumbuhan S.mutans dan S. sanguinis yang berperan dalam pembentukan biofilm pada permukaan email gigi, dapat dihambat oleh ekstrak temulawak. pH kritis biofilm (≤ 5.5) dapat mempengaruhi pelepasan ion kalsium email gigi. Xanthorrhizol dalam temulawak diketahui dapat mempertahankan pH netral model biofilm in vitro selama 4 jam.
Tujuan: Menganalisis perubahan pH model biofilm Streptoccocus dual species dalam variasi waktu serta pengaruh paparan ekstrak etanol temulawak terhadap kadar kalsium email permukaan gigi dengan biofilm Streptoccocus dual species.
Metode: Model biofilm dibuat pada 6-well plate yang telah dilapisi oleh saliva, kemudian ditambahkan S. Mutans dan S. sanguinis (1:1) dan diinkubasi dalam rentang waktu 1-24 jam, lalu pH diukur dengan menggunakan pH indikator. Selanjutnya model biofilm Streptoccocus dual species 16 dan 20 jam dibuat pada spesimen email gigi, kemudian dipaparkan ekstrak enatol temulawak (15%) selama 4 jam dan kadar kalsium diukur dengan alat Energy Dispersive X-ray (EDX). Uji beda dilakukan dengan Mann Whitney dan t-test (independent sample).
Hasil: Model biofilm Streptoccocus dual species dapat mencapai pH kritis mulai jam ke 14 dan bertahan sampai jam ke 24. Terdapat perbedaan rerata kadar kalsium (Wt%) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (p>0.005). Perbedaan rerata kadar kalsium (Wt%) antara kelompok perlakuan biofilm 16 jam (27,52 ± 0.89) dan 20 jam (24,92 ± 0.85) secara statistik bermakna (p<0.005).
Kesimpulan: Model biofilm Streptoccocus dual species dapat mencapai pH kritis setelah 14 jam. Paparan ekstrak etanol temulawak tidak mempengaruhi secara signifikan kadar kalsium permukaan email gigi dengan biofilm Streptoccocus dual species. Namun, paparan ekstrak etanol temulawak pada kematangan biofilm berbeda, menghasilkan perbedaan kadar kalsium permukaan email gigi.

Background: Java turmeric is Indonesian medicinal plants. Growth of S. mutans and S. sanguinis that play a role in biofilm formation on the enamel surface, could be inhibited by java turmeric extract. Biofilms critical pH (≤ 5.5) could affect the release of calcium ions enamel. Xanthorrhizol in java turmeric are known to maintain a neutral pH in vitro biofilm models for 4 hours.
Objective: To analyze the changes in pH Streptoccocus dual species biofilm models in variations exposure time as well as the influence of ethanol extract of java turmeric on tooth surfaces email calcium levels with Streptoccocus dual species biofilms.
Methods: Biofilm model was made in 6-well plate that had been coated with saliva, then added S. Mutans and S. sanguinis (1:1) and incubated in a span of 1-24 hours, and pH was measured by using a pH indicator. Furthermore Streptoccocus dual species biofilm models 16 and 20 hours were made on specimens of enamel, then presented ethanol java turmeric extract (15%) for 4 h and calcium levels were measured by Energy Dispersive X-ray (EDX). Different test performed by Mann Whitney and t-test (independent samples).
Results: Streptoccocus dual species biofilm model could reach critical pH ranging to 14 hours and last up to 24 hours. There are differences in the mean levels of calcium (Wt%) between the control group and treatment group, but the difference was not statistically significant (p> 0.005). Mean difference levels of calcium (Wt%) between treatment groups biofilms 16 hours (27.52 ± 0.89) and 20 hours (24.92 ± 0.85) was statistically significant (p <0.005).
Conclusion: Streptoccocus dual species biofilm model could reach a critical pH after 14 hours. Exposure to ethanol extract of java turmeric did not affect significantly the level of calcium in the enamel surface Streptoccocus dual species biofilms. However, exposure of turmeric extract on different maturity of biofilm, produced difference in the calcium level of enamel surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Liesdi Nurmalisari
"Kayu manis dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan mengatasi bau mulut, namun memiliki pH asam yang dapat mempengaruhi kekasaran email. Penelitian ini menggunakan 12 gigi premolar yang direndam dalam larutan kayu manis 4% dan 12,5% (masing-masing n=6) selama 60 menit, 120 menit, dan 180 menit. Berdasarkan hasil analisa statistik Repeated ANOVA, perendaman gigi dalam larutan kayu manis 4% tidak menunjukkan perubahan kekasaran yang signifikan (p>0.05), sedangkan perendaman dalam konsentrasi 12,5% selama 120 menit dan 180 menit menunjukkan penurunan kekasaran yang signifikan (p<0.05). Perubahan kekasaran dipengaruhi oleh pH larutan, konsentrasi larutan serta lama pemaparan larutan terhadap permukaan email gigi manusia.

Cinnamon can be used to treat toothache and overcome bad breath but it has an acidic pH that affect the enamel surface roughness. This study used 12 premolars teeth immersed in a cinnamon solution of 4% and 12.5% (each n=6) for 60,120 and 180 minutes. Results analyzed by ANOVA showed teeth immersion in a solution of 4% cinnamon had no significant changes in surface roughness (Sig>0.05) while immersion in a concentration of 12.5% for 120 and 180 minutes showed a significant reduction in surface roughness (Sig<0.05). The changes were caused by pH,concentration and duration of exposure to cinnamon extract solution.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Kosasih
"Latar belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang mengandung zat aktif xanthorrhizol adalah salah satu tanaman herbal asli Indonesia yang memiliki efek anti candida albicans. Keamanan dan kualitas tanaman herbal dipengaruhi oleh kemampuannya mempertahankan karakteristik fisik, kimia serta biologisnya. Karakteristik biologis ekstrak etanol temulawak dapat diamati dengan pengujian kontaminasi mikroba. Tujuan: Menganalisis bagaimana pengaruh lingkungan tumbuh tanaman terhadap karakteristik biologis ekstrak etanol temulawak (EET). Metode: Ekstrak etanol temulawak yang berasal dari dua sumber yaitu Balitro Jawa Barat dan Materia Medica Jawa Timur disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu 4⁰C. Selanjutnya dilakukan pengenceran pada EET dengan metode serial dilution dan ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) kemudian dilakukan triplo. Media agar yang telah diberikan perlakuan berupa pemberian EET diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37⁰C. Perhitungan jumlah koloni pada setiap agar dilakukan secara manual dan kemudian dimasukkan ke dalam rumus perhitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Perbedaan jumlah koloni C. albicans yang dipapar EET dari sumber yang berbeda dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak yang berasal dari Balitro steril dan sepenuhnya tidak mengalami kontaminasi mikroba sedangkan ekstrak etanol temulawak yang berasal dari materia medica mengalami kontaminasi minimal yaitu sebesar 3 x 101 CFU/ml dan 2 x 102 CFU/ml setelah penyimpanan 1 bulan serta sebesar 3 x 101 CFU/ml setelah penyimpanan 2 bulan. Tidak ada perbedaan signifikan jumlah koloni C. albicans yang dipapar EET dari dua sumber berbeda (p ≥ 0,05). Kesimpulan: Perbedaan lingkungan tumbuh tanaman temulawak tidak mempengaruhi karakteristik biologis EET.

Background: One of the original Indonesian herbal plants is Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) which contains the active substance xanthorrhizol and has an anti-candida albicans effect. The safety and quality of herbal plants are influenced by their ability to maintain their physical, chemical and biological characteristics. Biological characteristics of temulawak ethanol extract can be observed by testing for microbial contamination. Aim: To determine the effect of herbs cultivation environment on the biological characteristics of temulawak ethanol extract. Methods: Ethanol extract of temulawak from two sources, Balitro, West Java and Materia Medica, East java, were stored for 1 month and 2 months at 4⁰C temperature. Subsequently, the ethanol extract of temulawak was diluted using the serial dilution method and grown on Plate Count Agar (PCA) medium, then carried triplo. The media which had been treated in the form of temulawak ethanol extract were incubated for 48 hours at 37⁰C temperature. The colonies calculation on each agar was count manually and then entered into the colony calculation formula to obtain CFU/mL units. The difference of C. albicans colony number after being exposed to Temulawak ethanol extract from two different sources were analyzed by the Mann-Whitney statistical test. Results: Ethanol extract of temulawak from Balitro was sterile and entirely contamination free while ethanol extract of temulawak from Materia Medica had minimal contamination, specifically 3 x 101 CFU/mL and 2 x 102 CFU/mL after 1 month and 3 x 101 CFU/mL after 2 months of storage. No significant difference of C. albicans colony number after being exposed to the two Temulawak ethanol extract derived from different source (p ≥ 0,05). Conclusion: Different cultivation environment of the Temulawak plant does not significantly affect the biological characteristic of Temulawak ethanol extract."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nur Tsuraya
"Latar Belakang: C. albicans rongga mulut adalah flora normal yang dapat berubah
menjadi patogen sehingga menyebabkan kandidiasis oral. Ekstrak etanol temulawak
dengan kandungan utama xanthorrhizol dilaporkan dapat menginhibisi dan
mengeradikasi biofilm C. albicans pada konsentrasi 15%, serta menurunkan aktifitas
enzim fosfolipase dan proteinase C. albicans. Selanjutnya, ekstrak etanol temulawak
diformulasikan dan dikembangkan menjadi bentuk sediaan obat tetes mikroemulsi.
Dalam pengembangan bentuk sediaan obat, maka diperlukan penetapan formulasi dan
uji stabilitas biologis, fisik, dan kimia. Tujuan: Menetapkan formulasi dan
mengevaluasi stabilitas fisik dan kimia obat tetes mikroemulsi ekstrak etanol
temulawak Metode: Ekstrak etanol temulawak 15% diformulasikan menjadi sediaan
obat tetes mikroemulsi. Kemudian stabilitas fisik dan kimia dievaluasi 2-4 minggu
pada 3 suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 4±2oC; 28±2oC; dan 40±2oC. Selanjutnya
stabilitas fisik berupa organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan tipe aliran
dievaluasi. Pada stabilitas kimia dievaluasi perubahan kadar xanthorrhizol setelah 2
dan 4 minggu, menggunakan metode GC-MS. Hasil: Formulasi obat tetes mikroemulsi
mengandung ekstrak etanol temulawak 15% memiliki organoleptik; larutan kuning
kecoklatan, rasa pahit, dan berbau khas jamu, homogenitas; terjadi pemisahan antara
komponen minyak dan air, pH berkisar 6,3-6,9, dan tipe alir pseudoplastis pada 2-4
minggu dengan 3 suhu penyimpanan. Viskositas menurun seiring dengan peningkatan
suhu penyimpanan. Kadar xanthorrhizol menurun setelah 2-4 minggu pada ketiga suhu
penyimpanan. Kesimpulan: Adanya pemisahan komponen minyak dan air serta
penurunan kadar zat aktif dalam kurun 2-4 minggu mendasari kesimpulan bahwa
formulasi obat tetes ekstrak etanol temulawak 15% tidak stabil secara fisik dan kimia
setelah disimpan selama 2 dan 4 minggu sehingga masih diperlukan reformulasi.

Introduction: C. albicans is a normal flora in oral cavity that can be pathogenic that
causing oral candidiasis. Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract has a main
component, xanthorrhizol that was reported to be able to inhibit and eradicate C.
albicans biofilms at a 15% concentration and reduce the activity of phospholipase and
proteinase enzymes of C. albicans. Furthermore, curcuma xanthorrhiza ethanoic extract
is formulated and developed into microemulsion oromucosal drops. In the development
of the drug, it is necessary to determine the formulation and test the stability in
biological, physical, and chemical. Objective: Determining the formulation and
evaluating the physical and chemical stability of microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Methods: Curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract is formulated into microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, the physical and
chemical stability are evaluated for 2-4 weeks in 3 different temperature, that is 4 ±
2oC; 28 ± 2oC; and 40 ± 2oC. Furthermore, the physical stability in the form of
organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, and flowing type are evaluated. Chemical
stability is evaluated the xanthorrhizol level using the GC-MS method. Results:
Microemulsio oromucosal drops containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic
extract have organoleptic; brownish-yellow solution, bitter taste, and smells like herb,
homogeneity; there is a separation between the oil and water phase, pH ranges from
6,3-6,9, and flowing type are pseudoplastic. The viscosity value decreases with the
increasing of storage temperature. Xanthorrhizol level are decreasing after 2-4 weeks
of storage in the 3 different temperature. Conclusion: The separation between the oil
and water phase and degradation of xanthorrhizol level after stored 2-4 weeks are the
underlying conclusion that formulation of oromucosal drops containing curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract are not stabile in physical and chemical after stored for 2
and 4 weeks so that the drugs need to be reformulated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fakhirah Irham
"Pendahuluan: Candida albicans merupakan flora normal rongga mulut yang dapat berubah menjadi flora pathogen. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman berkhasiat obat yang mengandung Xanthorrhizol. Ekstrak etanol temulawak secara in vitro dilaporkan dapat menghambat dan mengeradikasi biofilm C. albicans sehingga dapat diformulasikan untuk dikembangkan mejadi bentuk sediaan obat tetes topikal oromukosa. Uji toksisitas merupakan salah satu uji biokompatibilitas yang penting dalam proses pengembangan obat baru.
Tujuan: Menetapkan nilai LD50 dan kategori toksisitas obat tetes ekstrak etanol temulawak. Serta efek yang ditimbulkannya pada berat badan, aktivitas fisik, dan makroskopis organ dalan hewan uji.
Metode: 15 ml (16.650 mg)/kg BB obat tetes ekstrak etanol temulawak diberikan pada 5 hewan uji. Selanjutnya hewan uji diamati selama 14 hari untuk observasi tanda-tanda toksisitas dan kematian hewan uji. Jika terdapat kematian minimal pada dua hewan uji, maka diberikan dosis 7,5 ml/kg berat badan. Pada akhir pengamatan, hewan uji dikorbankan untuk pemeriksaan makroskopis organ dalam hewan uji.
Hasil: Tidak ditemukan kematian hewan uji hingga akhir periode observasi. Seluruh hewan uji mengalami penurunan berat badan pada hari ke 2-5, kurang aktif selama 4 hari, dan dua hewan uji mengalami diare pada hari ke 2 dan 3. Pada pemeriksaan makroskopis tidak ditemukan kelainan pada organ usus, hati, paru-paru, jantung, limpa, dan ginjal.
Kesimpulan: LD50 Obat tetes etanol temulawak lebih dari 16.650 mg/kg BB dengan kategori relatif aman, tidak menimbulkan perubahan aktifitas, gejala klinis dan berat badan yang menetap serta tidak ditemukan perubahan makroskopis organ dalam hewan uji.

Introduction: Candida albicans is a normal flora of the oral cavity which can be transformed into pathogenic flora. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Is a medicinal plant containing Xanthorrhizol. Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract is reported to inhibit and eradicate C. albicans biofilm so that it can be formulated to be developed into oral dosage form for oromucosal drops. The toxicity test is an important biocompatibility test in the process of developing new drugs.
Objective: To determine the LD50 value and the toxicity category of oromucosal drop containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract, The effect on body weight, physical activity, and macroscopic organs in test animals.
Methods: 15 ml (16,650 mg)/kg BW of oromucosal drop containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract were given to 5 test animals. Furthermore, the test animals were observed for 14 days to observe signs of toxicity and death of the tested animals. If there is death in at least two tests, a dose of 7.5 ml/kg BW is given. At the end of the observation, the test animal was sacrificed for macroscopic examination of the organs in the test animal.
Results: There were no deaths of test animals until the end of the observation period. Test animals experienced weight loss on day 2-5, were less active for 4 days, and all tested animals experienced diarrhea on days 2 and 3. On macroscopic examination, there were no abnormalities in the intestinal organs, liver, lungs, heart, spleen, and kidneys.
Conclusion: LD50 oromucosal drop containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract more than 16.650 mg/kg BW are categorized as relatively safe, changes in activity, clinical symptoms, and body weight are not permanent, and there is no macroscopic change in the organs of the tested animals.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Immatania Armansyah
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi gel dengan ekstrak daun sirih dan perbedaan konsentrasi ekstrak daun sirih dalam gel terhadap kekasaran permukaan email gigi. Penelitian ini menggunakan 18 email gigi sapidiaplikasikan gel ekstrak daun sirih konsentrasi 15%, 25%, dan 25%, setiap 4 menit selama 20 menit, 40 menit dan 44 menit.
Dari penelitian ini terdapat penurunan kekasaran permukaan pada kelompok konsentrasi 15% dan 35% setelah 20 dan 40 menitdan peningkatan setelah 44 menit. Pada kelompok konsentrasi 25%, terjadi peningkatan setelah20 menit, lalu penurunan setelah 40 dan 44 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan gel dengan ekstrak daun sirih mempengaruhi kekasaran permukaan email gigi. Penggunaan yang paling efektif adalah aplikasi gel dengan konsentrasi 15% selama 3 bulan.

This research was conducted to determine the effect of betel leaves extracts gels application and different concentration of the extract on enamel surface roughness. This study used 18 bovine enamels which was applied by gels containing betel leaves extracts 15%, 25%, and 25%, every 4 minutes for 20 minutes, 40 minutes and 44 minutes.
From this experiment, there was a decrease in surface roughness by the application of gels with 15% and 35% betel leaf extract for 20 dan 40 minutes, and increased after 44 minutes. By the application of gel with 25% betel leaf extract, there was an increase after 20 minutes, but decreased after 40 and 44 minutes. The results of this study is gels containing betel leaf extract affects the surface roughness of tooth enamel. The most effective application was with gel containing 15% of betel leaf extract for 3 months.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>