Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lista Wimarlie
"Gangguan muskuloskeletal sebagian besar dialami oleh pekerja di seluruh dunia. Di Amerika dilaporkan 31 % pekerja dengan sakit arthritis mempunyai indeks massa tubuh obesitas dibandingkan dengan indeks massa tubuh normal yang hanya sebesar 13% Menurut hasil riset kesehatan dasar atau Riskesdas 2018, tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8 persen dari tahun 2013 yang hanya sebesar 14,8 persen. Di perusahaan ini berdasarkan hasil pemeriksaan berkala atau medical check up (MCU) tahun 2019, obesitas hampir mencakup 5% dari total karyawan yang melakukan MCU. Tingginya absensi dan sakit berkepanjangan akibat gangguan muskuloskletal di perusahaan ini semakin meningkat dalam 1 tahun terakhir. Pada tahun 2019 angka kesakitan pekerja yang mengeluh gangguan muskuloskletal menduduki posisi no-4 di profil kunjungan di klinik perusahaan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengindetifikasi hubungan faktor ergonomi dan indeks massa tubuh obesitas dengan gangguan muskuloskeletal. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan total sampling 1429 orang. Data merupakan data sekunder dari hasil medical check up dan rekam medis klinik perusahaan.Data yang diambil berupa informasi tentang usia, jenis kelamin, riwayat merokok, proses kerja, masa kerja, berat badan , dan tinggi badan. Prevalensi gangguan muskuloskeletal pada kategori IMT > 25 adalah 7,2%. Terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh >25 dam gangguan muskuloskeletal (p=0,01). Faktor-faktor lain yang menunjukkan hubungan bermakna adalah masa kerja >20 tahun (p=0,046) dan umur 40-49 tahun (p=0,005) Karyawan dengan obesitas memiliki risiko lebih besar sebesar 1,7x dari karyawan dengan indeks massa tubuh normal. Pada penelitian ini masa kerja >20 tahun adalah faktor dominan

Background: Musculoskeletal disorders are the common disease among the worker in the world. Almost 31% of obese US adults report doctor is diagnosed arthritis in America. According to Riskesdas 2018, the prevalence of obesity in adults in Indonesia increased to 21.8%. This prevalence increased from the results of Riskesdas 2013, which reached 14.8 %. Based on the results of medical checkup (MCU) in 2019 in this manufacturing company, 50% of the total employees were obese. In 2019 the incidence rate of musculoskeletal disorders was the fourth largest visitation in the company clinic. The aim of this study is to verify the associations between the ergonomic risk factors and obesity with the prevalance of musculoskeletal disorder. This study used a cross-sectional design with a total sampling of 1429 people. We collect information about age, gender, smoking history, work processes, work period, weight, and height from medical records. There was a significant relationship between body mass index > 25 and musculoskeletal disorders (p = 0.012). Other factors that showed a significant relationship were work period 16 – 20 years (p=0.046) and more than 20 years (p = 0.005) and age 40-49 years old (p = 0.01) The obese workers had 1,7 times more risk for musculoskeletal disorders than workers who had a normal body mass index"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Samara
"Latar belakang :
Nyeri pinggang bawah (NPB) karena gangguan muskulo-skletal akibat kerja paling sering ditemukan. Faktor-faktor risiko yang dapat berkaitan dengan NPB antara lain lama duduk statis, relaksasi, indeks masa tubuh, dan factor-faktor lain. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor risiko yang turut berperan menimbulkan NPB.
Metode :
Desain penelitian adalah studi kasus-kontrol di pabrik percetakan pembuatan pita kaset video VHS PT M Cikarang. Kasus adalah subyek yang pernah atau sedang menderita NPB intermitten karena bekerja 3 bulan terakhir, nyeri tekan lokal, dan tes Laseque negatif. Kontrol adalah subyek yang tidak NPB sesuai dengan kriteria kasus. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap seluruh karyawan bagian produksi PT M pada bulan Februari-Maret 2003.
Hasil :
Subyek penelitian berjumlah 298 orang, yang menderita NPB 82 orang. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya NPB adalah lama duduk statis, relaksasi, dan indeks masa tubuh. Bila dibandingkan dengan lama duduk statis 5-90 menit, maka lama duduk statis 91-300 menit berisiko NPB 2,35 kali lipat lebih besar {OR suaian (OR)=2,35; 95% Confidence Interval (CI)=1.35-4,11). Subyek yang tidak berkesempatan merelakskan badan selama kerja (OR=2,39; 95% CI=1,00-5,70) dan indeks masa tubuh kurus (OR=2,20, 95% CI=1,21-4,00) terbukti meningkatkan risiko NPB. Faktor umur, paritas, olahraga, pekerjaan, dan sikap duduk tidak terbukti berkaitan dengan NPB.
Kesimpulan :
Lama duduk statis 91-300 menit, tidak relaksasi selama bekerja, dan indeks masa tubuh kurus terbukti memperbesar risiko NPB. Oleh karena itu perlu ada waktu relaksasi, pengurangan lama duduk, dan meningkatkan berat badan ke arah normal.

Back ground :
Low back pain (LBP) being caused by muscle-skeletal disorder is the most events in workers. Risk factors which contribute to LBP are such as long static silting, relaxation, body mass index, and other factors. Therefore it is needed to identify risk factors of low back pain.
Methods :
The research design was a case-control study at video cassette VHS PT M Cikarang. The case was subject who had story of intermittent LBP by working in last 3 months with local pain, and Laseque test negative. Control was subject without LBP as criteria as the case. Case and control were identified through as survey toward all production employees at PT M Cikarang during February to March 2003.
Results :
Subjects of this survey were 298 employees, 82 of them had LBP. The risk factors being related with LBP were static sitting, relaxation, and body mass index. Static sitting 5-90 minutes compared to 91-300 minutes, had higher risk of getting LBP for 2.35 times (Adjusted Odds Ratio (OR)=2.35; 95% Confidence Interval (CI)= 1.35-4.1). Those employees who had no relaxation while working (OR-2.39, 95% CI=1.00-5.70) and underweight (OR=2.20; 95% C1=0.05-0.97) also were identified as risk factors contributed to LBP. The other factors such as ages, parities, exercise, jobs, and posture of sitting were not proven to be correlation with LBP.
Conclusion :
Long static sitting 91-300 minutes, no relaxation during working, and underweight has been proven to increase the risk of LBP. It is recommended to have relaxation during working and decrease long static sitting, and also trying to make normal weight of employees.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Wijayanti
"Masalah kesehatan akibat kerja yang paling tinggi prevalensinya yaitu musculoskeletal disorders (MSDs) (41%) yang salah satu faktor resikonya yaitu Indeks Masa Tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran IMT dan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja di kota Depok. Penelitian ini berupa survei cross-sectional dengan sampel 100 pekerja menggunakan kuesioner Nordic Body Map.
Hasil penelitian ini mengidentifikasi hubungan yang signifikan antara IMT dengan keluhan MSDs (r = 0.547, p < 0.05; n= 100). Perawat harus memperhatikan status kesehatan pekerja dengan memberikan berbagai intervensi keperawatan sehingga masalah MSDs dapat dicegah, ditangani, atau dikurangi.

Musculoskeletal disorders had the highest prevalence among work related illness (41%), which was body mass index become one of the risk factors. This research goal was to describe body mass index and musculoskeletal disorders complaint in Depok. This research used cross sectional method, 100 respondent, and use Nordic Body Map questionnaire.
The result identified correlation between body mass index and musculoskeletal disorders (r = 0.547, p < 0.05; n= 100). Nursing intervention must concerning to the labors health status by giving many nursing intervention so MSDs can be prevented, be healed, or be diminished.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Fathul Hasanah
"Latar belakang: Peningkatan alanine aminotransferase (ALT) dapat terjadi secara asimtomatis. Tes fungsi hati sering ditemukan abnormal pada dikalangan penerbang, dengan sedikit peningkatan kecil dalam satu atau dua parameter enzim hati, penyebab yang paling sering adalah perlemakan hati non alkoholik dan efek minor dari alkohol. Walaupun tidak mempengaruhi sertifikasi kesehatan pada penerbang sipil tetapi peningkatan ALT dapat mempengaruhi kesehatan dari penerbang itu sendiri dan akan mempengaruhi keselamatan penerbangan. Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang menghubungkan dengan kadar ALT pada penerbang sipil di Indonesia.
Metode: Metode potong lintang yang dilakukan 5-26 Mei 2014 pada penerbang sipil yang melakukan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dengan sampling purposif dan analisis regresi Cox. Pengumpulan data dengan mengisi kuesioner dan data ALT diambil dari laboratorium. Pemeriksaan tinggi badan, berat badan dan lingkar pinggang dilakukan oleh peneliti. Kadar ALT meningkat jika ≥41 U/l.
Hasil: Diantara 785 subjek yang mengikuti pemeriksaan kesehatan berkala terdapat 314 yang menjadi subjek penelitian. Persentase peningkatan ALT pada penelitian ini sebesar 31,8%. Faktor risiko dominan terhadap peningkatan ALT pada penerbang sipil di Indonesia adalah lingkar pinggang ≥90 cm [risiko relatif (RRa) = 2,00; p = 0,001] yang mempunyai peningkatan 2 kali jika dibandingkan dengan lingkar pinggang yg <90 cm, selanjutnya obesitas meningkatkan risiko peningkatan kadar ALT, meskipun secara statistik tidak signifikan (RRa = 1,75; 95% CI = 0,97-3,17; p = 0.062).
Simpulan: Penerbang sipil dengan lingkar pinggang ≥90 cm atau dengan obesitas mempunyai risiko lebih besar mengalami peningkatan ALT.

Background: Elevated serum alanine aminotransferase (ALT) may occur in asymptomatic. Liver function tests are frequently found to be abnormal in among aviators, with small elevations in one or two liver enzyme parameters. The most common cause is non-alcoholic fatty liver and minor effects of alcohol. This will affect the health of aviators which affect flight safety. The purpose of this study was to determine the factors that connect with ALT levels in commercial pilot in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study on May 5-26Th 2014 in commercial pilots who doing medical check up at Civil Aviation Medical Center, with purposive sampling and cox regression analysis. The collection of data by filling in a questionnaire and ALT data taken from the laboratory. The examination height, weight and waist circumference was conducted by researchers. Elevated serum ALT ≥ 41 U/l.
Results: Among 785 commercial pilots only 314 were willing to participate it in study and 31,8 % had eleveted serum ALT in this study. The dominant risk factor to the elevated of ALT in commercial pilots in Indonesia is waist circumference ≥90 cm [Relative risk (RRa=2.00; p=0,001)]#who have an increased 2 fold when compared with that waist circumference <90 cm, furthermore obesity increases the risk of elevated levels of ALT, although it was not statistically significant (RRa=1.75; 95% CI=0.97-3.17; p=0.062).
Conclusion: Commercial pilot who had waist circumference ≥90 cm or who obese had elevated serum ALT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlan Dira Wagarasukma
"Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah di DKI Jakarta adalah sebesar 14.0%. Ketidakseimbangan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan melalui hormon ghrelin dan leptin sehingga dapat menyebabkan gangguan tidur pada anak. Prevalensi gangguan tidur pada anak usia sekolah di Jakarta Pusat adalah 25,1%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap gangguan tidur pada anak usia sekolah di Provinsi DKI Jakarta. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain crosssecitonal dengan data sekunder diperoleh dari South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). Subjek dalam penelitian ini adalah 104 anak usia 6-12 tahun yang terdiri dari 62 anak perempuan dan 42 anak laki-laki. Analisis bivariat menunjukkan bahwa IMT tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan tidur (p=0,135), sedangkan variabel lain yaitu kecemasan (p=0,000), berkeringat pada malam hari (p=0,013), dan persentase lemak (p=0,034) memiliki hubungan yang signifikan. Hasil analisis regresi linier berganda menyimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap gangguan tidur adalah kecemasan (p=0,000) dan berkeringat pada malam hari (0,020). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa IMT tidak berpengaruh terhadap gangguan tidur pada anak Provinsi DKI Jakarta. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyimpulkan faktor-faktor lain yang mendasari yang mungkin memengaruhi gangguan tidur pada anak-anak khususnya di Provinsi DKI Jakarta.

The prevalence of obesity in DKI Jakarta province is 14,0%. These imbalance in Body Mass Index (BMI) could affect growth development through imbalance of ghrelin and leptin, which could affect the quality of sleep and cause sleep disturbances in children. This study aims to determine the effect of BMI on sleep disturbances in school-aged children in DKI Jakarta Province. The design utilized in this study was a cross-sectional with data obtained from the South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). The subjects in this study were 104 children aged 6--12 years old, consisting of 62 girls and 42 boys. Bivariate analysis showed that BMI does not have a significant relationship with sleep disturbance (p=0.135), while other variables such as anxiety (p=0.000), sweating at night (p=0.013), and fat percentage (p=0.034) do have significant relationship. Results of multiple linear regression analysis conclude that variable with the influence for sleep disturbances are anxiety (p=0.000) and sweating at night (0.020). In conclusion, BMI does not affect sleep disturbances in children of DKI Jakarta Province. More research is needed to conclude other underlying factors that might affect sleep disturbances in children especially in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mimin Edwar
"Bekerja secara ergonomis dapat memperkecil resiko sakit, meningkatkan rasa nyaman dalam bekerja, mengurangi stres dan menyebabkan produktivitas meningkat. Namun bekerja secara ergonomis belum diterapkan secara maksimal saat bekerja, khususnya orang-orang yang bekerja di kantor, dimana faktanya gangguan otot-rangka adalah musuh terbesar bagi pekerja kantor yaitu sekitar 40-50% pekerja melaporkan adanya keluhan. Dan kondisi lebih buruk diprediksi saat bekerja dari rumah. Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang terkait dengan pekerjaan merupakan gangguan pada sistem muskuloskeletal yang disebabkan atau diperberat oleh interaksi lingkungan kerja. Musculoskeletal Disorders dapat disebabkan oleh kontribusi berbagai faktor risiko antara lain faktor individu, faktor pekerjaan atau biomekanik dan faktor psikososial. Respon atau reaksi seorang pekerja dalam hal faktor perilaku, kognitif, dan fisiologis dipicu oleh peningkatan tuntutan pekerjaan yang dirasakan atau menanggapi peningkatan permintaan pekerjaan, respon ini disebut sebagai workstyle atau gaya kerja. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor risiko ergonomi dan gaya kerja terhadap gangguan muskuloskeletal pada mahasiswa khususnya yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Metode Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk mengolah model Workstyle dengan penambahan faktor postur kerja, dan musculoskeletal pain. Analisis dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada 200 responden. Hasil dari penelitian menunjukkan ada beberapa faktor gaya kerja yang berkontribusi pada gangguan muskuloskeletal mahasiswa.


Working ergonomically can reduce the risk of pain, increase the sense of comfort at work, reduce stress and cause increased productivity. However, working ergonomically has not been implemented maximally when working, especially people who work in offices, where the fact is skeletal muscle disorders are the biggest enemy for office workers, around 40-50% of workers report complaints. And worse conditions are predicted while working from home. Musculoskeletal Disorders (MSDs) related to work are disorders of the musculoskeletal system caused or exacerbated by the interaction of the work environment. Musculoskeletal Disorders can be caused by the contribution of various risk factors including individual factors, occupational or biomechanical factors and psychosocial factors. The response or reaction of a worker in terms of behavioral, cognitive, and physiological factors is triggered by an increase in perceived work demands or responding to an increase in work demand, this response is referred to as a workstyle or work style. This study wanted to find out the ergonomic risk factors and work styles for musculoskeletal disorders in students especially those carrying out distance learning. Structural Equation Modelling (SEM) method is used to process the Workstyle model with the addition of work posture factors, and musculoskeletal pain. The analysis was carried out by distributing questionnaires to 200 respondents. The results of the study indicate there are several workstyle factors that contribute to student musculoskeletal disorders."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fajri
"Skripsi ini membahas tentang faktor risiko keluhan gangguan otot dan tulang rangka (Gotrak) akibat kerja di industri manufaktur PT Croda Indonesia tahun 2022. Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor individu, faktor pekerjaan, dan keluhan Gotrak, dilakukan pada buan Februari – Mei 2022 dengan menggunakan kuesioner SNI 9901;2011, RULA, REBA, dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Desain studi cross-sectional dengan melibatkan seluruh pekerja sebanyak 58 orang. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian mendapatkan 41% pekerja memiliki tingkat risiko Gotrak sedang, dengan keluhan paling banyak dirasakan berturut-turut pada bagian leher (52%), punggung bawah (45%), dan punggung atas (43%). Terdapat hubungan antara faktor individu yaitu indeks massa tubuh, faktor kerja yaitu postur kerja, gerakan berulang, dan kejadian Gotrak. Pola hidup sehat utamanya menerapkan pola makan sehat, gizi seimbang dan menu bijak sesuai kondisi kesehatan dan pola kerja sehat utamanya postur tubuh tidak menyimpang dari garis tubuh, perlu ditingkatkan untuk meminimalisir keluhan Gotrak.

This thesis discusses the risk factors for Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) on Manufacturing Workers at PT Croda Indonesia in 2022. The study aimed to analyze the relationship between individual factors, work factors, and work-related musculoskeletal, conducted in February – May 2022 using the SNI 9901;2011 questionnaire, RULA, REBA, and secondary data obtained from the previous study. The design of the study was cross-sectional involving all 58 workers. Data analysis using chi- square test. The results of this study found that 41% of workers had a moderate risk level of Gotrak, with the most complaints felt consecutively in neck (52%), lower back (45%), and upper back (43%). There is a relationship between individual factors, namely body mass index, work factors, namely work posture, repetitive movements, and Gotrak incident. A healthy lifestyle mainly applies a healthy diet, balanced nutrition, and a wise menu according to health conditions and healthy work patterns, especially posture does not deviate from the body line, needs to be improved to minimize Gotrak complaints."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Sebastian Pamudji
"Latar belakang: Peningkatan Indeks Massa Tubuh IMT merupakan indikator obesitas, yang merupakan masalah kesehatan pada penerbang sipil di Indonesia dan dapat menyebabkan inkapasitasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui trend perubahan IMT serta faktor risiko lain yang berhubungan pada penerbang komersial Indonesia.
Metode: Desain penelitian berupa serial cross sectional yang didapat dari rekam medis penerbang komersial yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI pada tahun 2012 ndash; 2016. IMT didapatkan dari berat badan kg penerbang dibagi dengan kuadrat tinggi badan m2 . Data yang didapat berupa: tinggi badan, berat badan, umur, jam terbang 1 tahun, dan kebiasaan merokok. Analisis yang digunakan adalah ancova untuk melihat trend dan umur dan spearman atau pearson untuk data lainnya.
Hasil: Di antara 123 subyek, obesitas terlihat pada 64,2 - 74,8 subyek. Terlihat adanya perbedaan IMT yang bermakna antara tahun 2012 dan 2016 p = 0,032 . Tidak terdapat perbedaan bermakna antara jam terbang, umur, dan kebiasaan merokok terhadap perubahan IMT.
Simpulan: Terjadi peningkatan IMT yang bermakna secara statistik setelah 5 tahun, namun peningkatan ini tidak terlalu bermakna secara klinis dan sebagian besar subyek obesitas.

Background Increase in body mass index BMI is obesity indicator, which is problem at civilian aviation in Indonesia and can cause incapacitation. The purpose of this study was to investigate trend of changes in BMI and related risk factors on commercial pilots in Indonesia.
Methods Serial cross sectional study were obtained from commercial pilots medical record who were taking medical examination at the Civil Aviation Medical Center, Jakarta at 2012 ndash 2016. BMI were obtained from weight kg divided by quadrate of height m2. The data were height, weight, age, 1 year flight hours, and smoking habit. Ancova was used to investigate trend and age and spearman and pearson were used for other data.
Results From 123 subjects, obesity were seen in 64,2 74,8 subjects. There were differences in BMI between 2012 and 2016 p 0,032. No differences between flight hours, age, and smoking habit to BMI changes.Conclusions There were statistical increases of BMI after 5 years, however these increases have little clinical significance and most of the subjects were obesity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Dwi Putra
"Manufaktur merupakan salah satu sector industri yang memiliki risiko gangguan otot rangka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko dari gejala gangguan otot rangka. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2018 dengan melibatkan 51 orang operator pada area mixing rubber dan 40 orang pekerja kantor di PT X yang merupakan perusahaan manufaktur komponen kendaraan bermotor. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan instrument pengambilan data berupa kuesioner QEC dan kombinasi kuesioner psikososial. Variabel independent pada penelitian ini yaitu karakteristik individu pekerja usia, jenis kelamin, IMT, status merokok dan lama kerja , faktor fisik di tempat kerja force, postur janggal, gerakan berulang, dan coupling dan faktor psikososial tuntutan kerja, kendali terhadap pekerjaan, dukungan social, skill discretion, kepuasan kerja, dan stress kerja.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan gejala pada punggung atas, lama kerja dengan gejala pada pergelangan tangan, faktor risiko fifik yang tinggi dengan gejala pada leher, skill discretion dengan gejala pada pergelangan tangan, stress kerja dengan gejala pada bahu dan punggung bawah. Oleh karena itu perlu diadakan pengendalian lebih lanjut mengenai masalah ergonomic pada PT X.

Manufacture is one of the industry that has the risk of musculoskeletal disorders. The aim of this research is to analysize the risk factors from the symptoms of disorders of musculoskeletal. This research conducted on March until April 2018 by involving 51 workers on Mixing area and 40 workers on Office Area of X Corporation which is a manufacturing company who made the component of the motor vehicle. This research used Cross Sectional method by using QEC questionnaire and combination of psychosocial questionnaire as the instrument for data collection. The independent variable of this research are the characteristic of workers age, gender, body mass index, smokimg status, and working time, physical factors on the work place force, awkward postures, repetitive motion, and coupling and psychosocial factors job demands, control of the job, social support, skill discretion, job satisfaction, and work stress .
The result of this research shows there is a significant correlation of body mass index with a symptoms on the top of the back, working time and skill direstion with a symptoms of the wrist, high risk of physical factor with a symptom of the neck, and work stress with a symptom of shoulders and the low part of the back. Therefore it needs to be a further control about ergonomic factor at X Corporation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Wiranty, auhor
"Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh indeks massa tubuh (IMT), denyut nadi istirahat, kebiasaan merokok dan olahraga serta umur terhadap nilai kesamaptaan aerobik pada Pasukan Khas (Paskhas). Sehingga diketahui faktor-faktor risiko yang berkaitan terhadap nilai kesamaptaan aerobik yang mempengaruhi performa kinerja Paskhas dalam melaksanakan tugasnya.
Metode: Disain penelitian potong lintang dengan sampling purposif di antara Paskhas. Pengumpulan data dilakukan sejak tanggal 13-25 Mei 2013 di Batalyon Paskhas. Data diperoleh melalui wawancara dengan panduan kuesioner oleh peneliti serta pemeriksaan fisik. Nilai kesamaptaan aerobik diperiksa dengan metode Cooper, yaitu menghitung jarak tempuh lari dalam meter selama 12 menit. Data dianalisis dengan regresi linear.
Hasil: Total subjek yang menyelesaikan penelitian ini berjumlah 135 orang. Nilai kesamaptaan aerobik antara 2000-3100 meter dengan rerata 2552,78±250,66. Terdapat tiga faktor (umur, IMT, dan kebiasaan olahraga selama 3 bulan terakhir) yang berkaitan dengan nilai kesamaptaan aerobik. Dengan meningkatnya umur 1 tahun dan 1 poin IMT masing-masing akan menurunkan nilai kesamaptaan aerobik Paskhas [koefisien regresi (r) = -20,42; 95% interval kepercayaan (CI) = -26,32;-14,53) dan (r = -22,28; 95% CI = -36,08;-8,49)]. Sedangkan dengan meningkatnya frekuensi 1 hari per minggu berolahraga akan meningkatkan nilai kesamaptaan aerobik Paskhas 14,7 poin (r = 14,67; P = 0,046; 95% CI = 6,65;35,98).
Kesimpulan: Peningkatan IMT dan semakin bertambah umur menurunkan nilai kesamaptaan aerobik sedangkan kebiasaan olahraga meningkatkan nilai kesamaptaan aerobik pada Paskhas.

Background: Several factors related to the value aerobic fitness affecting performance in carrying out someone’s duties. This study aimed to identify several factors related to the value of aerobic fitness in Indonesian Air Force Special Paratrooper.
Methods: A cross-sectional study designed with purposive sampling among Indonesian Air Force Special Paratrooper. Data collection was conducted from 13 to 25 May 2013 in the 461st Battalion. The data obtained through interviews with questionnaires by researchers as well as guide the physical examination. Aerobic fitness examined by Cooper method, which calculates the distance run in meters for 12 minutes. Data were analyzed by linear regression.
Results: Total subjects who completed the study were 135 persons. The value of aerobic fitness between 2000-3100 meters with average 2552.78±250.66. There were three factors (age, BMI, and exercise habits over the last 3 months) associated with aerobic fitness. Increasing age for 1 year and 1 point BMI would reduce the value of aerobic fitness [coefficient regression (r) = -20.42; P = 0.000; 95% CI = -26.32;-14.53 and r = -22,28; P = 0.002; 95% CI = -36.08;-8.49 respectively]. Meanwhile, with the increasing frequency for 1 day per week exercise will increase the value of aerobic fitness (r = 14.67; P = 0.046; 95% CI = 6.65;35.98).
Conclusion: Increased BMI and age, lowered the aerobic fitness in Indonesian Air Force Special Paratrooper. While regular exercise increases the value of aerobic fitness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>