Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kholisah Safria
"Pandemi COVID-19 berdampak besar pada meningkatnya jumlah PHK pada karyawan dan kebijakan rasionalisasi lainnya, hal tersebut mungkin dapat memengaruhi tingkat ketidakaman kerja (job insecurity), kegigihan (grit), dan keterikatan kerja pada karyawan (work engagement). Karyawan milenial menjadi generasi yang paling terdampak dari adanya situasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peran dari grit dalam memoderasi hubungan antara job insecurity dan work engagement pada karyawan milenial di Indonesia. Grit dinilai dapat menjadi kunci kesuksesan seseorang dan merupakan faktor internal yang memengaruhi job insecurity dan work engagement karyawan. Partisipan direkrut secara daring dan melibatkan 222 karyawan yang memenuhi karakteristik penelitian, yaitu; karyawan milenial berusia 20-38 tahun, memiliki pengalaman bekerja minimal 1 tahun di tempat kerjanya saat ini, dan sedang mengalami kebijakan rasionalisasi. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur ketiga variabel ini adalah Utrecht Work Engagement Scale 9 Item (Schaufeli, dkk, 2006), Job Insecurity Scale (Pienaar, 2013), dan Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa grit tidak memoderasi hubungan antara job insecurity dan work engagement. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lain selain grit. Kemudian, mayoritas partisipan ini memiliki nilai job insecurity yang rendah, work engagement yang tinggi, dan grit yang tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan job insecurity berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan work engagement, dan grit berkorelasi secara positif dan signifikan dengan work engagement. Sementara job insecurity tidak berkorelasi secara signifikan dengan grit.

The COVID-19 pandemic has a major impact on increasing the number of employee layoffs and other rationalization policies, this may affect the level of job insecurity, grit, and work engagement on employees. Millennial employees are the most affected generation that affected by this situation. This research was conducted to find out whether there is a role of grit in moderating the relationship between job insecurity and work engagement among millennial employees in Indonesia. Grit is considered to be the key to a person's success and is an internal factor that affects job insecurity and employee work engagement. Participants were recruited online and involved 222 employees who met the research characteristics, that is; millennial employees at aged 20-38 years, having at least 1 year of work experience at their current job, and undergoing a rationalization policy. The measuring instrument that are used to measure these variables are Utrecht Work Engagement Scale 9 Item (Schaufeli, et al, 2006), Job Insecurity Scale (Pienaar, 2013), and Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). The main results of this research showed that grit did not moderate the relationship between job insecurity and work engagement. This could be due to other factors besides of grit. Furthermore, the majority of these participants had low job insecurity, high work engagement, and high grit of scores. This study also showed that job insecurity was significantly negatively correlated with work engagement, and grit was significantly positively correlated with work engagement. Meanwhile, job insecurity was not significantly correlated with grit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyimas Fathia Dayatri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh job insecurity pada job involvement dengan mempertimbangkan peran moderasi grit pada karyawan di masa pandemi Covid-19. Responden penelitian adalah 762 karyawan organisasi publik dan swasta di Indonesia yang menerapkan perubahan kebijakan karena Covid-19. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional study. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Job Involvement Scale, Multidimensional Qualitative Job Insecurity Scale (MQJIS), dan Short Grit Scale (Grit-S). Data dikumpulkan menggunakan kuesioner secara daring serta dianalisis dengan analisis regresi menggunakan model 1 SPSS PROCESS. Hasil penelitian menemukan bahwa grit terbukti tidak memoderasi hubungan job insecurity dan job involvement. Sebagai implikasinya, temuan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh organisasi sebagai acuan dalam mengantisipasi peningkatan job insecurity karyawan akibat adanya perubahan.

This study aims to determine the relationship between job insecurity and job involvement by considering the role of grit as the moderator in employees during the Covid-19 pandemic. Research respondents are 762 public and private sectors employees who work in organization which implemented policy changes due to Covid-19. This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The sampling technique used is accidental sampling. The research measuring instruments consists of Job Involvement Scale, Multidimensional Qualitative Job Insecurity Scale (MQJIS), and Short Grit Scale (Grit-S). Data were collected using an online questionnaire and analyzed using regression analysis, utilizing SPSS PROCESS Model 1. It was found that grit did not moderate the relationship between job insecurity and job involvement. As the implication, the findings of this research can be used by organizations as reference to anticipate the increase of employee job insecurity due to changes."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Andina Ramadhiyanti
"Pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi pada aspek kehidupan, termasuk dampak terhadap perusahaan dan karyawan. Krisis kesehatan dan ekonomi yang terjadi membuat perusahaan menerapkan beberapa kebijakan sebagai upaya untuk tetap dapat menjalankan kegiatan operasionalnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat peran grit sebagai moderator pada hubungan antara ketidakamanan kerja dengan kepuasan kerja pada karyawan. Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional study. Terdapat tiga alat ukur yang digunakan yaitu The Minessota Satisfaction Questionnaire (MSQ) short-form, Multidimensional Qualitative Job Insecurity Scale (MQJIS), dan short grit scale (Grit-S). Populasi dari penelitian ini adalah karyawan yang perusahaannya melakukan kebijakan sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Analisis data secara statistik yang dilakukan yaitu uji asumsi, uji korelasi, dan uji moderasi menggunakan PROCESS Hayes Model 1. Berdasarkan hasil analisis statistik dari 748 partisipan ditemukan terdapat efek interaksi antara ketidakamanan kerja dan grit terhadap kepuasan kerja signifikan (b = -0,02, 95% CI [-0,04, -0,01], t=-3,09, p<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa grit berperan sebagai moderator pada hubungan antara ketidakamanan kerja dan kepuasan kerja. Analisis lanjutan yang dilakukan mendapatkan bahwa grit dapat melemahkan pengaruh negatif dari ketidakamanan kerja terhadap kepuasan kerja ketika grit pada tingkat kategori sedang dan tinggi. Hasil penelitian menegaskan pentingnya perusahaan untuk melakukan usaha guna menurunkan ketidakamanan kerja dan meningkatkan kepuasan kerja.

Covid-19 brought changes in various aspects of life, including impact on companies and employees. The health and economic crisis that occurred made the company implements several policies as an effort to continue to be able to carry out its operational activities. This study aims to examine the role of grit as a moderator in the relationship between job insecurity and job satisfaction on employee. The approach of this research is quantitative with a cross sectional study design. There are three measuring tools used, namely The Minesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) short-form, Multidimensional Qualitative Job Insecurity Scale (MQJIS), and short grit scale (Grit-S). The population of this research is employees whose company implemented policy as result of the Covid-19. S Data analysis was carried out by assumption test, correlation test, and moderation test using PROCESS Hayes Model 1. Based on the statistical analysis from 748 participants, the results show significant interaction effect between job insecurity and grit on job satisfaction (b = -0.02, 95% CI [-0.04, -0.01], t=-3.09, p<0.05). With that, it can be concluded that grit acts as a moderator on the relationship between job insecurity and job satisfaction. Further analysis found that grit can attenuate the negative effect of job insecurity on job satisfaction when grit is in the medium and high category. The results of the study emphasize the importance of companies to make efforts to reduce job insecurity and increase job satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Intari
"

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah work engagement memediasi hubungan antara ketidakamanan kerja dengan kinerja yang dihasilkan oleh karyawan perusahaan Start-Up di Jakarta. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 124 partisipan dari perusahaan Start-Up di Jakarta. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah Job Insecurity Scale (2017, Task Performance Scale (2017), dan Utrecth Work Engagement Scale (2004). Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS dan PROCESS MICRO Hayes. Hasil dari penelitian ditemukan bahwa work engagement memediasi hubungan antara ketidakamanan kerja dengan kinerja karyawan.

 


This research aims to test whether work engagement mediates the relationship between work insecurity and the performance produced by employees at Start-Up company. The participant of this research comsisted of 124 from Start-Up company in Jakarta. Measuring instruments used in this study include Job Insecurity Scale (2017, Task Performance Scale (2017), and Utrecth Work Engagement Scale (2004). Data processing in this study was conducted using SPSS and PROCESS MICRO Hayes. Results of the study were found that work engagement mediates the relationship between work insecurity and employee performance.

 

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sischa Maulana
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara job insecurity dan work engagement pada dosen non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) Universitas Indonesia. Pengukuran job insecurity menggunakan alat ukur Ashford, dkk (1989) dan pengukuran work engagement menggunakan alat ukur UWES-9 (Schaufeli dan Bakker, 2006). Partisipan berjumlah 52 dosen non-PNS UI, yaitu dosen dengan status BHMN dan dosen dengan status lain-lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara job insecurity dan work engagement pada dosen non-PNS Universitas Indonesia. Selain itu, masing-masing data demografis juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan job insecurity dan work engagement.

ABSTRACT
This research is aimed to get the describtion about the relationship between job insecurity and work engagement among non-Civil Servant Lecturer in University of Indonesia. The measurment of job insecurity uses Ashfrod and friend?s measuring instrument (1989), while the measuring of work engagement uses UWES-9 (Schaufeli dan Bakker, 2006). The total number of partitipants are 52 non-civil servant lecturers, who has BHMN status and others.
The result of this research shows that there has no significant relation between job insecurity and work engagment at non-Civil Servant Lecturer in University of Indonesia. Besides that, every singgle demographic datum also does not have significant relation with job inseciruty and work engagement."
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Priyandani
"Pandemi Covid-19 telah memberikan perubahan bagi tatanan kehidupan masyarakat. Adanya pembatasan sosial yang menimbulkan perubahan besar terhadap metode komunikasi dan metode kerja bagi karyawan dengan pemberlakuan sistem gabungan kerja secara working from home dan working form office. Bekerja secara daring tanpa didampingi keseimbangan peranan work life balance dapat menimbulkan efek buruk pada kesehatan mental dan fisik karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa faktor yang berkaitan dengan work engagement seperti work life balance, burnout, job stressor, supervisor support, coworker support dan family support. Data terkumpul dari 633 responden yang merupakan pekerja dari berbagai sektor usaha di Indonesia dengan masa kerja di tempat kerja saat ini minimal satu tahun dan memiliki atasan langsung dan rekan kerja, namun hanya 603 responden yang memenuhi kriteria sampel. Data tersebut diolah dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) menggunakan aplikasi AMOS. Hasil SEM menunjukkan bahwa work life balance memediasi hubungan antara supervisor support, coworker support dan family support dengan work engagement. Selain itu work life balance berpengaruh signifikan negatif terhadap job stressor dan burnout. Variabel burnout berpengaruh signifikan negatif terhadap work engagement. Dengan demikian, perusahaan perlu memperhatikan kualitas hidup kehidupan kerja karyawan dengan sehingga dapat meningkatkan work engagement karyawan terhadap perusahaan.

The COVID-19 pandemic has changed the way people live. Social restrictions caused major changes to communication methods and work methods for employees. Hybrid system as combination of working from home and working form office. Working online without being accompanied by a work-life balance can have a negative effect on the mental and physical health of employees. This study aims to examine several factors related to work engagement such as work life balance, burnout, job stressors, supervisor support, coworker support and family support. Data were collected from 633 respondents who are workers from various business sectors in Indonesia with a minimum of one year of service in the current workplace and have direct supervisors and coworkers, but only 603 respondents met the sample criteria. The data was processed using the Structural Equation Modeling (SEM) method using the AMOS application. SEM results show that work life balance mediates the relationship between supervisor support, coworker support and family support with work engagement. In addition, work life balance has a significant negative effect on job stressors and burnout. The burnout variable has a significant negative effect on work engagement. Thus, companies need to pay attention to the quality of life of employees' work lives so that they can increase work engagement with the company."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Adenia Ahmad
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara job insecurity dan CWB dengan peran moderasi psychological capital. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat job insecurity yaitu Job Insecurity Questionnaire (De Witte, 2000). Kemudian, pengukuran CWB menggunakan alat ukur CWB dari Spector (2006) dan Psychological Capital dengan alat PCQ-24 (Luthans, 2006). Sampel penelitian merupakan 103 karyawan dari berbagai bidang pekerjaan yang didapatkan melalui metode convenience sampling, yaitu survey secara online. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ditemukan peran moderasi yang signifikan oleh psychological capital pada hubungan antara job insecurity dan CWB (bint= -.02, t= -1.77, p> 0.05, CI= 0.05 0.003). Peran psychological capital yang tidak signifikan diperkirakan terjadi karena karakteristik sampel dengan tingkat job insecurity yang rendah sehingga dinamika variabel tidak tergambarkan. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang lebih spesifik sehingga fenomena dapat dibuktikan. Limitasi lain juga didiskusikan pada penelitian ini.

This research aims to understand the relationship between job insecurity and CWB through the moderating role of psychological capital. Job insecurity levels were measured with Job Insecurity Questionnaire (De Witte, 2000). CWB measurement tool by Spector et al (2006) was used to measure CWB and PCQ-24, a tool to measure psychological capital by Luthans et al (2006), was also used. The sample of this study was 103 workers coming from various work industry, obtained from convenience sampling by online survey. Results show that psychological capital was not found to moderate the relationship between job insecurity and CWB significantly (bint= -.02, t= -1.77, p> 0.05, CI= -0.05 0.003). Insignificant moderator role of psychological capital might be caused by low level of job insecurity found in the sample of this study which in turn cannot predict changes in variables. Further research can use sample with specific level of job insecurity to validate different results. Other limitations are also discussed in this research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Shafa Ashrina
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada efek moderasi dari grit dalam hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pada karyawan milenial. Sebanyak 300 karyawan, berusia 20-39 tahun, berpartisipasi dalam penelitian ini. Alat pengukur Skala Kepuasan Kerja Umum, Skala Kinerja Peran dan Skala Grit-S digunakan untuk mengukur kepuasan kerja, kinerja dan ketabahan.
Hasil analisis statistik uji moderasi menggunakan PROCESS HAYES versi 3.3 model 1 menunjukkan bahwa grit tidak memoderasi hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja. Ini diduga disebabkan Kepuasan kerja milenial lebih banyak ditentukan oleh faktor lingkungan dan pengawasan yang bagus.
Pemenuhan ini akan mengarah pada kepuasan kerja berhubungan langsung dengan tingkat kinerja, terlepas dari apakah gritnya dimiliki oleh individu yang tinggi atau tidak yang artinya variabel grit belum berperan dalam memperkuat hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan.

This study aims to see whether there is a moderating effect of grit in the relationship between job satisfaction and performance in millennial employees. A total of 300 employees, aged 20-39 years, participated in this study. Measuring tools for General Job Satisfaction Scale, Role Performance Scale and Grit-S Scale are used to measure job satisfaction, performance and grit.
The results of the statistical analysis of the moderation test using PROCESS HAYES version 3.3 model 1 shows that grit does not moderate the relationship between job satisfaction and performance. This is thought to be due to millennial job satisfaction determined more by environmental factors and good supervision.
This fulfillment will lead to job satisfaction which is directly related to the level of performance, regardless of whether the grit is owned by high individuals or not, which means that the grit variable has not played a role in strengthening the relationship between job satisfaction and employee performance.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gisela Belicia Alma Thesalonica
"Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menyebabkan adanya generasi baru yang lahir setiap harinya. Hal ini membuat adanya perubahan (shifting) dari generasi yang mendominasi dan juga berdampak pada berbagai sektor kehidupan salah satunya adalah pekerjaan. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa saat ini telah terjadi perubahan generasi yang mendominasi pasar tenaga kerja yang semula didominasi oleh generasi milenial beralih menjadi generasi Z. Setiap perubahan pasti menimbulkan kesempatan dan juga tantangan baru bagi perusahaan terutama bagaimana menjaga keterikatan kerja karyawan kepada perusahaan. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari job characteristics terhadap work engagement pada karyawan generasi milenial dan generasi Z di DKI Jakarta. Dengan tujuan eksplanatif, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang disebarkan secara daring kepada 360 responden Generasi milenial dan Z yang bekerja sebagai karyawan full-time di DKI Jakarta yang didapatkan dengan menggunakan teknik penarikan data non-probability sampling dengan jenis purposive sampling dan pengumpulan sampel snowball. Penelitian ini melakukan teknik analisis data dengan menggunakan regresi linear sederhana dan uji beda (uji t). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh job characteristics terhadap work engagement pada karyawan di DKI Jakarta. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh job characteristics terhadap work engagement karyawan generasi Z lebih besar dibandingkan pengaruh job characteristics terhadap work engagement pada generasi milenial di DKI Jakarta.

The rapid population growth leads to the birth of a new generation every day. This results to a shift from the dominating generation, impacting various sectors of life, including employment. Previous studies have shown a transition in the dominant workforce generation from millennials to Generation Z. Every change brings forth opportunities and challenges for companies, especially in maintaining employee retention. Therefore, this research aims to analyze the effect of job characteristics on work engagement among millennial and Generation Z employees in DKI Jakarta. Using an explanatory approach, the study employs a quantitative method by distributing online questionnaires to 360 respondents which are the millennial and Z-generation full-time employee in DKI Jakarta. The data is gathered through non-probability purposive sampling with snowball technique. The research uses simple linear regression and t-test for data analysis. The findings indicate a significant impact of job characteristics on work engagement among employees in DKI Jakarta. Additionally, the research reveals that the influence of job characteristics on work engagement is greater for Generation Z employees compared to millenials in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Titis Perdini
"Latar belakang: Pekerja foundry perusahaan manufaktur bekerja pada lingkungan kerja dengan pajanan berbahaya yang dapat menimbulkan reaksi positif berupa semangat yang akan meningkatkan keterlibatan kerja tetapi dapat pula menimbulkan reaksi negatif berupa stress kerja jika tidak diimbangi dengan sumber daya kerja yang tersedia.
Tujuan: Mengetahui model hubungan antara stresor dan sumber daya kerja terhadap semangat dan keterlibatan kerja berdasarkan SV-NBJSQ versi bahasa Indonesia.
Metode: Sebuah studi potong lintang menggunakan data sekunder berupa hasil pengisian kuisioner IVSV-NBJSQ oleh 371 subyek saat medical checkup tahun 2019 untuk membuat model dengan structural equation model.
Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa semangat memiliki hubungan terbesar dengan stresor kerja r = 0,42 (p < 0,05; 95% CI 0,26 – 0,57) kemudian dengan penghargaan r = 0,2 (p < 0,05; 95% CI 0,04 – 0,35), sedangkan semangat tidak memiliki hubungan bermakna dengan dukungan sosial. Keterlibatan kerja memiliki hubungan terbesar dengan penghargaan, kemudian stresor kerja dan terakhir semangat dengan koefisien korelasi masing-masing r = 0,45 (p < 0,05; 95% CI 0,31 – 0,59), r = 0,24 (p < 0,05; 95% CI 0,06 – 0,41); dan r = 0,14 (p < 0,05; 95% CI 0,008 – 0,27), sedangkan keterlibatan kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan dukungan sosial. Stresor kerja ditentukan oleh beban emosional, konflik peran, konflik interpersonal dan kelebihan beban kuantitatif. Dukungan sosial ditentukan oleh dukungan atasan dan dukungan keluarga. Penghargaan ditentukan oleh apresiasi prestasi, hadiah uang/status dan peluang karir. Lingkungan kerja seperti bising, panas, posisi kerja tidak ergonomi, bahan kimia berbahaya dan bekerja rotasi tidak ada perbedaan rerata dengan semangat tetapi terdapat perbedaan rerata bermakna antara posisi tubuh tidak ergonomi terhadap keterlibatan kerja.Semangat menunjukkan peran mediasi antara stresor kerja dan penghargaan dengan keterlibatan kerja.
Kesimpulan: Pada populasi pekerja foundry ini, semangat ditentukan oleh stresor kerja dan keterlibatan kerja ditentukan oleh penghargaan, sedangkan dukungan sosial tidak menentukan baik semangat maupun keterlibatan kerja. Terdapat perbedaan rerata antara posisi tubuh tidak ergonomi terhadap keterlibatan kerja.Semangat menunjukkan peran mediasi antara stresor kerja dan penghargaan dengan keterlibatan kerja.

Background: Foundry workers of manufacturing company work in a work environment with exposure to potential hazards that could cause positive reactions in the form of vigor that would increase work engagement but could also cause negative reactions in the form of job stress ifit was not balanced with available jobresources.
Objective: To search the correlation model between job stressors and job resources to vigor and work engagement based on the Indonesian version of SV-NBJSQ.
Method: A cross-sectional study used secondary data where psychosocial factors were collected using the IVSV-NBJSQconducted by 371 foundry workers of manufacturing company during a medical checkup in 2019 to analyze job stressors, job resources, vigor and work engagement with the structural equation model method.
Results: In this study, Vigor had a strongest correlation to job stressors with r = 0.42 (p < 0.05; 95% CI 0.26 - 0.57) than to rewards r = 0.2 (p < 0.05; 95% CI 0.04 – 0,35 ), while vigor had no correlation to social support. Work engagement had a strongest correlation with job stressors, rewards and vigor with the correlation coefficient of each r = 0.24 (p < 0.05; 95% CI 0.06 - 0.41); r = 0.45 (p < 0.05; 95% CI 0.31 - 0.59) and r = 0.14 (p <0.05; 95% CI 0.008 - 0.27), while work engagement had no correlation to social support. Job stressors were determined by emotional demands, role conflict, interpersonal conflict and quantitative job overload. Social supports were determined by supervisor support and family and friends supports. Rewards were determined by esteem reward, monetary status reward and career opportunity. Work environment with noisy, hot environment, non ergonomic work position, hazardous chemical substances and shift work were not significant in a mean difference with vigor, but there is a significant mean difference between non ergonomic work position with work engagement. Vigor shows the role of mediation between job stressors and rewards with work engagement.
Conclusions: To the population of foundry workers, vigor was determined by the job stressor, work engagement was determined by rewards while social support does not determine both vigor and work engagement. There is a mean difference between not ergonomic work position with work engagement. Vigor shows the role of mediation between job stressors and rewards with work engagement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>