Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Medyana Akhiar
"Paylater merupakan sebuah metode pembayaran baru yang berbentuk pinjam meminjam berbasis teknologi yang lebih sering dikenal dengan Peer to Peer Lending. Pada sistem paylater ini kesepakatan antara para pihak timbul sesaat konsumen melakukan pembayaran menggunakan fitur paylater serta kontrak baru dapat diunduh oleh konsumen pada saat barang diterima. Dengan kemudahan pembayaran ini, bukan berarti tidak adanya permasalahan yang timbul dan sistem dari fitur paylater tidak selalu berjalan dengan baik. Permasalahan yang kerap timbul pada fitur paylater adalah terkait tata cara penagihan serta hilangnya saldo paylater milik konsumen.Untuk itu diperlukannya perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna fitur paylater dan mengetahui bagaimana hubungan hukum serta penyelesaian sengketa pada penggunaan fitur paylater. Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan metode yuridis-normatif yaitu dengan melakukan penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang ada dan mendukung untuk melakukan dan menyelesaikan penulisan hukum ini. Dengan menggunakan kerangka teori yaitu teori perlindungan hukum dan teori perlindungan konsumen sebagai landasan penulisan hukum ini.

Paylater is a new payment method in the form of technology-based lending and borrowing, which is more commonly known as peer to peer lending. In this paylater system an agreement between the parties arises when the consumer makes a payment using the paylater feature and a new contract can be downloaded by the consumer when the goods are received. With this ease of payment, it does not mean that there are no problems that arise and the system from the PayLater feature does not always work well. Problems that often arise from the paylater feature are related to billing procedures and loss of consumer paylater balances. For this reason, legal protection is needed for consumers who use paylater features and know how the legal relationship is and how to resolve disputes for paylater feature users. This research is using the normative juridical method, namely by conducting research on existing library materials and support for carrying out and completing this legal writing. With the theoretical framework, namely the theory of legal protection and consumer protection theory as the basis for writing this law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Taufani
"Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun masih banyak masyarakat di Indonesia yang tidak mencatatkan perkawinan mereka dengan berbagai alasan, sehingga perkawinan mereka disebut dengan perkawinan di bawah tangan.
Latar belakang dari skripsi ini adalah adanya pelanggaran terhadap hak dan status anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan akibat ketentuan pencatatan perkawinan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengertian perkawinan di bawah tangan menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan apa akibatnya terhadap hak dan status anak serta upaya apa yang dapat dilakukan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan.
Penelitian pada skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer serta buku-buku dan artikel yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini sebagai bahan hukum sekunder.
Menurut Hukum Islam, suatu perkawinan yang telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan dianggap sebagai perkawinan yang sah walaupun tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Pencatatan perkawinan merupakan suatu peristiwa penting, sama halnya seperti kelahiran dan kematian. Sedangkan perkawinan adalah peristiwa hukum yang tidak dapat dianulir oleh ketentuan pencatatan perkawinan. Dengan kata lain, pencatatan perkawinan tidak dapat menentukan sah atau tidak sahnya suatu perkawinan.

According to Article 1 Law Regulation Number 1 Year 1974 about Marriage, a marriage is a physically and mentally bound between a man and a woman to build a happy and everlasting family based on God The Only One. According to Article 2 Clause (1) Law Regulation Number 1 Year 1974 about Marriage mentions that a legal marriage is legal if it is done legally based on each religion and belief's regulation. On the other hand, Article 2 Clause (2) mentions that every marriage is registered according to the valid law regulation. However, a lot of Indonesia's citizens do not register their marriage with various reasons which makes their marriage called by unregistered marriage.
This thesis background is the existence of \violation against the right and status of a child who was born in an unregistered marriage. The cause of the problem in this thesis is the definition of marriage according to Islamic Law and Law Regulation Number 1 Year 1974 about marriage and the cause towards a child?s right and status also the solution as the form of law protection towards children from unregistered marriage.
This thesis analysis is done by literature method of research in studying the law regulation as primer law source and books and articles as secondary sources which are related to the issue that is discussed in this thesis.
According to Islamic Law, a marriage which has fulfilled marriage pillar and term is considered as a legal marriage without necessary registration by the marriage official. Marriage registration is an important case like birth and death. Marriage is a law case which is unable to be annulled by the marriage registration provision. In other words, marriage registration cannot decided the legal or illegal status of a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S544
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Winner
"Tulisan ini membahas mengenai perlunya berbagai bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat mengikuti setiap perkembangan dunia usaha khususnya dengan hadirnya teknologi yang mempertemukan konsumen dengan pelaku usaha dalam ruang perdagangan elektronik atau dikenal juga dengan istilah e-commerce. Pelaku Usaha yang memiliki e-commerce sering menggunakan Syarat dan Ketentuan Penggunaan Aplikasi sebagai perjanjian baku yang mengatur hubungan hukumnya dengan konsumen karena belum ada regulasi yang spesifik mengatur hubungan hukum kontraktual antara keduanya. Disisi lain, perjanjian baku yang berisi klausula baku ternyata ditemukan adanya pencantuman klausula baku yang berpotensi melanggar ketentuan perundang-undangan, salah satunya klausula yang memberikan hak kepada Pelaku Usaha PMSE untuk membaharui Syarat dan Ketentuan secara sepihak. Lebih lanjut, Pelaku Usaha PMSE juga mengakui telah melakukan pembaharuan Syarat dan Ketentuan tersebut dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan keinginan konsumen untuk mencapai posisi yang lebih setara dengan pelaku usaha semakin jauh dari kenyataan. Selain itu, tulisan ini juga menganalisis apakah aturan mengenai klausula baku sudah cukup komprehensif, baik mengenai rumusan ketentuan, unsur pasal, sanksi, penerapannya terhadap perilaku Pelaku Usaha PMSE serta perbandingan pengaturannya dibeberapa negara.  Tulisan ini menekankan bahwa hukum harus hadir untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, baik melalui langkah-langkah hukum yang tersedia di pengadilan, maupun lewat campur tangan negara melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

This article discusses the need for various of law protections for consumers so that any consumer protection systems or methods stay relevant with any developments in the business world, especially with the existence of technology that brings consumers and entrepreneurs into an electronic commerce space or also known as e-commerce. Entrepreneurs who own an e-commerce platform often use the Terms and Conditions as a standard contract that regulates their legal relationship with consumers because there are no specific regulations governing the contractual legal relationship between them. On the other hand, a standard contract containing standard clause, where that kind of clause have possibility to violate the statutory provisions, one of which was a clause that gave PMSE Entrepreneurs the right to unilaterally update or change the Terms and Conditions. Furthermore, PMSE Entrepreneurs in Indonesia also acknowledge that they have updated that kind of Terms and Conditions from time to time. This causes consumers' desire to achieve a more equal position with Entrepreneurs to be increasingly far from reality. On the other hand, this paper also analyzes whether the regulations regarding standard clauses are comprehensive enough, both regarding the formulation, elements of articles, sanctions, their application to PMSE Entrepreneurs and comparisons of regulations in regarding to Enterpreneur’s right to unilaterally change or update the contract in several countries. This article emphasizes that the law must be present to provide protection to consumers, through any available legal action existed in court, as well as the role of The State through Consumer Dispute Settlement Agencies and Ministry of Communication and Information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Yovitha Manuella Stefani
"Krisis dunia yang terjadi pada tahun 2021 berakibat langsung terhadap industri minyak kelapa sawit (crude palm oil). Di Indonesia sendiri peristiwa ini menyebabkan tingginya permintaan ekspor minyak goreng sawit Indonesia dari berbagai negara sehingga pelaku usaha lebih memilih untuk melakukan ekspor hasil produksinya. Hal ini menyebabkan pasokan dalam negeri menjadi berkurang. Kondisi makin diperparah dengan adanya pihak dalam alur distribusi yang tidak bertanggung jawab melakukan praktik penimbunan dan mengakibatkan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng. Terdapat hak konsumen yang dilanggar dalam peristiwa ini sehingga penting untuk mengetahui pengaturan perlindungan konsumen dalam undang-undang yang dapat diterapkan. Berdasarkan pengaturan tersebut, dapat diketahui pula sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan praktik penimbunan minyak goreng. Penulis menggunakan metode yuridisnormatif dalam penelitian ini dengan menelaah asas-asas hukum dan sumber hukum tertulis terkait perlindungan konsumen dan kelangkaan minyak goreng sebagai bahan kebutuhan pokok masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik penimbunan yang menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng melanggar hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu, pengaturan mengenai distribusi perdagangan bahan pokok diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Meskipun begitu, tetap dibutuhkan pengaturan yang lebih spesifik mengenai persenan jumlah cadangan persediaan minyak goreng yang dimiliki oleh para produsen minyak goreng sehingga
pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng, para produsen dapat mengedarkan cadangan persediaan tersebut ke masyarakat. Selain itu, dalam pembentukan kebijakan, Pemerintah hendaknya melibatkan unsur masyarakat dan pihak terkait sehingga memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat serta menciptakan kebijakan yang tepat sasaran.

The world crisis that occurred in 2021 had a direct impact on the palm oil industry (crude palm oil). In Indonesia, this event has caused a high demand for exports of Indonesia palm cooking oil from various countries so that business actors prefer to export their products. This causes domestic supply to decrease. The condition is exacerbated by the presence of irresponsible elements in the distribution channel who practice hoarding practices and result scarcity and high prices for cooking oil. There were consumer rights
that were violated in this event, so it is important to know the consumer protection arrangements in applicable laws. Based on this arrangement, sanctions can also be identified for business actors who practice cooking oil hoarding. The author uses the juridical-normative method in this study by examining legal principles and written legal sources related to consumer protection and the scarcity of cooking oil as a basic need for society. The result of the research shows that hoarding practices that lead to scarcity and high prices for cooking oil violate consumer rights regulated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. In addition, arrangements regarding the distribution of trade in staple goods are also regulated in Law Number 7 of 2014 concerning Trade and Law Number 18 of 2012 concerning Food. Even so, more specific arrangements are still needed regarding the percentage of cooking oil reserves owned by cooking oil producers so that when there is a scarcity of cooking oil, producers can circulate these stock reserves to the public. In addition, in policy information, the government should involve elements of the community and related parties as to fulfill the sense of justice desired by people and create policies that are right on target.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Wahyuningtyas
"Skripsi ini membahas tentang aspek perlindungan konsumen pengguna jasa internet Smartfren, akibat adanya gangguan layanan akses data internet yang terjadi beberapa waktu lalu. Penyebab terjadinya gangguan tersebut diantaranya kabel jaringan yang terputus karena jangkar kapal dan bencana alam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan permasalahan hukum lainnya yang dilakukan oleh PT. Smartfren telecom, tbk. Dengan demikian, terdapat pelanggaran hukum baik menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan telekomunikasi. Selain itu, adanya sanksi yang dapat diterapkan untuk PT. Smartfren Telecom, tbk sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha. Adapun sanksi yang dapat dikenakan yaitu sanksi ganti rugi, sanksi administrasi dan sanksi pidana.

This thesis discusses about the aspects of consumer protection on internet services user of Smartfren, due to distruption of data access services internet some time ago. The cause of the distruption such as disconnected network cable because of ship anchor and natural disaster. This research uses normative analytical descriptive. This research found other legal issues conducted by PT. Smartfren Telecom, Tbk. Thus, there are law violations in Consumer Protection Act and the regulations related to telecommunications. In addition, there are sanctions that can be applied to the PT. Smartfren Telecom, Tbk as a form of enterpreneur’s responsibility. The sanctions that can be applied are compensation, administrative sanction and criminal sanction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh semakin sering terjadinya Eksekusi Benda
Jaminan Fidusia terhadap Konsumen Perusahaan Pembiayaan khususnya Dana Tunai.
Eksekusi Jaminan terhadap Benda Jaminan Fidusia yang berupa kendaraan bermotor
ini dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan yaitu PT. Sinarmas Multifinance, akibat
konsumen tidak membayar angsuran yang diwajibkan. Skripsi ini membahas
mengenai pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan eksekusi serta pelanggaran
terhadap konsumen ditinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Pada putusan No.105/Pdt.G/2012/PN.Ska Pengadilan
memutus PT. Sinarmas Multfinance telah melanggar Undang-undang Perlindungan
Konsumen serta eksekusi yang dilakukan dianggap tidak berdasar. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian
ini menyatakan bahwa PT. Sinarmas Multifinance bertanggung jawab untuk
memberikan ganti rugi akibat eksekusi jaminan yang dilakukan terhadap konsumen
yaitu Etik Sri Sulanjari, karena tidak sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun
1999 mengenai Jaminan Fidusia yang berlaku., The writing of this thesis based on the more frequent occurrence Execution of Fiducia
Guarantee object to Consumer Finance Companies particularly Cash Funds.
Execution Guarantee of Fiducia object in the form of vehicles is done Financing
Company is PT. Sinarmas Multifinance due to the consumer does not pay the
installments are required. This thesis discusses about the violation which occur in the
execution and violation of the consumer in terms of Law No.8 of 1999 on Consumer
Protection. At the verdict 105/Pdt.G/2012/PN.Ska, Court decided PT. Sinarmas
Multifinance has breach Consumer Protection Law ,and execution carried by them
consider unfounded. The method used in this research is normative juridical. The
result of this research stated that PT. Sinarmas Multifinance responsible to provide
compensation as a result of the execution of the guarantees made to the consumer,
namely Etik Sri Sulanjari, because it is not in accordance with Law No. 42 Year 1999
regarding applicable Fiduciary.]"
Universitas Indonesia, 2014
S58005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Alkhawarijmi
"Paylater merupakan layanan pembayaran yang disedikan oleh pelaku usaha jasa keuangan untuk memenuhi keperluan konsumsi konsumen atas barang yang dibelinya dari e-commerce. Layanan Paylater memiliki persyaratan yang lebih mudah ketimbang kartu kredit perbankan. Persyaratan yang mudah berisiko pada kerugian terhadap masyarakat selaku pengguna layanan Paylater, salah satunya berupa pembobolan layanan Paylater. Penanganan kasus pembobolan pada layanan Paylater oleh pelaku usaha jasa keuangan tidak selalu berjalan dengan maksimal. Tujuan dari penelitian ini menganalisis bentuk respon yang seharusnya dilakukan oleh pelaku usaha jasa keuangan terhadap laporan terhadap kasus pembobolan layanan Paylater milik konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dengan didukung oleh data sekunder berupa hasil penelusuran studi kepustakaan atau literatur dan pendekatan metode kualitatif berupa observasi suatu fenomena dengan hasil penelitian yang deskriptif analitis dan preskriptif. Hasil penelitian ini mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan mengupayakan dua hak konsumen saat menangani kasus pembobolan yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dan hak konsumen untuk didengar pendapatnya mengenai barang dan/atau jasa yang digunakan. Pelaku usaha jasa keuangan bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan terkait layanan penanganan pengaduan, serta memperkuat sistem elektronik. Tanggung jawab pelaku usaha jasa keuangan merujuk pada peraturan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, POJK Nomor 18/ POJK.07/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan, POJK Nomor 35 /POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, dan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.

Paylater is a payment service provided by financial service businesses to meet consumers' consumption needs for goods they buy from e-commerce. Paylater services have easier requirements than bank credit cards. Easy requirements risk harm to the community as users of Paylater services, one of which is in the form of Paylater service breaches. The handling of cases of break-ins in Paylater services by financial service businesses does not always run optimally. The aim of this study is to analyze the response that should be made by financial service businesses to reports on consumer Paylater service breaches. This research was carried out using a juridical-normative research form supported by secondary data in the form of results of library research or literature searches and a qualitative method approach in the form of observation of a phenomenon with descriptive analytical and prescriptive research results. The results of this study oblige financial service businesses to seek two consumer rights when handling fraud cases, namely the right to comfort, security, and safety in consuming goods and/or services and the consumer's right to have their opinion heard regarding the goods and/or services used. Financial services businesses are responsible for evaluating and improving policies related to complaint handling services, as well as strengthening electronic systems. The responsibilities of financial service businesses refer to the regulations of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, POJK Number 18/POJK.07/2018 concerning Consumer Complaint Services in the Financial Services Sector, POJK Number 35/POJK.05/2018 concerning Conducting Business of Financing Companies, and POJK Number 6/POJK.07/2022 concerning Consumer Protection in the Financial Services Sector."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claresta Islamey
"Hampir semua produk yang diedarkan di pasar merupakan produk yang hanya dilekati dengan satu merek, namun ternyata saat ini terdapat produk yang dilekati dua merek sekaligus. Skripsi ini membahas mengenai legalitas pelekatan dua merek pada satu produk dan mengenai tanggung-jawab produk dari produk yang dilekati dua merek sekaligus tersebut. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek dan hukum perlindungan konsumen. Pembahasan menggunakan metode kualitatif. Pelekatan dua merek pada satu produk tidak dilarang menurut hukum merek Indonesia. Dilihat dari hukum perlindungan konsumen, hal tersebut tidak menimbulkan masalah bagi konsumen untuk mengidentifikasi produk. Kedua pemilik merek yang melekatkan mereknya pada produk yang dilekati dengan dua merek sekaligus, masing-masing memiliki tanggung-jawab produk atas produk tersebut.

Almost all of the products which are available in the market are only attached with a trademark, but now there are products which are attached with two trademarks at once. This study examined the legality of attaching two trademarks at once on a product and examine the product liability for a product which is attached by two trademarks at once. Both of those issues were examined using qualitative method and examined in the terms of Trademark Law and Consumer Protection Law. The attaching of two trademarks at once to a product is legal based on Indonesian Trademark Law. In the terms of Consumer Protection Law, the attaching of two trademarks on a product does not interfere the purpose of the establishing of trademark as intellectual property. Both of the trademark?s owner who attach his trademark to a product which is attached of two trademarks at once, both of them have product liability to that product.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Ning Istanti
"Metode greenwashing adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha dalam melakukan pemasaran dengan mengklaim kondisi produknya adalah produk yang ramah lingkungan dan mendukung kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Perbuatan Greenwashing sedang sangat populernya karena berhasil terbukti dapat meningkatkan penjualan atas produk. Tetapi ketika pelaku usaha menerapkan metode greenwashing dalam pemasarannya artinya Pelaku Usaha tersebut telah melanggar hak-hak konsumen, khususnya hak mendapatkan infromasi yang benar atas produk. Penelitian ini menggunakan dua rumusan masalah yaitu Bagaimana perkembangan pengaturan kebijakan greenwashing dalam ruang lingkup perlindungan konsumen di beberapa negara dengan keberadaan perkembangan kebijakan greenwashing di Indonesia? dan Bagaimana seharusnya pengaturan greenwashing dalam sistem hukum Indonesia terhadap hak-hak konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan juga terhadap keberlangsungan investasi perusahaan? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan perbandingan terhadap negara Amerika Serikat beserta negara bagiannya dan negara Inggris. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pengaturan kebijakan greenwashing dalam ruang lingkup perlindungan konsumen telah berhasil di lakukan di negara seperti Amerika Serikat termasuk negara bagiannya seperti Florida dan California, serta berhasil dilakukan penerapannya di negara Inggris. Amerika Serikat memiliki green guidelines yang berisikann mengenai pedoman bagi perusahaan dalam melakukan pemahaman dan memahami limit atau batasan model iklan apa yang kemudian dapat diciptakan dan dijadikan sebagai branding suatu produk dan/atau jasa dalam melakukan pemasaran produk serta sebagai batasan dan acuan dalam menafsirkan klaim ramah lingkungan sedangkan di Inggris memiliki Environmental Claims On Goods And Service sebagai acuan dan pedoman klaim terhadap suatu produk barang dan/atau jasa yang memiliki materi muataan hijau. Indonesia sampai saat ini belum memiliki ketentuan secara spesifik mengenai pengaturan greenwashing. Salah satu kebijakan yang relevan yang pernah dibuat oleh Pemerintah adalah melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/6/2015. Standar tersebut dijadikan sebagai patokan dan dasar bagi pelaku usaha di bidang industri untuk menyusun secara konsensus yang berkaitan dengan suatu proses produksi, bahan-bahan baku, energi, proses yang digunakan, pengelolaan limbah, dan lain halnya. Tetapi ketentuan tersebut belum memiliki kekuatan dalam pelaksanaannya karena pengaturan khusus mengenai tindakan yang dilarang atas praktik greenwashing belum diatur. Sehingga, Pemerintah harus tetap membentuk kebijakan khusus yang sentral untuk mengatur greenwashing di Indonesia sebagai bentuk perlindungan konsumen.

The greenwashing method is an act carried out by Business Actors in carrying out marketing by claiming the condition of their products are environmentally friendly products and support environmental preservation activities. Greenwashing is currently very popular because it has been proven to be able to increase product sales. However, when a business actor applies the greenwashing method in their marketing, it means that the business actor has violated consumer rights, especially the right to obtain correct information about products. This study uses two problem formulations, namely how is the development of greenwashing policy arrangements within the scope of consumer protection in several countries with the existence of greenwashing policy developments in Indonesia? and How should the regulation of greenwashing in the Indonesian legal system affect consumer rights in the Consumer Protection Act and also the sustainability of corporate investment? This study uses normative juridical research methods with statutory, case and comparative approaches to the United States of America and its states and the United Kingdom. The research results show that the development of greenwashing policy arrangements within the scope of consumer protection has been successfully carried out in countries such as the United States including states such as Florida and California, and has been successfully implemented in the United Kingdom.The United States has green guidelines which contain guidelines for companies in understanding and understanding the limits or limitations of what advertising models can then be created and used as branding of a product and/or service in marketing products as well as boundaries and references in interpreting eco-friendly claims. whereas in the UK it has Environmental Claims On Goods And Service as a reference and guideline for claims against a product of goods and/or services that have green content material. Until now, Indonesia does not have specific provisions regarding greenwashing regulations. One of the relevant policies ever made by the Government is through the Regulation of the Minister of Industry Number 51/M-IND/PER/6/2015. These standards are used as a benchmark and basis for business actors in the industrial sector to formulate a consensus relating to a production process, raw materials, energy, processes used, waste management, and other matters. However, these provisions do not yet have the force in their implementation because specific arrangements regarding actions that are prohibited from greenwashing practices have not been regulated. Thus, the government must continue to form special central policies to regulate greenwashing in Indonesia as a form of consumer protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munir Fuady
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
T36419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>