Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purwantyastuti Ascobat
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Ambarwati
"ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Akut (ISPA) non Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi yang cukup tinggi. Laporan Kota Bogor tahun 2015 menunjukkan prevalensi ISPA Non Pneumonia mencapai 45,64%. Penyebab utama ISPA non Pneumonia adalah virus, namun penelitian menunjukkan penggunaan antibiotik masih sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rasionalitas pemberian antibiotik pada pasien ISPA non Pneumonia dan faktor yang mempengaruhi kerasionalan pemberian antibiotik serta pengelolaan program Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Tanah Sareal. Rancangan penelitian ini deskriptif analitik potong lintang dengan mengumpulkan data rekam medis pasien antara 5 tahun hingga 65 tahun, observasi pelayanan rawat jalan, dan wawancara dengan pihak terkait pelaksanaan program POR. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pemberian antibiotik sebanyak 122 (34%) dari 359 pasien dan analisis rasionalitas dilakukan terhadap 102 pasien, Distribusi Penyakit ISPA Non-Pneumonia: Nasofaringitis Akut (63%) faringitis akut (30,6%), tonsilitis akut (5,3%), Sinusitis dan Otitis Media Akut 0,6%., sebagian besar antibiotik yang digunakan adalah amoxicillin dan cefadroxil. Ditemukan 84,3% pemberian antibiotik yang tidak tepat durasi dan faktor yang mempengaruhi rasionalitas antara lain; kurangnya kepatuhan dokter terhadap SOP pengobatan, peran apoteker belum optimal dan kurangnya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program POR.

ABSTRACT
Non Pneumonial Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) is one of public health problems with high prevalence and healthcare cost. Bogor City Report 2015 shows the prevalence of Non Pneumonial ARTI reach 45.64%. The main cause of non- Pneumonial ARTI is virus, but research indicates the use of antibiotics is still very high. This study aims to analyze the rationality of antibiotics on non-Pneumonia ARTI patients, factors affecting rationality of antibiotic administration and management of Rational Use of Medicine (RUM) program at Puskesmas Tanah Sareal. The design of this study is descriptive cross-sectional analysis by collecting patients medical record data between 5 years to 65 years, observation of outpatient services, and interviews with related staff on RUM program implementation. The results showed that the proportion of antibiotic administration was 122 (34%) of 359 patients and rationality analysis was performed on 102 patients, Non-Pneumonia Respiratory Disease Distribution: Acute Nasopharyngitis (63%) Acute Pharyngitis (30.6%), Acute Tonsillitis (5, 3%), Sinusitis and Otitis Media Acute 0.6%. Most of the antibiotics used were amoxicillin and cefadroxil. This study revealed 84.3% of improper antibiotics duration and factors affecting rationality, among others; lack ofa physian's dherence to clinical guideline, lack of pharmacist and monitoring evaluation of RUM implementation."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51007
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Flora
"ABSTRAK
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat memicu terjadinya resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi tambahan tentang antibiotik terhadap kepatuhan pengobatan pasien ISPA. Rancangan penelitian ini adalah rancangan eksperimental non-equivalent control group . Sampel yang diambil adalah seluruh pasien ISPA yang memperoleh antibiotik dengan menggunakan metode concecutive sampling. Data yang diambil merupakan data hasil pemberian informasi tambahan kepada pasien ISPA. Proses pengambilan data melalui wawancara telepon dengan pasien. Berdasarkan hasil yang diperoleh, 19 pasien yang dapat di follow up dari 35 total populasi dianalisis lebih lanjut. Karakteristik pasien ISPA yang diperoleh adalah mayoritas subyek uji adalah wanita 14 orang , mayoritas subyek uji adalah lulusan SLTA 10 orang , mayoritas pekerjaan subyek uji adalah sebagai ibu rumah tangga 10 orang . Secara statistik, hasil uji Paired T-Test diperoleh nilai rata-rata antara pretest dengan posttest adalah sebesar 0,632. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi antibiotik. Pemberian informasi tambahan tentang antibiotik yang dilakukan oleh peneliti mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien ISPA.

ABSTRAK
The use of antibiotics improper can trigger resistance. This report aims to review the influence of the additional information about antibiotics compliance treatment of patients acute respiratory tract infection. The research is the experimental non equivalent control group . Samples to be taken were all patients acute respiratory tract infection who received an antibiotic by using the method concecutive sampling. The data were drawn is data the additional information to patients tract. Taking process data through a telephone interview with patients. Based on the results obtained, 19 patients that can be in follow up from 35 the total number of analyzed further. Characteristics patients acute respiratory tract infection obtained are in the majority subject test were women 14 people , the majority subject test are senior high school graduates 10 people , the majority work subject test is as a housewife 10 people . The provision of additional information about antibiotics that done by researchers shows differences in behavior towards patients iacute respiratory tract infection. Statistically, testing shows paired t test obtained the average value of between pretest with posttest 0,632.The results show a decrease in disobedience a patient in consume antibiotics."
2017
S69386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.B.D. Harist Musgamy
"ABSTRAK
Berdasarkan rekomendasi WHO, penanganan ISPA non pnemonia pada balita cukup dengan pengobatan supportif dan tak perlu pemberian antibiotika. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bambang Sutrisna (1991) juga menemukan bahwa tak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok anak ISPA non pnemonia yang mendapat pengobatan ampisilin ditambah supportif dibanding dengan kelompok yang hanya mendapat pengobatan supportif. Namun apakah anak kekurangan gizi (kurang kalori protein) yang menderita ISPA non pnemonia juga tak perlu pemberian antibiotika. Apakah pemberian antibiotika khususnya ampisilin terhadap ISPA non pnemonia pada anak kekurangan gizi dapat mengurangi risiko terjadinya pnemonia, belum ada informasi mengenai hal ini.
Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan desain ?randomized controlled trial'. Unit analisis adalah balita kurang gizi yang menderita ISPA non pneumonia. Setelah dilakukan alokasi random, 50 anak masuk dalam kelompok percobaan dan mendapat pengobatan ampisilin 30 - 50 mg/kg berat badan ditambah pengobatan supportif, 49 anak lainnya masuk kelompok kontrol yang hanya mendapat pengobatan supportif. Karakteristik anak pada kedua kelompok ternyata tak ada perbedaan bermakna.
Setelah seminggu kemudian, ternyata presentase anak yang berkembang menjadi pnemonia pada kelompok percobaan 16 % dan kelompok kontrol 22%. Proporsi kejadian pnemonia antara kedua kelompok tak berbeda secara bermakna (x2=3.67,2df;p=0.16). Ternyata bahwa pemberian ampisilin tidak mengurangi risiko kejadian pnemonia pada balita kekurangan gizi yang menderita ISPA non pnemonia.

Effectiveness of Ampicillin in Mild Acute Respiratory Infections of Undernourished ChildrenAccording to WHO recommendation, treatment for mild acute respiratory infection (AR1) in children is supportive care only. Bambang Sutrisna (1991) studied that no difference in outcome between the ampicillin and control groups was statistically significant. But how about the effect of ampicillin in mild ARI of undernourished children.
To find out whether ampicillin treatment conferred any benefit over supportive care alone in undernourished children, a randomized controlled trial was carried out among 99 undernourished children under 5 years with mild ARI. 50 were randomly allocated ampicillin (30 - 50 mg 1 kg body weight four times daily for 5 days) plus supportive care; 49 were allocated supportive care only. The treatment groups were almost identical after randomization in term of children characteristics.
After 1 week, the percentages of cases progressing to pneumonia were nearly identical (16% study group and 22% control group). None of the difference in outcome between the study and control groups was statistically significant."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetri Charya Munarsih
"ABSTRAK
Pendahuluan. Saat ini pneumonia komunitas menjadi salah satu infeksi dengan angka tertinggi yang dapat dijumpai di rumah sakit. Terapi antibiotik empirik pada pneumonia komunitas dilakukan dengan mengamati berbagai parameter. Parameter yang dapat diukur sebagai outcome terapi pasien dengan pneumonia komunitas selain angka mortalitas adalah lama tinggal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari pemberian antibiotik empiris terhadap lama tinggal pada pasien pneumonia komunitas yang diterapi berdasarkan panduan penggunaan antibiotik American Thoracic Society Infectious Disease Society of America (ATS/IDSA) 2007 dengan yang tidak diterapi berdasarkan panduan di ruang rawat inap salah satu rumah sakit di Jakarta dari Januari 2014 sampai dengan Agustus 2015.
Metode. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dan dianalisis berdasarkan uji analisis bivariat serta uji analisis multivariat untuk mereduksi pengaruh variabel perancu. Sampel uji pada penelitian dihitung menggunakan rumus perbedaan dua proporsi. Sampel diambil di ruang rawat inap di sebuah rumah sakit di Jakarta.
Hasil. Setelah mengontrol variabel perancu, pemberian antibiotik empiris berdasarkan panduan penggunaan antibiotik ATS 2007 pada pasien pneumonia komunitas dengan keterbatasan aktivitas gerak (imobilisasi) sebagai variabel perancu yang bermakna dalam memengaruhi LOS, memiliki kecenderungan 10,25 kali untuk mengalami normal stay di rumah sakit dibandingkan dengan pasien CAP yang menerima antibiotika empiris tidak berdasarkan panduan penggunaan antibiotik ATS 2007 dengan nilai p <0,001.
Simpulan. Secara statistik terdapat pengaruh dari pemberian antibiotika empiris terhadap lama tinggal pada pasien pneumonia komunitas yang diterapi berdasarkan panduan penggunaan antibiotika ATS 2007 dengan yang tidak diterapi berdasarkan panduan penggunaan antibiotika ATS 2007."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dinny Atin Amanah
"Program pembatasan cairan perlu dilakukan pada pasien gagal jantung yang mengalami hipervolemia. Pembatasan cairan berdampak positif terhadap kualitas hidup pasien, tetapi intervensi tersebut tidak menyenangkan dan menantang. Pasien melaporkan ketidaknyamanan akibat rasa haus yang tidak terkontrol dan xerostomia yang sangat mengganggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan pengaruh pemberian stroberi beku sebanyak 3 kali/hari dan 5 kali/hari terhadap rasa haus dan xerostomia pasien gagal jantung yang menjalani program pembatasan cairan. Penelitian ini merupakan Randomized Controlled Trial (RCT) dengan single-blind dan parallel group design yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu kelompok frozen strawberry 0 (FS0), 3 kali/hari (FS3), dan 5 kali/hari (FS5). Responden berjumlah 22 pasien gagal jantung pada masing-masing kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas haus, distress haus, dan xerostomia yang signifikan antara ketiga kelompok (p 0,00; α 0,05). Namun, analisis perbandingan antara kelompok frozen strawberry 3 kali/hari dengan 5 kali/hari dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan intensitas haus (p = 0,45), distress haus (p = 0,08), dan xerostomia (p = 0,69) yang signifikan diantara kedua kelompok tersebut (p > α). Pemberian stroberi beku 3 kali/hari memiliki pengaruh yang sama dengan pemberian stroberi beku 5 kali/hari. Penelitian ini merekomendasikan perawat untuk mengatasi haus dan xerostomia pada pasien gagal jantung yang menjalani pembatasan cairan dengan memberikan stroberi beku 3 kali/hari ataupun 5 kali/hari. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mencari alternatif buah yang memiliki kandungan serupa dengan stroberi, namun lebih murah dan lebih mudah didapatkan pasien.

Fluid restriction programs need to be carried out in patients with heart failure who experience hypervolemia. Fluid restriction has a positive impact on patients' quality of life, but the intervention is unpleasant and challenging. Patients report discomfort due to uncontrolled thirst and xerostomia which is very disturbing. This study aimed to identify differences in the effect of giving frozen strawberries 3 times/day and 5 times/day on thirst and xerostomia in heart failure patients undergoing a fluid restriction program. This study was a Randomized Controlled Trial (RCT) with single-blind and parallel group design consisting of 3 groups, namely frozen strawberry group 0 (FS0), 3 times/day (FS3), and 5 times/day (FS5). Respondents were 22 heart failure patients in each group. The results showed that there were significant differences in thirst intensity, thirst distress, and xerostomia between the three groups (p 0.00; α 0.05). However, a comparative analysis between the frozen strawberry 3 times/day and 5 times/day groups in this study showed that there was no difference in thirst intensity (p = 0.45), thirst distress (p = 0.08), and xerostomia (p = 0.69) which was significant between the two groups (p > α). Giving frozen strawberries 3 times/day has the same effect as giving frozen strawberries 5 times/day. This study recommends that nurses treat thirst and xerostomia in heart failure patients undergoing fluid restriction by giving frozen strawberries 3 times/day or 5 times/day. Future research is expected to be able to find alternative fruit that has a similar content to strawberries, but is cheaper and easier to obtain for patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anak Agung Sagung W. Kumala Dewi
"Prevalensi ISPA yang tinggi di Indonesia mempengaruhi penggunaan antibiotik di fasilitas kesehatan. Sejak diberlakukannya program JKN, penggunaan obat di fasilitas kesehatan harus sesuai dengan Formularium Nasional. Oleh sebab itu, diperlukan evaluasi mengenai penggunaan antibiotik pada pasien ISPA di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dengan metode ATC/DDD dan DU90 . Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan desain studi potong lintang cross-sectional . Metode pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan total sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien ISPA yang diresepkan antibiotik periode Januari hingga Desember 2016. Resep pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 2720 resep.
Hasil analisis berdasarkan karakteristik pasien menunjukkan pasien ISPA terbanyak berjenis kelamin perempuan, kelompok usia diatas 45 sampai 65 tahun, serta mengikuti program BPJS. Antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin, eritromisin, siprofloksasin, tiamfenikol, doksisiklin, sefadroksil, kotrimoksazol, linkomisin, dan kloramfenikol. Penggunaan obat dinyatakan nilai DDD/1000 pasien/hari yaitu amoksisilin 9,4067 ; eritromisin 3,5027 ; siprofloksasin 0,8239 ; tiamfenikol 0,5886 ; doksisilin 0,3102 ; sefadroksil 0,0720 ; kotrimoksazol 0,0214 ; linkomisin 0,0209 ; dan kloramfenikol 0,0012 . Obat yang menyusun segmen DU90 yaitu amoksisilin 63,79 , eritromisin 23,75 , serta siprofloksasin 5,59 . Penggunaan obat di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu sesuai dengan Formularium Nasional 66,67.

High prevalence ARIs in Indonesia affected antibiotics utilization in healthcare facilities. Since national health assurance program has been issued, the drug utilization in healthcare facilities must be approriate with national formulary. Therefore, should be an evaluation of antibiotics utilization in ARIs patients based on ATC DDD method and DU90 at Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu 2016. This study was descriptive with cross sectional study design. Data was collected retrospectively with total sampling. The samples of this study were ARIs patients precribed antibiotics from January to December 2016. Total prescription comply with inclusion criteria were 2720.
The results based on patient characteristics showed that most patients with ARIs were female, over 45 to 65 year group age, and payed with national health assurance system. The antibiotics used were amoxycillin, erythromicin, ciprofloxacin, thiamphenicol, doxycycline, cefadroxil, cotrimoxazole, lincomycin, and chloramphenicol. Quantity of antibiotics utilization DDD 1000 patients day were amoxycillin 9,4067 erythromicin 3477,5 ciprofloxacin 0,8239 thiamphenicol 0,5886 doxycycline 0,3102 cefadroxil 0,0720 cotrimoxazole 0,0214 lincomycin 0,0209 and chloramphenicol 0,0012 . Antibiotics made up to DU90 were amoxycillin 63,79 , erythromicin 23,75 , and ciprofloxacin 5,59 . The antibiotics utilization in Puskesmas Pasar Minggu was compliance with national formulary 66,67.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Putri Intan Pratiwi
"Puskesmas merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan pada tingkat pertama. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, diantara mikroorganisme yang sering menjadi penyebab ISPA ialah virus dan bakteri. ISPA yang disebabkan oleh bakteri, pada pengobatannya membutuhkan suatu antibakteri atau dikenal dengan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang sering digunakan mengakibatkan besarnya peluang terjadinya penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan mengakibatkan  terjadinya resistensi antibiotik. Umur sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA, anak dan balita lebih beresiko daripada usia dewasa. Tujuan dilakukan tugas khusus ini untu mengetahui nilai rasionalitas dan peresepan antibiotik pada pasien balita di Poli ISPA Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo pada Periode 17 Maret hingga 17 Juni 2023. Pengamatan dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa rekam medik pasien balita di Poli ISPA kemudian ditentukan kriteria inklusi lalu ditentukan kategori rasionalitas dengan metode gyssens. Hasil yang didapat yaitu penggunaan antibiotik peroral pasien  balita di Poli ISPA yang sudah rasional sebanyak 30%.

Distrcit Health Center (Puskesmas) is a health service facility that organizes community health efforts and individual health efforts at the first level. ISPA (Acute Respiratory Infection) is a disease caused by microorganisms, among the microorganisms that often cause ISPA are viruses and bacteria. ISPA caused by bacteria, treatment requires an antibacterial or known as an antibiotic. Frequent use of antibiotics results in a large opportunity for irrational use of antibiotics and results in antibiotic resistance. Age greatly influences the incidence of ISPA, children and toddlers are more at risk than adults. The aim of carrying out this special task is to determine the value of rationality and antibiotic prescribing in toddler patients at the ISPA Poly, Pasar Rebo District Helath Center in the period 17 March to 17 June 2023. Observations were carried out by collecting secondary data in the form of medical records of toddler patients at the ISPA Poly Clinic and then determining the inclusion criteria. then determine the category of rationality using the Gyssens method. The results obtained were that the use of oral antibiotics in toddler patients at the ISPA Poly was rational at 30%.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saila Salsabila
"Identifikasi mengenai pemilihan Cefazolin sebagai antibiotik profilaksis pasien bedah ortopedi yang diterapkan di RSUD Tarakan Jakarta penting dilakukan untuk mengetahui pemberian antibiotik profilaksis yang telah diterapkan merupakan pilihan yang tepat atau terdapat alternatif antibiotik lain yang lebih baik dibandingkan Cefazolin jika dilihat dari tatalaksana umum yang berlaku. Perbandingan antara penerapan yang telah dilakukan RSUD Tarakan Jakarta dengan tatalaksana yang berlaku dilakukan agar apoteker dapat memahami alur pemberian antibiotik profilaksis yang tepat pada pasien bedah ortopedi. Pengamatan dilakukan secara retrospektif pada salah satu pasien di Gedung A lantai 4 unit OK Sentral lalu dilanjutkan saat pasien telah pindah kembali ke ruang rawat inap di Gedung A lantai 1 unit IGD RSUD Tarakan Jakarta. Kajian ini menggunakan data sekunder berupa daftar pemakaian obat pasien. Hasil pengamatan yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan antibiotik profilaksis Cefazolin dari hasil observasi tanggal 22 Juni 2022 di unit OK Sentral RSUD Tarakan Jakarta pada pasien Ny. Y dengan diagnosis fraktur femur merupakan pilihan yang tepat. Hal ini dilihat dari perbandingannya dengan tatalaksana yang tercantum dalam ASHP. Selanjutnya, waktu pemberian antibiotik profilaksis Cefazolin 30-60 menit sebelum operasi dan dosis pemberian antibiotik profilaksis Cefazolin sebesar 2 gram pada pasien bedah ortopedi Ny. Y yaitu di RSUD Tarakan Jakarta telah sesuai dan tidak bertentangan dengan tatalaksana ASHP dimana untuk operasi bedah ortopedi diberikan Cefazolin dosis 2-3 gram untuk pasien dewasa dan waktu pemberian <60 menit sebelum operasi.

Identification regarding the choice of Cefazolin as a prophylactic antibiotic for orthopedic surgery patients applied at the Tarakan Hospital Jakarta, is important to determine whether the prophylactic antibiotic that has been applied is the right choice or there are other antibiotic alternatives that are better than Cefazolin if seen from the general guideline that applied. A comparison between the implementation carried out by the Tarakan District Hospital in Jakarta and the existing guideline was carried out so that apothecary could understand the appropriate way of administering prophylactic antibiotics to orthopedic surgery patients. Observations were carried out retrospectively on one of the patients in Building A, 4th floor, OK Sentral unit, then continued when the patient had moved back to the inpatient room in Building A, 1st floor, ER unit, Tarakan Hospital Jakarta. This study uses secondary data in the form of a list of patient medication use. The results of the observations obtained revealed that the use of the prophylactic antibiotic Cefazolin from the results of observations on June 22 2022 in the Central OK unit of the Tarakan Regional Hospital, Jakarta in the patient Mrs. Y with a diagnosis of femur fracture is the right choice. This can be seen from the comparison with the management listed in ASHP. Furthermore, the time for giving Cefazolin prophylactic antibiotics is 30-60 minutes before surgery and the dose of Cefazolin prophylactic antibiotics is 2 grams for orthopedic surgery patients, Mrs. Y at Tarakan Regional Hospital Jakarta is appropriate and does not conflict with ASHP guidelines where for orthopedic surgery, a dose of 2-3 grams of Cefazolin is given for adult patients and the administration time is <60 minutes before surgery"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>