Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169486 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhias Salsabila Putri
"Latar belakang: Populasi di Asia memiliki beberapa faktor risiko periodontitis terkait
anatomi dan mikroorganisme dalam rongga mulutnya. Periodontitis merupakan ancaman
besar terhadap kesehatan mulut dan dapat menimbulkan gejala perubahan klinis seperti
munculnya tanda-tanda inflamasi serta terjadinya peningkatan pocket probing depth
(PPD) dan clinical attachment loss (CAL) yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
pada penderitanya baik dalam aspek fisik, psikologis, maupun sosial. Tujuan: Untuk
menganalisis pengaruh terapi periodontal terhadap nilai OHRQoL pada penderita
periodontitis di Asia dari studi yang menggunakan kuesioner OHIP-14. Metode: Uji
meta-analisis serta penyusunan systematic review (PROSPERO CRD42020203254)
dengan pencarian literatur pada online database yaitu PubMed, Scopus, dan EBSCO.
Studi yang diidentifikasi kemudian melalui tahapan skrining, penilaian eligibilitas, dan
inklusi menggunakan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and
Meta-Analyses (PRISMA). Hasil: Sebanyak enam studi memenuhi kriteria inklusi untuk
dilakukan systematic review dan empat studi dengan intervensi terapi periodontal nonbedah
diikutsertakan dalam meta-analisis. Analisis kuantitatif dilakukan pada tiga
rentang waktu follow-up yaitu minggu ke-1 dan 2 dengan mean difference [95% CI]: -
13,31 [-33,71 ; 7,10], minggu ke-4 dan 5 dengan mean difference [95% CI]: -16,12 [-
35,27 ; 3,03], serta minggu ke 9 hingga 12 dengan mean difference [95% CI]: -4,14 [-
6,85 ; -1,43]. Kesimpulan: Terapi periodontal dapat meningkatkan OHRQoL penderita
periodontitis di Asia. Peningkatan tersebut dapat terlihat paling signifikan pada minggu
ke-4 dan 5 pasca terapi.

Background: Asians have periodontitis risk factors regarding to the anatomy and
microorganisms found in their oral cavity. Periodontitis is one of the most prevalent
diseases that affects the oral cavity, causing several symptoms such as inflammation and
increase in pocket probing depth (PPD) and clinical attachment loss (CAL). Symptoms
caused by periodontitis may cause discomfort in some aspects of life such as physical,
psychological, and social aspect. Objective: To analyze the impacts of periodontal
therapy on OHRQoL in periodontitis patients in Asia from studies using OHIP-14
questionnaire. Methods: Meta-analysis and systematic review (PROSPERO
CRD42020203254) of the studies obtained from three databases (PubMed, Scopus, and
EBSCO). Identified studies were screened and assessed following the Preferred
Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines.
Results: From 641 studies retrieved, six met the criteria for qualitative analysis. Studies
using non-surgical periodontal treatment are also included for meta-analysis. Quantitative
analysis were conducted by categorizing the follow-up period into three groups: 1-2
weeks follow-up with mean difference [95% CI]: -13.31 [-33.71 ; 7.10], 4-5 weeks
follow-up with mean difference [95% CI]: -16.12 [-35.27 ; 3.03], and 9-12 weeks followup
with mean difference [95% CI]: -4.14 [-6.85 ; -1.43]. Conclusion: Periodontal therapy
can enhance the OHRQoL of periodontitis patients in Asia. The most significant impact
can be seen on the follow-up period of 4-5 weeks"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahira Aviandiva
"Latar belakang: Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi, dengan gambaran klinis terjadinya kehilangan perlekatan klinis dan adanya poket periodontal. Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berpengaruh terhadap periodontitis. Tingginya prevalensi merokok di Asia dapat berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal dan hasil dari terapi periodontal di Asia. Tujuan:
Untuk mendapatkan data perubahan parameter klinis periodontal pasca terapi periodontal pada subjek perokok penderita periodontitis di Asia. Metode: Pendaftaran protokol dari studi systematic review dan meta-analisis ke PROSPERO database (CRD42020201607) dan pencarian literatur dengan menggunakan pedoman alur Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) pada tiga electronic database (PubMed, Scopus, EBSCO) Hasil: Sebanyak 19 studi memenuhi kriteria inklusi pada tahapan sintesis kualitatif. Sintesis kuantitatif atau meta-analisis dilakukan secara terpisah untuk melihat perubahan kedalaman poket dan perbaikan tingkat perlekatan klinis pasca terapi periodontal, pada kelompok perokok dan bukan perokok. Hasil meta-analisis menggunakan random effects model menunjukkan terjadinya reduksi kedalaman poket pasca terapi periodontal pada perokok dengan nilai overall mean sebesar -0,83 mm (95% CI: -1,23 mm; -0,43 mm) dan pada bukan perokok dengan nilai overall mean sebesar - 1,13 mm (95% CI: -1,53 mm; -0,73 mm). Hasil meta-analisis menggunakan random effects model juga menunjukkan terjadinya perbaikan tingkat perlekatan klinis pasca terapi periodontal pada perokok dengan nilai overall mean sebesar -0,98 mm (95% CI: - 1,40 mm; -0,56 mm) dan bukan perokok dengan nilai overall mean sebesar -0,97 mm (95% CI: -1,57 mm; -0,38 mm). Kesimpulan: Parameter klinis periodontal pasca terapi periodontal pada subjek perokok dengan periodontitis di Asia mengalami perubahan, namun reduksi kedalaman poket pasca terapi periodontal pada perokok lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok. Hal tersebut menunjukkan bahwa merokok memiliki efek negatif terhadap terapi periodontal.

Background: Periodontitis is an inflammatory disease of the supporting tissues of the teeth, with a presence of clinical attachment loss and periodontal pocket. Cigarette smoking is a well-established risk factor for periodontitis. The high prevalence of smoking in Asia therefore could affect the severity of periodontal disease and the outcome
of periodontal therapy in Asia. Objective: To determine the clinical periodontal parameter of smokers with periodontitis in Asia following periodontal therapy.
Methods: The protocol has been registered to PROSPERO database (CRD42020201607). Literature search followed the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines through these following electronic databases: PubMed, Scopus, and EBSCO. Results: Nineteen studies met the criteria for qualitative synthesis. The quantitative synthesis or meta-analyses were done separately for changes in
periodontal pocket depth (PPD) and clinical attachment level (CAL) on smokers and nonsmokers
following periodontal therapy. Meta-analysis results for changes in periodontal pocket depth (PPD) demonstrated a reduction in periodontal pocket depth in both smokers and non-smokers group, with a mean difference of -0.83 mm (95% CI: -1.23 mm; -0.43
mm) and a mean difference of -1.13 mm (95% CI: -1.53 mm; -0.73 mm), respectively. Meta-analysis results for changes in clinical attachment level (CAL) demonstrated a gain in clinical attachment level (CAL) in both smokers and non-smokers group, with a mean difference of -0.98 mm (95% CI: -1.40 mm; -0.56 mm) and a mean difference of -0.97 mm (95% CI: -1.57 mm; -0.38 mm), respectively. Conclusion: Clinical periodontal parameter of smokers with periodontitis in Asia following periodontal therapy showed changes. However, smokers demonstrated less reduction in periodontal pocket depth compared to non-smokers, indicating that smoking has a negative effect on the outcome of periodontal therapy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabhila Artenia Kezia Finelly
"Latar Belakang: Penyakit periodontal tidak hanya mempengaruhi kesehatan mulut, tetapi juga berkontribusi pada berbagai gangguan sistemik termasuk hiperlipidemia yang merupakan salah satu faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskular. Mekanisme inflamasi yang mendasari penyakit periodontal diyakini dapat memengaruhi metabolisme lipid, sehingga memperburuk profil lipid pasien. Perawatan periodontal non-bedah telah diusulkan sebagai intervensi potensial untuk dapat mengurangi peradangan sistemik dan memperbaiki profil lipid pada beberbagai studi, tetepi hasil penelitian sebelumnya menunjukkan temuan yang tidak konsisten. Tujuan: Mengetahui pengaruh perawatan periodontal non-bedah pada pasien dengan hiperlipidemia dan periodontitis terhadap kadar biomarker pro-inflamasi TNF-α, IL-1β, IL-6, dan CRP serta profil lipid. Metode: Pencarian studi melalui basis data elektronik menggunakan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA). Studi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, kemudian dinilai risiko biasnya. Selanjutnya, dilakukan meta-analisis. Hasil: Sintesis kualitatif menunjukkan adanya hasil yang signifikan terhadap pengaruh perawatan periodontal non-bedah pada penurunan kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6 pasca perawatan, tetapi tidak ditemukan adanya penurunan kadar yang signifikan pada biomarker CRP dan profil lipid pasca perawatan. Meta-analisis sebelum dan sesudah perawatan periodontal non-bedah menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan secara statistik pada kadar IL-6 dengan perbedaan rerata -0,74 pg/mL (95% CI:[-0.90;-0.57], p<0,00001) dan kadar TC dengan perbedaan rerata -36,19 (95% CI: [-61,00; - 11,38], p = 0,004) serta tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap kadar HDL dengan perbedaan rerata 0,12 (95% CI: [-2,28; 2,52], p = 0,92). Kesimpulan: Perawatan periodontal non-bedah pada pasien dengan hiperlipidemia dan periodontitis menunjukkan pengaruh yang signifikan pada kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6, tetapi kadar CRP dan profil lipid tidak menunjukkan padanya pengaruh yang signifikan pasca perawatan pada pasien dengan hipelipidemia dan periodontitis.

Background: Periodontal disease not only affects oral health but also contributes to a variety of systemic disorders including hyperlipidemia which is one of the major risk factors for cardiovascular disease. The inflammatory mechanisms underlying periodontal disease are believed to affect lipid metabolism, thereby worsening the lipid profile of patients. Non-surgical periodontal treatment has been proposed as a potential intervention to reduce systemic inflammation and improve lipid profiles in various studies, despite previous findings showing inconsistent findings. Objective: To determine the effect of non-surgical periodontal treatment in patients with hyperlipidemia and periodontitis on the levels of pro-inflammatory biomarkers, TNF-α, IL-1β, IL-6, and CRP as well as lipid profile. Methods: Study searches were conducted through electronic databases using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA) guidelines. Studies that meet the inclusion and exclusion criteria are then assessed for bias risk. Next, a meta-analysis was carried out. Results: Qualitative synthesis showed significant results on the effect of non-surgical periodontal treatment on the reduction of TNF-α, IL-1β, and IL-6 levels after treatment, but no significant reduction in CRP and lipid profile was found after treatment. Meta-analyses before and after non-surgical periodontal treatment showed a statistically significant effect on IL-6 levels with a mean difference of -0.74 pg/mL (95% CI:[-0.90;-0.57], p<0.00001) and TC levels with a mean difference of -36.19 (95% CI: [-61.00; - 11.38], p = 0.004). There is no significant effect on HDL levels with a mean difference of 0.12 (95% CI: [-2.28; 2.52], p = 0.92). Conclusions: Non-surgical periodontal treatment in patients with hyperlipidemia and periodontitis showed a significant effect on TNF-α, IL-1β, and IL-6 levels, but CRP levels and lipid profiles did not show a significant post-treatment effect on patients with hyperlipidemia and periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitu Wulandari
"Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh plak sebagai etiologi utama dan hormon reproduksi sebagai faktor risikonya. Periodontitis dapat meningkat keparahannya pada perempuan yang memasuki masa menopause sehingga hal tersebut dapat menganggu kualitas hidupnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh faktor-faktor yang berperan terhadap status periodontal dan kualitas hidup penderita periodontitis perimenopause dan pascamenopause. Desain penelitian ini adalah cross sectional.
Penelitian ini menggunakan metode pemilihan sampel consecutive sampling dan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama melalukan uji validasi kuesioner dan tahap kedua uji faktor klinis. Penelitian tahap pertama diikuti oleh 268 subjek dan tahap kedua diikuti oleh 167 subjek dengan kriteria inklusi subjek yang berusia 45 sampai dengan 59 tahun dan telah memasuki masa perimenopause dan pascamenopause serta menderita periodontitis. Status menopause subjek diperoleh melalui wawancara dan dikonfirmasi melalui pemeriksaan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan hormon estrogen, pemeriksaan status periodontal dilakukan melalui pengukuran kehilangan perlekatan gingiva, indeks kebersihan mulut, indeks plak, indeks perdarahan papila, gigi goyang dan jumlah gigi yang hilang dan kondisi keradangannya dikonfirmasi melalui pemeriksaan IL-1β dan IL-10. Pengukuran kualitas hidup dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan status periodontal dan kualitas hidup antara subjek perimenopause dan pascamenopause (p<0,005), walaupun terdapat perbedaan bermakna kadar FSH dan estrogen antara kedua kelompok subjek. Faktor tingkat pendidikan, indeks kebersihan mulut, indeks plak, dan gigi goyang merupakan faktor-faktor yang paling berperan terhadap status periodontal penderita periodontitis perimenopause dan pascamenopause. Hanya faktor indeks plak dan gigi goyang yang paling berperan terhadap kualitas hidup penderita periodontitis pada periomenopause dan pascamenopause.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh model prediksi dan modeks skor indeks status periodontal dan kualitas hidup penderita periodontitis perimenopause dan pascamenopause yang dapat digunakan oleh klinisi untuk membantu menegakkan diagnosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prediksi status periodontal pada perimenopause dapat membantu pencegahan keparahan periodontitis lebih lanjut pada pascamenopause karena status periodontal yang berat dapat mengganggu kualitas hidup subjek.

Periodontitis is an inflammatory disease caused by a plaque as the primary aetiology and reproductive hormones as risk factors. Periodontitis may increase in severity in women entering menopause so that it can interfere with their quality of life. The purpose of this study was to obtain the factors that contribute to periodontal status and quality of life of periodontitis patients in perimenopause and postmenopause.
This study design was cross-sectional. This study used consecutive sampling and conducted in two phases: (1) pass a validation test of the questionnaire and (2) clinical test factors. The first phase of the study is followed by 268 subjects and the second phase is followed by 167 subjects, with inclusion criteria subjects aged 45 to 59 years old and have been entering perimenopause and postmenopause and suffering periodontitis. Menopausal status subject obtained through interviews and confirmed through examination of Follicle Stimulating Hormone (FSH) and estrogen hormone, examination of periodontal status is done by measuring the loss of attachment, oral hygiene index, plaque index, papillary bleeding index, teeth mobility, the number of missing teeth and inflammation condition is confirmed by examination of IL-1β and IL-10. Measurement of quality of life using a questionnaire that has been validated.
The results showed that there were no differences periodontal status and quality of life among perimenopausal and postmenopausal subjects (p<0.005), although there are significant differences in FSH and estrogen levels between the two groups of subjects. Factor levels of education, oral hygiene index, plaque index, and teeth mobility are the factors that most contribute to the periodontal status of periodontitis patients in perimenopause and postmenopause. Only dental plaque index and teeth mobility were the most contribute to the quality of life of periodontitis in perimenopause and postmenopausal.
Based on these results obtained predictive models and score index models of periodontal status and quality of life of periodontitis patients in perimenopausal and postmenopausal which can be used by clinicians to help make the diagnosis. The results of this study indicate that prediction of periodontal status in perimenopause can help prevent further periodontitis severity in postmenopausal because severe periodontal status can disrupt the subject's quality of life.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Alexandra
"Latar Belakang: Individu dengan gangguan psikotik lebih rentan terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut, yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) mencakup kenyamanan saat makan, tidur, berinteraksi sosial, harga diri, dan kepuasan terhadap kesehatan gigi. Tujuan: Membandingkan OHRQoL pada individu dengan gangguan psikotik dengan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Pencarian literatur dilakukan pada lima electronic base, yaitu ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, dan PubMed, menggunakan kata kunci “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” dan “Psychotic.” Artikel yang disertakan berbahasa Inggris dan dipublikasikan pada 2020–2024. Hasil: Lima studi yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas tiga studi ross-sectional satu studi case-control, dan satu studi kualitatif, dengan jumlah partisipan antara 20 hingga 735 orang. Dua studi menunjukkan OHRQoL pasien gangguan psikotik lebih buruk dibandingkan populasi umum. Sementara, dua studi lain menunjukkan hasil bertolak belakang terkait perbedaan OHRQoL antara pasien gangguan psikotik dan gangguan jiwa lainnya. Kesimpulan: Individu dengan gangguan psikotik cenderung memiliki OHRQoL yang lebih buruk dibandingkan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya. Keluhan utama meliputi xerostomia, halitosis, dan gangguan indera perasa. Faktor yang berpengaruh meliputi gangguan kognitif, penggunaan obat antipsikotik, serta status sosiodemografi.

Background: Individuals with psychotic disorders are at increased risk of oral health problems, which can negatively affect quality of life. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) encompasses comfort while eating, sleeping, social interactions, self-esteem, and oral health satisfaction. Aim: To compare the OHRQoL between individuals with psychotic disorders and the general population or individuals with other mental disorders and to identify factors influencing OHRQoL. Methods: A literature search was conducted across five electronic databases: ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, and PubMed using the keywords “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” and “Psychotic.” Only English-language articles published between 2020 and 2024 were included. Results: Five studies met the inclusion criteria, consisting of three cross-sectional studies, one case-control study, and one qualitative study, with sample sizes ranging from 20 to 735 participants. Two studies found that individuals with psychotic disorders had poorer OHRQoL than the general population. However, two other studies reported conflicting findings regarding differences in OHRQoL between individuals with psychotic disorders and those with other mental disorders. Conclusion: Individuals with psychotic disorders tend to have a poorer OHRQoL. The main oral health complaints include xerostomia, halitosis, and altered taste. Contributing factors include cognitive impairment, antipsychotic medication use, and sociodemographic factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Menganalisis kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut pada perempuan usia paruh baya dan lansia. Perempuan paruh baya berusia antara 45-59 tahun dimasukkan sebagai subjek penelitian karena masa ini sangat penting untuk persiapan menyongsong masa lansia. Tindakan pencegahan perlu dilakukan secara dini untuk mencapai kualitas hidup lansia yang optimal. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan landasan bagi pengembangan kebijakan bidang kesehatan gigi dan mulut.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan di Kecamatan Bekasi Timur, Jawa Barat dengan subyek perempuan usia 45-82 tahun. Pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut dilakukan menggunakan kuesioner yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan telah divalidasi.
Hasil: 86.4% subjek memiliki kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut dengan kategori baik. Jumlah gigi hilang berkorelasi lemah dengan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut (koefi sien korelasi= -0,133, P= 0,041).
Kesimpulan: Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut tidak tergantung pada jumlah gigi hilang. Temuan ini membuka wawasan terhadap pentingnya edukasi dan penyuluhan pada perempuan paruh baya dan perempuan lansia mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pengembangan kebijakan bidang kesehatan gigi dan mulut agar lebih difokuskan pada tindakan promotif, dan dilaksanakan di pusat pelayanan kesehatan, klinik, rumah sakit dan panti werdha.

Abstract
Background: To assess oral health-related quality of life in Indonesian middle-aged and elderly women. Middle? aged women between 45-59 years old were included in this study, because this stage of life is important to prepare them entering the old age. Prevention could be done earlier in order to achieve optimum quality of life for the elderly. The purpose of writing this paper is to inform the policy maker to develop a framework in oral health prevention.
Method: Cross-sectional study was done at East Bekasi district, West Java on 236 women 45-82 years of age. Measurement of health related quality of life was performed using the Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) questionnaire. This questionnaire has already been translated to Indonesian language and has already been validated.
Result: About 86.4% of subjects had a good oral health-related quality of life. Number of missing teeth and oral health-related quality of life have a weak correlation (correlation coeffi cient= -0.133, P= 0.041) .
Conclusion: Oral health-related quality of life did not depend on the number of missing teeth. These fi ndings may have implication for promoting education to middle-aged and elderly women in Indonesia about the importance of oral health.This policy frame work will be recommended to be implemented in hospitals, clinics, community care and institutional care."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Jesson
"Latar Belakang: Gigi dengan kerusakan periodontal yang berat akan mengakibatkan peningkatan pada mobilitas gigi. Hal itu menjadi indikasi untuk perawatan splin. Penelitian mengenai distribusi status periodontal pada pasien periodontitis dengan terapi temporary periodontal splint belum pernah dilakukan terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Mendapatkan distribusi status periodontal gigi pada pasien periodontitis dengan perawatan temporary periodontal splint.
Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 47 rekam medik dari pasien dengan terapi temporary periodontal splint di klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2018-2020.
Hasil: Perawatan temporary periodontal splint paling banyak dilakukan pada Regio gigi anterior mandibular (49,8%). Mayoritas mobilitas gigi adalah mobilitas derajat 2 (49,2%).  Mayoritas derajat kerusakan tulang adalah kerusakan hingga 1/3 tengah (49,2%) dengan pola kerusakan terbanyak pola horizontal (62,8%). Kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah buruk (76,8%). Uji-T Berpasangan menunjukan adanya perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan (p<0,05) dengan rerata sesudah 1 minggu lebih rendah dibanding sebelum perawatan.
Kesimpulan: Perawatan temporary periodontal splint paling sering dilakukan pada gigi dengan derajat mobilitas 2, kerusakan tulang mencapai 1/3 tengah akar, dan kehilangan perlekatan klinis buruk. Perawatan paling banyak dilakukan pada gigi anterior mandibula. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan dengan indeks plak sesudah mengalami penurunan.

Background: Tooth with severe periodontal damage will result in an increase in tooth mobility. This tooth will be splint to prevent further damage. There has been no research on the distribution of periodontal status in periodontitis patient who were treated with temporary periodontal splint in Indonesia.
>Objective: Determine the distribution of periodontal status of tooth with periodontitis who were treated with temporary periodontal splints.
Method: This retrospective descriptive study was conducted using 47 periodontal medical record patient who were treated with temporary periodontal splints in RSKGM FKG UI Periodontia clinic period of 2018-2020.
Result: Temporary periodontal splint treatment was mostly performed on the anterior mandible (49,8%). The majority mobility of the tooth are grade 2 mobility (49,2%). Majority degree of bone damage is damage up to middle 1/3 (49.2%) with the most damage pattern is horizontal pattern (62.8%). Most of the clinical attachment loss is poor (76,8%). Dependent T-test result showed that there is a significant difference (p<0,05) between plaque index before and after 1 week of treatment with the mean after 1 week of treatment lower than before treatment.
Conclusion: Temporary periodontal splint treatment is most often performed on teeth with mobility grade 2, bone damage reaching the middle 1/3 of the root, and poor clinical attachment loss. Treatment is mostly done on mandibular anterior teeth. There is a significant difference between the plaque index before and after 1 week of treatment with the plaque index after 1 week decreased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Nyeri dan kualitas hidup terkait kesehatan setelah intervensi bedah jaringan lunak mulut: keuntungan penggunaan laser Nd:YAG. Teknologi laser neodymium-doped yttrium aluminum garnet (Nd:YAG) telah banyak digunakan untuk bedah jaringan lunak mulut. Penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa bedah laser menurunkan angka morbiditas dan komplikasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan penggunaan laser Nd:YAG dan pisau bedah untuk tatalaksana bedah lesi jaringan lunak mulut. Metode: Studi ini memeriksa 118 lesi yang dilakukan bedah. Grup 1 (G1) terdiri dari 77 kasus yang ditatalaksana dengan laser Nd:YAG; Grup 2 (G2) terdiri dari 41 kasus yang ditatalaksana bedah dengan pisau bedah. Nyeri akut paska operasi dievaluasi dengan visual analogue scale (VAS), numeric rating scale (NRS) dan verbal rating scale-6 (VRS-6) pada hari operasi dan 1, 3 dan 7 hari setelah operasi. HRQoL dievaluasi pada hari ke-10 menggunakan kuesioner dengan skor 0-45. Data dianalisis dengan STATA 12 (StataCorp LP, College Station, Texas, USA). Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara skor VAS dan NRS pada kedua grup. Namun, terdapar perbedaan bermakna pada skor nyeri dengan VRS-6 di hari ke-1 (47,14% vs 13,16%) dan hari ke-3 (62,86% vs 21,05%) kedua grup. Penelitian ini memperlihatkan bahwa HRQoL pada G1 lebih baik daripada G2. Simpulan: HRQoL yang lebih baik dan nyeri paska operasi yang lebih rendah terlihat pada pasien yang dilakukan bedah laser Nd:YAG. Hasil ini kemungkinan berkaitan dengan efek bio-modulasi dari laser.

The new technology such as the neodymium-doped yttrium aluminum garnet (Nd:YAG) laser has been used for oral soft tissue surgery. Previous study shown that laser surgery resulted in lower morbidity and complication rates. Objective: This study aims to evaluate the differences in the post-operative course associated to the use of Nd:YAG laser and to cold blade after oral soft tissue surgery. Methods: One-hundred and eighteen comparable surgical interventions were evaluated. Group 1 (G1) included 77 interventions performed with Nd:YAG laser; group 2 (G2) 41 with cold blade. Acute post-operative pain was evaluated with visual analogue scale (VAS), numeric rating
scale (NRS) and verbal rating scale-6 (VRS-6) on the same day of surgery, and at 1, 3 and 7 days after surgery.The HRQoL was evaluated on day 7 using a 0-45 score range questionnaire. Data were analyzed using the software STATA 12 (StataCorp LP, College Station, Texas, USA). Results: No statistically significant differences could be highlighted in VAS and NRS scores. The VRS-6 scores resulted statistically significant at days 1 and 3. At day 1, 47.14% of patients in G1 and 13.16% in G2 had no pain; at day 3, 62.86% in G1 and 21.05% in G2 had no pain. The HRQoL in G1 was statistically higher than G2. Conclusion: The better HRQoL and the lower post-operative pain observed in laser-treated patients may be associated to the possible bio-modulating effect of the laser."
Department of Biomedical, Biotechnological and Translational Sciences – Center of Oral Laser Surgery and Oral Medicine, Dental School, University of Parma, Italy, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Milda Inayah
"Tujuan: Mengetahui hubungan beban finansial terhadap kualitas hidup pasien kanker yang menjalani terapi radiasi di instalasi radioterapi rumah sakit pusat rujukan nasional Indonesia yang menggunakan JKN.
Metode: Desain penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional. Data diambil dari rekam medis dan kuesioner yang didalamnya terdapat formulir EORTC QLQ-C30 untuk menilai HRQoL, yang diisi melalui wawancara via telepon pada pasien kanker yang telah menjalani radioterapi di IPTOR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari 2022 - Maret 2023. Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi dan mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, klinis, dan ekonomi/beban ekonomi, terhadap HRQoL pasien kanker.
Hasil: Dari analisis bivariat masing-masing variabel independen, didapatkan untuk global health yang secara statistik memiliki hubungan (p>0,25) antara lain usia (p=0,166), jenis kelamin (p=0,090), stadium (p=0,111), pendapatan bulanan (p=0,114), dan skor COST FACIT (p<0,001). Untuk fungsi fisik, yang berhubungan yaitu KPS (p=0,089), OTT (p=0,048), pendapatan (p=0,146), dan skor COST FACIT (p<0,001). Sedangkan fungsi emosional, berhubungan dengan usia (p=0,081), jenis kelamin (p=0,113), KPS (p=0,119), indikasi radiaisi (p=0,188), OTT (p=0,053), OOP (p=0,021), financial catastrophe (p=0,135), dan skor COST FACIT (p<0,001). Hasil analisis multivariat dengan regresi linier didapatkan hanya skor COST FACIT yang memiliki nilai p<0,05 dari analisisi regresi liniernya untuk global health (p<0,001 b=0.443 R2=18,8%), fungsi fisik (p<0,001 b=0,456 R2=20,1%), dan fungsi emosional (p<0,001 b=0,523 R2=34,6%).
Kesimpulan: Toksisitas finansial memilki hubungan yang bermakna dalam menilai HRQoL pasien kanker yang menjalani radioterapi. Pendapatan, OOP, dan financial catastrophe juga dapat dipertimbangkan dan menjadi perhatian dalam mengevaluasi HRQoL dari pasien kanker.

Objective: To determine the relationship between financial burden and the quality of life of cancer patients undergoing radiation therapy at the radiotherapy installation of the national referral hospital in Indonesia that utilizes the National Health Insurance (JKN).
Methods: A descriptive-analytical research design with a cross-sectional method was employed. Data were obtained from medical records and questionnaires containing the EORTC QLQ-C30 form to assess HRQoL, filled out through telephone interviews with cancer patients who had undergone radiotherapy at IPTOR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2022 to March 2023. An analysis was conducted to identify and understand the relationship between sociodemographic, clinical, and economic/economic burden characteristics with the HRQoL of cancer patients.
Results: From the analysis of each independent variable, it was found that for global health, there is a statistically significant relationship (p>0.25) with age (p=0.166), gender (p=0.090), stage (p=0.111), monthly income (p=0.114), and COST FACIT score (p<0.001). For physical function, the relationship variables are KPS (p=0.089), OTT (p=0.048), income (p=0.146), and COST FACIT score (p<0.001). Meanwhile, emotional function related to age (p=0.081), gender (p=0.113), KPS (p=0.119), radiation indication (p=0.188), OTT (p=0.053), OOP (p=0.021), financial catastrophe (p=0.135), and COST FACIT score (p<0.001). The results of multivariate analysis with linear regression show that only the COST FACIT score has a p-value <0.05 from its linear regression analysis for global health (p<0.001 b=0.443 R2=18.8%), physical function (p<0.001 b=0.456 R2=20.1%), and emotional function (p<0.001 b=0.523 R2=34.6%).
Conclusion: Financial toxicity is significantly related to assessing the HRQoL of cancer patients undergoing radiotherapy. Income, OOP, and financial catastrophe should also be considered and given attention when evaluating the HRQoL of cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrial
"Latar belakang: Tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan status gigi tiruan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Namun, belum ada alat ukur tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan alat ukur tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut, menganalisis hubungan tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan status gigi tiruan terhadap kualitas hidup lansia.
Metode: Cross-sectional pada 101 lansia. Pencatatan data dan pemeriksaan intraoral. Wawancara pengisian kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan kualitas hidup lansia.
Hasil: Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan hasil yang baik. Jenis kelamin (p=0.000), tingkat ekonomi (p=0.004), letak geografis (p=0.000), dan OHI-S (p=0.013) memiliki hubungan bermakna terhadap tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut. Tingkat ekonomi (p=0.006) dan OHI-S (p=0.001) memiliki hubungan bermakna terhadap kualitas hidup. Hanya 24 subyek yang menggunakan gigi tiruan.
Kesimpulan: Diperoleh alat ukur tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut yang valid dan reliabel. Di pedesaan tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan permintaan gigi tiruan yang rendah dibandingkan dengan di perkotaan. Faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup lansia adalah OHI-S dan tingkat ekonomi.

Background: The level of knowledge of oral health and dental denture status is a factor that affects the quality of life of the elderly. However, there is no measuring instrument level of knowledge of oral health that have been estabelished in Indonesia.
Objective: Obtaining measuring instruments of oral health knowledge, analyzing the correlation between oral health knowledge, denture status on quality of life of the elderly.
Methods: Cross-sectional study in 101 elderly. Data recording and intraoral examination. Interview questionnaire for oral health knowledge and quality of life of the elderly.
Results: Validity and reliability showed good results. Gender (p=0.000), economic level (p=0.004), geographic factor (p= 0.000), and OHI-S (p=0.013) statistically siqnificant to the level of knowledge of oral health. Economic level (p=0.006) and OHI-S (p=0.001) statistically significant to quality of life. Only 24 subjects wear denture.
Conclusion: Obtained level measuring instruments dental oral health knowledge valid and reliable. In rural areas have a level of knowledge of oral and dental health of denture demand lower than in urban areas. The factors that most affect the quality of life of the elderly is OHI-S and economic levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>