Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164655 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Resie Dwi Utami
"Jurnal ini membahas tentang duka seorang gisaeng yang tersirat dalam empat puisi karya gisaeng Yi Maechang yaitu 술취한 손님에게 (Sulcwihan Sonnimege, Untuk Tamu yang Mabuk), 스스로 박명을 한탄함 (Seuseuro Bangmyeongeul Hanthanham, Meratapi Kemalangan Sendiri), 새장의 학 (Saejangeui Hak, Bangau dalam Sangkar) dan 스스로 한스러워 (Seuseuro Hanseureowo, Bersedih Sendiri). Gisaeng merupakan wanita penghibur yang dilegalkan oleh pemerintah untuk bekerja menghibur raja atau para bangsawan. Meskipun memiliki beberapa privilege, namun sebenarnya gisaeng juga menyimpan kesedihan karena profesinya tersebut. Melalui metode kualitatif, penulis ingin mengetahui seperti apa duka gisaeng yang tersirat dalam keempat puisi Yi Maechang serta simbol dan imaji yang ia gunakan untuk menggambarkan kesedihannya.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keempat puisi Yi Maechang menekankan pada imaji penglihatan dan perasaan. Ia juga menggunakan simbol seperti bangau yang terkurung dalam sangkar, batu permata berharga yang belum diketahui orang-orang, atasan hanbok sutera yang robek, dan air mata mutiara untuk menggambarkan dukanya sebagai gisaeng. Melalui analisis imaji dan simbol, dapat diketahui bahwa duka Yi Maechang sebagai gisaeng antara lain mengalami keterkungkungan akibat profesinya tersebut, harus melayani pria yang tidak ia cintai, serta kesepian dan kepedihan akibat ditinggal pergi oleh kekasih.

This journal discusses about the sorrow of gisaeng that knotted in four Yi Maechang‟s poems entitled 술취한 손님에게 (Sulcwihan Sonnimege, To The Drunken Guest), 스스로 박명을 한탄함 (Seuseuro Bangmyeongeul Hanthanham, Lamenting One‟s Misfortune), 새장의 학 (Saejangeui Hak, Crane in The Cage), and 스스로 한스러워 (Seuseuro Hanseureowo, Grieve by Herself). Gisaeng is female entertainers that legitimazed by the government to entertaining the king or the nobles. Eventhough gisaeng have some privilege but actually gisaeng also retain the sorrow because her profession. Through qualitative method, the writer want to know what kind of sorrow that knotted in four Yi Maechang‟s poems and symbol and image that she used to describe her sadness.
The result of this study is four Yi Maechang‟s poems emphasize the usage of view image and feeling image. She also used symbols like crane in the cage, jade whose genuine worth remains unknown, silken robe, and tear like pearl to describe her sadness. Through image and symbol analysis, it knowed that the grief of gisaeng Yi Maechang is she has been bounded due to her profession as gisaeng, she has to entertain someone whom she doesn't love, and feel lonely and sorrow because her lover left her.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shilla Indiarnita
"[ ABSTRAK
Selama ini, negara kita terpengaruh oleh budaya patriarki yang menempatkan laki-laki
sebagai sosok yang lebih dominan. Namun ternyata, ada fenomena yang menunjukan
sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari kemunculan dua geng motor perempuan yaitu Geng
Nero dan Geng CMP. Kemunculan dua geng tersebut merupakan bentuk pembuktian bahwa
perempuan juga ingin disetarakan dengan laki-laki. Kedua geng tersebut sering melakukan
aksi kekerasan demi mempertahankan groupthink syndrome mereka sebagai geng motor
perempuan yang memiliki kekuatan. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah sampai sejauh
mana groupthink syndrome yang melekat pada kedua geng motor perempuan tersebut
terealisasikan dalam bentuk eksistensi diri geng mereka? Dari hasil analis dapat disimpulkan
bahwa groupthink syndrome yang melekat pada kedua geng motor perempuan tersebut
berbanding lurus dengan budaya maskulinitas yang ingin mereka tunjukan dengan melakukan
kekerasan.

ABSTRACTSo far, our national society is influenced by patriarchy culture in which male figure is the
most dominant. But there actions that shows otherwise. It is shown from the existence of two
girl’s motorcycle gang namely Nero and CMP. Their existence prove that women expect
equal rights between women and men. They do violence in order to maintain their
“groupthink syndrome” as the powerful gang. My question here is, how far “groupthink
syndrome” which is attached to the two girl’s motorcycles gang are becoming realized in
their gang existence? From the analysis it can be concluded that “groupthink syndrome”
which belongs to the two girl’s motorcycle gang is an expression to achieve masculinity by
using violence.;So far, our national society is influenced by patriarchy culture in which male figure is the
most dominant. But there actions that shows otherwise. It is shown from the existence of two
girl’s motorcycle gang namely Nero and CMP. Their existence prove that women expect
equal rights between women and men. They do violence in order to maintain their
“groupthink syndrome” as the powerful gang. My question here is, how far “groupthink
syndrome” which is attached to the two girl’s motorcycles gang are becoming realized in
their gang existence? From the analysis it can be concluded that “groupthink syndrome”
which belongs to the two girl’s motorcycle gang is an expression to achieve masculinity by
using violence., So far, our national society is influenced by patriarchy culture in which male figure is the
most dominant. But there actions that shows otherwise. It is shown from the existence of two
girl’s motorcycle gang namely Nero and CMP. Their existence prove that women expect
equal rights between women and men. They do violence in order to maintain their
“groupthink syndrome” as the powerful gang. My question here is, how far “groupthink
syndrome” which is attached to the two girl’s motorcycles gang are becoming realized in
their gang existence? From the analysis it can be concluded that “groupthink syndrome”
which belongs to the two girl’s motorcycle gang is an expression to achieve masculinity by
using violence.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Shafa Nada Khalishah
"Film Wish dragon adalah film yang ditulis dan disutradarai oleh Chris Appelhans pada tahun 2021. Film Wish dragon menceritakan tiga tokoh utama yaitu Shen Long, Ding Siqi, dan Wang Lina. Ding Siqi yang ingin mewujudkan harapannya dibantu oleh Shen Long. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana tokoh Shen Long dalam film merepresentasikan keterkaitan naga dalam kebudayaan Tiongkok dan simbol fú福 sebagai harapan ideal berupa kemakmuran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Film ini menampilkan simbol naga dan simbol fú福 secara konsisten, yang menjadi fokus analisis penelitian. Ditemukan bahwa tokoh naga Shen Long, secara simbolis membawa kebahagiaan, keberuntungan, panjang umur, dan kekayaan, menciptakan harapan ideal akan kemakmuran. Simbol fú福 turut memperkuat pesan ini, terutama ketika muncul bersamaan dengan keberuntungan, kekayaan, kebahagiaan, dan panjang umur yang dibawa oleh naga. Film ini tidak hanya menjadi kolaborasi antara Amerika dan Tiongkok, tetapi juga menjadi media merawat simbol budaya khas Tiongkok, tidak hanya untuk masyarakat Tiongkok sendiri, tetapi juga secara internasional. Serta memperkenalkan budaya khas Tiongkok kepada masyarakat internasional dalam memperkaya pemahaman global terhadap keberagaman budaya Tiongkok.

Wish dragon is a movie written and directed by Chris Appelhans in 2021. The movie Wish dragon tells the story of three main characters namely Shen Long, Ding Siqi, and Wang Lina. Ding Siqi who wants to realize his wish is helped by Shen Long. This research discusses how Shen Long's character in the movie represents the connection between the dragon in Chinese culture and the fu福 symbol as an ideal hope in the form of prosperity. The research method used in this study is qualitative research method. The movie displays the dragon symbol and the fú福 symbol consistently, which is the focus of the research analysis. It was found that the dragon character Shen Long, symbolically brings happiness, luck, longevity, and wealth, creating an idealized expectation of prosperity. The symbol fú福 also reinforces this message, especially when it appears alongside the luck, wealth, happiness, and longevity brought by the dragon. The movie is not only a collaboration between America and China, but also a medium for preserving Chinese cultural symbols, not only for the Chinese people themselves, but also internationally. It introduces Chinese culture to the international community to enrich global understanding of China's cultural diversity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yeti Marliana
"Artikel ini berisi analisis tentang simbol-simbol kebudayaan Rusia yang terdapat dalam film animasi serial televisi Маша и Медведь /Masha i Medved’ (Masha dan Beruang). Маша и Медведь /Masha i Medved’ (Masha dan Beruang) merupakan sebuah cerita rakyat Rusia yang diangkat kembali menjadi film animasi serial anak-anak. Film ini mengalami pengembangan cerita dari cerita aslinya dan film ini telah dipublikasikan di 20 negara. Melalui penelitian ini peneliti ingin memaparkan simbol-simbol kebudayaan yang terkandung di dalam cerita Маша и Медведь /Masha i Medved’ (Masha dan Beruang) dengan menggunakan teori semiotik Charles Sander Pierce. Berdasarakan hasil analisis, terdapat unsur kebudayaan didalam film animasi serial televisi Маша и Медведь /Masha i Medved’ (Masha dan Beruang) yang ditujukan sebagai salah satu bentuk penyebaran kebudayaan Rusia ke khalayak luas.

This article contains an analysis of the Russian cultural symbols contained in the television series of animated film Маша и Медведь / Masha i Medved '(Masha and Bear). Маша и Медведь / Masha i Medved '(Masha and Bear) is a Russian folk tale re-elected as the animated film series children. The film is experiencing the development from the original story of this movie has been published in 20 countries. Through this study the researcher wants to expose the cultural symbols contained in the story Маша и Медведь / Masha i Medved '(Masha and Bear) by using semiotic theory of Charles Sanders Pierce. Based on the anlysis result, there is a cultural element in the television series of animated films Маша и Медведь / Masha i Medved '(Masha and Bear) are intended as a from of dissemination of Russian culture to a wide audience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Shifa Fadhilah Darmawan
"Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië (1936) merupakan buku resep berkemah di Hindia Belanda karya Cortiana van Rijn. Buku ini menyajikan berbagai resep menu hidangan Eropa (Belanda) dan Hindia Belanda (Indonesia) yang mendapatkan pengaruh budaya Indonesia berdasarkan bumbu rempah-rempah, metode pengolahan hidangan, dan cara memasak hidangan di Hindia Belanda. Masalah penelitian ini adalah bagaimana budaya Indonesia ditampilkan dalam buku Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië (1936)? Penelitian ini berfokus pada menu lokal berkemah dan percampuran masakan Indonesia dengan Belanda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan budaya Indonesia melalui menu lokal pada saat berkemah dalam buku Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië (1936) karya Cortiana van Rijn. Metode sejarah diterapkan pada penelitian ini dengan menggunakan konsep mimikri dan konsep akulturasi untuk menganalisis budaya Indonesia dalam buku resep ini. Hasil analisis menunjukkan beragam bahan lokal (rempah-rempah) dalam hidangan utama maupun hidangan penutup, teknik memasak, adaptasi bahan dan percampuran hidangan antara masakan Hindia Belanda (Indonesia) dengan Belanda yang menghasilkan menu yang inovatif, menggugah selera atau lezat. Buku resep menu berkemah ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam kebiasaan makan, namun juga merupakan simbol dari integrasi budaya dan keragaman yang menciptakan toleransi kebudayaan Indonesia dengan Belanda. Kata Kunci: Budaya Indonesia, Bahan Lokal, Menu Berkemah, Buku Memasak, Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië.

Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië (1936) is a book of recipes for camping in the Dutch East Indies by Cortiana van Rijn. This book presents a variety of European (Dutch) and Dutch East Indies (Indonesian) menu recipes for Indonesian culture using spices, methods of preparing dishes, and how to cook dishes in the Dutch East Indies. The problem of this research is how Indonesian culture is presented in the book Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië (1936)? This research focuses on local camping menus and a mixture of Indonesian and Dutch cuisine. The purpose of this study is to describe Indonesian culture through local menus when camping in the book Zak-Kookboekje voor Kampeerders in Indië (1936) by Cortiana van Rijn. The historical method by Kuntowijoyo (2013) was applied to this study. In addition, the concept of mimicry and the concept of acculturation are applied to describe Indonesian culture in the camping menu recipe book. After analyzing Indonesian culture in the camping menu recipe book, it was found that there were local ingredients (spices) in main dishes and desserts, cooking techniques, adaption of ingredients and mixing of dishes between Dutch East Indies (Indonesia) and Dutch cuisine which resulted in an innovative, appetizing menu or delicious. This camping menu recipe book not only reflects changes in eating habits, but is also a symbol of the cultural integration and diversity that created tolerance between Indonesian and Dutch cultures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Liana Rindi Antika
"ABSTRAK
Artikel ini meneliti tentang pakaian tradisional Jepang yaitu corak Kimono, khususnya yang digunakan oleh wanita. Tujuan artikel ini adalah untuk lebih mengetahui corak kimono wanita dewasa Jepang dan memahami bahwa sifat naturalis orang Jepang tercermin dari corak yang digambarkan pada kimono. Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan data-data kualitatif yang diperoleh melalui studi pustaka dan penelitian dengan metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan konsep semiotika, segitiga makna. Hasil yang diperoleh menunjukan adanya berbagai jenis kimono yang dikenakan wanita Jepang, seperti Furisode, Kurotomesode, Irotomesode, Homongi, dan Yukata. Corak pada kimono wanita dewasa sering digambarkan dengan keindahan alam Jepang yaitu bunga krisan dan burung bangau. Dengan demikian kimono berperan sebagai tanda yang merepresentasikan makna corak tersebut dengan melambangkan kebahagiaan dan keberuntungan bagi pengguna tanda tersebut.

ABSTRACT
This article examines the traditional Japanese attire the pattern of Kimono, especially used by women. The purpose of this article is to determine patterns of adult women Japanese kimono and understand that the nature of the Japanese naturalist reflected in the pattern illustrated in kimono. This article was written based on the results of studies using qualitative data obtained through literature and research with descriptive methods. This study uses the concept of semiotics, triangle meaning. The results obtained showed the presence of various types of kimono worn in Japanese women, such as Furisode, Kurotomesode, Irotomesode, h mongi, and Yukata. Kimono pattern on adult women are often depicted with the natural beauty of Japan 39 s chrysanthemums and crane. Thus kimono serves as a sign that represents the pattern of meaning by symbolizing happiness and lucky for the user of the mark."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Agna Zakiya
"Silang budaya antara Cina dengan Indonesia telah berlangsung sejak ribuan tahun lamanya. Salah satu bukti adanya hubungan ini yaitu adanya ornamen-ornamen khas Cina dalam sebuah bangunan Vihara. Gaya ornamen khas Cina ini dapat ditemui dalam Vihara Buddha Dharma dan 8 Pho Sat yang ada di kawasan Bogor. Dalam perkembangannya, fungsi ornamen tidak semata-mata hanya untuk hiasan saja, melainkan juga memiliki fungsi simbolisme. Oleh karena itu, tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui makna filosofi yang terkandung dalam simbol ornamen Vihara Buddha Dharma dan 8 Pho Sat. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif, dan data penelitian didapatkan dari studi pustaka, observasi, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar dari ornamen-ornamen di dalam Vihara ini dipengaruhi oleh kebudayaan Cina, namun masing-masing ornamen memiliki makna filosofisnya yang unik, dan sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai agama Buddha.

The cross-cultural between China and Indonesia has been going on for thousands of years. One of the evidence of this relationship is the existence of Chinese ornaments in a Vihara building. This Chinese ornament style can be found in Vihara Buddha Dharma and 8 Pho Sat in Bogor area. In its development, the function of ornaments is not only for decoration, but also has a function of symbolism. Therefore, the purpose of this reseach is to know the meaning of philosophy contained in the symbol of Buddha Dharma Temple ornaments and 8 Pho Sat. In this study the method used is descriptive qualitative, and research data obtained through library studies, observations, and interviews. The results of this study indicate that although most of the ornaments in the Buddhist Dharma and 8 Pho Sat Viharas are influenced by Chinese culture, each ornament has its own unique philosophical meaning, and is closely related to Buddhist values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Himmah Fathoni
"Penelitian ini membahas tentang salah satu simbol dalam budaya Jawa. Fokus penelitian ini adalah simbol burung perkutut yang merupakan simbol kesejahteraan bagi masyarakat Jawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali dan menjelaskan hubungan perkutut sebagai simbol kesejahteraan yang dipercaya/diyakini oleh masyarakat Jawa dalam etika Jawa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kepercayaan yang kuat terhadap burung (khususnya burung perkutut) sebagai simbol kesejahteraan dalam budaya masyarakat Jawa. Melalui plot cerita yang tersurat dalam teks Soegih Ora Simpen (wacan bocah lan wong tuwa) menjelaskan tentang moral perilaku manusia kaya. Kaya yang dimaksud tidak hanya kaya harta berupa uang, dan benda-benda lainnya akan tetapi dapat juga kaya hatinya. Dalam teks tersebut burung perkutut melambangkan kesejahteraan jiwa seseorang, dilihat dari cara seseorang memelihara burung perkutut. Burung perkutut merupakan simbol kesejahteraan dan kematangan seorang pria Jawa sesuai dengan kepercayaan yang dianut dalam budaya Jawa. Melalui akar budaya tentang simbol burung perkutut dari kepercayaan orang Jawa yang pakem tersebut, burung perkutut memiliki makna yang besar untuk masyarakat Jawa. Penulis berusaha menjelaskan bahwa burung perkutut ini meskipun termasuk hewan yang kecil namun hewan ini mampu memberikan kekayaan kepada pemiliknya tanpa harus meminta imbalan.

This study discusses one of the symbols in Javanese culture. The focus of this research is the symbol of burung perkutut which is a symbol of welfare for the Javanese people. The purpose of this study is to explore and explain the relationship of burung perkutut as a symbol of well-being that believed by Javanese people in Javanese ethics. This study used qualitative research methods. The results showed that there was a strong belief in birds (burung perkutut) as a symbol of well-being in Javanese culture. Through the story plot written in the text Soegih Ora Simpen (wacan bocah lan wong tuwa) describes the moral behavior of rich people. Rich meant not only rich in money, and other objects, but it can also be rich in heart. In the text burung perkutut symbolizes the well-being of ones soul, judging by the way one keeps burung perkutut. Burung perkutut is a symbol of the well-being and maturity of a Javanese man according to the beliefs held in Javanese culture. Through the cultural roots of the symbol of burung perkutut from the familiar Javanese belief, burung perkutut has a great meaning for the Javanese community. The author tries to explain that burung perkutut even though it is a small animal but this animal is able to provide wealth to its owner without having to ask for compensation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yayan Suyana
"Dalam masyarakat Jepang, budaya saling tukar menukar pemberian sudah sangat umum dikenal. Banyak sekali kesempatan-kesempatan dimana kebiasaan ini dilaksanakan, baik kesempatan-kesempatan yang berhubungan dengan keadaan-keadaan khusus seperti pernikahan, kelahiran dan kematian, maupun pada saat-saat yang umum seperti ketika mengunjungi tetangga, teman atau relasi. Kebiasaan di atas termasuk dalam kerangka sistem pertukaran (reciprocity) dimana orang-orang atau pihak-_pihak yang terlibat di dalamnya berinteraksi secara sosial, memberi, menerima dan membalas kembali pemberian. Kebiasaan di atas dilatarbelakangi oleh pemikiran orang Jepang mengenai On, Giri dan Ninjo. On, Giri dan Ninjo merupakan etika yang melandasi perilaku dalam interaksi sosial orang Jepang. Konsep On, Giri dan Ninjo menekankan adanya kewajiban sosial maupun moral yang dipikul seseorang untuk mengembalikan semua anugerah dan pemberian yang telah diterimanya dari orang lain. Dengan kata lain, konsep On, Giri dan Ninjo berhubungan dengan rasa keberhutangan seseorang. On berlaku diantara dua orang (pihak) yang memiliki hubungan hierarkis, sedangkan giri bisa berlaku diantara orang yang memiliki status lama (sederajat). Pemenuhan kewajiban On dan Giri ini sangat diperhatikan oleh orang Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>