Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28608 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad F.A. Rahim
"Drug induced cholestatic liver injury can posed a great diagnostic difficulty as a result of its long non-exhaustive list of potential offending causes which can be either prescribed or over-the-counter medications, such as medicinal herbs and remedies. Phaleria macrocarpa, or more commonly known as the ‘God’s crown’ by the local people of South East Asia, is not listed as one of the causes. This medicinal plant extract has been increasingly used for traditional treatment for various ailments. Here, we report a case of a young man who has no known medical illness presented with cholestatic pattern of liver injury which caused by chronic ingestion of Phaleria macrocarpa. The objective of this case report is to share the uncommon side effect of taking this traditional product which may have been under-reported due to the unknown effect.

Cedera hati kolestatik yang diinduksi obat dapat menimbulkan kesulitan diagnostik yang merupakan daftar panjang penyebab potensial berkaitan dengan ketidak-lengkapan resep atau obat yang dijual bebas, seperti obat herbal dan obat Phaleria macrocarpa, atau lebih dikenal sebagai ‘Mahkota Dewa’ oleh penduduk lokal di Asia Tenggara. Ekstrak tanaman obat ini telah semakin digunakan untuk pengobatan tradisional berbagai penyakit. Kami melaporkan kasus seorang pria muda yang tidak memiliki penyakit medis mengalami pola kerusakan hati kolestatik yang disebabkan oleh konsumsi kronis Phaleria macrocarpa. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membagikan efek samping yang tidak umum dari penggunaan produk tradisional ini, mungkin pernah dilaporkan sebagai efek yang tidak diketahui."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:4 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Purnamasari
"Ekstraksi daging buah mahkota dewa Phaleria macrocarpa menggunakan pelarut cairan ionik ionic liquid belum pernah dilakukan. Akhir-akhir ini, cairan ionik populer sebagai pelarut ekstrasi tanaman karena terbukti menghasilkan hasil ekstraksi yang memuaskan dibandingkan dengan metode konvensional. Disebutkan pada penelitian sebelumnya bahwa salah satu metode ekstraksi yang sesuai untuk mengekstraksi buah mahkota dewa adalah dengan menggunakan Microwave Assisted Extraction MAE. Diharapkan ekstraksi daging buah P. macrocarpa yang menggunakan cairan ionik dan MAE juga dapat memberikan hasil yang memuaskan dengan dilakukannya optimasi pada kondisi-kondisi ekstraksi serta membandingkan hasilnya dengan ekstraksi konvensional. Pelarut cairan ionik yang diuji ada 3 yaitu [BMIM] Br, [BMIM] Cl, dan [BMIM] BF4. Hasil pemilihan pelarut yang dipilih adalah [BMIM] BF4 yang akan digunakan dalam optimasi dan diuji kadar total fenoliknya dengan metode Folin Ciocalteu. Setelah didapat kondisi optimum, aktivitas antioksidan diuji dengan metode DPPH menggunakan microplate reader. Hasil dari optimasi adalah dengan konsentrasi tertinggi, rasio pelarut-sampel tertinggi dan waktu ekstraksi yang tidak berpengaruh pada hasil ekstraksi, didapat kadar total fenolik maksimum sebesar 191,72 mg GAE/g serbuk. Hasil ini terbukti lebih tinggi dibanding metode ekstraksi konvensional. Hasil ekstraksi dalam kondisi ini dimaksimalkan kembali hasilnya dengan dilakukan pretreatment menggunakan urea agar senyawa fenolik yang diekstraksi mendapatkan hasil yang lebih banyak. Percobaan setelah optimasi selesai, dilakukan dengan membandingkan suatu kondisi ekstraksi dengan pretreatment menggunakan urea. Hasil yang didapat adalah ekstraksi yang telah terlebih dahulu diberikan pretreatment menghasilkan kadar total fenolik yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pretreatment.

The use of ionic liquids as solvent to extract flesh of fruit of mahkota dewa Phaleria macrocarpa has not been studied yet. In the last decades, ionic liquids was popular as solvent for extracting plant material because of its higher extraction yield compared to conventional methods. It is said in one previous research, that one of many suitable extraction methods to extract flesh of fruit of mahkota dewa is Microwave Assisted Extraction MAE. We hypothesized that plant extraction using ionic liquids in MAE method would give satisfying results by optimizing extraction conditions and comparing the result with conventional extraction method. Three different kinds of ionic liquids, BMIM Br, BMIM Cl, and BMIM BF4 were investigated. The ionic liquids, BMIM BF4 were elected and further used in optimization and tested for its total phenolic content TPC with Folin Ciocalteu method. Afterwards, antioxidant activity were tested by DPPH method in optimum condition. Both tests used microplate reader. Maximum total phenolic content were obtained with higher solvent concentration, higher solvent sample ratio, and an insignificant extraction time with 191,717 mg GAE g plant powder. This result proves that it is higher than the conventional extraction method. The extraction yield were maximized by applying pretreatment with urea to obtain higher total phenolic content after extraction. After optimization experiment were done by comparing the extract from optimum condition without urea, with after urea pretreatment extract. The result shows that pre treated sample with urea pretreatment gives higher total phenolic content compared with non pretreated sample.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Annisa Dw.
"Eleutherinol merupakan senyawa derivat naftokuinon yang diketahui memiliki afinitas yang kuat untuk berikatan dengan reseptor estrogen alfa ER? . Senyawa ini terdapat di dalam umbi bawang dayak Eleutherine bulbosa Mill. Urb . Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara ilmiah efek pemberian ekstrak umbi bawang dayak dalam mengurangi sindrom pascamenopause dilihat dari densitas tulang yang dibuktikan dengan adanya peningkatan kadar kalsium tulang tikus melalui pengukuran menggunakan spektrofotometer serapan atom, berat tulang, serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tulang. Sebanyak 36 tikus putih betina Sprague-Dawley dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan yaitu sham, kontrol negatif, kontrol positif, dosis 1, dosis 2, dan dosis 3. Enam kelompok tersebut berturut-turut, mendapatkan perlakuan CMC Na 0,5 , CMC Na 0,5 , tamoksifen dengan dosis 0,4 mg/200 g BB tikus, ekstrak umbi bawang dayak dengan dosis 8 mg/200 g BB tikus, ekstrak umbi bawang dayak dengan dosis 12 mg/200 g BB tikus, dan ekstrak umbi bawang dayak dengan dosis 18 mg/200 g BB tikus. Semua kelompok kecuali kelompok sham diovariektomi untuk mendapatkan kondisi hipoestrogen pascamenopause. Setelah ovariektomi, semua tikus dievaluasi keberhasilan ovariektominya pada hari ke-35, kemudian dilanjutkan dengan pemberian bahan uji pada hari ke-36 selama 21 hari secara peroral. Setelah 21 hari pemberian bahan uji, dilakukan pengukuran kadar kalsium tulang, berat tulang, dan panjang tulang. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kadar kalsium tulang, berat tulang, dan panjang tulang meningkat dengan bertambahnya dosis pemberian ekstrak.

Eleutherinol is a naphtoquinone derivative that have a strong affinity to bind with estrogen alpha receptors ER. This compound can be found in dayak onion bulbs Eleutherine bulbosa Mill. . The purpose of this study is to scientifically prove the effects of extract of dayak onion bulbs on overcoming postmenopausal symptoms seen from bone density by the increasing of rat bone calcium level through atomic absorption spectrophotometer measurements, bone weight, and bone growth. A total of 36 female white rats of Sprague Dawley were divided into 6 groups sham, negative control, positive control, negative control, dose 1, dose 2, and dose 3. Successively, all 6 groups receive CMC Na 0,5 , CMC Na 0,5 , tamoxifen, dayak onion bulbs extract at a dose 8 mg 200 g bw rat, dayak onion bulbs bulbs extract at a dose 12 mg 200 g bw rat, and dayak onion bulbs extract at a dose 18 mg 200 g bw rat. All groups, except the sham, is ovariectomized to obtain the conditions of hypoestrogen. After ovariectomy, all rats were evaluated for ovariectomy success on day 35, followed by the administration of the sample orally for 21 days on day 36. After 21 days administration, measured level of bone calcium, bone weight, and bone length. The results showed that the bone calcium levels, bone weight, and bone length increased with increasing doses of the extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Somalinggi, Chelsea Gracia
"Latar belakang: Dewasa ini manusia hidup lebih lama, diperkirakan bahwa 1 dari 6 orang di dunia akan berusia 60 tahun atau lebih pada tahun 2030. Proses penuaan dihubungkan dengan akumulasi radikal bebas yang diproduksi pada proses metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sel dan penurunan antioksidan. Kerusakan oksidatif ditandai salah satunya dengan peningkatan molekul berupa Malondialdehyde (MDA) sebagai penanda peroksidasi lipid. Penggunaan antioksidan bersifat krusial untuk menangkal kerusakan oksidatif dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Centella asiatica adalah salah satu tanaman herbal yang memiliki potensi antioksidan. Tujuan: Studi ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan Centella asiatica (CA) dalam menangkal stres oksidatif dengan mengukur kadar MDA pada jaringan otak tikus Rattus norvegicus usia 12, 24, dan 36 minggu. Metode: Studi eksperimental menggunakan sediaan homogenat otak dari tikus Rattus novergicus usia 12, 24, dan 36 minggu yang tidak diberi dan diberi ekstrak CA dengan dosis 300 mg/kgBB selama 30 hari. Pengukuran kadar MDA pada masing-masing kelompok dilakukan dengan menggunakan metode Will’s dan dikelola menggunakan SPSS. Hasil: Didapatkan penurunan kadar MDA otak bermakna pada kelompok tikus 12 minggu yang diberikan CA dibandingkan dengan kelompok tikus yang tidak diberi. Peningkatan kadar MDA otak yang bermakna didapatkan pada kelompok tikus usia 24 minggu yang diberikan CA dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi. a. Kesimpulan: Pemberian Centella asiatica 300 mg/kgBB selama 30 hari mampu menangkal stres oksidatif pada tikus berusia 12 minggu, namun tidak mampu menangkal stres oksidatif pada tikus berusia 24 dan 36 minggu.

Introduction: Nowadays, human live longer. It is estimated that by 2030, 1 in 6 people will be 60 years and older. The aging process is linked with accumulation of free radicals produced in the process of aerobic metabolism and cause damage to cell dan decline of antioxidant levels. Oxidative damage can be measured by the increase in MDA, a marker of lipid peroxidation. Antioxidant is crucial to combat oxidative damage and prevent diseases caused by aging. Centella asiatica is an herb plant known for its antioxidant potential. Objective: To assess the ability of Centella asiatica to combat oxidative stress which is measured by the brain Malondialdehyde levels of rats aged 12, 24, and 36 weeks Methods: Brain homogenate of Rattus norvegicus rats divided into 6 groups with 3 different age groups, 3 group were given Centella asiatica extract and 3 group were not. MDA levels was measured using Wills method and the data was analyzed using SPSS . Result: There was significant decrease in brain MDA levels in rats aged 12 weeks given CA compared with the group that was not. There was significant increase in brain MDA levels in rats aged 24 weeks given CA compared with the group that was not. There was no difference in brain MDA levels between 36 weeks old rats. Pemberian Centella asiatica 300 mg/kgBB selama 30 hari mampu menangkal stres oksidatif pada tikus berusia 12 minggu, namun tidak mampu menangkal stres oksidatif pada tikus berusia 24 dan 36 minggu. Conclusion:Administration of CA 300 mg/kg for 30 days can combat oxidative stress in rats aged 12 weeks, but was not able to do the same with rats aged 24 and 36 weeks."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyza Tratama Audandi
"Pendahuluan: Terdapat tren peningkatan angka kejadian IBD di empat negara Asia Pasifik (Hong Kong, Jepang, Korea, dan India) dari 0.02 menjadi 6 kasus per 100.000 orang/tahun pada 2008. Pengobatan terapeutik pilihan saat ini menggunakan kortikosteroid dan asam amino salisilat, tetapi efek samping yang diberikan mengkhawatirkan. Ekstrak etanol daun mahkota dewa mengandung senyawa flavonoid yang mampu menghambat proses inflamasi IBD, tetapi pada dosis yang tinggi (50 mg) dapat menyebabkan kematian pada hewan uji mencit. Pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa dalam nanopartikel kitosan dianggap dapat meningkatkan bioavailibilitas obat. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membandingkan pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan dan tidak dalam menurunkan proses inflamasi di lambung.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. 30 ekor mencit diinduksi DSS kemudian dibagi ke dalam 6 kelompok. Spesimen kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 200x untuk mengetahui jumlah fokus sel inflamasi dan hiperplasia. Hasil pengamatan akan diuji statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk yang dilanjutkan dengan analisis statistik dengan uji ANOVA atau Kruskal-Wallis.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (p=0.012) pada jumlah fokus inflamasi dimana perbedaan paling signifikan adalah antara kelompok uji kontrol dengan kelompok uji daun mahkota dewa 12,5 mg yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0.08) pada jumlah fokus hiperplasia.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan dibandingkan yang tidak dienkapsulasi signifikan secara statistik untuk menurunkan jumlah fokus inflamasi, tetapi tidak signifikan untuk menurunkan jumlah fokus hiperplasia.

Introduction: Prevalence study from four countries in Asia Pacific (Hong Kong, Japan, Korea, and India) shows escalating number of incidences from 0.02 to 6 cases per 100.000 people/year in 2008. Therapeutic options for these cases are corticosteroid or salicylic acid, but these agents have shown some worrying side effects. Mahkota dewa leaves extract is believed to be one of many alternative herbal options because it contains flavonoid molecules that could inhibit the inflammation progression, but a study explains that mahkota dewa leaves extract in 50 mg dose could lower the survival rate in mice compared with lower dose. Chitosan nanoparticles is available as an encapsulating agent to this extract and believed to be a factor which can increase the extract bioavailability. This study would like to compare mahkota dewa leaves extract which is encapsulated in chitosan nanoparticles and which is not in modulating inflammation process in gaster.
Method: This is an experimental study which utilizes 30 mice induced by DSS. These mice will be divided into 6 groups. The mice underwent decapitation and its gaster tissue collected and stained using hematoxylin-eosin (HE) and observed under microscope with 200x magnification for identifying amount of inflammatory cells foci and hiperplasia foci. The result will be analyzed statistically using Shapiro-Wilk test and continued with one-way ANOVA test or Kruskal-Wallis.
Result: There is significant different (p = 0.012) for amount of inflammation foci. The most significant different is between control groups and mahkota dewa leaves extract encapsulated in chitosan nanoparticles in 12,5 mg dose groups. However, there is not significant different (p = 0.08) for amount of hiperplasia foci.
Conclusion: Applying mahkota dewa leaves extract encapsulated in chitosan nanoparticle compared with those that are not encapsulated is stastistically significant for amount of inflammation foci changes, but not significant for hiperplasia foci amount changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Adidharma
"Pendahuluan: Myasthenia gravis merupakan kelainan autoimmune terhadap reseptor asetilkolin pada taut saraf-otot, yang dapat berprogesi melumpuhkan otot pernafasan. Akan tetapi, pengobatan yang digunakan saat ini masih berjangka pendek, tidak efektif, memiliki efek samping dan sangat mahal. Eksperimen ini bertujuan untuk menggali efek prevensi ekstrak akar Acalypha indica pada tikus yang telah diinduksi rocuronium bromida.
Metode: Tikus jantan Sprague-Dawley dibagi mejadi 4 kelompok yang terdiri dari kelompok normal, kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak akar Acalypha indica. Variabel yang diukur dalam eksperimen ini adalah detak jantung dan ekspresi kuantitatif reseptor asetikolin menggunakan pemeriksaan imunohistokimia. Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon untuk detak jantung, uji Kruskal Walis diikuti Mann-Whitney untuk perubahan detak jantung dan uji Kruskal Walis untuk hasil imunohistokimia.
Hasil: Tikus yang telah diberikan prevensi Acalypha indica dan kemudian diinduksi rocuronium, tidak menunjukan perubahan detak jantung yang bermakna (P>0.05). Kontrol positif menunjukan perubahan detak jantung yang berbeda bermakna (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok normal pada pengukuran menit ke 10 di hari pertama. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0.05) antara hasil imunohistokiima pada kelompok dengan kelompok lainnya.
Kesimpulan: Prevensi ekstrak akar Acalypha indica mempunyai efek menstabilkan detak jantung yang lebih baik dari neostigmine dan ekspresi kuantitatif reseptor asetilkolin yang tidak berbeda bermakna dengan pemberian neostigmine.

Introduction: Myasthenia gravis is an autoimmune disorder that targets acetylcholine receptors on the neuromuscular junction, which can progresively paralyze respiratory muscles. However, the current treatments are still short-term, ineffective, have side effects, and very expensive. This experiment aims to explore the preventive effect of Acalypha indica root extract on rocuronium bromide-induced mice.
Methods: Sprague-Dawley rats were divided into 4 groups, consisting of normal, negative control, positive control and Acalypha indica root extract. The variables measured in this experiment were heart rate and immunohistochemistry quantitative expression of acetylcholine receptors. The statistical tests used were Wilcoxon test for heart rate, Kruskal Walis followed by Mann-Whitney test for heart rate changes and Kruskal Walis test for immunohistochemistry results.
Results: Rats which were given preventive Acalypha indica root extract prior to induction with rocuronium, did not show significant heart rate changes (P> 0.05). The positive controls showed significantly different heart rate changes (P <0.05) compared to normal group at the 10 minute measurement on the first day. There was no significant difference of immunohistochemistry results (P> 0.05) between the Acalypha group with others.
Conclusion: Preventive Acalypha indica root extract has a better heart rate stabilizing effect when compared to neostigmine. However, quantitative expression of acetylcholine receptors did not differ significantly with neostigmine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"buku ini membahas tanaman toga yang berada di indonesia"
Surabaya: Airlangga University Press (AUP), 2016
615.321 598 TOG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas A.N.S., 1960-
Yogyakarta: Kanisius, 1989
581.634 Tho t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shintari Nurul Hasanah
"Latar Belakang: Temulawak adalah tanaman obat unggulan Indonesia. Pertumbuhan S.mutans dan S. sanguinis yang berperan dalam pembentukan biofilm pada permukaan email gigi, dapat dihambat oleh ekstrak temulawak. pH kritis biofilm (≤ 5.5) dapat mempengaruhi pelepasan ion kalsium email gigi. Xanthorrhizol dalam temulawak diketahui dapat mempertahankan pH netral model biofilm in vitro selama 4 jam.
Tujuan: Menganalisis perubahan pH model biofilm Streptoccocus dual species dalam variasi waktu serta pengaruh paparan ekstrak etanol temulawak terhadap kadar kalsium email permukaan gigi dengan biofilm Streptoccocus dual species.
Metode: Model biofilm dibuat pada 6-well plate yang telah dilapisi oleh saliva, kemudian ditambahkan S. Mutans dan S. sanguinis (1:1) dan diinkubasi dalam rentang waktu 1-24 jam, lalu pH diukur dengan menggunakan pH indikator. Selanjutnya model biofilm Streptoccocus dual species 16 dan 20 jam dibuat pada spesimen email gigi, kemudian dipaparkan ekstrak enatol temulawak (15%) selama 4 jam dan kadar kalsium diukur dengan alat Energy Dispersive X-ray (EDX). Uji beda dilakukan dengan Mann Whitney dan t-test (independent sample).
Hasil: Model biofilm Streptoccocus dual species dapat mencapai pH kritis mulai jam ke 14 dan bertahan sampai jam ke 24. Terdapat perbedaan rerata kadar kalsium (Wt%) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (p>0.005). Perbedaan rerata kadar kalsium (Wt%) antara kelompok perlakuan biofilm 16 jam (27,52 ± 0.89) dan 20 jam (24,92 ± 0.85) secara statistik bermakna (p<0.005).
Kesimpulan: Model biofilm Streptoccocus dual species dapat mencapai pH kritis setelah 14 jam. Paparan ekstrak etanol temulawak tidak mempengaruhi secara signifikan kadar kalsium permukaan email gigi dengan biofilm Streptoccocus dual species. Namun, paparan ekstrak etanol temulawak pada kematangan biofilm berbeda, menghasilkan perbedaan kadar kalsium permukaan email gigi.

Background: Java turmeric is Indonesian medicinal plants. Growth of S. mutans and S. sanguinis that play a role in biofilm formation on the enamel surface, could be inhibited by java turmeric extract. Biofilms critical pH (≤ 5.5) could affect the release of calcium ions enamel. Xanthorrhizol in java turmeric are known to maintain a neutral pH in vitro biofilm models for 4 hours.
Objective: To analyze the changes in pH Streptoccocus dual species biofilm models in variations exposure time as well as the influence of ethanol extract of java turmeric on tooth surfaces email calcium levels with Streptoccocus dual species biofilms.
Methods: Biofilm model was made in 6-well plate that had been coated with saliva, then added S. Mutans and S. sanguinis (1:1) and incubated in a span of 1-24 hours, and pH was measured by using a pH indicator. Furthermore Streptoccocus dual species biofilm models 16 and 20 hours were made on specimens of enamel, then presented ethanol java turmeric extract (15%) for 4 h and calcium levels were measured by Energy Dispersive X-ray (EDX). Different test performed by Mann Whitney and t-test (independent samples).
Results: Streptoccocus dual species biofilm model could reach critical pH ranging to 14 hours and last up to 24 hours. There are differences in the mean levels of calcium (Wt%) between the control group and treatment group, but the difference was not statistically significant (p> 0.005). Mean difference levels of calcium (Wt%) between treatment groups biofilms 16 hours (27.52 ± 0.89) and 20 hours (24.92 ± 0.85) was statistically significant (p <0.005).
Conclusion: Streptoccocus dual species biofilm model could reach a critical pH after 14 hours. Exposure to ethanol extract of java turmeric did not affect significantly the level of calcium in the enamel surface Streptoccocus dual species biofilms. However, exposure of turmeric extract on different maturity of biofilm, produced difference in the calcium level of enamel surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Hidayat
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, 2006
615.321 SYA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>