Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chika Carnation Tandri
"

Pendahuluan: Adiksi gim merupakan gangguan pola bermain gim yang tergolong berlebihan ketika individu lebih memprioritaskan gim dibandingkan aktivitas sehari-hari dan minat lainnya, sehingga menimbulkan gangguan. Fenomena ini terus meningkat seiring perkembangan zaman dan dapat mengganggu kondisi bio-psiko-sosial seseorang, salah satunya dengan menimbulkan perilaku agresif. Perilaku agresif merupakan tindakan dengan tujuan untuk merugikan, membahayakan, dan menyakiti orang lain, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi korelasi antara adiksi gim dengan perilaku agresif pada pelajar SMA di Jakarta.

Metode: Penelitian ini dilakukan secara potong lintang menggunakan data primer yang diambil dari pelajar salah satu SMA swasta di Jakarta pada bulan Maret 2020.Kuesioner adiksi gim(GAS-21) dan kuesioner kecenderungan perilaku agresif (BPAQ) disebarkan ke seluruh siswa/i dan subjek penelitian dipilih secara acak. Kedua kuesioner yang digunakan telah divalidasi dalam versi bahasa Indonesia. Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan uji korelasi Pearson dan korelasi Spearman. Pengolahan data dilakukan dengan aplikasi Statistical Package for Social Sciences(SPSS) versi 23.

Hasil: Berdasarkan pengisian GAS-21, didapatkan 17 dari 59 subjek penelitian (28,8%) yang memiliki kecenderungan adiksi gim.Sementara itu, berdasarkan pengisian BPAQ, didapatkan 9 orang (15,3%) yang memiliki kecenderungan perilaku agresif dengan rata-rata jumlah skor BPAQ 66,220 ±12,729. Adiksi gimdan perilaku agresif memiliki korelasi positif yang bermakna secara statistik (r=0,432), dan menyumbang sebesar 18,7% dari varian proporsi perilaku agresifDi antara domain perilaku agresif, adiksi gim memiliki korelasi terkuat dengan domain agresi fisik (r=0,469), diikuti domain amarah (r=0,307), dan permusuhan (r=0,285). 

Simpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwaadiksi gimmemiliki korelasi yang bermakna dengan perilaku agresif pada pelajar SMA dengan koefisien korelasi yang bermakna, kekuatan sedang, dan arah positif. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberi edukasi untuk remaja terkait penggunaan gim dan menyebarkan hasil penelitian pada sekolah, orang tua, atau psikiater untuk pengembangan ilmu kesehatan jiwa. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk melihat pengaruh faktor lain terhadap perilaku agresif seperti genre gim, pola asuh orang tua, atau sosioekonomi keluarga.


Introduction: Game addiction is a disruption in the pattern of playing games that is classified as excessive when individuals prioritize games over daily activities and other interests, causing disorder. This phenomenon continues to increase over time and can affect bio-psycho-social condition, one of which is by causing aggressive behavior. Aggressive behavior is an action with the intention of harming and hurting others, physically, verbally, and psychologically. This study aims to identify the correlation between game addiction and aggressive behavior among high school students in Jakarta.

Methods: This research was conducted in a cross-sectional manner using primary data taken from students in one private high school in Jakarta on March 2020. The 21 Item Game Addiction Scale (GAS-21) and Buss and Perry Aggression Questionnaire (BPAQ) were distributed to all students and the subjects were selected randomly. The two questionnaires used have been validated in the Indonesian version. The collected data were then analyzed using Pearson correlation test and Spearman correlation test. The data analysis was performed using the Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 23 application.

Results: Based on GAS-21, 17 subjects out of 59 (28.8%) have a tendency to game addiction. Meanwhile, based on BPAQ, 9 subjects (15.3%) have a high tendency to aggressive behavior with an average BPAQ score of 66,220 ±12,729. Game addiction and aggressive behavior had a statistically significant positive correlation (r=0.432), and contributed 18.7% of the proportion variance of aggressive behavior. Among the domains of aggressive behavior, game addiction has the strongest correlation with the domain of physical aggression (r = 0.469), followed by the anger (r = 0.307), and hostility (r = 0.285).

Conclusion: This study concluded that game addiction has a significant correlation with aggressive behavior in high school students with a significant correlation coefficient, moderate strength, and positive direction. Prevention efforts can be done by educating adolescents regarding the use of games and disseminating research results to schools, parents, or psychiatrists for the development of mental health science. Further research can be conducted to see the influence of other factors on aggressive behavior such as game genre, parenting style, or family socioeconomics.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Audrey
"Adiksi gim merupakan suatu masalah yang dicirikan dengan kontrol buruk terhadap gim, memprioritaskannya di atas kepentingan sehari-hari dan minat lain, serta tetap dilanjutkan meski telah muncul dampak negatif. Saat ini, adiksi gim telah berkembang menjadi masalah yang cukup mengkhawatirkan terutama pada kalangan remaja. Berbagai penelitian telah menunjukkan dampak negatif adiksi gim terhadap kesehatan mental seseorang. Namun, hal ini belum pernah diteliti pada kalangan remaja di Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara adiksi gim dengan masalah emosi dan perilaku pada pelajar SMA di Jakarta. Penelitian potong-lintang ini melibatkan subjek berusia 14-17 tahun dari siswa kelas X-XII pada salah satu SMA swasta di Jakarta yang dilakukan pada bulan Maret 2020. Adiksi gim dinilai dengan kuesioner Game Addiction Scale-21 (GAS-21) dan masalah emosi dan perilaku dinilai dengan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) yang keduanya sudah divalidasi dalam bahasa Indonesia. Analisis hubungan antara adiksi gim dan masalah emosi dan perilaku dilakukan dengan uji Chi-square dan Fischer, sementara uji korelasi antara durasi bermain gim dengan masalah emosi dan perilaku dilakukan dengan uji Spearman. Seluruh analisis data dilakukan dengan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) Mac versi 23. Sebanyak 53 subjek terlibat dalam penelitian ini. Proporsi kecenderungan adiksi gim pada pelajar SMA ditemukan sebesar 28,3%. Sementara itu, proporsi subjek berisiko masalah emosi dan perilaku adalah sebesar 43,4%, dengan proporsi risiko gejala emosional sebesar 62,3%, masalah perilaku sebesar 26,4%, hiperaktivitas sebesar 39,6%, masalah peer sebesar 49,1%, dan masalah perilaku prososial sebesar 30,2%. Terdapat hubungan yang signifikan antara adiksi gim dengan masalah emosi dan perilaku secara keseluruhan (OR=5,96 [1,57-22,60], p=0,006), secara spesifik pada domain masalah perilaku (OR=3,88 [1,05-14,28], p=0,046), dan hiperaktivitas (OR=4,91 [1,36-17,69], p=0,011). Selain itu, ditemukan pula korelasi positif lemah yang signifikan antara durasi bermain gim dengan masalah perilaku (r=0,374, p=0,006). Adiksi gim berhubungan secara signifikan dengan masalah emosi dan perilaku pada pelajar SMA di Jakarta. Dengan demikian, masyarakat terutama remaja perlu dianjurkan untuk tidak bermain gim secara berlebih guna mencegah adiksi gim mengingat dampaknya terhadap masalah emosi dan perilaku. Penelitian lebih lanjut yang meneliti faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko timbulnya masalah emosi perilaku pada remaja juga masih dibutuhkan.

Game addiction is characterized by impaired control over gaming, increased priority of gaming over daily activities and other interests, as well as its continuation despite the occurrence of negative consequences. Currently, game addiction has increasingly become an alarming issue especially among adolescents. Various studies have documented the negative effects of game addiction in mental health. However, such association has not been investigated among adolescents in Jakarta. Therefore, the aim of this study is to investigate the association between game addiction and emotional and behavioral problems among high school students in Jakarta. This cross-sectional study involves subjects aged 14-17 years old from grade 10-12 students in a private high school in Jakarta, conducted in March 2020. Game addiction was evaluated with Game Addiction Scale-21 (GAS-21), while emotional and behavioral problems were assessed with Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ), in which both questionnaires have been validated in Indonesian language. Analysis of association between game addiction and emotional and behavioral problems was performed with Chi-square and Fischer’s exact test. Meanwhile, correlation between gaming time and emotional and behavioral problems scores was analysed with Spearman test. All analyses were performed with Statistical Package for Social Sciences (SPSS) Mac version 23. Fifty-three subjects were involved in this study. The proportion of game addiction tendency among the high school students was 28,3%. Meanwhile, the proportion of subjects at risk of emotional and behavioral problems was 43,4%. Within each domain, the proportion of risk of emotional problems was 62,3%, conduct problems 26,4%, hyperactivity 39,6%, peer problems 49,1%, and prosocial behavior problems 30,2%. A significant association was found between game addiction and emotional and behavioral problems in general (OR=5,96 [1,57-22,60], p=0,006), specifically in the domains of conduct problems (OR=3,88 [1,05-14,28], p=0,046), dan hyperactivity (OR=4,91 [1,36-17,69], p=0,011). Moreover, there was also a significant weak positive correlation between gaming duration and conduct problems (r=0,374, p=0,006). Game addiction was significantly associated with emotional and behavioral problems among high school students in Jakarta. Therefore, playing games excessively should be avoided in order to prevent game addiction considering its impacts on emotional and behavioral problems especially in adolescents. Further research such as studies investigating other factors which could increase the possibility of developing emotional and behavioral problems among adolescents are also still required."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard, Chester I.
Cambridge, UK: Harvard University Press , 1966
350.003 2 BAR f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiana Nisa Wiegati
"Berbagai seleksi dilakukan untuk dapat memprediksi kesuksesan akademik mahasiswa, namun belum ada seleksi yang yang berkaitan dengan kemampuan regulasi diri, motivasi akademik, dan berpikir abstrak. Executive function terbukti berkaitan dengan regulasi diri, motivasi akademik, dan berpikir abstrak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan dan pengaruh executive function terhadap prestasi akademik pada mahasiswa. Partisipan berjumlah 144 mahasiswa Universitas Indonesia. Komponen-komponen executive function diukur dengan alat ukur Backward Digit Recall Test, Kelancaran Verbal Fonemik dan Semantik, Tower of Hanoi, dan Stroop Color and Word Test. Hasil perhitungan multiple regression menunjukkan secara bersama-sama komponen-komponen executive function tidak dapat memprediksi prestasi akademik. Namun jika dihitung menggunakan simple regression, ditemukan bahwa tiga dari empat komponen executive function yang diteliti, yaitu working memory, generativity dan inhibition secara signifikan dapat memprediksi prestasi akademik. Cognitive flexibility ditemukan tidak dapat memprediksi prestasi akademik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam memanipulasi dan menyimpan informasi, memunculkan ide, serta menahan respon yang tidak sesuai konteks berpengaruh terhadap prestasi akademik.

Various selection is done to be able to predict the academic success of students, but there is no selection with regard to the ability of self-regulation, academic motivation, and abstract thinking. Executive function has been found associated with self-regulation, academic motivation, and abstract thinking. This study was conducted to see the relationship between executive function and academic achievement in students. Participants are 144 students of Universitas Indonesia. The components of executive function was measured by Backward Digit Recall Test, Phonemic and Semantic Verbal Fluency Test, Tower of Hanoi, and the Stroop Color and Word Test. Results of multiple regression calculation shows that together the components of executive function can not predict academic achievement. However, if calculated using simple regression, it was found that three of the four components of executive function, which are working memory, inhibition and generativity significantly predicted academic achievement. Cognitive flexibility was found not able to predict academic achievement. Results of this study indicate that students' ability to manipulate and store information, generate new ideas, and holding the inappropriate response affect academic achievement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47721
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniati Septia
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara persepsi remaja dengan perilaku merokok pada siswa SMA di Bandar Lampung. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling. Total responden yang digunakan dalam penelitian sebanyak 93 siswa. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi, 18 pernyataan terkait persepsi dan 12 pernyataan terkait perilaku merokok. Penelitian ini dianalisis menggunakan uji chi square. Dari hasil analisis univariat didapatkan hasil sebanyak 59,1% siswa berpersepsi positif dan sebanyak 52,7% berperilaku tidak merokok. Sedangkan hasil analisis bivariat didapatkan diperoleh hasil p value 0,000 dimana disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi remaja terhadap perilaku merokok.

This study discussed the relationship between youth perceptions of smoking behavior in high school students in Bandar Lampung. This research used survey methods with cross sectional analytic. The sampling technique used was quota sampling. Total respondents were used in the study of 93 students. Respondents filled out a questionnaire in the form of demographic data, 18 statements and 12 statements related to perceptions related to smoking behavior. This study was analyzed used the chi square test. From the results of the univariate analysis showed as much as 59.1% of students with positive perception and behave much as 52.7% do not smoke. While the results of bivariate analysis of the results obtained p value of 0.000 which concluded that there was a significant association between adolescents' perceptions of smoking behavior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Hardi
"Latar Belakang
Game online berpotensi menimbulkan masalah perilaku berupa internet gaming disorder (IGD). Gangguan ini berdampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis, termasuk hendaya kognitif berupa hendaya kontrol inhibisi dan fleksibilitas kognitif. Dewasa muda merupakan usia pematangan otak prefrontalis yang mengatur perilaku. Prevalensi adiksi game di Jakarta sebesar 30,8% pada fakultas kedokteran (FK). Belum ada studi yang menilai fungsi kognitif pada populasi ini di Indonesia. Studi ini mencari hubungan antara IGD dengan fungsi kognitif pada mahasiswa FK.
Metode
Penelitian dilakukan secara potong lintang. Sebanyak 664 subjek berasal dari mahasiswa FK Universitas Indonesia ditentukan dengan stratified random sampling. Penegakkan diagnosis IGD menggunakan kuesioner self rating Ten-Item Internet Gaming Disorder. Subjek yang memenuhi kriteria akan menjalani wawancara terstruktur dengan Mini International Neuropsychiatric Interview for International Classification of Disease-10 untuk menyingkirkan komorbiditas gangguan psikiatri. Pemeriksaan kognitif menggunakan trail making test B (TMT-B) virtual. Pemeriksaan kognitif dilakukan pada 12 subjek dengan IGD dan 12 subjek tidak IGD.
Hasil
Ditemukan prevalensi IGD sebesar 2,4%. Proporsi laki – laki sebanyak 62,5%, durasi bermain game 20 jam atau lebih setiap minggu dan yang bermain game pertama kali sebelum 12 tahun sebanyak 93,8%, bermain game online sebanyak 81,3%, yang bergabung dalam komunitas game sebanyak 31,3%, dan subjek bermain dengan ponsel pintar sebanyak 87,5% pada kelompok IGD. Tidak ada hubungan IGD dengan fungsi kognitif yang signifikan secara statistik. Kelompok IGD memiliki rerata durasi menyelesaikan TMT-B yang lebih panjang dibandingkan kelompok tanpa IGD. Nilai reratanya adalah 52,25 detik (SB 16,1) dan 44,67 detik (SB 14,2). Terdapat tiga subjek dari kelompok IGD yang mengalami hendaya fungsi kognitif.
Diskusi
Temuan studi ini sejalan dengan studi lainnya yang tidak menemukan hubungan yang bermakna antara IGD dan TMT-B secara statistik. Namun secara klinis, kelompok IGD memiliki fungsi kognitif yang lebih buruk dibandingkan kelompok tidak IGD. Hendaya kognitif pada kelompok IGD dalam studi ini tidak berasal dari gangguan psikiatri lain. Studi ini tidak menilai hubungan tingkat keparahan IGD dengan fungsi kognitif.

Introduction Online game potentially evokes behavioral problems called internet gaming disorder (IGD). This disorder inflicts physical and psychological consequences, including cognitive impairments such as inhibition control and cognitive flexibility impairment. Early adulthood is the prime time for prefrontal cortex maturation. The prevalence of medical students with game addiction in Jakarta was 30.8%. There was no data regarding cognitive function in this population in Indonesia. This research aims to identify the association between IGD and cognitive functions in Indonesian medical students.
Methods
We conducted cross-sectional research. A considerable size of 664 medical students of Universitas Indonesia was selected by stratified random sampling. Self-rated Ten-Item Internet Gaming Disorder was used to screen for IGD. Subjects who met IGD criteria were systematically interviewed with Mini International Neuropsychiatric Interview for International Classification of Disease-10 to exclude any psychiatric comorbidities. Cognitive functions were measured by virtual trail making test B (TMT-B). The test was performed on 12 subjects with IGD and 12 without.
Results
The prevalence of IGD was 2.4%. The proportion of male subjects was 62.5%, gaming duration 20 hours per week or more and onset of gaming before 12 years old were 93.8%, engaging in online games was 81.3%, joining game community was 31.3%, and gaming using a mobile phone was 87.5% in IGD group. There was no statistically significant association between IGD and cognitive function. IGD group took longer to finish TMT-B than the control group. The mean times were 52.25 seconds (SD 16.1) and 44.67 seconds (SD 14.2), respectively. Three subjects in IGD group had cognitive impairment.
Discussion
The study results were consistent with other studies that found no statistical significance between IGD and TMT-B. However, clinically, the IGD group showed worse cognitive performance than the without IGD group. Cognitive impairment in the IGD group was not better explained by other psychiatric disorders. This study did not analyze further whether the severity of IGD corresponds to cognitive functions.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellina Yovita
"Masalah externalizing problem behavior (EPB) umum dialami anak di tahap early childhood. Pada tahap ini anak mengandalkan orang tua untuk membantu mengarahkan perilaku mereka. Namun, tidak semua orang tua mampu menangani EPB yang ditampilkan anaknya. Penelitian menunjukkan bahwa aspek kognitif pengasuhan, berupa parenting self-efficacy (PSE) memiliki kontribusi yang cukup konsisten terhadap EPB anak. Faktor internal anak berupa executive function juga ditemukan secara konsisten dapat memprediksi EPB anak. Berbagai hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa PSE berkaitan dengan EF. Walaupun demikian, dinamika antar ketiganya belum pernah diteliti. Dalam penelitian ini akan diperiksa bagaimana kaitan antara PSE dengan EF anak. Secara lebih mendalam, penelitian ini juga memeriksa peranan EF anak sebagai mediator antara hubungan PSE dengan EPB anak. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 243 orang tua yang memiliki anak berusia 3 tahun 0 bulan sampai 8 tahun 0 bulan tanpa masalah perkembangan, neurologis, maupun psikologis. Berdasarkan hasil analisis mediasi melalui PROCESS Hayes, ditemukan bahwa PSE mampu memprediksi EF anak dan kaitan antara PSE dengan EPB anak sepenuhnya dimediasi oleh EF anak. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam menangani EPB anak, perlu mempertimbangkan PSE orang tua dan kemampuan EF anak

Externalizing problem behavior (EPB) is common in early childhood. During this phase, children will rely on parents to help them guiding their behavior, but not every parent are able to handle EPB of their children. Studies found that cognitive aspects of parenting, such as parenting self-efficacy (PSE), have a consistent contribution towards children’s EPB. Internal factor from children, which is executive function (EF) was also found consistently predicting children’s EPB. Results from several studies also indicated that PSE is related to EF. However, the dynamic between them have not been examined. In this study, the relationship between children’s PSE and EF will be examined. This study will also examine the role of children’s EF as a mediator between children’s PSE and EPB further. Participants were 243 parents who have 3 years old 0 months until 8 years old 0 months children without any developmental, neurological, or any psychological problem. Based on PROCESS Hayes mediation analysis, it was found that PSE is able to predict children’s EF, and relationship between PSE and children’s EPB is fully mediated by children’s EF. This result shows that in order to handle children’s EPB, parents’ PSE and children’s EF have to be considered"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambun, Jubilate Edward Iruanto
"Latar Belakang: Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif untuk melakukan tugas-tugas eksekutif yang kompleks dengan baik dalam mencapai tujuan sehingga berhubungan erat juga dengan aspek perilaku. Setiap orang termasuk anak, memiliki kapasitas fungsi eksekutif yang berbeda dan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh status sosial maupun ekonomi. Gangguan fungsi eksekutif pada anak SD cukup tinggi. Defisit fungsi eksekutif dapat menyebabkan masalah yang serius pada anak. Pada anak usia sekolah dasar (SD), defisit fungsi eksekutif yang tidak teridentifikasi dapat meningkatkan risiko seorang anak mengalami hambatan dalam perilaku sehari-hari dan performa akademik sehingga menimbulkan kebingungan dan kecemasan pada orang tua dan guru. Anak dengan fungsi eksekutif rendah cenderung kesulitan mengenali tanda-tanda sosial, kesulitan mengatur perilaku, dan bermasalah pada kemampuan belajar. Oleh karena itu, intervensi terhadap fungsi eksekutif pada anak menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Intervensi berupa pelatihan fungsi eksekutif menggunakan gim berbasis komputer merupakan intervensi yang banyak dikembangkan belakangan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas intervensi prototipe gim berbasis komputer Indonesia terhadap peningkatan fungsi eksekutif anak SD.
Metode: Penelitian ini berbentuk kuasi-eksperimental yang menggunakan desain penelitian time series. Subjek penelitian akan dilakukan penilaian menggunakan BRIEF-BI format guru sebanyak 4 kali, yaitu pre-intervensi, post 5 sesi intervensi, post 10 sesi intervensi, dan 1 bulan pasca intervensi. Analisis statistik dilakukan dengan uji non-parametrik Friedman dilanjutkan dengan analisis post-hoc dengan uji Bonferroni.
Hasil: Subjek penelitian ini berjumlah 14 orang anak SD berusia 11-12 tahun. Dari hasil analisis didapatkan peningkatan di seluruh ranah fungsi eksekutif yang diukur dengan membandingkan skor BRIEF sebelum dan sesudah intervensi. Perubahan skor GEC setelah intervensi (p<0,001), skala inhibisi (p<0,001), skala adaptasi (p<0,001), skala kontrol emosional (p=0,003), skala inisiasi (p<0,001), skala memori kerja (p<0,001), skala perencanaan (p<0,001), pengorganisasian material (p<0,001), dan monitor (p<0,001). Hasil analisis post-hoc menunjukkan bahwa peningkatan fungsi eksekutif secara umum terjadi setelah 10 sesi intervensi dan tetap bertahan pada pengukuran satu bulan setelah selesai intervensi.
Simpulan: Pelatihan dengan intervensi Prototipe Gim Berbasis Komputer Indonesia dapat meningkatkan fungsi eksekutif anak SD yang bukan GPPH pada seluruh ranah fungsi eksekutif yang dinilai dengan BRIEF-BI format guru. Peningkatan fungsi eksekutif pada anak SD bertahan setelah satu bulan pasca pelatihan.

Background: Executive function is the cognitive ability to perform complex executive tasks well in order to achieve a goal, so that it is also closely related to behavioral aspects. Every person, including children, has a different capacity of executive functions and is not entirely affected by social or economic status. Impaired executive functions in elementary school children remain high. Executive function deficits can cause a serious problem in children. In elementary school-aged children, an unidentified executive function deficit can increase the risk of hindrance in daily behavior and academic performance, causing confusion and anxiety in parents and teachers. Children with weak executive functions tend to have difficulties in recognizing social signs, controling behavior, and have problems with learning abilities. Therefore, intervention on executive function in children is important to be performed. Inteventions in the form of executive function training using computer-based games have been developed recently. This study aims to determine the effectivity of Indonesian computer-based game protoype intervention in improving the executive function of elementary school children.
Methods: This study was conducted using a quasi-experimental design with time-series analysis. Research subjects was assessed using BRIEF-BI teacher format in a total of 4 times, including pre-intevention, post-5 intervention sessions, post-10 intervention sessions, and 1-month post-intervention. Statistical analysis was performed using Friedman non-parametric test followed by post-hoc analysis with Bonferroni test.
Results: The subjects of this study were 14 children in elementary school aged 11-12 years old. Results from the analysis showed improvement in all areas of executive function measured by comparing BRIEF score before and after the intervention. Changes in GEC score after intervention (p<0.001), the inhibit scale (p<0.001), the shift scale (p<0.001), the emotional control scale (p=0.003), the initiate scale (p<0.001), the working memory scale (p<0.001), the plan/organize scale (p<0.001), the organization of materials scale (p<0.001), and the monitor scale (p<0.001). Results of the post-hoc analysis showed that the improvement of executive function generally occured after 10 intervention sessions and persisted in the measurement of one month after the intervention has been completed.
Conclusion: Training with the intervention of Indonesian computer-based game prototype can improve the executive function of elementary school children without ADHD in all areas of executive function measured by the BRIEF-BI teacher format. The improvement of executive function in elementary school children persisted after one month post-intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Fairuz Auza
"Latar belakang: Terdapat peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia berdasarkan perbandingan data Riskesdas 2016 dan Riskesdas 2018. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2016, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia sebesar 0,3% dengan perokok usia 10- 18 tahun mencapai 9,1%. Beberapa faktor yang melatarbelakangi terbentuknya perilaku merokokpadasiswaadalahhargadiri,tekanandalampertemanan,danpolaasuhnegatif. Metode: Studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri, tekanan dalam pertemanan, dan pola asuh negatif dengan perilaku merokok m elalui Angket Perilaku Remaja Siswa Sekolah Menengah di DKI Jakarta pada bulan November 2023.Penelitianmelibatkan160respondendarikelas10dan11diSMAN38danSMAN 90 Jakarta yang diambil secara stratified proportional random sampling. Hasil: Tidak ada hubungan yang siginifikan antara harga diri (p -value 0,725) dan pola asuh negatif (p-value 0,942) dengan perilaku merokok. Namun, ada hubungan yang signifikan antara tekanan dalam pertemanan (p-value 0,004) dengan perilaku merokok. Kesimpulan: Disarankan bagi SMAN 38 dan SMAN 90 mengadakan program peer educator terkait dampak negatif dari rokok untuk membantu mengurangi tekanan merokok dalam lingkaran pertemanan siswa.

Background: There is an increase in the number of teenage smokers in Indonesia based on a comparison of Basic Health Research of the year 2016 and 2018. When compared with 2016 data, the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) shows that there is an increase in the number of teenage smokers in Indonesia by 0.3% with smokers aged 10 - 18 years reached 9.1%. Several factors behind the formation of smoking behavior in studentsareself-esteem,peerpressure,andnegativeparentingpatterns.Method:Across- sectional approach which aims to determine the relationship between self -esteem, peer pressure, and negative parenting patterns with smoking behavior through the Adolescent Behavior Questionnaire for Middle School Students in DKI Jakarta in November 2023. The research involved 160 respondents from grades 10 and 11 at SMAN 38 and SMAN 90 Jakarta using stratified proportional random sampling. Results: There is no significant relationshipbetweenself-esteem(p-value0,725)andnegativeparentingpatterns(p-value 0,942) and smoking behavior. However, there is a significant relationship between peer pressure (p-value 0,004) and smoking behavior. Conclusion: It is recommended for SMAN 38 and SMAN 90 to hold a peer educator program regarding the negative impacts of smoking to help reduce the pressure to smoke within students' circle of friends."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Zahra
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan self-esteem remaja, dilihat dari persepsi ayah dan anak. Responden pada penelitian ini adalah 133 siswa kelas X SMA dan ayah mereka. Keterlibatan ayah diukur dengan alat ukur Seven-Item Father Involvement Scale yang disusun oleh Carlson (2006), sedangkan self-esteem diukur dengan alat ukur Self-Liking/Self-Competence Scale-Revised (SLCS-R) yang disusun oleh Tafarodi dan Swann (2001). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah yang dipersepsi oleh remaja dengan kedua dimensi self-esteem remaja, yaitu self-liking (r = .295; n = 133; p < 0,01 twotailed) dan self-competence (r = .262; n = 133; p < 0,01 two-tailed). Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah yang dipersepsi oleh ayah dengan kedua dimensi self-esteem remaja, yaitu self-liking (r = .143; n= 133; p > 0,01 two-tailed) dan self-competence (r = .151; n = 133; p > 0,01 twotailed). Hasil tersebut mengimplikasikan bahwa keterlibatan ayah yang dipersepsi oleh remaja berhubungan dengan self-esteem remaja. Maka, semakin tinggi keterlibatan ayah berdasarkan persepsi remaja, tingkat self-esteem remaja pun semakin tinggi.

The goal of this study was to examine the relationship between father involvement and adolescent self-esteem, with regards to father and adolescent perception. Respondents were 133 10th grade students and their father. Father involvement was measured by Seven-Item Father Involvement Scale (Carlson, 2006), whereas self-esteem was measured by Self-Liking/Self-Competence Scale-Revised (SLCSR) (Tafarodi & Swann, 2001). The result of this study shows that father involvement perceived by adolescent related with both dimensions of adolescent self-esteem, there are self-liking (r = .295; n = 133; p < 0,01 two-tailed) and selfcompetence (r = .262; n = 133; p < 0,01 two-tailed). But, father involvement perceived by father did not related with both dimensions of adolescent selfesteem, there are self-liking (r = .143; n = 133; p > 0,01 two-tailed) and selfcompetence (r = .151; n = 133; p > 0,01 two-tailed). The result implied that father involvement perceived by adolescent related with adolescent self-esteem. Therefore, the higher father involvement perceived by adolescent, the higher adolescent self-esteem will be.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>