Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169685 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Naura Vathania
"ABSTRAK
Infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien, terutama di ruang operasi dan ICU, di mana terdapat aktivitas yang tinggi. Perlu adanya pemantauan dan penjagaan kualitas udara secara bakteriologi sebagai cerminan dari kondisi kebersihan di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas udara secara bakteriologi di ruang operasi di beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya sebagai salah satu langkah pencegahan infeksi nosokomial. Desain penelitian ini adalah retroprospektif dengan menggunakan data yang bersumber dari UKK PPM LMK FKUI. Data diperoleh dari 217 pemeriksaan di ruang operasi dan 5 pemeriksaan di ICU yang dilakukan di 17 rumah sakit selama Januari 2018-Juni 2019. Pada tahun 2018, dari 137 pemeriksaan di ruang operasi, 120 (87,59%) di antaranya memenuhi standar baku mutu dan dari 4 pemeriksaan di ICU, 1 (25%) di antaranya memenuhi standar baku. Pada tahun 2019, dari 80 pemeriksaan di ruang operasi, 70 (87,50%) di antaranya memenuhi standar baku dan dari 1 pemeriksaan di ICU, 1 (100%) memenuhi standar baku. Mayoritas ruang operasi di rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya memiliki kualitas udara secara bakteriologi yang sudah baik, tetapi ICU memiliki kualitas udara yang tidak memenuhi standar baku mutu.

ABSTRACT
Nosocomial infection is known to increase morbidity and mortality of patients, especially in operating room (OR) and intensive care unit (ICU) as they have high rate of activities that may risk in infection. Monitoring and maintenance of bacteriological quality of air are needed as they can reflect the actual condition of hygiene in hospital. The aim of this study is to know the bacteriological quality of air in several hospitals in Jakarta and the greater area of Jakarta. It is expected that the results of this study can become a basis in taking preventive measures against nosocomial infection. The design of this study was retroprospective. Data were collected from 217 examinations in OR and 5 examinations in ICU done in 17 hospitals between January 2018 and June 2019 by UKK PPM LMK FKUI. In 2018, among 137 results collected in OR, 120 (87,59%) fulfilled the requirement of bacteriological quality of air and among 4 examinations done in ICU, 1 (25%) also fulfilled the requirement. In 2019, among 80 examinations done in OR, 70 (87,50%) fulfilled the requirement and among 1 check done in ICU, 1 (100%) also fulfilled the requirement. It is concluded that the bacteriological quality of air in majority of OR in hospitals in Jakarta and its greater area is good, but that in ICU is not."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Basir
"Prevalensi infeksi jamur sistemik (mikosis sistemik) dilaporkan semakin meningkat serta mengakibatkan morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada pasien dengan gangguan sistem imun. Mikosis sistemik dapat disebabkan oleh jamur yang berada di lingkungan masyarakat maupun rumah sakit, termasuk ruang perawatan intensif (ICU). Pada umumnya jamur kontaminan tersebut masuk ke dalam tubuh pasien melalui saluran napas (inhalasi) maupun kontaminasi peralatan di lingkungan perawatan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil jamur yang diisolasi dari udara pada ruang perawatan intensif di beberapa rumah sakit di Jakarta. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian multisenter tentang aspergilosis invasif di ICU beberapa RS di Jakarta. Metode penelitian ini berdisain potong lintang dan pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada ruang rawat intensif di empat RS. Sampel jamur diisolasi menggunakan cawan petri mengandung media agar saboraud dekstrosa yang dibiarkan terbuka selama 15 menit di ruang perawatan, selanjutnya dilakukan proses inkubasi dan identifikasi jamur di laboratorium mikologi untuk mengetahui profil jamur yang diisolasi dari ruang perawatan tersebut. Jamur yang berhasil diisolasi dari ruang perawatan intensif pada penelitian ini umumnya terdiri atas beberapa spesies, yaitu Aspergillus niger (42%), Aspergillus fumigatus (33%), Penicillium sp. (30%), Rhodotorulla (27%), Dematiaceae (24%), Mycelia sterilia (12%), dan Candida sp. (3%). Profil spesies jamur A. niger, A. fumigatus dan Dematiaceae ditemukan di empat rumah sakit, sedangkan Rhodotorulla dan Mycelia sterilia di temukan di tiga rumah sakit. Adapun Penicillium sp. dan Candida sp. hanya ditemukan di satu rumah sakit.
Kesimpulannya, profil spesies jamur udara di ruang perawatan intensif pada penelitian ini terdiri atas Aspergillus niger (42%), Aspergillus fumigatus (33%), Penicillium sp. (30%), Rhodotorulla (27%), Dematiaceae (24%), Mycelia sterilia (12%), dan Candida sp. (3%).

The prevalence of systemic fungal infection (systemic mycosis) is increasing, and cause high number of mortality and morbidity, especially for immunocopromised patients. Systemic mycosis can be cause by fungal species found in either community or hospital environment, including intensive care unit (ICU). Generally, this fungal contaminants infect the patient's body through the respiratory tract (inhalation) as well as contamination of equipment in patient's environment.
This study aims to find out the profile of airborne fungal species that isolated from the air in intensive care unit at several hospitals in Jakarta. This study is part of a multicenter study on invasive aspergillosis in ICU at several hospitals in Jakarta. The cross-sectional study was conducted with consecutive samplings taken from ICU in four hospitals. The sample taken using petri dish containing dextrose saboraud agar that placed about 1m height and open to air for 15 minutes. Then, the process of incubation and fungal identification done in mycology laboratory to know the profile of airborne fungal species isolated from ICU. The fungal species that were isolated from the intensive care unit were consist of several species, which were Aspergillus niger (42%), Aspergillus fumigatus (33%), Penicillium sp. (30%), Rhodotorulla (27%), Dematiaceae (24%), Mycelia sterilia (12%), and Candida sp. (3%). The fungal species profile of A.niger, A.fumigatus and Dematiaceae were found in all four hospitals, while Rhodotorulla and Mycelia sterilia were found in three hospitals and Penicillium sp. and Candida sp. were only found in one hospital.
In conclusion, the profile of airborne fungal species in intensive care unit in this study consisted of Aspergillus niger (42%), Aspergillus fumigatus (33%), Penicillium sp. (30%), Rhodotorulla (27%), Dematiaceae (24%), Mycelia sterilia (12%), and Candida sp. (3%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aaron Jonathan
"Infeksi jamur infasif atau mikosis infasif pada pasien dengan kondisi sistem imunitas rendah mengakibatkan sejumlah besar morbiditas dan mortalitas. Infeksi tersebut dapat terjadi di lingkungan rumah sakit, komunitas, maupun keduanya. Sejumlah spesies jamur dapat terkonsentrasi pada lingkungan udara rumah sakit, dan dianggap sebagai agen infeksi yang mudah terhirup oleh pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil jamur udara pada ruang rawat beberapa rumah sakit di Jakarta serta kaitannya dengan kelas perawatan. Metode penelitian berdisain potong lintang ini menggunakan pengambilan sampel secara konsekutif dari beberapa rumah sakit di Jakarta. Cawan petri yang mengandung media agar saboraud dekstrosa diletakkan di dalam ruangan rawat RS dan dibiarkan terbuka selama 15 menit, setelah itu dilakukan inkubasi dalam suhu kamar selama minimal tiga hari. Selanjutnya dilakukan proses identifikasi spesies untuk mengetahui profil jamur.
Hasil dalam penelitian ini, jamur yang diisolasi dari ruang perawatan rumah sakit pada umumnya terdiri atas lebih dari dua spesies, diantaranya: Aspergillus niger (67.5%), Candida sp. (40%), Aspergillus fumigatus (30%), Rhodoturula sp. dan Penicillium marnefei dalam jumlah sedikit. Pengamatan terhadap hubungan profil jamur dan jenis kelas ruang rawat menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas ruang rawat rumah sakit, semakin sedikit jumlah dan ragam spesies jamur yang tumbuh.
Simpulan. Profil jamur yang diisolasi dari ruang perawatan rumah sakit dalam penelitian ini terdiri atas Aspergillus niger, Candida sp, Aspergillus fumigatus, Rhodoturula sp dan Penicillium marnefei. Hubungan profil jamur dan jenis kelas ruang rawat menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas ruang rawat rumah sakit, semakin sedikit jumlah dan ragam spesies jamur yang tumbuh.

Introduction. Invasive fungal infections (invasive mycoses) in immunodeficient patients yields in more than significant number of morbidity and mortality. Such infections occur on both hospital and community settings. Several fungal species might be concentrated in the air among hospitals, and considered as infectious agent that is easily inhaled by patients. This study aims on investigating the profile of airborne fungal species in several inpatient wards chosen from several hospitals in Jakarta and the correlation between those species and the class of the wards itself. Methods this is a cross-sectional study using consecutive samplings taken from several chosen Jakarta hospitals. Petri dish containing dextrose saboraud agar are placed about 1m height above the ground and exposed to open air for 15 minutes. Afterwards, the plates are incubated at room temperature for minimum of three days. Then, samples were analyzed inside the mycology lab for species identification to investigate presenting fungal profile.
Results in this study, common species that are isolated from the respective wards consists of at least two species, including Aspergillus niger (67.5%), Candida species (40%) and Aspergillus fumigatus (30%). Other infectious species such as Rhodotorula sp and Penicillium marnefei are found as well in few numbers. Observation on the relation of fungal profile and class of inpatient wards indicates that the higher the ward class, the less number and diversity of species growing inside the plates.
Conclusion, fungal profile that are isolated from the hospital inpatient wards in this study consists of Aspergillus niger, Candida sp, Aspergillus fumigatus, Rhodoturula sp dan Penicillium marnefei. The correlation between the fungal profile and class of inpatient wards indicated that the higher the class of hospital wards, the less number and diversity of airborne fungi growing on the plates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Dochrist Teresa
"Stroke merupakan salah satu penyakit kardioserebrovaskular yang digolongkan sebagai penyakit katastropik. Seiring meningkatnya prevalensi stroke, maka beban biaya pelayanan kesehatan tentu akan meningkat. Beberapa penelitian mengenai penggunaan dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik menunjukkan bahwa dabigatran menghasilkan biaya medis langsung yang lebih tinggi dibandingkan warfarin, namun hal ini diimbangi dengan manfaat kesehatan tambahan dalam hal jumlah tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya terapi dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengumpulan data biaya berdasarkan perspektif rumah sakit. Subjek penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagnosis stroke iskemik yang berusia 18 tahun ke atas dan mendapat terapi dabigatran atau warfarin di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta pada tahun 2018-2019. Karakteristik pasien dari penelitian ini ialah pria (63%) dan berusia 55 - <65 tahun (40,7%). Berdasarkan hasil analisis, total biaya terapi dabigatran sebesar Rp1.656.412,03, dan Rp2.014.007,00 untuk terapi warfarin. Tidak ada perbedaan bermakna antara total biaya terapi dabigatran dan terapi warfarin berdasarkan uji beda Mann-Whitney (P=0,842). Oleh karena itu, dari aspek total biaya, dabigatran dapat dipertimbangkan sebagai rekomendasi terapi antikoagulan pada pasien stroke iskemik.

Stroke is a cardioserebrovascular disease which classified as a catastrophic disease. As the prevalence of stroke increase, the burden of healthcare cost will certainly increase. Several studies on the use of dabigatran and warfarin in ischemic stroke patients showed that dabigatran resulted in higher direct medical cost compared to warfarin, but this is offset by additional health benefits in terms of quality-adjusted life-year (QALY). This study aimed to analyze total costs of dabigatran and warfarin therapy in ischemic stroke patients. This study used a cross-sectional design with cost data collection based on hospital perspective. Subjects were outpatients with diagnosis of ischemic stroke aged 18 years and over who received dabigatran or warfarin therapy at the National Brain Center Hospital in 2018-2019. Patients’ characteristics of this study were men (63%) and aged 55 - <65 years old (40,7%). Based on the analysis, a total cost of Rp1,656,412.03, was obtained for dabigatran therapy, and Rp2,014,007.00 for warfarin therapy. There was no significant differences between the total cost of dabigatran therapy and warfarin therapy based on Mann-Whitney test (P=0,842). Therefore, from the aspect of total cost, dabigatran can be considered as a recommendation for anticoagulant therapy in ischemic stroke patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Winarno
"Infeksi jamur nosokomial di rumah sakit terhadap pasien dengan kondisi imun yang rendah dapat memberikan dampak yang mengancam nyawa. Beberapa penelitian melaporkan kecenderungan infeksi jamur nosokomial oleh jamur udara semakin meningkat. Keterbatasan data profil jamur udara di lingkungan rumah sakit dapat menghambat pencegahan dan penatalaksanaan infeksi jamur nosokomial karena sumber infeksi tidak teridentifikasi. Penelitian ini menyelidiki keberadaan dan profil jamur udara di lingkungan luar empat rumah sakit di Jakarta, serta merupakan bagian dari penelitian multisenter aspergilosis invasif di ICU rumah sakit di Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan cawan petri berisi agar saboraud yang dibiarkan terpajan udara selama 15 menit. Proses identifikasi dilakukan setelah masa inkubasi untuk melihat profil jamur yang diisolasi: Aspergillus sp, Candida sp, Penicillium sp, Rhodotorula sp, Scedosporium sp, Paecilomyses sp, Fusarium sp, Dematiaceae sp, Mycelia sterilia, Cylindrocarpon sp, dan Curvularia sp. Profil jamur yang diisolasi pada dua cawan medium atau lebih di Rumah Sakit Persahabatan: Dematiaceae dan Aspergillus fumigatus; Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo: Dematiaceae, Aspergillus niger, A. fumigatus, dan Penicillium; Rumah Sakit UKI: Dematiaceae, Penicillium, Mycelia sterilia, Rhodotorula, Aspergillus flavus dan Candida tropicalis; sedangkan di Rumah Sakit Sulianti Saroso: Aspergillus niger, Dematiaceae, Mycelia sterilia, Aspergillus fumigatus, Cylindrocarpon, dan Aspergillus flavus.

Nosocomial fungal infections in immunocompromised patients may pose a serious threat in mortality. Evidence suggests that the trend of nosocomial fungal outbreak in hospitals were increasing with almost all nosocomial fungal outbreak was caused by airborne fungi. However, the limited knowledge regarding airborne fungi profile rendering hospitals unable to identify the source of infections and hindering hospitals to provide optimal prevention and management towards nosocomial fungal infections. This study explored the presence and profile of airborne fungi in the outdoor environment of four hospitals in Jakarta and is a part of multicenter study on invasive aspergillosis in ICU patients at several hospitals in Jakarta. In each hospital, air samples were collected via saboraud agar in petri dish opened for 15 minutes. Identification process was carried in Mycology laboratory after incubation period to identify the isolated airborne fungal profiles which are Aspergillus sp, Candida sp, Penicillium sp, Rhodotorula sp, Scedosporium sp, Paecilomyses sp, Fusarium sp, Dematiaceae sp, Mycelia sterilia, Cylindrocarpon sp. and Curvularia sp. The profile of airborne fungal species isolated on two or more media plates at Persahabatan Hospital were Dematiaceae and Aspergillus fumigatus Cipto Mangunkusumo Hospital were Dematiaceae, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, and Penicillium UKI Hospital were Dematiaceaeas, Penicillium, Mycelia sterilia, Rhodotorula, Aspergillus flavus and Candida tropicalis while at Soelianto Saroso Hospital were Aspergillus niger, Dematiaceae, Mycelia sterilia, Aspergillus fumigatus, Cylindrocarpon, and Aspergillus flavus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S70450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rany Ayu Puspitasari
"Latar Belakang: Plasenta akreta merupakan suatu kondisi dimana seluruh atau sebagian dari plasenta menginvasi atau melekat pada dinding uterus. Seiring dengan meningkatnya jumlah tindakan seksio sesaria, kejadian plasenta akreta juga meningkat. Suatu studi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2017, didapatkan bahwa kejadian plasenta akreta sebesar 1 per 9000 kelahiran. Persalinan seksio sesarea pada plasenta akreta memiliki berbagai komplikasi mulai dari perdarahan, cedera organ, perawatan ICU yang lebih lama, relaparatomi hingga kematian. Penting untuk mengetahui berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi ini.
Tujuan: Untuk mengetahui berbagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya komplikasi pada persalinan seksio sesarea pada berbagai rumah sakit di Jakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan desain case control yang dilaksanakan pada Mei-Agustus 2019. Data diambil dari rekam medis dari pasien yang melakukan persalinan seksio sesarea dengan indikasi plasenta akreta pada tahun 2014-2018 dari 3 rumah sakit umum pusat di Jakarta yaitu RSCM, RSP dan RSF.  Dilakukan pengambilan data berbagai komplikasi pada persalinan seksio sesarea dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya.
Hasil: Didapatkan 133 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari analisis bivariat didapatkan kadar Hb preoperatif kurang dari 10 g/dL serta jenis operasi seksio sesarea yang dilanjutkan dengan reseksi uterus dibandingkan dengan SC yang dilanjutkan dengan histerektomi total secara statistik mempengaruhi terjadinya komplikasi perdarahan (p=0,042; 95%CI=1,02-9,59, OR 3,01) dan (OR 0,20, p=0,005; CI 95%=0,07-0,55). Usia kehamilan saat persalinan kurang dari 36 minggu dan kedalaman plasenta sesuai dengan akreta saat intraoperatif dibandingkan dengan perkreta (p=0,03; 95%CI=0,14-0,94, OR 0,37) dan (p=0,001; 95%CI=1,49-191,5, OR 8,74) secara statistik mempengaruhi terjadinya komplikasi cedera organ. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa plasenta perkreta lebih berisiko terjadinya cedera organ dibandingkan akreta. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti letak plasenta dan luas invasi plasenta.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar Hb preoperatif, jenis operasi, usia kehamilan saat persalinan serta kedalaman plasenta terhadap terjadinya komplikasi pada persalinan seksio sesarea dengan plasenta akreta.

Background: Placenta accreta is a condition in which all or part of the placenta invades or attaches to the uterine wall. As the number of cesarean section increases, the incidence of placenta accreta also increases. A study conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in 2017 found that the incidence of placenta accreta was 1 per 9000 births. Delivery of cesarean section on placenta accreta has various complications such as bleeding, organ injury, prolonged ICU admission, relaparatomy, and death. It is important to know risk factors that can influence the occurrence of this complication.
Objective: To determine the risk factors that influence the occurrence of complications in cesarean delivery at several hospitals in Jakarta.
Method: This study is a descriptive study, using a case control design in May-August 2019. Data was taken from medical records of patients who delivered cesarean section with an indication of placenta accreta in 2014-2018 from 3 tertiary public hospitals in Jakarta, which are  RSCM, RSP and RSF. Data were collected on complications in cesarean section delivery and risk factors that influenced.
Results: There were 133 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. From the bivariate analysis, preoperative Hb levels of less than 10 g/dL and type of cesarean section surgery followed by uterine resection compared with SC followed by total hysterectomy statistically influenced the occurrence of bleeding complications (p = 0.042; 95% CI = 1.02-9.59, OR 3.01) and (OR 0.20, p = 0.005; 95% CI = 0.07-0.55). The gestational age at delivery was less than 36 weeks and the depth of the placenta was in accordance with the intraoperative accreta compared to the percreta (p = 0.03; 95% CI = 0.14-0.94, OR 0.37) and (p = 0.001; 95 % CI = 1.49-191.5, OR 8.74) statistically affects the occurrence of organ injury. These results different from previous studies that the placenta percreta is more at risk of organ injury than accreta. This difference can be influenced by other factors such as the location of the placenta and the size of invasion.
Conclusion: There is a relationship between preoperative hemoglobin levels, type of surgery, gestational age at delivery and placental depth to the complications of cesarean delivery with  placenta accreta.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Rumah sakit merupakan suatu fasilitas umum yang tergolong vital. Jumlah kandungan bakteri di udara merupakan salah satu faktor risiko infeksi nosokomial. Ruang operasi merupakan salah satu tempat berisiko tinggi infeksi nosokomial. Penelitian yang menggunakan desain penelitian bentuk deskriptif ini bertujuan mengetahui jumlah konsentrasi mikroorganisme di ruang operasi IGD RSCM pada bulan Agustus 2009. Sampel dengan media agar nutrisi diambil dari 10 titik di ruangan tersebut menggunakan alat air sampler. Agar nutrisi akan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37o C kemudian dihitung menggunakan colony counter. Dari penelitian ini didapatkan jumlah konsentrasi mikroorganisme 569,3 CFU/m3. Hasil yang tinggi ini disebabkan oleh faktor manusia dan lingkungan (udara, cahaya, dan kebersihan)

Hospital is a vital public facility. The amount of air bacterias is a risk factor of nosocomial infection. It is found that in 10 teaching hospitals in Indonesia, the nosocomial incidence rate is as high as 6-16%, with a mean 9,8%. Operating room is a place with high risk nosocomial infection. This research which uses descriptive design is objected to measure microorganism concentration in operating room IGD RSCM on August 2009. The samples in nutrien were collected by using air sampler at 10 points then were incubated for 18-24 hours at 37oC and finally counted by colony counter. From this research, it is found that microorganism concentration in operating room 5 IGD RSCM on August 2009 is 569,3 CFU/m3. This high number is due to many factors such as man and inanimate environment."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinta Dewi Pradina
"Polusi udara merupakan masalah di kota-kota besar, seperti di Jakarta dan Depok. Pencemaran ini disebabkan oleh : antropogenik , perindustrian, dan transportasi. Telah dilakukan pengambilan data-data parameter kualitas udara pada beberapa gedung kantor dan rumah tinggal seperti particulate matter, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida, baik untuk kualitas udara ambien maupun udara dalam ruang. Terdapat 3 kategori lokasi penelitian : tempat yang berpolusi, berpolusi rata-rata, dan lokasi yang berpolusi sedikit. Terdapat perbedaan hasil dari pengukuran saat musim kemarau dan musim penghujan. Saat musim kemarau rata-rata PM2.5 di Jakarta dan Depok adalah 54.6 μg/m3, PM10 adalah 54.94 μg/m3, SO2 adalah 0.4 ppm, dan NO2 adalah 0.5 ppm. Hasil pada musim kemarau berbeda dengan musim penghujan, rata-rata PM2.5 di Jakarta dan Depok adalah 45.3 μg/m3, PM10 adalah 40.3 μg/m3, SO2 adalah 0.25 ppm, dan NO2 adalah 0.8 ppm. Dapat dikategorikan untuk sebagian besar wilayah Jakarta dan Depok telah melewati ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077/MenKes/Per/V/2011, untuk PM2.5 yaitu <35 μg/m3 dan untuk PM10 yaitu <70 μg/m3. Dengan metode pengumpulan data secara gravimetri, hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi debu atmospheric (PM2.5, PM10, SO2 dan NO2 di beberapa lokasi pengukuran masih berada di luar ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri kesehatan, tak heran jika di kota besar banyak orang yang memakai masker saat berada di luar ruangan. Penelitian juga membuktikan pengaruh alat penjernih udara dalam ruang (air purifier) terhadap penurunan jumlah debu atmospheric.

Air pollution is a problem in big cities, such as Jakarta and Depok. The pollution is caused by: anthropogenic, industrial, and transportation. Has been done taking the data of air quality parameters in several office buildings and residences such as particulate matter, sulfur dioxide, and nitrogen dioxide, both for the quality of ambient air and indoor air. There are three categories of research sites: a polluted, polluted average, and slightly polluted locations. The difference has proven in the results of the measurements during the dry season and the rainy season. During the dry season the average PM2.5 in Jakarta and Depok was 54.6 μg/m3, PM10 was 54.94 μg/m3, SO2 was 0.4 ppm, and NO2 was 0.5 ppm respectively. The results are different from the results with the rainy season, with average of PM2.5 in Jakarta and Depok was 45.3 μg/m3, PM10 was 40.3 μg/m3, SO2 was 0.25 ppm, and NO2 was 0.8 ppm respectively. The result to most areas of Jakarta and Depok has passed the threshold set by the Regulatory Ministry Manpower No. 1077/MenKes/Per/V/2011,which is <35 μg/m3 for PM2.5 and <70 μg/m3 for PM10. With the gravimetric data collection methods, the results showed that the concentration of atmospheric dust (PM2.5, PM10, SO2 and NO2 in several locations measurements are still outside the threshold set by the Minister of Health, no wonder if in big cities many people taking a mask when outside. The study also shows the effect of indoor air purifier (water purifier) ​​deteriorate the amount of atmospheric dust."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Rizany
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan implementasi manajemen penjadwalan dinas perawat dengan kepuasan perawat beberapa rumah sakit di Jakarta. Desain penelitian menggunakan cross sectional n= 264 perawat pelaksana . Hasil didapatkan ada hubungan antara implementasi manajemen penjadwalan dinas, fungsi perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengendalian terhadap kepuasan di RSUP Fatmawati dan RSPAD Gatot Soebroto p = 0,001 ndash;0,031; r = 0,192 ndash;0,453 . Namun, temuan di RSUD Tarakan hanya terdapat hubungan antara antara implementasi manajemen penjadwalan dinas, pengarahan, pengendalian terhadap kepuasan perawat p = 0,008 ndash;0,040; r = 0,349 ndash;0,440 . Faktor paling dominan yang mempengaruhi kepuasan perawat adalah fungsi pengorganisasian dan fungsi pengendalian penjadwalan dinas di RSUP Fatmawati, di RSPAD Gatot Soebroto, dan di RSUD Tarakan.

ABSTRACT
This study aims to identify the relationship between implementation of management of nurse scheduling with job satisfaction several hospitals in Jakarta. This study design was cross sectional n 264 nurses . The results of this study showed relationship between implementation of management of nurse scheduling, function of planning, organizing, staffing, directing, controling with job satisfaction in RSUP Fatmawati and RSPAD Gatot Soebroto p 0,001 ndash 0,031 r 0,192 ndash 0,453 . However, findings in RSUD Tarakan there was a relationship between implementation of management of nurse scheduling, function of directing, controlling with nurse satisfaction 0,008 ndash 0,040 r 0,349 ndash 0,440 . The most influential factor of nurse job satisfaction was the function of organizing and controling of nurse scheduling in RSUP Fatmawati, RSPAD Gatot Soebroto, and RSUD Tarakan"
2017
T48154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>