Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138220 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Aziz Wahyudin
"SOL Intrakranial menjadi salah satu masalah kesehatan pada bagian kepala (otak) yang dapat menyebabkan kematian, disfungsi neurologis, dan disabilitas.  Salah satu masalah yang dialami pasien SOL intracranial adalah gangguan menelan akibat dampak dari disfungsi neurologis. Pengkajian fungsi menelan menjadi hal yang penting pada pasien dengan gangguan neurologis untuk menghindari dampak lebih lanjut seperti risiko aspirasi dan penurunan asupan nutrisi. Karya Ilmiah Akhir Ners ini berbentuk studi kasus, bertujuan untuk menyajikan hasil analisis penerapan asuhan keperawatan pada pasien SOL Intrakranial dengan menerapkan skrining menelan. Adapun penerapan skrining yang direkomendasikan berdasar pada kajian praktik berbasis bukti meliputi penggunaan bedside swallowing screen yang diantaranya adalah the Massey Bedside Swallowing Screen  (MBSS) dengan spesifitas dan sensitivitas 100% dan The Royal Adelaide Prognostic Index Dhysphagia Stroke (RAPIDS) dengan spesifitas 92% dan sensisitivitas 90% diharapkan dapat diaplikasikan oleh perawat neuroscience khususnya pada pasien yang diduga mengalami masalah gangguan menelan. Hasil penerapan skrining menelan pada kasus ini didapatkan pasien mengalami gangguan menelan (dispagia). Setelah mendapatkan hasil skrining yang sesuai, perawat dapat melaporkan hasil temuannya dengan melakukan intervensi kolaborasi dengan ahli patologi bicara, dokter, serta ahli gizi untuk melakukan intervensi lanjutan yang sesuai.


Intracranial SOL is a health problem in the brain that can cause death, neurological dysfunction, and disability. One of the problems experienced by intracranial SOL patients is swallowing problems due to neurological dysfunction. Assessment of swallowing function is important in patients with neurological disorders to avoid further effects such as the risk of aspiration and decreased nutritional intake. This case study aims to present the results of an analysis of the implementation of nursing care to Intracranial SOL patients by applying swallowing screening. The recommended screening application is based on evidence-based practice studies including the use of bedside swallowing screens, which include the Massey Bedside Swallowing Screen (MBSS) with 100% specificity and sensitivity and The Royal Adelaide Prognostic Index Dhysphagia Stroke (RAPIDS) with 92% specificity and sensitivity 90% is expected to be applied by neuroscience nurses, especially in patients who are suspected of having swallowing problems. The results showed that the patient experienced swallowing disorders (dyspagia). After obtaining the appropriate screening results, nurses can report their findings by conducting collaborative interventions with pathologists, physicians, and nutritionists to carry out appropriate follow-up interventions. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Rose Fransisca Karma
"Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh pecahnya aneurisma yang mengakibatkan darah terserap masuk ke rongga parenkim otak, dan juga mengganggu sirkulasi cairan serebrospinal. Aneurisma otak sendiri biasanya berada pada sirkulus wilisi yang merupakan suatu lingkaran anastomosis berbentuk cincin yang berfungsi untuk mendistribusikan darah ke kedua hemisfer serebral. SAH memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kematian yang tinggi erat kaitannya dengan peningkatan tekanan intrakranial. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan intrakranial salah satunya dengan elevasi kepala 30º. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien perdarahan subarakhnoid dengan penerapan intervensi elevasi kepala 30°. Hasil intervensi menunjukkan elevasi kepala 30° terbukti efektif untuk mengurangi risiko peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya meningkatkan venous return pada pasien stroke.

Subarachnoid hemorrhage (SAH) is generally caused by rupture of an aneurysm which causes blood to be absorbed into the brain parenchymal cavity, and also interferes with the circulation of cerebrospinal fluid. Brain aneurysms themselves are usually located in the circle of Willis which is a ring-shaped anastomotic circle that serves to distribute blood to both cerebral hemispheres. SAH has a high rate of morbidity and mortality. A high mortality rate is closely related to increased intracranial pressure. One of the efforts that can be done to reduce intracranial pressure is with a head elevation of 30º. The purpose of writing this final scientific paper for nurses is to describe nursing care for patients with subarachnoid hemorrhage with the application of a 30° head elevation intervention. The results of the intervention showed that 30° head elevation was effective in reducing the risk of increased intracranial pressure as an effort to increase venous return in stroke patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Lufiyani
"Kejadian disfagia ditemukan lebih dari 50 persen pada pasien stroke di fase akut. Penangan disfagia sering kali tertunda dan berdampak pada ketidakadekuatan pemenuhan kebutuhan dasar seperti dehidrasi bahkan malnutrisi. Selain itu, Pasien stroke dengan disfagia rentan mengalami pneumonitis aspirasi. Sehingga penganan yang cepat difase akut sangat dibutuhkan. Tujuan dari karya tulis ini untuk menganalisis pemberian latihan menelan dengan metode sucking lollipop. Metode yang dilakukan diawali dengan skrining disfagia menggunakan format Massey Bedside Swallowing Screen (MBS) dan penentuan derajat keparahan disfagia dengan The Dysphagia Outcome and Severity Scale (DOSS). Kemudian dilakukan latihan menelan sebanyak sehari satu kali sebelum makan siang dengan durasi 10 menit. Selama tiga hari berturut-turut dilakukan penilaian kekuatan sucking lollipop dengan format Candy Sucking Test (CST). Hasil studi kasus ini ditemukan adanya peningkatan fungsi oral yaitu pergerakan lidah. Penilaian pada hari keempat MBS negatif dan DOSS menjadi normal diet skala 7. Selain itu, tidak terdapat aspirasi saat dilakukan pemberian makan secara bertahap dan pernyataan secara verbal makanan yang tersangkut di tenggorokan, serta tidak ditemukan demam. Untuk itu, pemberian lollipop mampu menjadi salah satu intervensi yang dapat perawat gunakan untuk mempercepat pengembalian kemampuan menelan pada pasien stroke di fase akut.

The incidence of dysphagia is found to be more than 50 percent in stroke patients in the acute phase. Handlers of dysphagia are often delayed and have an impact on the inability to fulfill basic needs such as dehydration and even malnutrition. In addition, stroke patients with susceptible dysphagia experienced aspiration pneumonitis. So fast-paced acute feeding is needed. The purpose of this paper is to analyse the giving of exercises swallowing with the method of sucking lollipop. The methods initiated by screening were dysphagia using the Massey Bedside Swallowing Screen (MBS) and determining the severity of dysphagia with The dysphagia Outcome and Severity Scale (DOSS). Then, practice swallowing as much as a day once before lunch with a duration of 10 minutes. For three consecutive days conducted an assessment of the power sucking lollipop in the format of Candy Sucking Test (CST). The results of this case study found that an increase in oral function was tongue movement. Assessment on the fourth day of MBS is negative and DOSS become a normal diet scale 7. In addition, there are no aspiration during gradual feeding and verbal statements of food stuck in the throat, and no fever is found. For that, giving Lollipop is capable of being one of the interventions that nurses can use to accelerate the return of swallowing ability in stroke patients in the acute phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnesia Dinda Asyla
"ix ABSTRAK Nama : Agnesia Dinda Asyla Program Studi : Profesi Ners Ilmu Keperawatan Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Iskemik dengan Gangguan Menelan Melalui Penerapan Teknik Shaker Exercise Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Menelan. Disfagia adalah gangguan menelan yang merupakan salah satu prognosis yang buruk pada pasien stroke. Insiden terjadinya gangguan menelan sebanyak 34-80% dan dampak yang umum ditemukan setelah terjadinya stroke. Penanganan gangguan menelan yang tertunda akan berpengaruh pada pemunuhan kebutuhan dasar seperti dehidrasi, malnutrisi dan meningkatkan risiko aspirasi. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menganalisis pemberian intervensi teknik shaker exercise untuk meningkatkan kekuatan otot menelan. Teknik shaker exercise merupakan terapi menelan yang meningkatkan kekuatan otot menelan sehingga meningkatkan fungsi menelan. Pengkajian gangguan menelan dilakukan dengan The Gugging Screening Scale (GUSS). Intervensi yang dilakukan adalah latihan dengan teknik shaker exercise sebanyak 3 kali dalam satu hari. Hasil evaluasi menunjukan adanya peningkatan fungsi menelan yang dinilai dengan Tes GUSS (Gugging Screening Scale). Skor GUSS sebelum intervensi adalah 7 yang menandakan disfagia berat dan skor GUSS setelah intervensi adalah 15 yang menandakan disfagia ringan dan kekuatan otot menelan pasien semakin baik. Berdasarkan hal tersebut terjadi perubahan yang signifikan terhadap kekuatan otot menelan pasien. Oleh karena itu, teknik shaker exercise dapat menjadi salah satu intervensi yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kekuatan otot menelan pada pasien stroke.

Dysphagia is a swallowing disorder which is one of the poor prognoses in stroke patients. The incidence of swallowing disorders is 34-80% and the effects are commonly found after a stroke. Delayed treatment of swallowing disorders will affect the fulfillment of basic needs such as dehydration, malnutrition and increase the risk of aspiration. The aim of this scientific work is to analyze the provision of shaker exercise technique intervention to increase swallowing muscle strength. The shaker exercise technique is a swallowing therapy that increases swallowing muscle strength thereby improving swallowing function. Swallowing disorders are assessed using The Gugging Screening Scale (GUSS). The intervention carried out was training using the shaker exercise technique 3 times a day. The evaluation results showed an improvement in swallowing function as assessed by the GUSS Test (Gugging Screening Scale). The GUSS score before the intervention was 7 which indicated severe dysphagia and the GUSS score after the intervention was 15 which indicated slight dysphagia and the patient's swallowing muscle strength was getting better. Based on this, there was a significant change in the patient's swallowing muscle strength. Therefore, the shaker exercise technique can be one of the interventions carried out by nurses to increase swallowing muscle strength in stroke patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Zainal Irvan
"Meningitis criptococus yang disebabkan oleh infeksi jamur Cryptococcus neoformans tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di antara klien dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun khususnya di negara berkembang. Meningitis criptococus merupakan infeksi jamur yang paling umum dari sistem saraf pusat dan menjadi infeksi oportunistik yang serius pada klien dengan HIV/AIDS lanjut. Masalah keperawatan yang sering muncul adalah perubahan kesadaran akibat penurunan perfusi jaringan cerebral karena inflamasi dan peningktan tekanan intrkranial. Intervensi keperawatan mandiri yang dapat diberikan adalah dengan memberikan posisi elevasi kepala 30o, posisi ini dapat memfasilitasi aliran darah vena sehingga dapat mempertahankan oksigen otak dan mepertahankan tekanan intrkranial yag berdampak pada perfusi jaringan serebral yang adekuat. Hasil intervensi posisi elevasi kepala 30o pada klien meningit criptococus dengan HIV AIDS dapat mengurangi tingkat kegelisahan klien. Hasil ini menunjukan bahwa posisi elevasi kepala 30o dapat meningkatkan perfusi jaringan otak tetapi harus diberikan bersamaan dengan tindakan kolaboratif lainnya. Perawat juga perlu memperhatikan kontraindikasi ketika memberikan posisi elevasi 30o


Cryptococcal meningitis caused by fungal infections of Cryptococcus neoformans remains a major cause of morbidity and death among patients with a decreased immune system especially in developing countries. Cryptococcal meningitis is the most common fungal infection of the central nervous system and becomes a serious opportunistic infection in patients with advanced HIV/AIDS. Nursing problems that often arise are changes in consciousness due to decreased perfusion of cerebral tissue due to inflammation and increased intranranial pressure. The mandatory obedient intervention that can be given is by giving a head elevation position of 30o, this position can facilitate venous blood flow so that it can maintain brain oxygen and maintain intracranial pressure which impacts on perfusion of adequate cerebral tissue. The results of the intervention position of the head elevation of 30 degrees in patients with cryptococcal mening with HIV AIDS can reduce the level of client anxiety. These results indicate that a 30 degree head elevation position can improve brain tissue perfusion but should be given in conjunction with a collaborative medication. Nurses need to pay attention to contraindications when giving an elevation position of 30 degrees

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wilujeng
"Tekanan tinggi intrakranial (TTIK) merupakan salah satu penentu prognosis pada pasien dengan kasus pada sistem neurologi seperti stroke dan trauma kepala karena dapat menyebabkan morbiditas atau bahkan mortalitas pada pasien. Pengetahuan yang cukup pada perawat akan berhubungan dengan kualitas dan keamanan intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat RS Pusat Otak Nasional tentang penanganan pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode penelitian cross-sectional pada 73 perawat di ruang Critical Care Unit (CCU), High Care Unit (HCU), dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) IGD RS Pusat Otak Nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 75, 34% responden yang diteliti memiliki pengetahuan cukup tentang penanganan pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya dengan topik pengetahuan perawat atau penelitian dengan topik tekanan tinggi intracranial dan agar dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan perawat.

Increased intracranial pressure is one factor that can show patient prognosis in neurologic cases like stroke and brain injury because it can cause morbidity and mortality in patient. Good knowledge in nurses will influence quality and safety of nursing intervention to people with increased intracranial pressure. The purpose of this research is to know knowledge of nurse in RS Pusat Otak Nasional about treatment of increased intracranial pressure. This research design is descriptive with cross - sectional method and the respondents in this research are 73 nurses from Critical Care Unit (CCU) Room, High Care Unit (HCU) Room, and Emergency Room. The result of this research shows that 75,34% respondents has enough knowledge about patient treatment with increased intracranial pressure. This research expected can be resource for another research with topic nurse's knowledge or another research with topic increased intracranial pressure and to become one of information sources for hospitals to increase knowledge for nurses in their hospital.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S70191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Aurelya Artha Mevia
"Limfoma merupakan jenis keganasan jaringan limfoid sebagai bentuk tumor padat pada jaringan limfoid yang dapat menyebar secara metastasis ke organ lain dan menyebabkan sebuah lesi yang menempati ruang (Space Occupying Lesion/SOL). Lesi yang timbul pada tulang belakang dapat menimbulkan masalah nyeri dan neurologis akibat kompresi saraf tulang belakang. Manifestasi yang timbul tergantung pada tempat kompresi tumor di saraf tulang belakang. Hasil penelitian menunjukan bahwa asal tumor tulang belakang yang paling umum adalah limfoma sebanyak 7,4% dari keseluruhan kasus tumor metastasis ke tulang belakang. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ners ini adalah untuk menganalisis pemberian asuhan keperawatan kolaborasi pemberian terapi Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dengan kombinasi teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri, masase abdomen dan pemberian minum air putih hangat sebagai manajemen konstipasi, dan latihan rentang gerak aktif-pasif pada pasien tirah baring. Hasil dari karya ilmiah ini menunjukan keefektifan pemberian OAINS dengan kombinasi teknik relaksasi napas dalam dalam penurunan skala nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Pemberian masase abdomen dan minum air hangat sebagai manajemen konstipasi dapat merangsang peristaltik usus. Latihan rentang gerak aktif-pasif pada pasien dengan tirah baring dapat memelihara tonus otot dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien serta caregiver. Kata kunci: Lesi, Limfoma, Metastasis, Sumsum Tulang Belakang

Lymphoma is a type of lymphoid tissue malignancy as a form of solid tumor in lymphoid tissue that can spread metastases to other organs and cause a space-occupying lesion (SOL). Lesions that arise in the spine can cause pain and neurological problems due to spinal nerve compression. Manifestations that arise depending on the site of compression of the tumor in the spinal cord. The results showed that the most common origin of spinal tumors was lymphoma as much as 7.4% of all cases of tumor metastases to the spine. The purpose of writing this final scientific paper for nurses is to analyze the provision of collaborative nursing care in the provision of Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) therapy with a combination of deep breathing relaxation techniques to treat pain, abdominal massage, and drinking warm water as management of constipation, and range of motion exercises. active-passive in bed rest patients. The results of this scientific work show the effectiveness of administering NSAIDs with a combination of deep breathing relaxation techniques in reducing pain scale using the Numeric Rating Scale (NRS). Giving abdominal massage and drinking warm water as management of constipation can stimulate intestinal peristalsis. Active-passive range of motion exercises in patients on bed rest can maintain muscle tone and can be done independently by the patient and the caregiver."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurkholifah
"Mayoritas masalah utama pada ibu hamil yang terjadi di periode intranatal ialah nyeri. Nyeri meningkatkan rasa ketidaknyamanan Ibu selama periode intranatal. Nyeri dapat ditangani dengan metode farmakologi dan nonfarmakologi namun penggunaan metode farmakologi pada Ibu hamil tidak terlalu dianjurkan. Sehingga, metode nonfarmakologi menjadi pilihan pertama dan utama. Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis intervensi keperawatan TikTok sebagai media distraksi pada kasus nyeri persalinan pada kala I. Metode yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini ialah studi kasus. Hasil evaluasi intervensi distraksi nyeri menggunakan TikTok yang dilakukan pada Ibu bersalin kala I usia 27 tahun yang tinggal di Indonesia menunjukan TikTok meningkatkan relaksasi, membuat lupa terhadap nyeri, dan menurunkan skala nyeri. TikTok efektif digunakan sebagai salah satu media yang dapat digunakan untuk distraksi nyeri dan meningkatkan rasa rileks. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan TikTok sebagai salah satu media intervensi yang dapat digunakan oleh perawat maternitas sebagai distraksi nyeri persalinan kala I. 

Analysis of Nursing Care in First Stage of Labour Pain Patients with the Application of Distraction Using Tiktok. The major problems in pregnant women that occur in the labor and birth period are pain. Pain increases the discomfort of the mother during the labor and birth period. Pain can be treated with pharmacological and non-pharmacological methods but the use of pharmacological methods in pregnant women is not very recommended. Thus, non-pharmacological methods are the first and foremost choice. This scientific paper aims to analyze nursing interventions use TikTok as a media distraction in the case of labor pain in the first stage. The method used in this scientific paper is a case study. The results of the evaluation of pain distraction interventions using TikTok conducted on a woman 27 years old in first stage of labor and birth who live in Indonesia show TikTok increases relaxation, makes forget about pain, and reduces pain scale. TikTok is effectively used as one of the media that can be used to distract pain and increase relaxation. Therefore, the authors recommend TikTok as one of the media interventions that can be used by maternity nurses as a distraction of labor pain in the first stage."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sasmiyati
"Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium Tetani. Penyakit ini disebabkan oleh pelepasan eksotoksin dari bakteri clostridium tetani dimana bakteri ini bersifat anaerob obligat. Pelepasan eksotoksin ini dapat menghasilkan toksin tetanus yang dapat mengakibatkan kekakuan otot dan spasme. Pada spasme pada otot pernafasan pada pasien dengan tetanus bisa membuat hipersaliva karena pergerakan yang tidak terkontrol pada otot-otot wajah dan mulut dapat merangsang produksi air liur yang berlebihan. Hal ini terjadi karena spasme yang intens pada otot-otot wajah dan leher dapat meningkatkan aktivitas kelenjar ludah, menyebabkan produksi saliva yang berlebihan. Sedangkan pada spasme laring dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran napas akut hingga menyebabkan gagal napas yang akhirnya memerlukan alat bantu nafas yaitu pemasangan endotracheal tube yang kemudian akan dihubungkan dengan ventilator. Pada laporan kasusini penulis menjabarkan pasien dengan jenis kelamin laki - laki datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Universitas Indonesia (IGD RS UI) dengan keluhan sulit membuka mulut dan menelan. Pasien telah terdiagnosa trismus, disfagia, opistotonus ec tetanus generalisata moderate (Ablett 2, Dakar 1, Philip 14). Pada akhirnya pasien dilakukan intubasi sehingga diperlukan ventilator mekanik dan merupakan perawatan hari ke 18. Selain itu pasien juga dilakukan debridement. Setelah dilakukan tindakan tersebut, pasien di rawat di ruang Intensive Care unit (ICU). Pasien yang terpasang endotracheal tube dapat menyebabkan hipersektrsesi dan hiversaliva dan mencegah terjadinya Ventilator Assosiated Pnemonia (VAP) perlu di lakukan suction berkala yang tujuannya untuk menjaga patensi jalan nafas. Dengan suction berkala dapat meningkatkan nilai kadar saturasi oksigen.

Tetanus is a disease caused by infection with the bacteria Clostridium Tetani. This disease is caused by the release of exotoxin from the bacteria Clostridium tetani, where this bacteria is an obligate anaerobe. The release of this exotoxin can produce tetanus toxin which can cause muscle stiffness and spasms. Spasms in the respiratory muscles in patients with tetanus can cause hypersaliva because uncontrolled movements of the facial and mouth muscles can stimulate excessive saliva production. This occurs because intense spasm of the facial and neck muscles can increase the activity of the salivary glands, causing excessive saliva production. Meanwhile, laryngeal spasm can result in acute airway obstruction, causing respiratory failure which ultimately requires breathing aids, namely the installation of an endotracheal tube which will then be connected to a ventilator. In this case report, the author describes a male patient who came to the Emergency Room at the University of Indonesia Hospital (IGD RS UI) with complaints of difficulty opening his mouth and swallowing. The patient was diagnosed with trismus, dysphagia, moderate generalized opisthotonus and tetanus (Ablett 2, Dakar 1, Philip 14). In the end, the patient was intubated so a mechanical ventilator was needed and this was the 18th day of treatment. Apart from that, the patient also underwent debridement. After this action was carried out, the patient was treated in the Intensive Care Unit (ICU). Patients who have an endotracheal tube installed can cause hypersecretion and hiversaliva and to prevent the occurrence of Ventilator Associated Pnemonia (VAP) they need to carry out periodic suction with the aim of maintaining airway patency. Regular suction can increase oxygen saturation levels.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Sintiawati
"Halusinasi merupakan persepsi sensori palsu yang tidak terkait dengan rangsangan eksternal yang nyata, dapat melibatkan salah satu dari panca indera. Karya ilmiah akhir Ners ini bertujuan untuk memberikan analisis asuhan keperawatan Tn. F dengan halusinasi pendengaran. Proses keperawatan yang dilakukan berdasarkan standar asuhan keperawatan generalis (Ners) yaitu mengidentifikasi halusinasi, melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas, dan patuh minum obat. Tindakan keperawatan yang dilakukan dan paling efektif digunakan yaitu menghardik. Menghardik halusinasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah analisa kasus. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa klien mengalami penurunan halusinasi dari skor 10 menjadi 7. Penelitian ini merekomendasikan untuk melibatkan keluarga sebagai faktor yang memengaruhi dan mendukung dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik. Selain itu, peneletian ini juga merekomendasikan perawat jiwa untuk membentuk layanan konsultasi secara daring pada masa pandemi ini.

Hallucinations are false sensory perceptions that are not associated with real external stimuli, can involve one of the five senses. The final scientific work of Ners aims to provide a nursing analysis of Mr. F with hallucinations of hearing. The nursing process, based on the generalist nursing care standards are identify hallucinations, train clients to control hallucinations by rebuking, talk to someone, doing activities, and taking medication. The most effective nursing actions used by the client are rebuke. Rebuke hallucinations is an effort made to control oneself against hallucinations by rejecting hallucinations that arise. The method used in this scientific work is case analysis. The results showed that the client experienced a decrease in hallucinations  from a score of  10 to 7.  The recommendations of this research, involving the family as an influencing and supportive factor in controlling hallucinations with rebuke. In addition, this research also recommends mental nurses to establish online consulting services during this pandemic."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>