Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148991 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krisma Perdana Harja
"Nyeri merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami populasi geriatri di dunia dan menimbulkan penurunan kualitas hidup, fungsionalitas, serta beban sosioekonomi yang besar. Polifarmasi, tingginya angka kejadian demensia dan gangguan kognitif lain, serta meningkatnya sensitivitas terhadap obat analgesi menyebabkan rentannya populasi geriatri mendapatkan penanganan nyeri yang tidak adekuat. Penanganan nyeri yang tidak adekuat ini disertai berbagai perubahan fisiologis pada populasi geriatri meningkatkan risiko terbentuknya nyeri kronik, kerentaan, depresi dan ansietas, peningkatan morbiditas, serta penurunan kualitas hidup dan fungsionalitas. Populasi geriatri diperkirakan terus meningkat tiap tahunnya baik di Indonesia dan dunia; hal ini disertai dengan sulitnya pemberian analgesi yang adekuat menyebabkan perlunya penanganan nyeri yang efektif dan aman. Berbagai penelitian menunjukkan akupunktur dapat menurunkan nyeri pada populasi geriatri. Studi berupa telaah sistematis ini bertujuan untuk memaparkan peran akupunktur dalam menurunkan skala nyeri pada pasien geriatri dengan nyeri akut. Dilakukan pencarian literatur secara sistematis pada sumber data Google Scholar dan PubMed menggunakan kata kunci acupuncture, manual acupuncture, electroacupuncture, laserpuncture, laser acupuncture, ear acupuncture, battlefield acupuncture, pain, dan acute pain. Setelah studi yang didapatkan disingkirkan duplikasinya serta dipilah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan tujuh studi yang digunakan dalam pembahasan; dengan skala nyeri yang digunakan mencakup Visual Analog Scale (VAS), Numeric Rating Scale (NRS), McGill Pain Questionnaire (MPQ), dan Brief Pain Inventory (BPI). Dilakukan penilaian kualitas studi menggunakan Cochrane Risk of Bias Tool ver. 2, dan metode Grading of Recommendations, Assessment, Development, and Evaluations (GRADE) dan didapatkan secara umum studi yang didapatkan memiliki kualitas yang baik. Berdasarkan hasil dari ketujuh studi tersebut didapatkan bahwa pemberian akupunktur dapat menimbulkan penurunan skala nyeri VAS, NRS, MPQ, dan BPI yang signifikan baik secara statistik maupun klinis. Selain itu, didapatkan pula akupunktur dapat menurunkan kebutuhan obat-obat analgesi terutama opioid, serta aman untuk digunakan pada pasien geriatri dengan nyeri akut.

Pain is one of the problems commonly found in geriatric population in the world; pain caused reduction in quality of life and functionality, and increase in socioeconomic burden. Polypharmacy, increase in dementia and other cognitive impairments, and increased sensitivity to analgesics side effects made the geriatric population vulnerable to inadequate analgesia. Inadequate analgesia coupled with various physiological changes in geriatric population increase the risk of forming chronic pain, frailty, depression and anxiety; increase morbidity, and reduce quality of life and functionality. It is estimated that the number of geriatric population will continue to increase in the future, whether in the world or in Indonesia. With the continuously increasing population and difficulty in giving an adequate analgesia, a form of pain management that is effective and safe for geriatric patients with acute pain is required. Many studies showed that acupuncture is effective and safe in the pain management of geriatric patients. This systematic review was done in order to explain the role of acupuncture in reducing pain scale scoring in geriatric patients with acute pain. Systematic literature searching was done using the keyword acupuncture, manual acupuncture, electroacupuncture, laserpuncture, laser acupuncture, ear acupuncture, battlefield acupuncture, pain, and acute pain. with Google Scholar and PubMed as database. After eliminating duplications and applying the inclusion and exclusion criteria, seven studies was found and used for analysis. The studies used in the analysis used Visual Analog Scale (VAS), Numeric Rating Scale (NRS), McGill Pain Questionnaire (MPQ), and Brief Pain Inventory (BPI). Quality assessment of the studies used in analysis was done using Cochrane Risk of Bias Tool ver. 2 and Grading of Recommendations, Assessment, Development, and Evaluations (GRADE); it was found that overall the quality of the studies used was good. Based on the analysis acupuncture was found to reduce pain scale scoring of VAS, NRS, MPQ, and BPI significantly, whether statistically or clinically. Acupuncture was also found to reduce analgesic requirements, especially opioids, and is safe to be given in geriatric patients with acute pain."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Arlene
"Pendahuluan: Nyeri pada lansia masih merupakan tantangan yang besar bagi tenaga kesehatan. Tatalaksana nyeri akut menjadi penting karena penanganan nyeri akut yang inadekuat telah dihubungkan dengan luaran yang lebih buruk selama hospitalisasi, termasuk nyeri persisten, waktu perawatan yang lebih lama, hambatan pada terapi fisik, keterlambatan ambulasi, dan delirium. Penggunaan farmakoterapi harus lebih berhati-hati karena kelompok lansia lebih rentan terhadap efek samping dan interaksi obat, adanya polifarmasi dan komorbiditas yang lebih banyak. Akupunktur telah diketahui efektif untuk menangani berbagai macam nyeri pada geriatri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh satu sesi akupunktur dalam penurunan skala nyeri pada pasien geriatri dengan nyeri akut.
Metode: Desain studi ini adalah studi uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal. Empat puluh lansia > 60 tahun dengan nyeri yang dialami ≤ 6 bulan atau perburukan dalam ≤ 6 bulan terakhir dan NRS ≥ 4 dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: kelompok terapi standar dan kelompok kombinasi terapi standar dan akupunktur. Perlakuan akupunktur dilakukan 1 sesi pada titik Battlefield Acupuncture. Seluruh subyek tetap menerima terapi standar yang ditentukan oleh dokter penanggungjawab pasien. Penilaian skor NRS dan VAS dilakukan 30 menit, 1 jam, dan 2 jam setelah menerima perlakuan.
Hasil: Rerata penurunan skor NRS dan VAS pada kelompok yang menerima kombinasi terapi standar dan akupunktur pada ketiga waktu pengukuran lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan kelompok terapi standar (p<0,001).
Kesimpulan: Pemberian satu sesi akupunktur dapat mempengaruhi kecepatan penurunan skala nyeri pada pasien lansia dengan nyeri akut.

Introduction: Pain management in elderly still become problematic for health workers. Adequate acute pain treatment is important because ineffective management for acute pain is associated with poorer outcomes throughout hospitalization, such as persistent pain, longer hospitalization period, delayed ambulation, and delirium. The use of pharmacotherapy in this group should be more cautious because elderly is more susceptible to drug interaction and side effects, polypharmacy, and comorbidities. Acupuncture has been found to be effective and safe in treating various kinds of pain in elderly. The aim of this study was to determine the effect of one session acupuncture on pain scale reduction in geriatric with acute pain.
Methods: This was a single blinded, randomized controlled trial of 40 elders with pain experienced ≤ 6 months or worsening in the last 6 months, with NRS ≥ 4. The subjects were divided into 2 groups: the standard therapy group and the combination of standard therapy and acupuncture group. Acupuncture treatment was performed one time using Battlefield Acupuncture points. All subjects continued to receive standard therapy as determined by the doctor in charge of the patient. NRS and VAS scores were assessed 30 minutes, 1 hour, and 2 hours after receiving treatment to evaluate patient’s outcome.
Results: Both NRS and VAS scores showed significant differences between 2 groups at all measurement times (p<0,001), with the mean reduction of pain scales in the group receiving combination of standard therapy and acupuncture was better than in standard therapy group.
Conclusion: The administration of one session acupuncture can affected pain scale reduction in elderly with acute pain
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Taufik Hidayat
"Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah. NPB merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat modern. 70 - 85% populasi akan mengalami NPB pada masa kehidupan mereka. Beberapa penelitian, tinjauan sistematis dan metaanalisis menunjukkan bahwa akupunktur dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri pada NPB. Banyak metode dan teknik rangsang yang digunakan dalam akupunktur, salah satunya adalah akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Teknik akupunktur ini mempunyai kelebihan yaitu meminimalkan penggunaan jumlah jarum dan rasa tak nyaman akibat sensasi penjaruman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki terhadap skor NAS (Numeric Analog Scale) pada pasien NPB. Desain penelitian yang digunakan adalah uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini melibatkan 42 pasien NPB yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (n=21) yang dilakukan akupunktur tubuh dan kelompok perlakuan (n=21 yang dilakukan akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan skor NAS yang signifikan pada kedua kelompok setelah terapi ke-3 dan ke-6. Perubahan skor NAS setelah terapi ke-3 pada kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.319). Perubahan skor NAS setelah terapi ke-6 pada kelompok perlakuan berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.041). Kesimpulan penelitian ini adalah akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki memiliki pengaruh terhadap skor NAS secara signifikan.

Low back pain (LBP) is pain felt in the lower back area. NPB is a major health problem in modern society. 70-85% of the population will experience low back pain during their lives. Some studies, systematic reviews and meta-analyzes have shown that acupuncture can eliminate or reduce pain in LBP. Many methods and stimulation techniques used in acupuncture, one of which is wrist and ankle acupuncture. This technique has the advantage of minimizing the use of the number of needles and discomfort due to the pricking sensation.
This study aimed to determine the effect of wrist and ankle acupuncture to the NAS scores (Numeric Analog Scale) in patients with low back pain. The study design used was a single-blind randomized clinical trial with control. The study involved 42 patients with low back pain who were divided into 2 groups: control group (n = 21) were carried out body acupuncture and treatment group (n = 2) were carried out wrist and ankle acupuncture.
The results showed a decline in the NAS scores significantly in both group after the 3rd and 6th therapy. Changes in the NAS score after 3rd therapy in the treatment group was not significantly different when compared with the control group (p = 0.319). Changes in the NAS score after 6th therapy in the treatment group was significantly different when compared with the control group (p = 0.041). Conclusion of this study is wrist and ankle acupuncture have an effect on the NAS scores significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marshellia Setiawan
"Pendahuluan: Endometriosis merupakan salah satu kondisi ginekologi yang sering dijumpai. Nyeri dapat mengganggu keseharian penderita endometriosis dan menurunkan kualitas hidup. Terapi untuk nyeri endometriosis yang terdiri dari hormon, non hormon, dan pembedahan, memiliki risiko dan efek samping. Akupunktur telah terbukti mengurangi nyeri endometriosis melalui efek analgesik, menurunkan estradiol, memodulasi neurotransmiter, memperkuat sel imun, dan mengurangi inflamasi. Akupunktur tanam benang (ATB) memiliki keuntungan yaitu stimuli kontinu titik akupunktur sehingga dapat mengurangi frekuensi kunjungan ke dokter. ATB telah terbukti efektif pada berbagai penyakit, namun efek ATB pada kasus endometriosis masih jarang dipublikasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari kombinasi ATB dengan terapi standar pada endometriosis.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu uji klinis pretest-posttest satu kelompok yang dilakukan pada pasien endometriosis di unit rawat jalan RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dari bulan Desember 2023 sampai Mei 2024. Subjek penelitian adalah yang telah mengkonsumsi dienogest sebagai terapi standar untuk nyeri endometriosis selama minimal 1 bulan, namun masih mengalami nyeri dengan skor Numeric Rating Scale (NRS) ≥ 4. Subjek kemudian mendapatkan terapi ATB sebanyak satu kali, yang dikombinasikan dengan dienogest sebagai terapi standar selama 8 minggu. Luaran yang dinilai adalah intensitas nyeri dengan skor NRS, serta skor kualitas hidup dengan kuesioner Endometriosis Health Profile-30 (EHP-30). Skor dasar NRS dan EHP-30 saat subjek hanya mendapat terapi standar, dibandingkan dengan skor NRS dan EHP-30 4 dan 8 minggu setelah mendapat kombinasi ATB dengan terapi standar. Hasil: Terdapat penurunan rerata skor NRS yang signifikan dari sebelum terapi (5,25 ± 1,16) hingga 4 minggu setelah terapi (1,84 ± 2,09; p = 0,001) dan 8 minggu setelah terapi (1,47 ± 2,04; p < 0,001). Terdapat penurunan rerata skor EHP-30 yang signifikan pada subskala nyeri dari sebelum terapi (43,18 ± 23,93) hingga 4 minggu setelah terapi (25,85 ± 22,36; p = 0,039) serta subskala kontrol dan rasa tidak berdaya dari sebelum terapi (45,83 ± 30,54) hingga 4 minggu setelah terapi (25,52 ± 25,24; p = 0,035). Penurunan skor EHP-30 setelah 4 minggu terapi bermakna secara klinis pada subskala nyeri, kontrol dan rasa tidak berdaya, serta kesehatan mental; sementara setelah 8 minggu terapi bermakna secara klinis pada seluruh subskala. Kesimpulan: Kombinasi ATB dengan terapi standar dapat menurunkan intensitas nyeri endometriosis 4 minggu setelah terapi dan bertahan hingga 8 minggu; serta meningkatkan kualitas hidup penderita endometriosis pada aspek nyeri serta kontrol dan rasa tidak berdaya 4 minggu setelah terapi.

Introduction: Endometriosis is a common gynecologic condition in everyday practice. Pain in endometriosis can be disabling, thus reducing quality of life. Management strategy for pain in endometriosis includes hormones, non-hormonal therapy, and surgery; each one has its own risks and side effects. Acupuncture has been proven to be effective in reducing endometriosis-related pain through its analgesic effect, modulating estradiol and neurotransmitters, enhancing immune cells, and reducing inflammation. Thread embedding acupuncture (TEA) has advantage in term of continuous stimulation of acupuncture points, thereby reducing frequency of visits to doctor. TEA has been proven to be effective in various medical condition, but still not much explored in endometriosis publications. This study was conducted to analyze the effect of TEA combination with standard therapy on endometriosis.
Methods: This study was a one group pretest-posttest clinical trial conducted on RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo outpatient endometriosis patients from December 2023 until May 2024. Subjects included in this study had been consuming dienogest as standard therapy for endometriosis pain at least for 1 month, but still felt pain with Numeric Rating Scale (NRS) score ≥ 4. Subjects then went through TEA once, combined with dienogest as standard therapy for 8 weeks forward. Outcomes assessed were pain intensity using NRS score and quality of life score using Endometriosis Health Profile-30 (EHP-30). Baseline NRS and EHP-30 scores when subjects only received standard therapy, were compared with 4 and 8 weeks after subjects went through the combination of TEA with standard therapy.
Result: There were significant decline in mean NRS scores from baseline (5,25 ± 1,16) to 4 weeks after therapy (1,84 ± 2,09; p = 0,001) and 8 weeks after therapy (1,47 ± 2,04; p < 0,001). There were significant decline in mean EHP-30 scores on pain subscale from baseline (43,18 ± 23,93) to 4 weeks after therapy (25,85 ± 22,36; p = 0,039), control and powerlessness subscale from baseline (45,83 ± 30,54) to 4 weeks after therapy (25,52 ± 25,24; p = 0,035). EHP-30 score declines in 4 weeks after therapy were clinically meaningful on subscales : pain, control and powerlessness, mental health; 8 weeks after therapy : on all subscales. Conclusion: Combination of TEA with standard therapy could decrease endometriosis pain intensity 4 weeks after therapy and remained until 8 weeks; and could improve quality of life in pain and control & powerlessness aspects 4 weeks after therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wudjuliani Mukhta
"Kista ovarium merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada wanita pada usia reproduksi. Kista ovarium yang terus-menerus membesar  akan menimbulkan nyeri pada abdomen. Manajemen nyeri sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya nyeri secara terus menerus yang dapat berkembang menjadi nyeri kronik. Salah satu manajemen nyeri yang dapat diterapkan adalah manajemen nyeri non-farmakologis melalui pemberian latihan deep breathing. Deep breathing dilakukan 3x dalam sehari selama 5-10 menit. Penerapan deep breathing dilakukan selama empat hari perawatan. Deep breathing dilakukan dengan menghirup udara melalui hidung selama selama empat detik hingga terasa dada terisi oleh udara, tahan hingga 3-5 detik, dan hembuskan udara melalui mulut yang mengerucut  selama empat detik. Deep breathing mengontrol nyeri dengan meminimalkan aktivitas saraf simpatis sistem saraf otonom dan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi kondisi relaksasi. Setelah empat hari pemberian intervensi deep breathing, terjadi penurunan skala nyeri dari 7 menjadi 3. Penurunan skala nyeri ini ditandai dengan penurunan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Hasil laporan kasus ini menandakan bahwa pemberian deep breathing efektif dalam penurunan skala nyeri pada pasien. Deep breathing dapat dilakukan oleh pasien sebagai latihan mandiri di rumah dalam mengatasi nyeri setelah nantinya selesai perawatan di rumah sakit. Kata Kunci: deep breathing, kista ovarium, nyeri

An ovarian cyst is a benign tumor that is often found in women of reproductive age. Ovarian cysts that continue to enlarge will cause abdominal pain. Pain management is needed to prevent continuous pain that can develop into chronic pain. One of the pain management that can be applied is non-pharmacological pain management through the provision of deep breathing exercises. Deep breathing is done 3 times a day for 5-10 minutes. The application of deep breathing was carried out for four days of treatment. Deep breathing is done by inhaling air through the nose for four seconds until the chest is filled with air, hold for 3-5 seconds, and exhale through the pursed mouth for four seconds. Deep breathing controls pain by minimizing the activity of the sympathetic nerves of the autonomic nervous system and causing vasodilation of blood vessels resulting in a relaxed st ate. After four days of giving the deep breathing intervention, there was a decrease in the pain scale from 7 to 3. The decrease in the pain scale was marked by a decrease in blood pressure, pulse rate, and respiratory rate. The results of this case report indicate that giving deep breathing is effective in reducing pain scale in patients. Deep breathing can be done by the patient as an independent exercise at home in dealing with pain after finishing treatment at the hospital. Keywords: deep breathing, ovarium cyst, pain"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Kannesia Dahuri
"Pendahuluan : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah pilihan utama untuk batu ginjal yang berukuran lebih dari 2 cm. Tindakan ini dapat menimbulkan nyeri pasca operasi yang merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Prevalensi nyeri pasca PCNL di Indonesia bervariasi. Penanganan nyeri pasca operasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan efek samping yang minimal. Saat ini, metode standar dalam menangani nyeri pasca operasi yang digunakan di seluruh dunia adalah dengan penggunaan opiod. Namun penggunaan opioid memiliki banyak efek samping dan dapat mempengarui kualitas hidup pada pasien. Sehingga diperlukan tatalaksana yang aman, nyaman dan efektif dalam mengatasi nyeri pasca PCNL, salah satunya adalah dengan Elektroakupunktur telinga Battlefield Acupuncture (BFA).
Metode : Desain studi ini adalah serial kasus dengan jumlah sampel 8 pasien PCNL. Studi dilakukan dari November 2023 sampai Januari 2024. Elektroakupunktur telinga BFA dilakukan selama 30 menit pada kedua telinga, satu jam sebelum PCNL. Luaran yang dinilai adalah skor nyeri ( VAS ), kualitas hidup dengan kuesioner Short Form-36 (SF-36) ,penggunaan analgesik juga efek samping yang dialami pasien dicatat pada studi ini
Hasil : Terapi elektroakupunktur telinga BFA dapat menurunkan skala nyeri berupa Visual Analog Scale ( VAS ) pada pasien operasi PCNL batu ginjal. Pada 24 jam pasca PCNL dan EA BFA, 7 dari 8 pasien dengan presentase 87,5% pasien mengalami penurunan skor VAS dan pada 7 hari pasca PCNL dan EA BFA, ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien mengalami penurunan skor VAS. Terapi elektroakupunktur telinga BFA juga dapat meningkatkan kualitas hidup pada 7 hari pasca tindakan yang diukur dengan menggunakan short form 36 ( SF36 ) pada pasien pasca PCNL dan EA BFA. Terapi elektroakupunktur telinga BFA aman, tidak menimbulkan efek samping dan pada pasien hanya mendapatkan tambahan terapi Paracetamol 1000mg .
Kesimpulan : Terapi Elektroakupunktur BFA dapat diberikan pada pasien PCNL dengan keamanan yang terbukti baik pada ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien tidak mengalami efek samping pasca EA BFA.

Introduction : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is the main choice for kidney stones larger than 2 cm. This procedure can cause post-operative pain, which is a problem that often occurs and can affect the patient's quality of life. The prevalence of post-PCNL pain in Indonesia varies. Postoperative pain management aims to reduce or eliminate pain with minimal side effects. Currently, the standard method of treating post- operative pain used throughout the world is the use of opioids. However, the use of opioids has many side effects and can affect the patient's quality of life. So safe, comfortable and effective treatment is needed to treat post-PCNL pain, one of which is Battlefield Acupuncture (BFA) ear electroacupuncture.
Methods : The design of this study was a case series with a sample size of 8 PCNL patients. The study was conducted from November 2023 to January 2024. BFA ear electroacupuncture was performed for 30 minutes on both ears, one hour before PCNL. The outcomes assessed were pain scores (VAS), quality of life with the Short Form-36 (SF-36) questionnaire, use of analgesics as well as side effects experienced by patients recorded in this study.
Results : BFA ear electroacupuncture therapy can reduce the pain scale in the form of a Visual Analog Scale (VAS) in kidney stone PCNL surgery patients. At 24 hours after PCNL and EA BFA, 7 of 8 patients with a percentage of 87.5% of patients experienced a decrease in VAS scores and at 7 days after PCNL and EA BFA, all 8 patients with a percentage of 100% of patients experienced a decrease in VAS scores. BFA ear electroacupuncture therapy can also improve quality of life 7 days after the procedure as measured using the short form 36 (SF36) in patients after PCNL and EA BFA. BFA ear electroacupuncture therapy is safe, does not cause side effects and patients only receive additional 1000mg Paracetamol therapy.
Conclusion : BFA Electroacupuncture therapy can be given to PCNL patients with proven safety in 8 patients with a 100% percentage of patients not experiencing side effects after EA BFA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandy
"Nyeri kanker timbul pada sekitar 40% pasien kanker dan meningkat hingga 75-80% saat kankernya menyebar. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis dengan opioid dapat menimbulkan efek samping, toleransi dan adiksi, sehingga diperlukan modalitas lain dalam mengatasi nyeri kanker. Akupunktur merupakan suatu modalitas terapi yang banyak digunakan untuk membantu kondisi ini. Penelitian terhadap penggunaan akupunktur aurikular sebagai terapi untuk nyeri kanker masih sedikit, dan belum terdapat suatu tinjauan sistematis untuk menilainya. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui efektivitas akupunktur aurikular pada nyeri kanker. Tinjauan sistematis ini menggunakan daftar periksa PRISMA. Dari 3 studi yang dianalisis, semuanya menunjukkan penurunan intensitas nyeri dan terdapat luaran tambahan berupa pengurangan dosis analgesik harian, jumlah obat, dan posisi dalam WHO analgesic ladder. Kualitas studi yang dinilai dengan Cochrane Risk of Bias Tool terbaru dan GRADE mengungkapkan bahwa meski terdapat risiko bias yang digunakan pada dua studi, namun masih termasuk dalam rekomendasi Moderate, sementara studi oleh Ruela dkk (2018) mendapat rekomendasi High. Dapat disimpulkan, meskipun studi yang dianalisa masih sedikit, namun kualitasnya cukup baik dalam memaparkan efektivitas akupunktur aurikular pada nyeri kanker.

Cancer pain occurs in about 40% of cancer patients and increases to 75-80% when the cancer spreads. Pharmacological pain management with opioids can cause side effects, tolerance and addiction, so other modalities are needed in dealing with cancer pain. Acupuncture is a widely therapeutic modality to help this condition. There is little research of auricular acupuncture as a therapy for cancer pain, and there is no a systematic review to assess it. The purpose of this paper is to determine the effectiveness of auricular acupuncture on cancer pain. This systematic review uses the PRISMA checklist. Of the 3 studies analyzed, all showed a decrease in pain intensity and additional outcomes that is a reduction in the daily analgesic dose, drug amount, and position in the WHO analgesic ladder. The quality of the study assessed by Cochrane Risk of Bias Tool and GRADE revealed that although there was a risk of bias used in the two studies, it was still included in the Moderate recommendation, while the study by Ruela (2018) received a High recommendation. It can be concluded, although the studies analyzed are still few, they are of good quality in describing the effectiveness of auricular acupuncture in cancer pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Sukma Sajati
"Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan. Manajemen nyeri merupakan suatu komponen penting dari perawatan pasien, terutama dalam keadaan darurat dimana rasa sakit dapat menghambat kesempatan untuk mengobati dan mengelola kondisi yang menyebabkan rasa sakit. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk membentuk pedoman manajemen nyeri di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sehingga dapat digunakan secara efektif dan cepat guna mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sakit dan meningkatkan kualitas hidup. Dalam studi ini, Rumah Sakit Universitas Indonesia menjadi subjek evaluasi. Penelitian ini dilakukan dengan desain obeservasional menggunakan analisis deskriptif. Kesimpulan dari studi ini adalah derajat nyeri dapat dibagi secara sederhana menjadi ringan, sedang, berat. Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala assessment nyeri yaitu Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), dan Wong Baker Pain Rating Scale. Manajemen nyeri dapat dilakukan tatalaksananya sesuai dengan indikasi nyeri berdasarkan tingkat keparahannya. Manajemen nyeri yang efektif dan cepat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sakit dan meningkatkan kualitas hidup. Berdasarkan studi literatur, obat yang dapat digunakan sebagai terapi untuk kategori nyeri skala sedang yaitu terapi inhalasi (seperti nitrooksida, dan metoksifluran), asetaminofen/parasetamol, obat golongan antiinflamasi non steroid (NSAID) (seperti ibuprofen, naproxen, diklofenak, ketorolak, celecoxib dan metamizol), dan obat golongan opioid (seperti kodein dan tramadol).

Pain is an unpleasant sensory and emotional experience associated with actual, potential or perceived tissue damage in the event of damage. Pain management is an important component of patient care, especially in emergencies where pain can hinder the opportunity to treat and manage the condition causing the pain. Therefore, this study aims to establish guidelines for pain management in the Emergency Room (ER) so that they can be used effectively and quickly to reduce perceived pain, improve the function of diseased body parts and improve quality of life. In this study, the University of Indonesia Hospital was the subject of evaluation. This research was conducted with an observational design using descriptive analysis. This study concludes that the degree of pain can be simply divided into mild, moderate, and severe. There are several ways to help determine the effects of pain using pain assessment scales, namely the Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), and Wong-Baker Pain Rating Scale. Pain management can be managed according to pain indications based on the severity level. Effective and fast pain management can reduce pain, improve the function of the affected body part and improve quality of life. Based on literature studies, drugs that can be used as therapy for moderate pain are inhalation therapy (such as nitrooxide and methoxyflurane), acetaminophen/paracetamol, non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) (such as ibuprofen, naproxen, diclofenac, ketorolac, celecoxib and metamizole), and opioid class drugs (such as codeine and tramadol)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Hapindra Kasim
"Pendahuluan: Sakit gigi akut merupakan masalah yang sering terjadi pada rongga mulut. Sakit gigi bisa disebabkan karena adanya gigi impaksi, dimana gigi tidak dapat atau tidak akan dapat erupsi ke posisi sebagaimana fungsi normalnya. American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMFS) menyatakan bahwa 9 dari 10 orang memiliki setidaknya satu gigi impaksi, dengan prevalensi terbesar pada gigi molar tiga rahang bawah. Laser akupunktur merupakan modalitas akupunktur yang memiliki manfaat untuk mengurangi nyeri pasca-odontektomi molar tiga. Tujuan penelitian acak terkontrol ini adalah untuk menganalisis perbedaan kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa dalam membantu memperbaiki intensitas nyeri pasien, jarak interinsisal dan bengkak pasca-odontektomi dibandingkan dengan kelompok kombinasi sham laser akupunktur dan medikamentosa.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda, dengan sampel yang dibutuhkan adalah 57 gigi molar tiga mandibula pada subjek pria/ wanita pasca- odontektomi dan diacak menjadi 2 kelompok: (1) kombinasi laser akupunktur dengan obat standar, dan (2) kombinasi sham laser akupunktur dengan obat standar. Subjek akan menerima dua kali terapi, yaitu hari pertama dan ke-3 pasca-odontektomi. Pasien dan penilai hasil tidak mengetahui alokasi kelompok. Laser akupunktur menggunakan laserpen RJ®, program gelombang Nogier E, 4672 Hz, 785 nm, power 70 mW, dengan dosis 4 Joule pada titik akupunktur tubuh dan dosis 1 Joule pada titik telinga.
Hasil: Untuk semua variabel luaran pada hari ke-7, terdapat pengurangan intensitas nyeri pada kelompok kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sham (p<0,001). Jarak interinsisal untuk kelompok laser juga menunjukan perbaikan dibandingkan kelompok sham (p<0,001), hal yang sama untuk pengurangan dimensi bengkak yang lebih besar pada kelompok laser (p=0,003 dan p<0,001).
Kesimpulan: Kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa dapat membantu memperbaiki gejala pasca-odontektomi molar tiga mandibula, khususnya dalam hal intensitas nyeri, jarak interinsisal dan bengkak.

Introduction: Acute tootache is a problem that often occurs in the oral cavity. Toothache can be caused by an impacted tooth, where it can’t or will not erupt into its normal functional position. The American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMFS) states that 9 out of 10 people have at least one impacted tooth, with the greatest prevalence in mandibular third molars. Laser therapy is an acupuncture modality that has benefit of reducing pain after third molar extraction. The aim of this randomized controlled study was to analyze the difference between the combination of laser acupuncture with standard medication in reducing the patient's pain intensity and swelling, as well as improving the interincisal space in Post-Odontectomy Third Mandibular Molar Patients.
Method: This study was a double-blind, randomized controlled trial, with samples consisting of 57 mandibular third molars in post-odontectomy male/female subjects, which randomized into 2 groups: (1) combination of laser acupuncture with standard medications, and (2) combination sham laser acupuncture with standard medications. Subjects will receive two treatments, in the first dan third day of post-odontectomy. Patients and outcome assessors were blinded to group allocation. Laser acupuncture uses an RJ® laserpen with E-Nogier waves programs, 4672 Hz, 785 nm, 70 mW power with 4 Joules dose at the body acupuncture points and 1 Joule at the ear points. Results: For all outcome variables on 7th day, showed the reduction of pain intensity in laser acupuncture and medication combination group was greater compared to the sham (p<0.001). The interincisal space for the laser group was also greater than sham (p<0.001), as was the reduction in swelling which was greater in the laser group (p=0.003 and p<0.001).
Conclusion: The combination of laser acupuncture and medication may help improve post-odontectomy symptoms of mandibular third molars, especially in terms of pain intensity, interincisal space and swelling.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Okyno
"Latar belakang: Penilaian nyeri pada pasien-pasien UPI cukup sulit dikarenakan kendala komunikasi yang mereka dapatkan. Untuk penilaian pada pasien UPI digunakan skala evaluasi seperti Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT). Skala CPOT dikembangkan oleh Gellinas pada tahun 2006, dibuat dalam bahasa Prancis lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris dan sudah dinilai kesahihannya. Pemakaian skala CPOT di UPI RSCM bisa dilakukan, namun jika diterjemahkan akan mempermudah sosialisasi dan pemahaman dalam penilaian skala CPOT. Sebelum suatu alat ukur yang diterjemahkan dapat diterapkan pada populasi, harus dinilai kesahihannya terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah menilai kesahihan CPOT dalam penggunaannya menilai nyeri pada pasien dengan Skala Koma Glagow di bawah 14 di UPI RSCM.
Metode: Studi observasional, potong lintang dengan pengukuran berulang dilakukan terhadap pasien yang dirawat di UPI RSCM April ? Mei 2013. Kesahihan BPS dinilai dengan uji korelasi Spearman. Keandalan dinilai dengan Cronbach α dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Ketanggapan dinilai dengan Besar efek.
Hasil: Selama penelitian terkumpul 33 pasien dengan Skala Koma Glasgow di bawah 14 baik terintubasi maupun tidak di UPI RSCM. Skala CPOT memiliki kesahihan yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.145, 0.393 dan ? 0.205 untuk laju nadi, MAP dan skor Ramsay. Keandalan CPOT baik dengan ICC 0.981 (p<0.001) dan nilai Cronbach α 0.893. Ketanggapan CPOT juga baik dengan nilai Besar efek untuk penilaian pagi, siang dan malam adalah 2.11, 2.25 dan 2.33.
Kesimpulan: CPOT sahih dalam menilai nyeri untuk pasien dengan skala koma glasgow di bawah 14 di UPI RSCM.

Background: Assessment of Pain on ICU patient is difficult due to communication problems. To assess pain on ICU patient, we use behavioural scale such like Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT). The CPOT scale was developed in French language and had been translated to English with the validity being checked. Using CPOT in ICU RSCM is doable, but if the scale is translated to Indonesian language, the understanding and socialization will be much better.However this scale must be validated before it?s use in RSCM population. The aim of this study is to validate CPOT scale in its use to assess pain on patients with Glasgow Coma Scale below 14 in ICU RSCM.
Method: An Observational, cross sectional, repeated measures was done to patients hospitalized in the ICU Cipto Mangunkusumo Hospital from April to May 2013. Validation was assessed by Spearman Correlation test while reliability was analyzed using Cronbach α and intraclass correlation coefficient (ICC). Responsiveness was assessed by Effect Size
Results: A total of 33 patients with Glasgow Coma Scale below 14 either intubated or not were included in this study. The CPOT Scale has a good validation with significant correlation 0.145, 0.393 and -0.205 respectively for heart rate, MAP and Ramsay score. CPOT Scale has good reliability with ICC score 0.981 (p<0.001) and Cronbach α 0.893. Responsiveness for CPOT is also good with Effect Size on morning, afternoon and evening assessment are 2.11, 2.25 and 2.33 respectively.
Conclusion: CPOT scale is valid to assess pain on patients with Glasgow Coma Scale below 14 in ICU RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>