Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116405 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irsal Harifasyah
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah tipe penelitian cross-sectional yang bertujuan meneliti hubungan antara identifikasi dan
pelepasan moral individu. Desain penelitian ini non-eksperimental yang membandingkan karakter-karakter
dalam tokoh One Piece menjadi tiga karakter. Variabel outcome dalam penelitian ini adalah pelepasan moral
individu, sedangkan variabel predictor dalam penelitian ini adalah identifikasi. Penelitian ini juga berusaha
mencari mengungkap peran mediasi dari penilaian moral dalam hubungan antara variabel prediktor dan outcome.
Responden dalam penelitian ini dibagi secara acak ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok karakter bermoral
paling baik, kelompok karakter bermoral ambigu, dan kelompok karakter paling immoral. Sebanyak 1471
responden mengisi penelitian ini dan dianalisis. Identifikasi terbukti berkorelasi secara positif dengan pelepasan
moral individu. Dalam hasil juga terdapat bahwa penilaian moral tidak memediasi hubungan antara identifikasi
dan pelepasan moral individu.

ABSTRACT
This study is cross-sectional research aimed to investigate relationship between identification and moral
disengagement. This study is non-experimental that compares three characters that exist in the story of One
Piece. Outcome variable of these study is moral disengagement, whereas the predictor is identification. Also,
these study try to reveal the mediation model of the predictor and outcome. 1471 respondents randomly assigned
into one of three group character that based on moral continuum which are most morally, morally ambiguous,
and most immoral character. The result shows that identification positively correlate with moral disengagement,
but the mediation which explains that moral judgement mediates the relationship between identification and
moral disengagement is not significant."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haritsah Muhammadi Kusuma
"Tujuan penelitian ini adalah mencari tahu pengaruh dari jarak waktu terhadap tingkat pemberian hukuman. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti mencoba mereplikasi studi dari 2 penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Carlsmith, Darley, dan Robinson (2002) tentang motif hukuman, dan penelitian Eyal, Trope, dan Liberman (2008), tentang jarak waktu. Penelitian ini menggunakan desain Survey Eksperimen dan menggunakan modifikasi dari instrument penelitian Eyal, Trope, dan Liberman (2008).
Penelitian ini melibatkan 119 masyarakat umum, yang berdomisili di daerah Jabodetabek. Setelah data diolah dalam SPSS menggunakan metode Chi square, ditemukan bahwa hasil penelitian tidak signifikan χ 2 (1, N= 2,215, p>.01), yang berarti tidak ada hubungan antara jarak waktu dan perilaku menghukum. Hasil diduga tidak signifikan dikarenakan kegagalan instrument penelitian untuk memberikan efek jarak waktu kepada partisipan, dan kurangnya pertimbangan kepada perspektif pihak ketiga dalam pengambilan keputusan.

The purpose of this study is to find out the effect of temporal distance on the level of punishment. To achieve this goal, the researcher tried to replicate 2 previous studies, namely Carlsmith, Darley, and Robinson (2002) research on punishment motives, and Eyal, Trope, and Liberman (2008) research about time intervals. This study used an Experimental Survey design and used research instruments with modifications from the Eyal, Trope and Liberman (2008).
This study involved 119 participants from general public, who live in the Greater Jakarta area. After the data were processed in SPSS using the Chi square method, it was found that the results of the study were not significant χ2 (1, N = 2,215, p> .01), which means there is no relationship between the temporal distance and the level of punishment. The results are thought to be insignificant due to the failure of the research instrument to provide the effect of time intervals to participants, and the lack of consideration for the perspective of third parties in decision making.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Nugraha
"Memutuskan hal-hal yang benar atau salah adalah langkah paling penting dalam menentukan apakah seseorang akan terlibat dan melakukan sesuatu yang etis atau tidak etis. Ketika membuat penilaian moral, orang sering menggunakan standar sosial untuk mengurangi ambiguitas yang mereka hadapi dalam satu situasi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara konsensus sosial dan penilaian moral pada sampel karyawan di negara berkembang dan kolektif. Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional dan menggunakan kuesioner yang berisi skenario dan instrumen konsensus sosial dan penilaian moral. Menggunakan survei online, ada 324 karyawan yang terlibat dalam penelitian ini, dan hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsensus sosial dan penilaian moral. Temuan ini menggambarkan bahwa ketika karyawan membuat keputusan etis, mereka juga mempertimbangkan perspektif sosial dalam situasi dilematis. Selain itu, perspektif sosial dalam budaya kolektivis lebih cenderung lebih kuat karena individu membuat penilaian berdasarkan kesejahteraan dan minat kelompok daripada individu itu sendiri.

Deciding what is right or wrong is the most important step in determining whether someone will be involved and do something ethical or unethical. When making moral judgments, people often use social standards to reduce the ambiguity they face in one situation. This study aims to investigate the relationship between social consensus and moral judgment on a sample of employees in developing and collective countries. This research is a cross-sectional study and uses a questionnaire containing scenarios and instruments of social consensus and moral judgment. Using an online survey, there were 324 employees involved in this study, and the results of the correlation analysis showed that there was a relationship between social consensus and moral judgment. These findings illustrate that when employees make ethical decisions, they also consider social perspectives in dilemmatic situations. In addition, social perspectives in collectivist cultures are more likely to be stronger because individuals make judgments based on the welfare and interests of the group than the individual itself."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baihaqi Musyafa
"Effective altruism (Altruisme efektif) yang diusung Peter Singer dalam upayanya mewujudkan dunia yang lebih baik melalui etika terapan memang mampu menarik perhatian dan mengubah cara pandang banyak orang. Terutama mengenai prinsipnya dalam bagaimana menggunakan asas utilitarian untuk memaksimalkan kegiatan berdonasi. Semangat utilitarian yang diaplikasikan di gerakan ini adalah rasionalisasi dan kalkulasi dalam berderma. Hal ini diharapkan dapat menjadikan kegiatan donasi sebagai sesuatu yang efektif dan paling menimbulkan dampak ke orang banyak. Namun, semangat dominasi rasio dalam tindakan moral ini memunculkan anggapan bahwa ada keharusan untuk meminggirkan emosi dalam keputusan etis. Padahal emosi tidak bisa dicabut begitu saja dalam suatu keputusan moral. Seperti apa yang diargumenkan oleh Hume dan Westermarck, emosi berperan penting dalam setiap tindakan moral dan juga dibuktikan dengan adanya bias-bias yang muncul dalam kegiatan beraltruis. Meniadakan emosi ini juga mempunyai dampak lain yaitu melahirkan pandangan moralitas yang sempit. Tulisan ini akan memperlihatkan bagaimana emosi terus berperan dalam keputusan moral serta apa yang dimaksud dengan moralitas yang sempit sebagai hasil dari dominasi rasionalisasi dan kalkulasi yang berlebihan di dalam altruisme efektif.

Peter Singers effective altruism (effective Altruism) in its efforts to create a better world through applied ethics is indeed able to attract attention and change the perspective of many people. Especially regarding the principle in how to use the utilitarian principle to maximize donation activities. The utilitarian concept that is applied in this movement is the rationalization and calculation in giving. This is expected to make donation activities as something that is effective and has the most impact on the people. However, this dominance of rationality in moral action raises the assumption that there is a necessity to marginalize emotions in ethical decisions. Though emotions cannot be revoked in a moral decision. As Hume and Westermarck argue, they always present in moral decisions and is proven by the existence of biases in the activities of the altruism. Eliminating this emotion also has another effect, namely giving birth to a narrow view of morality. This paper will show how emotions continue to play a role in moral decisions and what is meant by narrow morality as a result of the dominance of rationalization and excessive calculation in effective altruism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ishaq Mahmudil Hakim
"Kecurangan merupakan fenomena negatif yang terjadi di berbagai konteks. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah kecurangan dapat dipengaruhi oleh moral disengagement dan pengaruh tersebut dapat dimoderasi oleh identitas moral. Sebanyak 213 orang mahasiswa dari 7 universitas di Indonesia mengikuti penelitian ini. Peneliti mengukur kecurangan dengan Tugas Matriks Angka yang pernah digunakan oleh banyak peneliti-peneliti lain.
Moral disengagement diukur menggunakan adaptasi dari Moral Disengagement Scale yang dirancang oleh Detert, Treviño, dan Sweitzer (2008). Identitas moral diukur dengan hasil adaptasi dari Moral Identity Questionnaire yang dikembangkan Black dan Reynolds (2016).
Penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan moral disengagement terhadap kecurangan (odds ratio = 1,111; n = 213; p > 0,05; two-tailed). Lebih lanjut, identitas moral tidak memoderasi pengaruh moral disengagement terhadap kecurangan (odds ratio = -1,140; p > 0,05; two-tailed). Elaborasi dari hasil penelitian ini dibahas di dalam diskusi.

Dishonest behavior is a negative phenomenon that occurs in various contexts. This study aims to find out whether dishonest behavior can be influenced by moral disengagement and whether that influence can be moderated by moral identity. 213 students from 7 universities in Indonesia participated in this study. Dishonest behavior was measured by the Number Matrix Task that had been used by many other researchers.
Moral disengagement was measured using adaptations from the Moral Disengagement Scale designed by Detert, Treviño, and Sweitzer (2008). Moral identity was measured by the adaptated Moral Identity Questionnaire developed by Black and Reynolds (2016).
This study found no significant effect of moral disengagement on dishonest behavior (odds ratio = 1.111; n = 213; p> 0.05; two-tailed). Furthermore, moral identity did not moderate the effect of moral disengagement on dishonest behavior (odds ratio = -1,140; p> 0.05; two-tailed). The elaboration of these results was discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Fahrima
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrina Ratri Paramita
"Gallupe dan Baron (2010) menyatakan bahwa moralitas seseorang memiliki peran dalam memprediksi terjadinya penyimpangan tingkah laku yang mengarah pada kriminalitas. Hal serupa juga dikemukakan oleh Bandura (2004) melalui teori pelepasan moral (moral disengagement) dalam fenomena radikalisme dan terorisme yang dapat dijelaskan sebagai rekonstruksi kognitif terhadap tingkah laku destruktif menjadi tingkah laku yang memiliki tujuan moral tinggi. Meskipun demikian, pelepasan moral dapat dicegah dengan memunculkan aspek-aspek kemanusiaan pada diri seseorang melalui penanaman nilai-nilai positif yang dapat membantu meningkatkan moral judgment seseorang. Meskipun demikian, remaja belum menjadi fokus dari program kontra radikalisasi di Indonesia, sehingga dirasa perlu ada program khusus bagi remaja sebagai kelompok yang rentan dipengaruhi oleh paham radikal. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan moral judgment remaja yang terkait dengan keberagaman dengan menerapkan teknik Appreciative Inquiry (Cooperrider, Whitney, & Stavros, 2003) terhadap siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di wilayah Jakarta. Melalui penerapan teknik tersebut, diperoleh peningkatan moral judgment remaja yang signifikan secara statistik dengan peningkatan rata-rata nilai sebesar 29.5% (t = -2.209, df = 23, p = .037).

Gallupe and Baron (2010) proposed that morality has a role in predicting deviation in one?s behavior leads to crime. Bandura (2004) also proposed the similar idea regarding radicalism and terrorism issues, stated that individuals experienced moral disengagement caused by cognitive reconstruction towards destructive behavior, resulting it to appear as a high morality behavior. Moral disengagement can be prevented by bringing up humanity aspects from one self through teaching positive values to develop moral judgment. Nevertheless, Indonesian adolescents? are not yet the focus for counter-radicalisation program held by the government, making it necessary to develop a program special for adolescents as a group vulnerable to radicalism. This research focus on enhancing adolescents? moral judgment regarding diversity, and appreciative Inquiry technique (Cooperrider, Whitney, & Stavros, 2003) is being used for this intervention technique targeting public high school students in Jakarta area. The application of this technique resulting in the statistically significant enhancement of adolescents? moral judgment with the average increased score 29.5% (t = -2.209, df = 23, p = .037).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Martini Puteri
"Menurut teori moral credential penghukuman terhadap pelaku pelanggaran ditentukan oleh domain pelanggaran. Penelitian ini membuktikan bahwa moral credential berupa keringanan hukuman terjadi pada kondisi pelanggaran dengan korban yang tidak terlihat jelas invisible victim dan penghukuman menguat pada pelanggaran dengan visible victim. Penelitian terdiri dari 4 studi yang melibatkan 893 partisipan dengan metode mixed methods, qual-Quant. Tiga penelitian kuantitatif dilakukan dengan population based-survey experiment yang membandingkan pelanggaran gratifikasi korban tidak terlihat jelas vs korban terlihat jelas , ngebut korban tidak terlihat jelas vs korban terlihat jelas . Prosedur partisipan diberi narasi tugas mulia Polisi/Dokter/Guru kondisi moral credential , selanjutnya ditugaskan memberikan penghukuman pidana yang tepat terhadap vignette pelanggaran menerima gratifikasi, dan memberi reaksi sosial terhadap pelanggaran ngebut. Pelanggaran di domain yang berbeda terbukti bahwa moral credential berpengaruh pada keringanan penghukuman pidana hanya pada pelanggarn dengan korban yang tidak terlihat jelas invisible victim , dan moral credential melemah pada pelanggaran dengan korban yang terlihat jelas visible victim sehingga pelaku dihukum berat. Polisi yang menerima gratifikasi dengan korban dihukum lebih berat oleh pengamat dan kelompoknya, akan tetapi secara sosial pelaku tetap dipandang sebagai orang bermoral dan profesional. Tingkat identifikasi sosial dan nilai berbuat baik tidak terkonfirmasi secara statistik, tetapi perbedaan profesi berperan sebagai moderator. Penghukuman anggota Polisi didasarkan pada mekanisme Black Sheep Effect BSE , sedangkan penghukuman kelompok Dokter menggunakan mekanisme Devil Protection Effect DPE . Kontribusi dan implikasi teori dijelaskan dalam diskusi.

According to moral credential theory, the punishment of offenders is decided by the domain of offenses. This research attempts to prove that moral credential, in the form of punishment leniency, happens in offenses with invisible victims, while stronger punishment appears in offenses with visible victims. This research consists of four studies, involving 893 participants with mixed methods qual rarr;Quan. Three quantitative research used population based-survey experiment, comparing gratification offenses invisiblet victims vs. visible victims and speeding invisiblet victims vs. visible victims . Narratives on the honorable duty of Police/Doctors/Teachers are given in participant rsquo;s procedure, followed with a task to give proper criminal punishment to the vignette of gratification offenses, and social reactions to speed violations. Offenses in the different domain proved that moral credential affected leniency in criminal punishment, only in offenses with invisible victims, while moral credential weakened in offenses with visible victims, resulting in heavier punishment for the offenders. Police who received gratifications with the victim is punished heavier by observers and his/her group. However, the offender is still seen as a moral and professional person. Social identification and meaning of good deeds are not confirmed statistically, but the different of job type consider as moderator. Punishment of Police is based on the Black Sheep Effect BSE mechanism, while the punishment of Doctors is using Devil Protection Effect DPE mechanism. Contributions and implications of the theory are explained in discussion.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2531
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edit Noorita Kusuma
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tahap perkembangan moral pada remaja yang mengikuti ajang pemilihan da'i. Penelitian ini termasuk penelitian kuantatif dengan metode non eksperimental. One Way Anova digunakan sebagai metode statistik untuk menganalisis data yang diperoleh. Pengukuran perkembangan moral dilakukan dengan alat ukur perkembangan moral Defining Issues Test (DIT).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) rata-rata perkembangan moral responden berada pada tingkat konvensional (tahap 3 dan 4), terdapat seorang responden yang berada pada tingkat pasca-konvensional (tahap 5); 2) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perkembangan moral berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

This research aims to know moral development exists in adolescence who participated in da'i election. As a quantitative research this study using non experimental method. One Way Anova was used as statistic method to analyze the data obtained. The moral development measurement was conducted with the Defining Issues Test (DIT).
Result of this study indicates: 1) generally moral development of respondent in conventional level (stage 3 and 4), there is one respondent in pasca-conventional level (stage 5) 2) there is no significant difference of moral development based on gender and level of education."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.251 9 KUS t
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ericolas Chandra
"Kurangnya pertanggungjawaban etis pada aksi robot disebabkan oleh ketidakseimbangan antara perkembangan otonomi robot dengan kemampuannya dalam membuat putusan moral. Menanggapi isu ini, skripsi ini berupaya menyediakan justifikasi pada posibilitas Agen Moral Artifisial melalui diskursus filsafat akal budi dan metaetika. Posibilitas ini tersusun atas teori komputasional sebagai pandangan ontologis, naturalisme kognitif sebagai pandangan metaetis dan Moral Turing Test sebagai pandangan epistemologis terhadap akal budi lain. Skripsi ini mengusulkan bahwa posibilitas Agen Moral Artifisial dapat tercapai bukan melalui regulasi tingkah laku, melainkan melalui radikalisasi otonomi.

Lackness of ethical responsibility upon robot’s action was caused by unbalanced developments between robot’s autonomy and its ability to generate moral judgement. Concerning to this issue, this thesis would provide a justification of the posibility of Artificial Moral Agents through the discourse of philosophy of mind and metaethics. This possibility is constituted by computational theory of mind as ontological view, cognitive naturalism as metaethical view and Moral Turing Test as epistemological view of other minds. This thesis suggests that the possibility of Artificial Moral Agents would not occur by behavioral regulation, yet by radicalization of its autonomy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>