Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Afifah Alfianti
"Candesartan cilexetil adalah obat antihipertensi antagonis reseptor angiotensin II dan memiliki kelarutan yang rendah. Di saluran usus mengalami absorpsi tidak sempurna. Dalam proses penyerapan ini, candesartan cilexetil diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu candesartan yang lebih mudah diserap saluran usus, sehingga dapat diketahui kadar candesartan cilexetil yang diserap dalam tubuh dibutuhkan candesartan sebagai standar pembanding. Penelitian ini Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode preparasi candesartan dari candesartan cilexetil, memperoleh data karakterisasi candesartan yang telah dihasilkan, dan memperoleh kadar candesartan terhidrolisis. Pembuatan candesartan dari candesartan cilexetil menggunakan proses hidrolisis dengan basa natrium hidroksida 1N dalam waktu 1 jam. Senyawa hasil hidrolisis senyawa tersebut diidentifikasi dengan spektroskopi inframerah, Spektrometri H-NMR dan titik leleh, sedangkan kadar senyawa terhidrolisis ditentukan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak asetonitril-asam asetat glasial-aquabidest dengan rasio (90:1:10), fase diam C18 dengan laju alir 0,8 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 254nm. Berdasarkan sistem kromatografi diperoleh regresi linier y= 49144x+83310 dan nilai r = 0,99924 dengan rentang konsentrasi 2-20 ppm. nilai LOD dan LOQ yang dihasilkan adalah 0,36 dan 1,21. Tingkat rata-rata yang dihasilkan adalah 87,63%.

Candesartan cilexetil is antihypertensive drug angiotensin II and has low solubility. In the intestinal tract undergo incomplete absorption. In this absorption process, candesartan cilexetil is converted into its active form, namely candesartan which is more easily absorbed by the intestinal tract, so it can be seen that the level of candesartan cilexetil absorbed in the body requires candesartan as a standard of comparison. This study aims to obtain the method of preparation of candesartan from candesartan cilexetil, obtain data on the characterization of candesartan that has been produced, and obtain the levels of hydrolyzed candesartan. Making candesartan from candesartan cilexetil using a hydrolysis process with 1N sodium hydroxide base in 1 hour. The compounds resulting from the hydrolysis of these compounds were identified by infrared spectroscopy, H-NMR spectrometry and melting point, while the levels of the hydrolyzed compounds were determined. Reverse phase high performance liquid chromatography. High performance liquid chromatography system with mobile phase acetonitrile-glacial acetic acid-aquabidest ratio (90:1:10), C18 stationary phase with flow rate 0.8 ml/min and UV detector at 254nm wavelength. Based on the chromatographic system obtained linear regression y = 49144x+83310 and the value of r = 0.99924 with a concentration range of 2-20 ppm. The resulting LOD and LOQ values ​​are 0.36 and 1.21. The resulting average rate is 87.63%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ofiati Wijaya
"Apoteker memiliki peranan penting dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan obat, antara lain di bidang pemerintahan, farmasi, rumah sakit, industri farmasi, dan distributor farmasi. Standar kompetensi merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi oleh seorang apoteker ketika memasuki dunia kerja dan menjalani praktik profesi. Standar kompetensi apoteker Indonesia terdiri dari sepuluh standar kompetensi yang menjadi acuan bagi apoteker ketika lulus dan melakukan kegiatan di tempat kerja profesi. Salah satu cara untuk memperoleh ilmu dan pengalaman untuk meningkatkan kompetensi maka dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta, Apotek Atrika, dan PT AstraZeneca Indonesia periode Februari-September 2020. Selama PKPA, mahasiswa apoteker diharapkan dapat memperoleh, pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman melakukan pekerjaan farmasi di tempat kerja profesi.

Pharmacists have an important contribution in various fields related to medicines, including in the government sector, pharmacy, hospital, pharmaceutical industry, and pharmaceutical distributors. Competency standards are an important qualification that must be filled by a pharmacist when entering the work life and undergoing professional practice. Indonesian pharmacist competency standards consist of ten competency standards that serve as a reference for pharmacists when graduating and doing activities in professional workplaces. One way to gain knowledge and experience to improve competence, the Pharmacist Professional Work Practices (PKPA) at the Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta, Apotek Atrika, and PT AstraZeneca Indonesia period February-September 2020. During PKPA, apotechary student are expected to obtain, knowledge, understanding, and experience to do pharmaceutical work in professional workplaces.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Allida Syeha
"Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Banyak pilihan yang dapat diberikan kepada pasien gagal jantung, salah satu contohnya adalah kombinasi ramipril-bisoprolol dan kandesartan-bisoprolol. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis minimalisasi biaya antara kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dan kandesartan-bisoprolol pada pasien BPJS rawat inap gagal jantung di RSJPD Harapan Kita tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif terhadap rekam medis, resep dan sistem informasi rumah sakit. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan penurunan tekanan darah sistol dan diastol yang diasumsikan sama. Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat gagal jantung, obat non-gagal jantung, rawat inap, pemeriksaan penunjang dan jasa dokter. Sampel pada penelitian ini berjumlah 65 pasien, yaitu 37 pasien terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dan 28 pasien terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol. Median total biaya pengobatan kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol Rp 7.391.584,00 lebih mahal dibandingkan dengan kelompok terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol Rp 7.061.533,00, terdapat selisih sebesar Rp 330.051,00. Analisis sensitivitas satu arah/-25 dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari evaluasi ekonomi melalui perubahan terhadap hasil penelitian. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelompok terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol lebih cost-minimal dibandingkan kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dengan efektivitas yang setara.

Heart failure is a progressive health problem with high mortality and morbidity in both developed and developing countries including Indonesia. Many options can be given to patients with heart failure, one example is a combination of ramipril bisoprolol and candesartan bisoprolol. The aim of this study was to analyze cost minimization between the combination therapy group of ramipril bisoprolol and candesartan bisoprolol in BPJS hospitalized patients with heart failure. This research was a cross sectional study with retrospective data retrieval on medical record, prescriptions, and hospital rsquo s information system. Sampling was done by total sampling. The effectiveness of treatment was measured by the decrease in systolic and diastolic blood pressure that was assumed to be the same. Cost was obtained from the median total cost of treatment, including the cost of heart failure drugs, non heart failure drugs, hospitalization, laboratorium and physician services. The sample in this study amounted to 65 patients, 37 patients from combination therapy ramipril bisoprolol and 28 patients from combination therapy candesartan bisoprolol. Based on the results of the study, the median total cost of treatment of Ramipril group Rp 7,391,584.00 was more expensive compared with the candesartan group Rp 7.061.533,00 , there was a difference of Rp 330,051.00. One way sensitivity analysis 25 was performed to determine the strength of the economic evaluation through changes to the research results. Therefore, it can be concluded that the candesartan therapy group is more cost minimal than the ramipril therapy group with equal effectiveness."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Rosalynna Stiadi
"Hipertensi dan diabetes melitus menjadi salah satu faktor risiko kejadian kardiovaskuler. Tidak terkontrolnya hipertensi dapat menyebabkan perburukan kesehatan dan ekonomi pada penderitanya. Kombinasi terapi antihipertensi dinilai adekuat untuk mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg. Obat antihipertensi golongan ACEI, ARB, dan CCB merupakan terapi yang sesuai untuk pasien dengan diabetes melitus tipe 2 dan harganya bervariasi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa golongan ARB lebih cost-effective dibandingkan yang lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas biaya dari kombinasi terapi amlodipin-kandesartan dibandingkan dengan amlodipin-ramipril pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2. Penelitian cross-sectional ini dilakukan di RSUPN dr. Cipto mangunkusumo dengan menggunakan rekam medis pasien tahun 2017-2019. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 87 pasien. Pasien dibagi menjadi dua kelompok: kelompok yang mendapat terapi amlodipin-kandesartan dan kelompok yang mendapat terapi amlodipin-ramipril. Analisis efektivitas biaya diperoleh dari perhitungan biaya medik langsung, menghitung efektivitas terapi berdasarkan jumlah pasien yang mencapai target tekanan darah <140/90 mmhg, serta menghitung nilai ACER. Kombinasi amlodipin-kandesartan memiliki efektivitas terapi 48.9%, sedangkan efektivitas terapi amlodipin-ramipril 45,2%. Nilai ACER kelompok amlodipin-kandesartan dan kelompok amlodipin-ramipril adalah Rp. 1.604.736,2 per efektivitas and Rp 1.811.278,8 per efektivitas. Dapat disimpulkan bahwa amlodipin-kandesartan lebih cost-effective dibandingkan amlodipin-ramipril.

Hypertension and diabetes mellitus are risk factors for cardiovascular events. Uncontrolled hypertension can cause health and economic burdens in patients. The combination of antihypertensive therapy is considered adequate to achieve the targeted blood pressure <140/90 mmHg. Antihypertensive drugs class such as ACEIs, ARBs, and CCBs are appropriated therapies for patients with type 2 diabetes mellitus and the price differences. Previous studies have shown that the ARBs are more cost-effective than others. The aim of this study was to analyze the cost-effectiveness of combination of amlodipine-candesartan compared to amlodipine-ramipril in hypertensive patients with type 2 diabetes mellitus. This cross-sectional study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital by using patient medical records in 2017-2019. Research subjects who met the inclusion criteria were 87 patients. Patients were divided into two groups: group receiving amlodipine-candesartan and group receiving amlodipine-ramipril. Cost effectiveness analysis obtained from the calculation of direct medical costs, calculated the effectiveness of therapy based on the number of patients who reached the target blood pressure <140/90 mmHg, and calculated the value of ACER. Amlodipine-candesartan has a therapeutic effectiveness of 48.9%, while the effectiveness of amlodipine-ramipril is 45.2%. The ACER value of the amlodipine-candesartan group and the amlodipine-ramipril group were Rp 1,604,736.2 per effectiveness and Rp 1,811,278.8per effectiveness. To conclude, amlodipine-candesartan is more cost-effective than amlodipine-ramipril."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunda Amalia
"Plastik yang terbuat dari bahan-bahan petrokimia sulit diuraikan oleh mikroba dan pada akhirnya terjadi penumpukan dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan plastik biodegradable yang mudah diuraikan. Kitosan merupakan salah satu polimer alami yang mempunyai kemampuan sebagai agen antimikroba. Dengan penambahan bahan lain seperti nanoselulosa dan agen antimikroba lain diharapkan dapat menyempurnakan sifatsifat dari kitosan tersebut. Dalam penelitian ini telah berhasil dibuat plastik film dari bahan kitosan dan nanofibril selulosa dari serat daun nanas dengan penambahan minyak kencur sebagai agen antimikroba. Nanofibril selulosa (NFS) yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari serat daun nanas dengan perlakuan kimia dan mekanik menggunakan alat Ultra Fine Grinding. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan NFS terhadap sifat mekanik, laju transmisi uap air, sifat optik dan thermal serta efek penambahan minyak kencur terhadap sifat antimikroba dari film komposit. Pengamatan TEM terhadap nanofibril selulosa (NFS) menunjukkan ukuran diameter fibril sekitar 20 nm. Penambahan NFS meningkatkan nilai kuat tarik, meningkatkan kristalinitas dan menurunkan nilai laju transmisi uap air dari film komposit kitosan. Selain itu juga dilakukan analisa XRD, UV-Vis, TGA, SEM dan FTIR terhadap film komposit. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antimikroba terhadap film komposit yang telah ditambahkan minyak kencur. Dari pengujian tersebut dihasilkan daya inhibisi pada bakteri E. coli dan S. aureus tersebut meningkat dengan penambahan minyak kencur ke dalam film komposit.

Plastics made from petrochemiccal materials are difficult to degraded by microbes and ultimately build up and pollute in the environment. Therefore, we need to developed a biodegradable plastic which is easy to degradate by nature. Chitosan is one of the natural polymer that has the ability as an antimicrobial agent. The addition other material such as nanoselulose and other antimicrobial agents, it is hoped that it can improved the properties of chitosan film. In this research, we have successfully made film plastic from chitosan and nanofibril cellulose material from pineapple leaf fibers with the addition of Kamepferian Galanga L essensial oil as an antimicrobial agent. Nanofibril cellulose (NFS) used in this study was isolated from pineapple fiber with chemical and mechanical treatments using Ultra Fine Gridning tool. This research is to study the effect of NFS addition to mechanical, optical, water vapour transmission rate, thermal properties and also the effect of Kamepferian Galanga L essensial oil to antimicrobial properties of composite film. The TEM observation of cellulosic nanofibrils (NFS) shows fibril diameter is around 20 nm. The addition of NFS increases the tensile strength, crystallinity and water vapor transmission rate of the chitosan composite film. In addition analysis of XRD, TGA, SEM and FTIR of composite films were also performed. Furthermore, the antimicrobial activity has been conduct the composite film with the addition of Kamepferian Galanga L essensial oil. From the test the inhibitory zone of E. coli and S. aureus bacteria is increased by adding Kamepferian Galanga L essensial oil into composite film."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhanda Rumana
"Natrium Karboksimetil Selulosa (NaCMC) digunakan secara luas di bidang farmasi sebagai eksipien. Serat kapuk merupakan bahan alam dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi berkisar antara 35% - 64%. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan kondisi dan metode optimum pembuatan NaCMC dari α-selulosa serat kapuk, identitas dan karakteristik NaCMC yang dihasilkan dibandingkan dengan NaCMC komersial. Alkalisasi dilakukan dengan menggunakan 25% NaOH dan 1,7% natrium tetraborat. Karboksimetilasi dioptimasi dengan variasi berat natrium monokloroasetat (NaMCA) yang digunakan dan waktu reaksi. Derajat substitusi (DS) ditentukan dengan titrasi asam basa. Produk NaCMC yang optimal dengan nilai DS 0,72 diperoleh dari reaksi karboksimetilasi dengan rasio alfa selulosa dan NaMCA 1,25 : 1. NaCMC yang diperoleh berupa serbuk halus, tidak berbau, tidak berasa, berwarna putih dan nilai pH larutan 1% nya adalah 7,14. Spektrum inframerah NaCMC memiliki kemiripan dengan NaCMC komersial. Berdasarkan perbandingan pola difraktogram dengan difraksi sinar-X sudah terlihat kemiripan antara NaCMC serat kapuk dengan standar serta menunjukkan bentuk kristal dan amorf. Secara morfologi dengan SEM (Scanning Electron Microscope) menunjukkan bentuk morfologi yang lebih pipih dan kasar daripada standar komersial. NaCMC dari alfa selulosa serat kapuk secara keseluruhan sudah mirip dengan NaCMC komersial.

Sodium carboxymethyl cellulose (Na-CMC) is commonly used an excipient on pharmaceutical product. Kapok fiber is one of natural material that contains high amount of cellulose ranges from 35% - 64%. The present research aimed to find out the optimum condition and method of NaCMC prepared from α-cellulose kapok fiber and its identity and characteristics compared to commercial NaCMC. Alkalization was carried out using 25% sodium hydroxide and 1.7% sodium tetraborate. The carboxymethylation reaction was optimized by variation of weight of sodium monochloroacetate (NaMCA) and duration of reaction. The degree of substitution (DS) was determined by acid-base titration method. The optimum NaCMC product with DS value of 0.72 was obtained from carboxymethylation reaction with sodium monochloroacetate to alpha cellulose ratio 1.25 : 1. The NaCMC was obtained in the form of fine powder, odourless, tasteless, white and the pH value of 1% solution was 7.14. The infrared spectra of NaCMC was similar to commercial reference. Based on the comparison of diffractogram by X-Ray diffraction, there was a similarity pattern between NaCMC of kapok fiber with the reference which showed crystalline and amorphous form. Morphologically by using SEM (Scanning Electron Microscope), it showed a more flat and coarser morphological shape than the commercial reference. Overall, NaCMC from kapok fiber alpha cellulose similar with the commercial NaCMC."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christye Aulia
"Penyakit inflamasi usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan penyakit peradangan yang terjadi pada kolon, penyakit ini sebaiknya diobati dengan sistem penghantaran obat tertarget pada bagian spesifik. Sistem penghantaran yang ditargetkan untuk pengobatan IBD dirancang untuk meningkatkan konsentrasi obat pada jaringan lokal. Deksametason merupakan obat yang memiliki efek anti inflamasi dan antifibrosis yang dapat digunakan untuk memperbaiki jaringan parut yang timbul pasca operasi IBD. Penelitian ini bertujuan untuk membuat beads kalsium-alginat deksametason yang hanya dilepas pada kolon. Beads dibuat menggunakan natrium-alginat yang disambung silang dengan Ca2+ melalui metode gelasi ionik, dengan perbandingan antara natrium alginat-deksametason (3:1). Konsentrasi natrium-alginat yang digunakan sebesar 3% b/v dengan varian konsentrasi CaCl2 sebagai agen sambung silang yakni 2% (formula 1), 3% (formula 2), dan 4% (formula 3). Beads yang telah dibuat akan dikarakterisasi untuk mengetahui bentuk dan morfologi beads, distribusi ukuran partikel beads, kadar air, efisiensi proses, indeks mengembang, uji kandungan obat, efisiensi penjerapan deksametason dalam beads dan evaluasi pelepasan obat secara in vitro yang kadar deksametasonnya ditetapkan secara spektrofotometri UV-Vis. Hasilnya diperoleh bentuk beads yang hampir bulat dengan kisaran ukuran antara 630 - >800 µm. Efisiensi penjerapan terbesar diperoleh dari beads formula 1 yaitu sebesar 98,14% sedangkan setelah disalut dengan eudragit® S100 menggunakan alat fluid bed dryer diperoleh beads formula 4 dengan efisiensi penjerapan sebesar 67,78%. Beads formula 1 hanya bersifat enterik dan belum mampu menahan pelepasan zat aktif hingga di pH kolon, sedangkan beads formula 4 memiliki profil pelepasan yang lebih baik karena dapat melepas zat aktif sampai di pH kolon secara bertahap dan bertahan selama 8 jam saat di pH kolon.

Inflammatory Bowel Disease (IBD) is a disease of inflammation in the colon, therefore this disease should be treated with targeted drug delivery systems on site-specific. Targeted delivery systems for the treatment of IBD is designed to increase the drug concentration in the local tissue. Dexamethasone is a drug having anti-inflammatory and antifibrosis effects which is used to repair scar tissue arising from postoperative IBD. This research purpose to create calcium-alginate beads dexamethasone to be released only in the colon. Beads were made ​​by using sodium-alginate and Ca2+ as crosslinker by ionic gelation method, with ratio between sodium alginate-dexamethasone (3:1). A concentration of solution sodium alginate 3 % b/v with variation concentration of crosslinker is 2% (formula 1), 3% (formula 2), and 4% (formula 3). Beads ​​will be characterized to determine the form and morphology of the beads, particle size distribution of the beads, moisture content, process efficiency, swelling ratio, drug content, encapsulation efficiency and drug release determined by spectrophotometry UV-Vis. The results obtained were spherical beads with a size range between 630 -> 800 μm with the greatest encapsulation efficiency obtained from the beads formula 1 with the amount of 98.14% and after coated with Eudragit® S100 using a fluid bed dryer apparatus, beads of formula 4 was obtained with an encapsulation efficiency of 67,78%. Beads formula 1 were only released in stomach pH and not able to hold up the release of the active substance in colonic pH, whereas beads of formula 4 releasing dexamethason gradually more than 8 hours in colonic pH, and has a better release profile for the active substance.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S44878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yanti Christine
"Dalam penelitian ini, dilakukan preparasi dan karakterisasi zeolit mesopori dengan bahan awal zeolit alam Lampung dengan metode tandem acid-base treatments. Zeolit alam yang umumnya merupakan material dengan ukuran mikropori dimodifikasi dengan menyatukan dua metode yang biasa dilakukan untuk mengubah ukuran mikropori zeolit menjadi zeolit hierarki, yaitu dealuminasi dan desilikasi. Proses dealuminasi diharapkan dapat meningkatkan rasio Si:Al sehingga terjadi proses pengaturan ulang dalam kerangka zeolit kemudian dilakukan proses desilikasi yang bertujuan untuk melarutkan sebagian Si dalam kerangka zeolit dan mengarahkan pembentukan mesopori dalam zeolit.
Dalam penelitian ini terjadi peningkatan luas permukaan dari yang sebelumnya 4,795 m2/g menjadi 16,855 m2/g. Zeolit yang berhasil dimodifikasi memiliki sisi aktif yang cukup besar yang dapat berperan menjadi adsorben ion logam berat Cu2+ yang lebih baik daripada zeolit tanpa modifikasi. Terlihat dari data UV-Visibel larutan Cu2+ yang tersisa hanya sebesar 176 ppm pada waktu 60 menit sementara pada waktu yang sama zeolit tanpa modifikasi menyisakan larutan Cu2+ sebesar 200 ppm.

In this research, hierarchical zeolite is prepared from natural zeolite by tandem acid-base treatments. Natural zeolite is occurred by nature to have micropore size modified with two familiar method that mostly used to change micropore size zeolite into hierarchical zeolite. They are dealumination and desilication. Extensive characterization of both natural and modified zeolite were conducted using XRD, BET, SEM-EDS, AAS. XRD Pattern of Raw Zeolite, Pre-treated Zeolite, Z-A1, Z-A2, and Z-A2-B1 shows that the process to modify this material does not change the crystallinity characteristic of this material.
In this research, surface area increase from 4,795 m2/g to16,855 m2/g. Application of these material as adsorbent of heavy metal were carried out using solution of 300 ppm Cu2+. The UV-Vis result shows the modified zeolite (c.a. 10 mg) give better performance than natural zeolite."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pingkan Lestari
"Bambu betung Dendrocalamus asper merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia yang memiliki kandungan selulosa sebesar 42,4 -53,6. Selulosa bambu betung dapat dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai turunan selulosa, salah satunya Hydroxypropyl Cellulose HPC. Tujuan penelitian ini, melakukan optimasi metode pembuatan dan karakterisasi HPC yang dimodifikasi dari alfa selulosa bambu betung. Modifikasi pembuatan HPC dari alfa selulosa bambu betung menggunakan variasi konsentrasi NaOH 25 dan 30, propilen oksida 5 ml,10 ml dan 15 ml tiap gram selulosa dan variasi suhu 60oC dan 70o. Produk HPC diidentifikasi serta dilakukan karakterisasi menggunakan spektrofotometri Inframerah, Scanning Electron Microscope SEM dan X-Ray Diffraction XRD. Diperoleh hasil HPC yang paling optimum pada kondisi reaksi dengan menggunakan NaOH 25, propilen oksida 10 pada suhu pembuatan 70oC. HPC yang paling optimum memiliki molar substitusi 3,30, dengan pH 7,49 dan spektra IR HPC bambu betung memiliki pola yang sama dengan spektra standar. Identifikasi HPC yang diperoleh yaitu terbentuknya berkabut didalam larutan pada suhu diatas 40oC. Berdasarkan perbandingan pola difraktogam dengan difraksi sinar-X sudah terlihat kemiripan antara HPC bambu betung dengan standar serta menunjukkan bentuk kristal dan amorf. Secara morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan bentuk morfologi yang lebih bulat dan kasar daripada standar HPC.

Betung bamboo Dendrocalamus asper is one of bamboo grow in Indonesia, it contain cellulose at approximately 42.4 53.6. Betung bamboo cellulose can be used to produce various cellulose derivatives and one of them is Hydroxypropyl Cellulose HPC. The present research aims to optimize production method and characterization of HPC prepared from alpha cellulose of betung bamboo. The modification of HPC were carried out using NaOH 25 and 30, propylene oxide 5 ml, 10 ml and 15 ml in each gram of cellulose and temperature variations were 60 and 70. HPC product was identified and characterized using Infrared Spectrophotometry, Scanning Electron Microscope SEM, and X Ray Diffraction XRD. The most optimum reaction condition of HPC was using NaOH 25, 10 ml propylene oxide at 70 C. The most optimum HPC had 3.2987 Molar Substitution value, with pH 7.49 and IR spectra of betung bamboo HPC had similar pattern to the reference spectra. The identification of HPC was the formation cloudy solution at a temperature above 40oC. Based on the comparison of diffractogram with X Ray diffraction, there was a similarity between HPC of betung bamboo with the standard one and it showed crystalline and amorphous form. Morphologically by using SEM Scanning Electron Microscope, it showed a more rounded and coarser morphological shape than the reference HPC.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gya Givana
"Natrium karboksimetil selulosa NaCMC merupakan salah satu turunan selulosa yang digunakan dalam berbagai sektor industri, yaitu sebagai bahan tambahan penting dan banyak digunakan dalam bidang farmasi, kosmetik, makanan, dan industri lainnya. Bambu betung memiliki kadar selulosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 42,4-53,6. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan kondisi dan metode optimum pembuatan NaCMC dari alfa selulosa bambu betung, identitas dan karakteristik NaCMC yang dihasilkan dibandingkan dengan NaCMC komersial. Mula-mula alfa selulosa hasil isolasi dialkalisasi dengan NaOH 25 mengandung sodium borate dalam isopropil alkohol selama 1 jam. Reaksi karboksimetilasi dioptimasi dengan variasi berat natrium monokloroasetat NaMCA yang digunakan dan waktu reaksi. Derajat substitusi DS ditentukan dengan titrasi asam basa. Produk NaCMC yang optimal dengan nilai DS 0,71 diperoleh dari reaksi karboksimetilasi dengan berat NaMCA 3,90 g selama 3 jam. NaCMC yang diperoleh berupa serbuk halus, tidak berbau, tidak berasa, berwarna putih dan nilai pH larutan 1 nya adalah 7,41. Spektrum inframerah NaCMC memiliki kemiripan dengan NaCMC komersial. Berdasarkan perbandingan pola difraktogram dengan difraksi sinar-X sudah terlihat kemiripan antara NaCMC bambu betung dengan standar serta menunjukkan bentuk kristal dan amorf. Secara morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan bentuk morfologi yang lebih bulat dan kasar daripada standar komersial.

Sodium Carboxymethyl Cellulose NaCMC is a cellulose derivative used in various industrial sectors as an important excipient and used in pharmacy, cosmetic, food, and other industries. Betung bamboo contains high cellulose at approximately 42.4 53.6. The present research aimed to find out the optimum condition and method of NaCMC prepared from alpha cellulose betung bamboo and its identity and characteristics compared to commercial NaCMC. Initially, alpha cellulose isolated was alkalized using NaOH 25 contained sodium borate in isopropyl alcohol for 1 hour. The carboxymethylation reaction was optimized by variation of weight of sodium monochloroacetate NaMCA and duration of reaction. The degree of substitution DS was determined by acid base titration method. The optimum NaCMC product with DS value of 0.71 was obtained from carboxymethylation reaction of 3.90 g NaMCA for 3 hours. The NaCMC was obtained in the form of fine powder, odourless, tasteless, white and the pH value of 1 solution was 7.41. The infrared spectra of NaCMC was similar to commercial reference. Based on the comparison of diffractogram by X Ray diffraction, there was a similarity pattern between NaCMC of betung bamboo with the reference which showed crystalline and amorphous form. Morphologically by using SEM Scanning Electron Microscope, it showed a more rounded and coarser morphological shape than the commercial reference.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>