Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200096 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safhira Dwidanitri
"Prevalensi diabetes melitus di Indonesia terus meningkat terutama pada kelompok usia produktif. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terbaru 2018 menunjukkan bahwa DKI Jakarta sebagai provinsi dengan prevalensi DM tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan DM Tipe 2 pada penduduk usia produktif di DKI Jakarta dengan menggunakan data Posbindu PTM tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel yang didapat yaitu 22.515 orang. Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu hingga analisis multivariat dengan uji regresi logistik prediksi model ganda. Hasil penelitian didapat ada hubungan antara usia (POR 4,16; 95% CI 3,75 - 4,62), jenis kelamin (POR 0,75; 95% CI 0,67 - 0,84), riwayat keluarga DM (POR 4,83; 95% CI 4,35 - 5,37), pendidikan (POR 1,68; 95% CI 1,51 - 1,86), obesitas (POR 0,86; 95% CI 0, 77 - 0,97), obesitas sentral (POR 1,35; 95% CI 1,2 - 1,53), hipertensi (POR 1,42; 95% CI 1,28 - 1,57), konsumsi sayur dan buah (POR 1,32; 95% CI 1,18 - 1,48), dan merokok (POR 0,57; 95% CI 0,49 - 0,67) dengan DM Tipe 2. Aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang berhubungan dengan DM Tipe 2. Riwayat keluarga DM merupakan faktor risiko dominan DM Tipe 2 pada penelitian ini. Setelah adanya penelitian diharapkan untuk orang yang memiliki risiko tinggi DM untuk rutin memeriksakan kesehatannya dan menerapkan pola hidup sehat.
The prevalence of diabetes mellitus (DM) in Indonesia continues to increase, especially in the productive age group. The latest Basic Health Research (Riskesdas) data in 2018 data shows that DKI Jakarta is the province with the highest DM prevalence. This study aims to determine the risk factors associated with Type 2 Diabetes Mellitus among the productive age population in DKI Jakarta using Posbindu PTM data in 2019. This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The number of samples obtained was 22,515 people. The analysis used in this study is until multivariate analysis with multiple logistic regression tests of predictive models. The results obtained that age (POR 4.16; 95% CI 3.75 - 4.62), sex (POR 0.75; 95% CI 0.67 - 0.84), family history of DM (POR 4, 83; 95% CI 4.35 - 5.37), education (POR 1.68; 95% CI 1.51 - 1.86), obesity (POR 0.86; 95% CI 0.77 - 0.97 ), central obesity (POR 1.35; 95% CI 1.2 - 1.53), hypertension (POR 1.42; 95% CI 1.28 - 1.57), consumption of vegetables and fruit (POR 1, 32; 95% CI 1.18 - 1.48), and smoking (POR 0.57; 95% CI 0.49 - 0.67) were significantly associated with Type 2 Diabetes Mellitus. Physical activity does not have a significant relationship with Type 2 Diabetes Mellitus. Family history of DM is the dominant risk factor for Type 2 DM in this study. After this research is expected for people who have a high risk of DM to regularly check their health and adopt a healthy lifestyle."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Randy Angianto
"Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maha Fitra Nd
"Latar belakang: Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) dan gagal jantung memiliki keterkaitan yang kuat dan luaran klinis yang satu mempengaruhi lainnya. Studi terakhir berhasil membuktikan manfaat empagliflozin, obat lini kedua pada DMT2, terhadap kardiovaskular. Mekanisme seluler yang diketahui berperan pada hewan adalah efek antifibrosis miokard, namunbelum ada studi pada manusia.Tujuan: Mengetahui efek pemberian empagliflozin terhadap fibrosis miokard pada pasien DMT2 dengan gagal jantung. Metode: Uji klinis acak tidak tersamar yang dilakukan di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dari Februari 2019 sampai Mei 2019. Pasien DMT2 dan gagal jantung diberikan empagliflozin 10 mg selama tiga bulan. Perbedaan kadar suppression of tumorigenicity-2 (ST2) serum pada kelompok kontrol dan intervensi di awal dan akhir penelitian akan dianalisis. Hasil: Terdapat 58 pasien yang menjadi subjek penelitian dan 40 (69%) pasien menyelesaikan penelitian. Terdapat perbedaan kadar ST2 yang bermakna setelah pemberian empagliflozin selama tiga bulan (median ST2 kelompok empagliflozin sebelum dan sesudah empagliflozin masing-masing 23,5(12,5 - 130,7)ng/mL dan 18,9(12,5 - 29,4) ng/mL, p=0,02). Penurunan ST2 dan persentase penurunan ST2 kelompok empagliflozin kedua kelompok tidak berbeda secara statistik (masing-masing p=0,16 dan p=0,21). Kesimpulan: Pemberian empagliflozin selama tiga bulan dapat menurunkan fibrosis miokard yang tidak terlihat pada kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan besaran penurunan fibrosis pada pemberian empagliflozin dibandingkan terapi standar.

Background: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) and heart failure have a strong relationship; one affects each other. Recent studies have proven some cardiovascular benefits of empagliflozin. Myocardial antifibrosis is proposed to be the mechanism in many animal studies, but in humans the data is lack. Objectives: To investigate the effect of empagliflozin on myocardial fibrosis in T2DM patients and heart failure. Methods: This was an open-labeled clinical trial in National Cardiovascular Center Harapan Kita, from February 2019 to May 2019. Patients with T2DM and heart failure received empagliflozin 10 mg for three months. Differences of serum suppression of tumorigenicity-2 (ST2) levels in both control and intervention groups at the beginning and end of the study were analyzed. Results: There were 58 patients enrolled in the study and total of 40 (69%) patients completed it. There were significant differences in ST2 levels after administration of empagliflozin (median for ST2 empagliflozin group before and after empagliflozin was 23.5 (12.5 - 130.7) ng / mL and 18.9 (12, 5 - 29.4) ng / mL respectively, p = 0.02). The ST2 value difference and percent different were not different (p=0,16 and p=0,21, respectively). Conclusion: Three months Empagliflozin might reduce myocard fibrosis which was not seen in control group. The total fibrosis reduction was not significantly different compared to standard therapy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Siphra
"Latar belakang: Diabetes melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi kulit kering yang berkorelasi dengan pembentukan ulkus pada pasien DM. Pemakaian pelembap sebagai bagian dari perawatan kaki dapat mencegah pembentukan ulkus. Tujuan: Mengetahui efektivitas dan keamanan pelembap yang mengandung krim urea 10% dan vaselin album untuk mengatasi kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 68 pasien DM tipe 2 dengan kulit kering pada bulan Juli-Oktober 2018. Setiap subjek penelitian mendapat terapi krim urea 10% atau vaselin album untuk masing-masing tungkai. Perbaikan kulit kering dilihat dari skor klinis specified symptom sum score (SRRC), hidrasi kulit (korneometer) dan fungsi sawar kulit (tewameter) pada minggu kedua dan keempat. Hasil: Tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara kelompok krim urea 10% dan vaselin album. Kedua pelembap ini tidak menimbulkan efek samping. Kesimpulan: Kedua jenis pelembap ini sama efektif dan dapat dipertimbangkan untuk terapi kulit kering pada pasien DM tipe 2.

Background: Diabetes mellitus (DM) could cause xerotic skin which correlates with ulcer formation in DM patients. Daily use of moisturizer as part of foot care were expected to prevent it. Objective: To asses the effectiveness and safety of moisturizers containing 10% urea cream and white petrolatum in overcoming dry skin in type 2 DM patients. Methods: A double blind randomized clinical trial was conducted on 68 diabetes patients with xerotic skin in July-October 2018. Each study subject received 10% urea cream or white petrolatum for each leg. Repair of xerotic skin assessed from the specified symptom sum score (SRRC), skin hydration (corneometer) and skin barrier function (tewameter) in the second and fourth weeks. Results: There was no significant difference in effectiveness between the two groups. Both moisturizers were well tolerated."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Husda Oktaviannoor
"Diabetes mellitus tipe 2 telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan merupakan penyebab penting dari angka kesakitan, kematian, kecacatan dan kerugian ekonomi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Provinsi DKI Jakarta termasuk sepuluh besar penyakit diabetes mellitus tertinggi secara nasional. Posbindu PTM sebagai salah satu program pemerintah dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan diabetes mellitus tipe 2 di Posbindu PTM se-Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dari data Surveilans Faktor Risiko PTM Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2017. Sampel yang dianalisis sebesar 12.775 responden dari 12.789 responden berumur ge;15 tahun. Analisis data multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda untuk menentukan model prediksi dan faktor potensial dampak yang paling dominan.
Hasil didapatkan proporsi diabetes mellitus sebesar 15,87. Multivariat didapatkan umur ge;45 tahun POR=6,32, 35-44 tahun POR=1,82, 25-34 tahun POR=0,98, jenis kelamin POR=0,63, riwayat DM keluarga POR=4,43, tidak menikah POR=0,49, cerai POR=1,58, tidak bekerja POR=1,93, IRT POR=1,84, pelajar/mahasiswa POR=0,24, kurang aktif POR=1,20, hipertensi POR=1,35, dan obesitas sentral POR=1,29. Faktor risiko yang memberikan dampak paling dominan adalah umur ge;45 tahun dan riwayat DM keluarga, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi yang memberikan dampak paling dominan adalah obesitas sentral. Model prediksi ini cukup akurat untuk memprediksi diabetes mellitus dengan batas probabilitas sebesar 18. Perlu adanya peningkatan kualitas pelaksanaan Posbindu PTM dari pemerintah serta kesadaran warga DKI Jakarta yang berumur ge;15 tahun untuk pemantauan faktor risiko serta deteksi dini PTM.

Type 2 diabetes mellitus has become a serious public health problem and is an important cause of morbidity, death, disability and economic losses worldwide including Indonesia. The province of DKI Jakarta includes the top ten of the highest diabetes mellitus nationally. Posbindu PTM as one of the government programs in conducting early detection and monitoring of NCD risk factors that are implemented in an integrated, routine, and periodic. This study aims to determine the risk factors associated with diabetes mellitus type 2 in Posbindu PTM throughout DKI Jakarta Province. This research uses cross sectional design from data of Risk Factor Surveilans of NCD Health Office of DKI Jakarta Province 2017. The analyzed sample is 12,775 respondents from 12,789 respondents aged ge 15 years old. Multivariate data analysis using multiple logistic regression test to determine prediction model and the most dominant potential impact factor.
The result obtained proportion of diabetes mellitus equal to 15,87. Multivariate was found to be ge 45 years old POR 6.32, 35 44 years POR 1.82, 25 34 years POR 0.98, sex POR 0.63, history of DM family POR 4.43, unmarried POR 0.49, divorce POR 1.58, not working POR 1.93, IRT POR 1.84, student POR 0.24, less physical activity POR 1.20, hypertension POR 1.35, and central obesity POR 1.29. Risk factors that have the most dominant impact are age ge 45 years and family DM history, while the modifiable factor that gives the most dominant impact is central obesity. This prediction model is accurate enough to predict diabetes mellitus with a probability limit of 18. It is necessary to improve the quality of Posbindu PTM implementation from the government and the awareness of Jakarta citizens aged ge 15 years for monitoring of risk factors and early detection of NCD.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyra Septi Diana
"Diabetes melitus tipe 2 meningkat pada usia 15-24 tahun akibat perubahan gaya hidup, pola makan yang cepat berkembang. Hal ini disebabkan oleh peningkatan glukosa darah akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas (International Diabetes Federation, 2023). Usia 15-24 tahun dengan diabetes tipe 2 memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi dan mempengaruhi kesehatan di usia dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2 pada kelompok usia 15-24 tahun usia 15-24 tahun di Provinsi DKI Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional menggunakan data SIPTM pada penduduk usia 15-24 tahun di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2022. Hasil: Prevalensi diabetes melitus pada usia 15-24 tahun di Provinsi DKI Jakarta tahun 2022 sebesar 2,0%. Faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 pada kelompok usia 15-24 tahun adalah riwayat keluarga DM (AOR = 8,171). Faktor-faktor terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 pada kelompok usia 15-24 tahun adalah hipertensi (AOR=5,227), konsumsi gula berlebih (AOR=1,342), merokok (AOR=1,327), indeks massa tubuh (AOR= 1,303), obesitas sentral (AOR=1,204), dan konsumsi buah dan sayur (AOR=0,854). Saran: Merencanakan program untuk meningkatkan dukungan keluarga dalam menerapkan pola hidup sehat sejak dini. Perlu memperdetail pertanyaan kuesioner pada variabel konsumsi buah dan sayur, konsumsi gula garam lemak berlebih dan aktivitas fisik. Penelitian dengan analisis lanjut diperlukan dalam penelitian ini.

Type 2 diabetes mellitus increases at the age of 15-24 years due to fast-growing changes in lifestyle and diet. This is caused by an increase in blood glucose due to a lack of insulin production by the pancreas (International Diabetes Federation, 2023). Ages 15-24 with type 2 diabetes have a higher risk of complications and affect health in adulthood. This study aims to determine the risk factors related to type 2 diabetes mellitus in the age group of 15-24 years and 15-24 years in DKI Jakarta Province. Methods: This study used a cross-sectional design using SIPTM data in the population aged 15-24 years at the DKI Jakarta Provincial Health Office in 2022. Results: The prevalence of diabetes mellitus at the age of 15-24 years in DKI Jakarta Province in 2022 was 2.0%. The most dominant risk factor for the incidence of type 2 diabetes mellitus in the age group of 15-24 years was a family history of DM (AOR = 8.171). Results: The prevalence of diabetes mellitus at the age of 15-24 years in DKI Jakarta Province in 2022 was 2.0%. The most dominant risk factor for the incidence of type 2 diabetes mellitus in the age group of 15-24 years was a family history of DM (AOR = 8.171). The factors for the incidence of type 2 diabetes mellitus in the age group of 15-24 years were hypertension (AOR=5.227), excess sugar consumption (AOR=1.342), smoking (AOR=1.327), body mass index (AOR=1.303), central obesity (AOR=1.204), and fruit and vegetable consumption (AOR=0.854). Suggestion: Plan a program to increase family support in implementing a healthy lifestyle from an early age. It is necessary to detail the questionnaire questions on the variables of fruit and vegetable consumption, sugar consumption, salt, excess fat and physical activity. Research with further analysis is needed in this study."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa Rahmatina
"Latar Belakang: Penyakit tidak menular diketahui menjadi penyebab 41 juta kematian di dunia setiap tahunnya. Diabetes merupakan satu dari empat jenis utama penyakit tidak menular di seluruh dunia. Pada tahun 2018, Kota Depok memiliki prevalensi diabetes melitus sebesar 2,17% dan menjadi kabupaten/kota dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi kedua di Jawa Barat. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada penduduk Kota Depok tahun 2023. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem Informasi Penyakit Tidak Menular (SIPTM) Kota Depok tahun 2023 dan dilakukan analisis univariat serta bivariat menggunakan uji chi-square. Variabel independen terdiri dari faktor sosiodemografis (usia, jenis kelamin, riwayat diabetes keluarga, obesitas, obesitas sentral, dan hipertensi) serta faktor perilaku (merokok, kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur buah, konsumsi alkohol, dan konsumsi gula berlebih). Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya prevalensi diabetes melitus tipe 2 sebesar 21,9% pada penduduk Kota Depok tahun 2023. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah usia > 45 tahun (POR 1,225; 95% CI: 1,197—1,254), jenis kelamin laki-laki (POR 1,379; 95% CI: 1,347— 1,411), memiliki riwayat diabetes keluarga (POR 0,297; 95% CI: 0,267—0,330), obesitas (POR 1,524; 95% CI: 1,487—1,562), obesitas sentral (POR 0,908; 95% CI: 0,886—0,930), hipertensi (POR 0,500; 95% CI: 0,488—0,511), merokok (PR 1,289; 95% CI: 1,244—1,335), kurang aktivitas fisik (POR 1,218; 95% CI: 1,189—1,247), kurang konsumsi sayur buah (POR 0,846; 95% CI: 0,812—0,881), dan konsumsi gula berlebih (POR 1,879; 95% CI: 1,828–1,932). Sedangkan, faktor konsumsi alkohol tidak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Faktor sosiodemografis dan perilaku terbukti memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk pembuatan program pencegahan dan pengendalian diabetes melitus tipe 2 sehingga dapat menurunkan prevalensi diabetes di Kota Depok.

Background: Non-communicable diseases (NCDs) are known to cause 41 million deaths globally each year. Diabetes is one of the four major types of NCDs worldwide. In 2018, the city of Depok had a diabetes mellitus prevalence of 2.17%, making it the second-highest prevalence of diabetes mellitus in West Java. Objective: To identify the factors associated with type 2 diabetes mellitus among the residents of Depok City in 2023. Methods: This study is a quantitative research with a cross-sectional study design. The data used are secondary data obtained from the Non-Communicable Disease Information System (SIPTM) of Depok City in 2023 and analyzed using univariate and bivariate analysis with the chi-square test. Independent variables include sociodemographic factors (age, gender, family history of diabetes, obesity, central obesity, and hypertension) as well as behavioral factors (smoking, lack of physical activity, insufficient consumption of vegetables and fruits, alcohol consumption, and excessive sugar consumption). Results: This study showed a prevalence of type 2 diabetes mellitus of 21.9% among the residents of Depok City in 2023. The factors associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus are age > 45 years (POR 1.225; 95% CI: 1.197—1.254), male gender (POR 1.379; 95% CI: 1.347—1.411), having a family history of diabetes (POR 0.297; 95% CI: 0.267—0.330), obesity (POR 1.524; 95% CI: 1.487—1.562), central obesity (POR 0.908; 95% CI: 0.886—0.930), hypertension (POR 0.500; 95% CI: 0.488—0.511), smoking (POR 1.289; 95% CI: 1.244—1.335), lack of physical activity (POR 1.218; 95% CI: 1.189—1.247), insufficient consumption of vegetables and fruits (PR 0.846; 95% CI: 0.812—0.881), and high sugar consumption (POR 1,879; 95% CI: 1,828–1,932. However, alcohol consumption was not proven to be associated with type 2 diabetes mellitus. Conclusion: Sociodemographic and behavioral factors are significantly associated with type 2 diabetes mellitus. This study is expected to serve as a consideration for the development of prevention and control programs for type 2 diabetes mellitus to reduce the prevalence of diabetes in Depok City.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fazlines
"Latar belakang : Peningkatan prevalensi penyakit arteri perifer (PAP) sejalan dengan peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Strategi pencegahan komplikasi salah satunya berfokus pada pengendalian faktor risiko dan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan PAP pada pasien DMT2 di tingkat layanan kesehatan primer.
Metode : Penelitian potong lintang ini melibatkan populasi DMT2 berusia 20-65 tahun yang berobat di sepuluh Puskesmas DKI Jakarta pada bulan Agustus 2020 – Juni 2021. Pasien yang dapat dilakukan pemeriksaan ABI dengan menggunakan USG doppler handheld pada salah satu atau kedua tungkai, dengan atau tanpa riwayat PAP sebelumnya, akan dimasukkan sebagai subjek penelitian dan dilakukan pencatatan data dasar usia, jenis kelamin, durasi penyakit diabetes, tekanan darah, kadar kolesterol total, K-HDL, K-LDL dan trigliserida serta riwayat merokok, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan lingkar pinggang. Dianggap PAP bila nilai ABI £0,9 atau >1,3 pada masing-masing tungkai.
Hasil : Dari 188 pasien DMT2 yang memenuhi kriteria inklusi, sebanyak 27 (14,4%) pasien mengalami komplikasi PAP dan 24 pasien diantaranya adalah perempuan. Proporsi masing-masing untuk PAP ringan, sedang dan berat adalah 56%, 18% dan 26%. Analisis bivariat menunjukkan perempuan 3-4 kali lebih berisiko mendapatkan PAP (IK 95% 1,099-13,253, p=0,024), sementara usia, durasi diabetes, dislipidemia, hipertensi, obesitas, obesitas sentral dan merokok tidak dijumpai adanya perbedaan signifikan. Namun, setelah disesuaikan dengan durasi diabetes dan merokok pada analisis regresi logistik, jenis kelamin perempuan menunjukkan hasil tidak signifikan.
Simpulan : Tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara usia ≥50 tahun, jenis kelamin perempuan, durasi diabetes ≥10 tahun, hipertensi, dislipidemia, kebiasaan merokok, obesitas dan obesitas sentral terhadap PAP pada pasien DMT2.

Background: The increasing prevalence of peripheral arterial disease (PAD) is in line with that of type 2 diabetes mellitus (T2DM). To prevent diabetes complications needs focuses on controlling risk factors and early detection. The aims of the study were to determine the prevalence and predictors of PAD in diabetic patients at the primary care setting.
Method: A cross sectional study of 188 diabetic patients aged 20-65 years old who attended ten community health centers in Jakarta from August 2020 until June 2021. Patients were performed for ABI using handheld doppler ultrasound on one or both limbs, with or without a previous history of PAD, were included. Baseline data such as age, gender, duration of diabetes, blood pressure, total cholesterol levels, c-HDL levels, c-LDL levels, triglyceride levels, smoking history, weight, height, body mass index and waist circumference were recorded. PAD was defined as the ABI value £0.9 or >1.3 in each limb.
Result: Of the 188 T2DM patients who met the inclusion criteria, 27 (14.4%) patients experienced PAD and 24 of them were female. The proportions for mild, moderate and severe PAD were 56%, 18% and 26%, respectively. Bivariate analysis showed that female were 3-4 times at risk of PAP (95% CI 1.099-13.253, p=0.024), while there were no significant differences in age, duration of diabetes, dyslipidemia, hypertension, obesity, central obesity and smoking. However, after adjusting for duration of diabetes and smoking in logistic regression analysis, female had no statistically significant.
Conclusion: No significant relationship was found among age, gender, duration of diabetes, dyslipidemia, hypertension, obesity, central obesity, smoking and PAP in T2DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thifal Kiasatina
"Prevalensi kejadian diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, terutama pada kelompok PNS/TNI/POLRI/BUMN semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan faktor risiko penyakit diabetes melitus tipe 2 pada peserta Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2017 - 2018. Data yang digunakan adalah data sekunder surveilans Posbindu PTM, jumlah sampel sebanyak 222. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional. Analisis pada data dilakukan hingga tingkat multivariat regresi logistik ganda dengan model prediksi. Hasil yang didapatkan yakni model akhir yang berhubungan signifikan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 yaitu usia (p = 0,031; POR= 6,31; 95% CI 1,18 - 33,68) dan riwayat DM keluarga (p = 0,003; POR = 25,6; 95% CI 3,02 - 217, 82). Ditemukan variabel kurang konsumsi sayur dan buah termasuk variabel confounding (p= 0,179; POR = 0249; 95% CI = 1,89). Faktor dominan yang didapatkan yakni riwayat diabetes melitus pada keluarga. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penguatan program Posbindu PTM dalam mengendalikan dan mencegah risiko diabetes melitus tipe 2 pada pegawai Kementerian Kesehatan RI.

The prevalence of type 2 diabetes mellitus in Indonesia, especially in the PNS / TNI / POLRI / BUMN groups is increasing. This study aims to determine the description and relationship of risk factors for type 2 diabetes mellitus in Posbindu PTM participants of the Ministry of Health of Indoneesia in 2017 - 2018. The data used is secondary surveillance data of Posbindu PTM, the number of samples are 222. The design study is cross-sectional study. Data was analyzing by multivariate multiple logistic regression with prediction models. Variables that was significantly associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus, there age (p = 0.031; POR = 6.31; 95% CI 1.18 - 33.68) and diabetes family history (p = 0.003; POR = 25.6; 95% CI 3.02 - 217, 82). Variables in vegetable and fruit less consumption is confounding variable (p = 0.179; POR = 0249; 95% CI = 1.89). The dominant factor is diabetes family history. This study is expected to be the basis for strengthening the Posbindu PTM program in controlling and preventing the risk of type 2 diabetes mellitus in employees of the Ministry of Health Republic of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Rangga Putera
"Sepertiga masa kehidupan perempuan berlangsung dalam periode menopause, dengan lebih dari 80 % perempuan yang melaporkan gejala klimakterik dengan berbagai keluhan dan akibat pada tingkat kualitas kehidupan. Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) menyebabkan perubahan metabolik yang dapat menyebabkan menopause dini dan memperburuk gejala klimakterik. Penelitian kami bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara gangguan tingkat kualitas hidup perempuan menopause yang mengalami DMT2, dengan durasi telah menopause, durasi telah DMT2, nilai antropometri, dislipidemia, tingkat aktivitas fisik, status nutrisi dan status kendali kadar glukosa darah. Studi potong lintang ini dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2024 pada 108 perempuan menopause dengan DMT2, yang merupakan peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis pada 15 Pusat Kesehatan Masyarakat tingkat Kecamatan, yang termasuk dalam kriteria penerimaan. Kuesioner The Menopause-spesific Quality Of Life (MENQOL) digunakan untuk mengetahui gejala klimakterik dan tingkat kualitas hidup. Studi ini menunjukkan bahwa gejala klimakterik dengan gangguan kualitas hidup tersering adalah nyeri sendi dan otot (72,2%), mudah pelupa (68,5%) dan kekuatan fisik berkurang (62,0%). Rerata tertinggi skor MENQOL untuk tiap aspek adalah aspek fisik (3,01 ± 1,06), diikuti oleh aspek psikososial (2,60 ± 1,24). Terdapat hubungan yang berbeda secara statistik pada faktor Indeks Massa Tubuh dengan gangguan aspek psikososial (p = 0,036) dan vasomotor (p = 0,005), lingkar pinggang dengan gangguan aspek vasomotor (p = 0,009), serta durasi telah DMT2 dengan gangguan aspek seksual (p = 0,032). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dampak gejala klimakterik pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause dengan DMT2, yang menekankan perlunya menciptakan kesadaran mengenai gejala klimakterik dan tata kelola untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Background: One-third of a woman's lifespan occurs during the menopausal period, with over 80% of women reporting climacteric symptoms during menopause, resulting in various symptoms and consequences on the quality of life. Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) induces metabolic changes that can lead to early menopause and exacerbate climacteric symptoms. Our study aimed to investigate whether there is a relationship between disturbances in the quality of life of menopausal women with T2DM and the duration of menopause, duration of T2DM, anthropometric values, dyslipidemia, level of physical activity, nutritional status, and blood glucose control status.
Methods: A cross-sectional study was conducted from January to February 2024 involving 108 menopausal women with diabetes mellitus, who were participants of the Chronic Disease Management Program at 15 District Health Community Centers, meeting the inclusion criteria. The Menopause-Specific Quality Of Life (MENQOL) questionnaire was utilized to assess climacteric symptoms and the quality of life.
Results: This study revealed that the most prevalent climacteric symptoms affecting quality of life were joint and muscle pain (72.2%), poor memory (68.5%), and reduced physical strength (62.0%). The highest mean MENQOL scores for each aspect were in the physical domain (3.01 ± 1.06), followed by the psychosocial domain (2.60 ± 1.24). Furthermore, the Body Mass Index was found to significantly increase the quality of life disturbances in the psychosocial aspect (p = 0.036) and vasomotor (p = 0.005) aspects, waist circumference in the vasomotor aspect (p = 0.009), and duration of T2DM in the sexual aspect (p = 0.032).
Conclusion: Climacteric symptoms have an impact on the quality of life of menopausal women with T2DM, emphasizing the need to raise awareness about climacteric symptoms and the management to improve their quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>