Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elsi Novitasari
"Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama pada kesakitan serta termasuk ke dalam 10 penyebab kematian di dunia. Prevalensi kejadian tuberkulosis paru berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0.4% pada tahun 2013. Status gizi diketahui sebagai salah satu faktor risiko kejadian tuberkulosis paru. Di wilayah Asia, prevalensi malnutrisi pada penderita TB beriksar antara 68.6% - 87%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru pada usia > 18 tahun di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari hasil Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 pada tahun 2014-2015 serta menggunakan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini sebanyak 29.545 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah diabetes melitus, merokok, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Hasil stratifikasi yang diperoleh: Diabetes melitus (OR= 3.02; 95% CI 2.32–3.95), merokok (OR= 2.93; 95% CI 2.24–3.84), usia (OR= 2.79; 95% CI 2.14–3.65), jenis kelamin (OR= 2.77; 95% CI 2.12–3.62), tingkat pendidikan (OR= 2.89; 95% CI 2.22–3.77), tingkat pendapatan (OR = 2,65; 95% CI: 1,82 – 3,87).

Tuberculosis or TB is an infectious disease that is a major cause of illness and is among the 10 causes of death in the world. The prevalence of pulmonary tuberculosis based on the diagnosis of doctors in Indonesia was 0.4% in 2013. Nutritional status is known as one of the risk factors for pulmonary tuberculosis. In the Asian region, the prevalence of malnutrition in TB patients varies between 68.6% - 87%. This study aims to determine the relationship of nutritional status with the incidence of pulmonary tuberculosis at age > 18 years in Indonesia. The data used in this study are secondary data from the results of the Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 in 2014-2015 and using a cross sectional design. The sample in this study were 29.545 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. The control variables in this study were diabetes melitus, smoking, age, gender, education level, and income level. Stratification results obtained: Diabetes melitus (OR = 3.02; 95% CI 2.32-3.95), smoking (OR = 2.93; 95% CI 2.24-3.84), age (OR = 2.79; 95% CI 2.14-3.65), gender (OR = 2.77; 95% CI 2.12-3.62), education level (OR = 2.89; 95% CI 2.22-3.77), income level (OR = 2,65; 95% CI: 1,82 – 3,87).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Kalsum Supardi
"Pendahuluan : Tuberkulosis merupakan permasalahan kesehatan global yang telah menjadi perhatian dunia selama 2 dekade terakhir (WHO, 2015). Indonesia merupakan penyumbang TB nomor dua sedunia dengan estimasi insiden 1.020.000 dan estimasi kematian 110.000 (WHO, 2017). Penyakit menular ini menginfeksi hampir seluruh dunia dan menyerang seluruh kelompok umur baik anak-anak, dewasa, maupun lansia. Proporsi kasus pada kelompok umur ≥15 tahun sebesar 90% selebihnyanya 10% kasusnya pada anak-anak (Kemenkes RI 2013). Determinan penyakit TB paru adalah kependudukan dan faktor lingkungan. Kependudukan meliputi jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban (Achmadi UF, 2008). Berdasarkan data secara nasional menunjukkan sebesar 24,9% rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat (RISKESDAS 2010). Tingginya beban penyakit TB paru masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama Indonesia. Namun faktor risiko penularan dari segi lingkungan belum banyak diperhatikan. Hal ini di indikasi dengan kurangnya keberadaan rumah sehat (Mahmuda, 2010). Prevalensi TB ditemukan menjadi yang tertinggi di antara orang tua, tidak ada pendidikan dan anggota keluarga yang secara teratur terpapar asap rokok di dalam rumah lebih rentan terkena TB dibandingkan dengan rumah tangga di mana orang tidak merokok di dalam rumah. Ada beberapa faktor risiko yang sangat terkait dengan TB : asap di dalam rumah, jenis memasak bahan bakar, dapur terpisah, lantai, atap dan bahan dinding, jumlah orang yang tidur di kamar, berbagi toilet dan minum air dengan rumah tangga lain; dan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, pencapaian pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal dan indeks kekayaan. Inilah mengapa lingkungan yang bersih harus dipromosikan untuk menghilangkan TB (Singh, Kashyap, and Puri 2018). maka peneliti merasa perlu mengkaji hubungan lingkungan rumah terhadap kejadian TB paru pada individu usia ≥15 tahun dengan mempertimbangkan peranan faktor risiko lain yang tidak dapat dikesampingkan yang juga berhubungan terhadap kejadian TB paru. Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 56.198 individu usia ≥15 tahun menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh dari Mandat Litbangkes RI dan dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik. Hasil : Risiko lingkungan rumah tidak sehat 1,3 kali lebih besar terhadap kejadian TB paru pada individu Usia ≥15 tahun dibandingkan dengan individu yang memiliki lingkungan rumah sehat (POR=1,3 : 95% CI 1,010-1,560). Kesimpulan : Kolaborasi jangka panjang (Subdit TB dengan Dinas PUPNR) mengenai kebijakan dan pemberian (IMB) diperlukan untuk mengurangi pembangunan tanpa didahului studi kelayakan berwawasan lingkungan rumah sehat seperti penerapan (AMDAL), rancangan Plan Of Action/framework dan Kolaborasi layanan di tingkat kader TB yang selanjutnya ke tingkat FKTP semakin diperkuat, serta perlu dipertimbangkan kembali untuk melaksanakan program penemuan active case finding khususnya pada individu yang memiliki lingkungan rumah tidak sehat.

Introduction : Tuberculosis is a global health problem that has become a worldwide concern for the past 2 decades (WHO, 2015). Indonesia is the number two contributor to TB worldwide with an estimated incidence of 1,020,000 and estimated deaths of 110,000 (WHO, 2017). This infectious disease infects almost the entire world and attacks all age groups both children, adults, and the elderly. The proportion of cases in the ≥15 year age group is 90%, the remaining 10% of cases are in children (Ministry of Health RI, 2013). Determinants of pulmonary TB disease are population and environmental factors. Population includes gender, age, nutritional status, socio-economic conditions. While environmental factors include occupancy density, house floors, ventilation, lighting, humidity (Achmadi UF, 2008). Based on national data, 24.9% of the houses in Indonesia are classified as healthy houses (RISKESDAS 2010). The high burden of pulmonary TB disease is still a global health problem, especially in Indonesia. However, the risk factors for transmission in the environment have not been much noticed. This is indicated by the lack of a healthy home (Mahmuda, 2010). The prevalence of TB is found to be the highest among parents, there is no education and family members who are regularly exposed to cigarette smoke in homes are more susceptible to TB than households where people do not smoke inside the house. There are several risk factors that are strongly associated with TB: smoke in the house, type of cooking fuel, separate kitchens, floors, roofs and wall
materials, the number of people sleeping in rooms, sharing toilets and drinking water with other households; and individual characteristics such as age, gender, educational attainment, marital status, place of residence and wealth index. This is why a clean environment must be promoted to eliminate TB (Singh, Kashyap, and Puri 2018). the researchers felt that it was necessary to examine the relationship of the home environment to the incidence of pulmonary TB in individuals aged ≥15 years taking into account the role of other risk factors that cannot be excluded which also relate to the incidence of pulmonary tuberculosis. Method : This study used cross-sectional design. Sample were 56,198 Individuals ≥15 Years Old. Data was obtained from the Indonesian Litbangkes and analyzed using the Logistic Regression. Result : The risk of unhealthy home environment is 1.3 times greater for the incidence of pulmonary tuberculosis in individuals ≥15 years of age compared to individuals who have a Long-term collaboration (TB Sub district with Public Works Agency) on policies and grants (IMB) is needed to reduce development without preceding healthy environment-oriented feasibility studies such as implementation (AMDAL), Plan Of Action/framework and collaborative services at TB cadre Levels. FKTP levels are increasingly strengthened, and need to be reconsidered to implement a program to find active case finding especially for individuals who have an unhealthy home environment.healthy home environment (POR=1,3 : 95% CI 1,010-1,560). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Niken Widyastuti
"ABSTRAK
TB paru merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang sering terjadi pada anak. Data WHO 2018 menyebutkan terdapat 1,1 juta kasus TB pada anak-anak terjadi tiap tahunnya. Salah satu penyebab TB pada anak adalah status gizi. Status gizi yang buruk dapat membuat imunitas anak rentan dan dapat terserang Tuberculosis paru. Penelitian ini bertujuan unuk melihat ada tidaknya hubungan status gizi terhadap kejadian tuberculosis (TB) paru anak usia 1-5 tahun di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi crossectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Sampel penelitian adalah anak usia 1-5 tahun dengan jumlah sampel 27779. Variabel perancu jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, status imunisasi BCG, status pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, keberadaan perokok, dan kondisi fisik rumah. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square Hasil analisis bivariate didapat bahwa terdapat hubungan antara status gizi terhadap tuberculosis paru anak usia 1-5 tahun (p<0,05) dengan PR 1,78 (95% CI; 1,1-2,9). Anak yang memiliki status gizi kurang akan berisiko 1,78 kali mengalami TB paru anak dibanding anak dengan status gizi normal. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain yang berbeda dan variabel lainnya.

ABSTRACT
Tuberculosis is one of the causes of morbidity and death that often occurs in children. WHO 2018 data states that there are 1.1 million TB cases in children occur each year. One of the causes of TB in children is nutritional status. Poor nutritional status can make a child's immunity vulnerable and can be affected by pulmonary tuberculosis. This study aims to see whether there is a relationship between nutritional status and the incidence of pulmonary tuberculosis (TB) in children aged 1-5 years in Indonesia. This research is a quantitative study with cross-sectional study design using Riskesdas 2018 data. The sample of the study is children aged 1-5 years with a total sample of 27779. Variable confounding, like as sex,, residence area, BCG immunization status, parental education status, parental employment status old age, the existence of smokers, and the physical condition of the house. Bivariate analysis using Chi-Square test The results of bivariate analysis found that there was a relationship between nutritional status and pulmonary tuberculosis of children aged 1-5 years (p <0.05) with PR 1.78 (95% CI; 1.1-2.9 ). Children who have less nutritional status are 1.78 times at risk of developing pulmonary TB compared to children with normal nutritional status. Further research is needed by using different designs and other variables.(i/>
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jahiroh
"Penyakit Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi Tuberkulosis anak masih tinggi. Demikian juga ditemukan prevalensi balita berstatus gizi stunting yang masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan status gizi stunting dengan kejadian TB pada balita di Kabupaten Bandung Barat tahun 2012 – Mei 2013. Desain penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus adalah balita (usia 1-59 bulan) yang datang berobat ke puskesmas dan didiagnosa sakit TB oleh dokter atau paramedis menggunakan sistem skoring, pada tahun 2012- Mei 2013. Kontrol adalah balita yang datang berobat ke puskesmas dengan diagnosa bukan sakit TB. Jumlah kasus sebanyak 98 balita dan kontrol 100 balita. Analisa data menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita berstatus gizi pendek berisiko 2,96 kali untuk menjadi sakit TB dan balita berstatus gizi sangat pendek berisiko 8,18 kali untuk menjadi sakit TB, setelah dikontrol variabel konfounder. Balita yang mempunyai status gizi sangat pendek mempunyai risiko lebih tinggi untuk menjadi sakit TB dibandingkan balita berstatus gizi normal dan balita berstatus gizi pendek. Disarankan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat untuk meningkatkan peran penyuluhan tentang pentingnya zat gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan balita, baik melalui penyuluhan langsung maupun media.

Tuberculosis remains a public health problem in Indonesia. Prevalence of Tuberculosis in children is still high. Similarly, the prevalence of stunting malnutrition are still high. The purpose of this study to determine the nutritional status stunting of relations with TB incidence in children under five in West Bandung District in 2012 - May 2013. The study design was a case-control. Cases were infants (age 1-59 months) who came to community health centers for treatment and diagnosed TB by a doctor or paramedic with the scoring system in 2012 - May 2013. Control were infants (age 1-59 months) who came for treatment to the community health centers with a diagnosis is not of TB. Number of cases as many as 98 children and 100 control chlidren. Data analysis using logistic regression analysis. The results showed that children (age 1-59 months) the nutritional status stunted to be a risk of 2.96 for ill TB and nutritional status of children under five who have a very short 8.18 times the risk for becoming ill TB, after the controlled variable confounder. Nutritional status of children severely stunted at higher risk for TB become sick to become ill TB than normal nutritional status of children and stunted nutritional status. Suggested West Bandung District Health Office to enhance the role of education about the importance of nutrition for the growth and development of infants, either directly or through media outreach.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.H. Mahpudin
"Tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia. WHO melaporkan, di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan tidak kurang dari 8 juta kasus baru. Indonesia diantaranya merupakan negara penyumbang kasus TBC terbesar ketiga setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah kasus TBC di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 627.047 penderita, 281.946 diantaranya termasuk kategori TBC paru BTA positif. TBC paru BTA positif adalah jenis TBC yang sangat menular sehingga apabila tidak dilakukan pengobatan yang adequat dapat menularkan kepada 10-15 penderita baru dalam setahun. Risiko terjadinya penularan akan lebih tinggi pada orang yang dekat dengan sumber penular Kondisi lingkungan, status sosial ekonomi, gaya hidup, genetik dan adanya penyakit lain seperti diabetes, campak dan HIV merupakan faktor risiko yang selama ini diyakini berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. Namun penelitian tentang faktor risiko tersebut di Indonesia masih jarang dilakukan. Ketersediaan data sekunder dari Survei Prevalensi TBC Nasional dan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2004 (Susenas) yang terintegrasi, menarik minat penulis untuk memanfaatkan data ini untuk menganalisis beberapa faktor risiko TBC paru.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah, faktor sosial ekonomi dan faktor respon biologis terhadap kejadian TBC paru BTA positif pada penduduk dewasa di Indonesia.
Penelitian ini memakai rancangan studi kasus kontrol tidak berpadanan, dengan menggunakan perbandingan kasus kontrol 1:4. Sampel penelitian adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang menjadi sampel Susenas 2004 dan dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada Survei prevalensi TBC 2004. Jumlah sampel terpilih sebanyak 380 orang yang terdiri dari 76 kasus dan 304 kontrol. Penduduk yang berdasarkan pemeriksaan sputumnya menunjukan hasil BTA positif ditetapkan sebagai kasus. Sedangkan yang menjadi kontrol adalah penduduk yang sputumnya menunjukkan hasil BTA negatif dan berasal dari wilayah kecamatan yang sama dengan kasus. Kontrol dipilih secara acak. Untuk menguji hipotesis digunakan uji Kai Kuadrat dan untuk melihat derajat hubungan menggunakan nilai Odds Rasio dengan CI 95%.
Berdasarkan basil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC Pam BTA positif adalah keberadaan sumber kontak serumah OR 3,46 (1,316;9,091) kondisi rumah yang berlantai tanah OR 2,2 (1,135;4,269) dan pendapatan perkapita OR 2,145 (1,249;3,683). Berdasarkan temuan tersebut penulis menyarankan kepada pembuat kebijakan agar melaksanakan program khusus terhadap masyarakat golongan ekonomi rendah, terutama dalam hal program upaya penemuan penderita sedini mungkin, memberikan pengobatan secara cepat guna memutus rantai penularan, melaksanakan program active case finding dan untuk jangka panjang perlu dijalin kerjasama dengan lintas sektor terkait untuk melaksanakan program rumah sehat bagi kalangan masyarakat yang mempunyai status sosial ekonomi rendah.

Tuberculosis (TBC) is still become the word health problem. WHO reported that every year in the word has been founded not less than 8 millions of new cases. Indonesia is the third biggest countries which contribute TB cases after India and China. It is estimated the number of TB cases in Indonesia in the year 2003 was 627.047 infected, 282.946 among it was the category of pulmonary tuberculosis with smear positive. Pulmonary tuberculosis with smear positive is a kind of TB which is very infectious, so it should have adequate treatment, unless it will spread to 10-15 new patients within a year. The people who are close to the source of disease have the high risk to be infected.
The environment condition, social economy status, life style, genetic and other disease such as diabetes, measles and HIV are believed has the relation with TB. But research about those risk factors in Indonesia is rarely done. The interest of the writer to analyze same risk factor of pulmonary TB is based on integrated of availability of secondary data from National TB Prevalence Survey (SPTBC) and National Social Economy Survey (Susenas) year 2004.
The purpose of this research is to know the relation between the house environment condition, social economy factor and biologic response toward pulmonary TB with smear positive cases for adult in Indonesia.
The research is using unmatched case control study, with comparison of 1 : 4 case and control. The sample of this research is the people of 15 years old and above, which was the sample of Susenas 2004 and was examined by sputum smear microscopy in SPTBC 2004 Survey. The number of chosen sample is about 380 person, consisting of 76 cases and 304 controls. The people whose sputum smear positive, decided as a case, but the people from the sputum smear negative decided as control. Control was chosen randomly. To test these hypotheses, chi square is used and to see the relation degrees of Odds Ratio with Cl 95% value is used.
The research found that the factors which association with pulmonary TB smear positive is the availability of contact source in one house OR 3, 46 (1,316 ; 9,091), the condition of the house with soil floor OR 2.2 (1,135 ; 4,269) and private income OR 2,145 (1,249 ; 3,683). According to those finding, the writer advise to the policy maker to take special program for the people with low income, especially the program of finding the infected person as soon as possible to heal them with proper treatment. to cut the cycles of infections, to make program of active case finding program and for long term, there should be cooperation between other sector related to activate healthy house program for the people with low income.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Alvira Pradhita
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian biskuit tempe terhadap status gizi balita tuberkulosis. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimental. Kelompok perlakuan (n=12) diberikan biskuit tempe sebanyak 50 gram setiap hari selama satu bulan, sedangkan kelompok kontrol (n=5)adalah balita yang diberikan biskuit plasebo 50 gram.
Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan yang signifikan pada berat badan dan status gizi sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan (p<0,05), tetapi tidak pada kelompok kontrol (p>0,05). Tidak ada perbedaan perubahan berat badan dan status gizi balita antara kelompok perlakuan dan kontrol (p>0,05).

The purpose of this study was to see the effect of giving tempeh biscuit nutritional status of under five children with tuberculosis. This research uses quasi-experimental design. Treatment groups (n=12) were given 50 grams tempeh crackers every day for a month, whereas the control group (n=5)infants given placebo biscuits 50 grams.
The results showed significant changes in body weight and nutritional status before and after intervention in the treatment group (p <0.05), but not in the control group (p> 0.05). There was no difference in weight change and nutritional status of children between the treatment and control group (p>0,05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur peran pengetahuan terhadap perilaku pencarian pengobatan penderita suspek TB Paru setelah dikontrol oleh umur, jenis kelamin, status perkawinan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, jarak dan waktu tempuh ke Puskesmas dan RS. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan data sekunder hasil survei Pengetahuan Sikap Perilaku (PSP-TB) 2010. Sampel penelitian adalah anggota keluarga yang berumur ≥ 15 tahun yang mengalami gejala TB Paru sebanyak 443 responden. Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara peran pengetahuan penderita suspek TB Paru dengan Perilaku Pencarian Pengobatan TB Paru di Indonesia setelah dikontrol pekerjaan (OR=2,3, CI=1,349-3,952). Serta adanya interaksi antara pengetahuan dan pekerjaan.

This study aims to quantify the role of knowledge on treatment seeking behavior of patients with suspected pulmonary TB after controlled by age, gender, marital status, employment status, education level, distance and travel time to health center and hospital. The study was a quantitative study with cross sectional design using secondary data of Knowledge Attitudes Behaviour (PSP-TB) Survey 2010. Research sample is a sample of respondents aged ≥ 15 years with symptoms of pulmonary TB as many as 443 respondents. Based on the results of the study found there is a relationship between the role of knowledge of patients with suspected pulmonary TB with treatment seeking Behavior of Pulmonary TB in Indonesia after controlled by variable of employment status (OR = 2.3, CI = 1.349 to 3.952), and there is interaction between knowledge and employment status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31727
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Vierto Irennius
"Tuberkulosis pada balita merupakan bayangan dari tuberkulosis pada orang dewasa hal ini termasuk masalah kesehatan yang sangat berarti bagi balita. Prevalensi TB pada balita masih cukup tinggi demikian pula status gizi kurang dan buruk masih cukup tinggi. Status gizi memiliki peran yang penting dalam hal etiologi dan komplikasi tuberkulosis balita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status gizi terhadap kejadian TB paru pada balita di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Depok tahun 2013-2014. Desain penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus dalam penelitian ini adalah balita yang menderita TB paru sesuai yang tercatat pada register TB-03 dan TB-01 PKM. Kontrol adalah balita yang tidak menderita TB atau tidak mengalami gejala TB serta tidak pernah menderita TB paru yang merupakan tetangga balita penderita TB yang diambil jadi kasus di wilayah kerja Dinkes Depok tahun Januari 2013 sampai Mei 2014. Jumlah kasus sebanyak 74 balita dan kontrol 148 balita. Analisa data menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami status gizi pendek memiliki berisiko 2,92 kali untuk sakit TB paru dan balita yang mengalami status gizi sangat pendek memiliki berisiko 4,22 kali untuk sakit TB paru setelah dikontrol dengan variabel perancu. Balita yang mengalami status gizi sangat pendek lebih berisiko untuk sakit TB paru dibandingkan dengan balita yang berstatus gizi pendek. Disarankan untuk Dinas kesehatan dan Puskesmas untuk lebih memperbaiki pencatatan TB dan peningkatan pendidikan kesehatan tentang pencegahan TB dan peningkatan gizi pada balita.

Tuberculosis on baby under five years is a reflection of tuberculosis for adults and it includes a very significant health problem for them. The prevalence of TB in children is still high likewise the malnutrition status is still high. Nutritional Status has an important role in the etiology and complications of tuberculosis in baby under five years. This study aims to determine the effect of nutritional status on the tuberculosis (TB) in baby under five years in the work area of Health Department, Depok in 2013-2014. The design of this study is a case control. The cases are baby under five years who suffered from pulmonary tuberculosis as appropriate in the register of TB-03 and TB-01 PKM. The control are babies under five years who does not suffer from TB or the babies who never suffer from TB who are as neighbor of the babies under five years who suffer from pulmonary tuberculosis and become cases at work area of Health Department Depok. The number of cases are 74 babies under five years and the number of controls are 148 babies under five years. Analysis of data use multiple logistical regression. The results show that babies under five years who have stunted nutritional status are get 2.92 times to be a risk for pulmonary TB and babies under five years who have a very short get 4.22 times to be a risk for pulmonary tuberculosis after controlling with confounding variable. The babies under five years who have very short nutritional status are more risky for pulmonary TB compared with babies under five years who have stunted nutritional status. This study recommended for Health Department and Community Health Center to further improve the recording of TB and the increased of health education about prevention of tuberculosis (TB) and improvement the nutrition in babies under five years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Mahmuda
"Tingginya beban penyakit tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia terutama Indonesia. Namun, faktor risiko penularan dari segi lingkungan belum banyak diperhatikan. Hal ini diindikasikan dengan kurangnya keberadaan rumah sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status rumah sehat dengan kejadian TB paru di Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Riskesdas 2010 menggunakan desain studi potong lintang pada 7.536 anggota rumah tangga berumur 15 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi TB paru di Banten sebesar 1,3% (95% CI: 1,0-1,5). Analisis multivariabel menemukan adanya interaksi antara status rumah sehat dengan status ekonomi, dimana orang yang memiliki rumah tidak sehat pada status ekonomi rendah berpeluang 2,152 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibanding orang yang memiliki rumah sehat.

The high burden of pulmonary tuberculosis disease still becomes public health problem in the world especially Indonesia. However, risk factors in term environmental aspects are not getting much attention yet. It is indicated by lacking of healthy housing existence. This study aims to determine the effect of healthy housing status on incidence of pulmonary TB in Banten Province. This study is a secondary data analysis of BHS 2010 using cross-sectional design on 7.536 household members aged 15 years old above. The result showed prevalence of pulmonary TB in Banten is 1,3% (95% CI: 1,0-1,5). Multivariate analysis found an interaction between healthy housing status by economic status, those people who have unhealthy housing at low economic status 2,152 times more likely to suffer from pulmonary TB than people who have healthy housing."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Vidiawaty
"Penyakit Tuberkulosis paru TB paru masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Angka penemuan kasus TB paru di wilayah Kecamatan Duren Sawit berada di urutan ketiga tertinggi yang ada di Kotamadya Jakarta Timur, yaitu mencapai 249 jiwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru.Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden. Sampel penelitian terdiri dari 55 kelompok kasus dan 55 kelompok kontrol. Sampel yang digunakan adalah pasien yang terdata dan terdiagnosa sesuai dengan konfirmasi laboratorium di Puskesmas. Sampel berusia minimal 15 tahun, bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Duren Sawit dan tidak merenovasi rumah sebelum terdiagnosa TB paru. Kriteria kasus adalah pasien Puskesmas yang terdiagnosa TB paru BTA sedangkan kriteria kelompok kontrol adalah pasien Puskesmas yang dinyatakan TB paru BTA - oleh petugas Puskesmas.Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru di wilayah Kecamatan Duren Sawit adalah jenis kelamin OR 4,3; 95 CI 1,9-9,9 , tingkat pendidikan OR 4,2; 95 CI 1,9-9,4 , pekerjaan OR 3,2; 95 CI 1,3-7,7 , perilaku merokok OR 3,3; 95 CI 1,5-7,6 , pencahayaan OR 17,5; 95 CI 6,0-51,1 , suhu OR 6,6; 95 CI 2,9-15,4 , kepadatan hunian OR 9,5; 95 CI 4,0-22,6.

Pulmonary tuberculosis TB is still the cause of the high number of morbidity and mortality in the world, including Indonesia. The number of pulmonary tuberculosis cases found in Duren Sawit subdistrict is the third highest in East Jakarta, reaching 249 people. The purpose of this study is to analyze factors related to pulmonary TB occurance.The research design used was case control with total 110 respondents. The study sample consisted of 55 case groups and 55 control groups. The samples used were patients who were recorded and diagnosed in accordance with laboratory confirmation at the Puskesmas Central Public Health . The sample is at least 15 years old, living in Duren Sawit sub district and not renovating the house before being diagnosed with pulmonary tuberculosis. Case criteria were Puskesmas Central Public Health patients who were diagnosed with pulmonary tuberculosis while the control group criteria were Puskesmas Central Public Health patients who have been declared pulmonary TB AFB by Puskesmas Central Public Health officers.The results of this study indicated that the risk factors affecting pulmonary TB occurance in Duren Sawit sub district are gender OR 4.3, 95 CI 1.9 9.9 , education level OR 4.2, 95 CI 1.9 9.4 , occupations OR 3.2, 95 CI 1.3 7.7 , smoking behavior OR 3.3, 95 CI 1.5 7.6 , exposure OR 9,5 95 CI 6,0 51,1 , temperature OR 6,6,95 CI 2,9 15,4 , occupancy density OR 9,5 95 CI 4, 0 22,6. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>