Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185377 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidharta Kusuma Manggala
"Pembedahan abdomen atas berkaitan disfungsi diafragma. Disfungsi diafragma merupakan penyebab PPC (postoperative pulmonary complication). Terapi oksigen konvensional (TOK) merupakan terapi standar pada pasien pasca pembedahan abdomen atas. Terapi HFNC (high-flow nasal cannula) memiliki berbagai mekanisme yang berbeda dengan TOK dan dipikirkan dapat membantu fungsi diafragma pascapembedahan abdomen atas. Studi ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan HFNC terhadap TOK dalam mempertahankan fungsi diafragma pascapembedahan abdomen atas. Studi ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari November 2018 – September 2019. Tujuh puluh satu pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok: kelompok TOK dan HFNC. Enam puluh enam pasien mendapat intervensi setelah ekstubasi di ICU (intensive care unit). Seluruh subjek dilakukan pencatatan nilai DTF (diaphragm thickening fraction) menggunakan ultrasonografi, ΔTIV (perubahan tidal impedance variance), ΔEELI-G dan ΔEELI-ROI (perubahan end expiratory lung impedance global dan region of interest) menggunakan EIT (electrical impedance tomography), PaO2 dan PaCO2 (tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida arteri) secara berkala pada dua seri. Efek samping dan keluhan yang muncul dicatat dan ditatalaksana. Total 66 subjek disertakan dalam bivariat menggunakan t-test dan mann whitney, sedangkan analisis tren menggunakan general linear model atau generalized estimating equation. Durasi ventilasi mekanik di ICU, persentase prediksi mortalitas dan skor P-POSSUM antara kedua kelompok berbeda signifikan (p=0,003; 0,001; dan 0,019, secara berurutan). Tidak ada perbedaan tren yang ditemukan antarkelompok pada seri pertama parameter DTF, ΔTIV, ΔEELI-G, ΔEELI-ROI dan PaCO2 (p=0,951; 0,100; 0,935; 0,446; dan 0,705, secara berurutan) maupun pada seri kedua (p=0,556; 0,091; 0,429; 0,423; dan 0,687, secara berurutan). Tren PaO2 pada seri pertama dan kedua berbeda sangat signifikan (p<0,001) karena protokol pengaturan fraksi oksigen yang lebih tinggi pada kelompok TOK. Penggunaan HFNC tidak lebih baik daripada TOK dalam membantu mempertahankan fungsi diafragma pascapembedahan abdomen atas.

Upper abdominal surgery is related to diaphragmatic dysfunction. Diaphragmatic dysfunction is the main factors causing postoperative pulmonary complication (PPC). Conventional oxygen therapy (TOK) in the form of nasal cannula, is a standard therapy in post upper abdominal surgery patients. High-flow nasal cannula (HFNC) therapy has a variety of mechanisms that differ from TOK and is thought to be able to maintain diaphragm function in post upper abdominal surgery patients. This study aims to compare the ability of HFNC vs TOK in maintaining diaphragm function for post upper abdominal surgery patients. This study was conducted at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from November 2018 - September 2019. Seventy-one patients were randomly divided into two groups: TOK and HFNC groups. Sixty-six patients received intervention after extubation in the intensive care unit (ICU). This given data were all collected periodically in 2 series; diaphragm thickening fraction (DTF) values using ultrasonography, changes in tidal impedance variance (ΔTIV), changes in global end expiratory lung impedance and region of interest (ΔEELI-G and ΔEELI-ROI) using electrical impedance tomography, arterial oxygen and carbon dioxide partial pressure (PaO2 and PaCO2). Side effects and complaints that arise were collected and managed. A total of 66 subjects were included in the bivariate using t-test and mann whitney test, while trends were analyzed by general linear models or generalized estimating equations. The baseline characteristics of mechanical ventilation duration in the ICU, the predicted mortality rate and P-POSSUM score between the two groups were significantly different (p = 0.003; 0.001; and 0.019, respectively). No trend differences were found between groups in the first series of DTF, ΔTIV, ΔEELI-G, ΔEELI-ROI and PaCO2 parameters (p = 0.951; 0.100; 0.935; 0.446; and 0.705, respectively) and in the second series (p = 0.556, 0.091, 0.429, 0.423 and 0.687, respectively). The PaO2 trends in the first and second series differed very significantly (p<0.001) due to the higher oxygen fraction regulation protocol in the COT group. The use of HFNC is no better than COT in maintaining diaphragm function for post upper abdominal surgery patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Sumaratih
"Latar Belakang. Selama ini pemberian oksigen dengan nasal kanul, sungkup hidung dan wajah merupakan tatalaksana pertama untuk gagal nafas hipoksemia. Alat high flow nasal cannula (HFNC) merupakan alternatif terapi oksigen yang lebih baik dari nasal kanul, karena dapat mengalirkan oksigen hingga 60 L/menit, FiO2 21% hingga 100% yang dilengkapi penghangat serta pelembab udara. Alat tersebut dapat menurunkan kerja otot- otot pernafasan dengan mekanisme menurunkan tekanan jalan nafas positif dan tahanan jalan nafas, meningkatkan oksigenasi, serta menghilangkan ruang rugi nasofaring. Penelitian ini bertujuan membandingkan HFNC dengan terapi oksigen konvensional (TOK) terhadap profil hemodinamik dan mikrosirkulasi pada pasien pascabedah.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji acak terkendali yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo bulan Februari hingga Juli 2019. Sebanyak 40 subjek terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok HFNC (n=20) dan kelompok terapi oksigen konvensional (TOK) (n=20). Pengambilan data dilakukan pada menit ke-0, 30, 60, jam ke-3 dan ke-24 setelah prosedur ekstubasi. Pengambilan data dilakukan menggunakan kateter vena sentral yang tertera di monitor, pengambilan darah dari kateter vena sentral, serta pengukuran hemodinamik dengan ICON® dari Ospyka. Uji kemaknaan dilakukan dengan uji-t tidak berpasangan dan generalize estimating equation (GEE) dengan SPSS versi 23.
Hasil. Hasil uji kemaknaan menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok HFNC dengan kelompok TOK untuk seluruh luaran hemodinamik (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna untuk luaran kadar laktat pada uji GEE dengan perbedaan rerata sekitar 0,78 mmol/L (nilai p=0,049), namun secara klinis tidak berbeda bermakna. Hal ini disebabkan tidak ada subyek kami yang mengalami hipoksemia maupun gangguan hemodinamik perioperatif.
Kesimpulan. Penggunaan alat HFNC tidak lebih baik dibandingkan nasal kanul pada pasien pascabedah laparotomi abdomen atas di ICU.

Background. Conventional oxygen therapy (COT) with nasal cannula, simple mask or face mask remains as the first line therapy for hypoxemic respiratory failure. High flow nasal cannula (HFNC) serves as an alternative oxygen therapy which can deliver oxygen at the flow up to 60 L/min and FiO2 ranging from 21% to 100% via warm and humid air based on human's physiology. This device can decrease the workload of respiratory muscles by reducing positive airway pressure and airway resistances, improving oxygenation and washing out airways' dead space. This research was conducted to study the comparison between HFNC and COT on hemodynamic profile and microcirculation in post-upper abdominal patients.
Methods. This was an open label randomized controlled trial (RCT) at National Cipto Mangunkusumo between February to July 2019. Forty patients were recruited and divided into HFNC group (n=20) and COT group (n=20). Hemodynamic parameters were recorded using the bedside monitor (heart rate, respiratory rate, and mean arterial pressure) as well as the electrical cardiometry using ICON® measurements (stroke volume index, cardiac index and systemic vascular resistance index); laboratory parameters were ScvO2 and lactate serum collected via central venous catheter. Data were collected at 0, 30 minutes, 60 minutes, 3 hours and 24 hours after extubation. Statistic analysis were conducted using independent sample T-test and generating estimating equations (GEE) with SPSS 23.
Results. All analysis showed no statistically significant difference between HFNC and COT group for all hemodynamic parameters (p>0.05). There was a significant mean difference for 0.78 mmol/L of serum lactate level according to GEE analysis in HFNC group (p=0.049), whereas this difference is not clinically significant. This results are caused by relatively stable subjects condition without the occurrence of perioperative hypoxemia or hemodynamic disturbances.
Conclusion. In post-upper abdominal surgery patients, HFNC is not superior compared to COT on improving hemodynamic and microcirculation outcomes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Washli Zakiah
"Latar belakang: Nasal continuous positive airway pressure (nCPAP) merupakan alat bantu napas noninvasif pilihan pertama pascaekstubasi untuk bayi prematur. Saat ini High flow nasal cannula (HFNC) digunakan sebagai alternatif lain yang sama efektif nya seperti nCPAP.
Tujuan: Untuk mengetahui efikasi, keamanan dan angka kegagalan terapi penggunaan HFNC dibandingkan nCPAP pascaekstubasi pada bayi prematur.
Metode: Uji klinis acak terkontrol tidak tersamar tunggal dilakukan Februari-Juni 2024 di Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kriteria inklusi adalah bayi usia gestasi antara 28 minggu sampai 36 minggu 6 hari yang terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik. Randomisasi dilakukan pada 42 subjek yang dibagi menjadi dua kelompok (nCPAP vs HFNC).
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,747) kegagalan terapi dalam waktu < 1 jam (23,8% vs 33,3%) dan 1-24 jam (42,9% vs 33,3%). Tidak terdapat perbedaan nilai pCO2 pada analisis gas darah (p=0,683), kejadian trauma hidung (p=0,317), dan skor nyeri (p=0,795) yang menggunakan ventilasi noninvasif HFNC dan nCPAP. Meskipun tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian distensi abdomen (p=0,197) pada kedua kelompok, namun HFNC memiliki angka penurunan kejadian distensi abdomen yang lebih besar dibandingkan nCPAP.
Simpulan: Tidak ada perbedaan kegagalan terapi pemakaian HFNC dibanding nCPAP pascaekstubasi pada bayi prematur. Angka kejadian distensi abdomen didapati lebih kecil pada pemakaian HFNC.

Background: Nasal continuous positive airway pressure (nCPAP) is the primary noninvasive respiratory support choice after extubation for neonates. Hence, High Flow Nasal Cannula (HFNC) has use as effective as nCPAP.
Objective: To determine the efficacy, safety, and therapy failure rates of HFNC and nCPAP post-extubation in preterm neonates.
Methods: A single-blind randomized controlled clinical trial was conducted from February-June 2024 in the Neonatology Division of the Department of Pediatrics, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. The inclusion criteria were preterm (28 weeks to 36 weeks 6 days) with mechanical ventilation. Randomization was performed on 42 subjects, divided into two groups (nCPAP vs HFNC)
Results: There was no significant difference (p=0,747) in the proportion of therapy failure, within <1 hour (23,8% vs 33,3%) and 1-24 hours (42,9% vs 33,3%). There was no difference in the proportion of pCO2 values in blood gas analysis (p=0.683), nasal trauma (p=0.317), and pain scores (p = 0.795) between HFNC and nCPAP. Although there was no significant difference in abdominal distension rate (p=0.197) between the two groups, HFNC had a greater reduction in abdominal distension than nCPAP.
Conclusion: There was no difference in the proportion of therapy failure between HFNC and nCPAP use post-extubation in preterm. The incidence of abdominal distension was found lower with HFNC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Eka Viani Agustin
"Saturasi oksigen merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien Tuberkulosis Paru (TB Paru), selain faktor psikologi, dan hubungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara saturasi oksigen terhadap kualitas hidup pasien TB Paru. Penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan potong lintang ini melibatkan 83 pasien di Poli Paru RSUD Leuwiliang yang dipilih dengan teknis purposive sampling. Saturasi oksigen diukur dengan menggunakan pulse oksimeter portable milik RSUD Leuwiliang dengan merek Rossmax yang telah dikalibrasi pada tanggal 15 Desember 2023 dan kualitas hidup diukur menggunakan WHOQOL-BREFF. Hasil uji chi square menunjukan terdapat hubungan antara saturasi oksigen terhadap kualitas hidup pasien TB Paru di Poli Paru RSUD Leuwiliang pada Bulan Januari 2024 (p = 0.000). Sejalan dengan hal tersebut pasien dengan saturasi oksigen yang baik akan memiliki peluang sebesar 7.916 kali lebih besar untuk memiliki kualitas hidup yang tinggi dibandingkan dengan pasien yang memiliki saturasi oksigen yang buruk. Perawat perlu melakukan asuhan keperawatan khususnya pada aspek fisik guna meningkatkan saturasi oksigen yang baik, serta perlu dibuatnya Standa Operasional Presedur (SOP) yang terprogram sesuai dengan standar rumah sakit guna meningkatkan kualitas hidup yang optimal pada pasien TB Paru.

Oxygen saturation is a factor that greatly influences the quality of life of Pulmonary Tuberculosis (Pulmonary TB) patients, apart from psychological factors and social relationships. This study aims to determine the relationship between oxygen saturation and the quality of life of pulmonary TB patients. This comparative descriptive study with a cross-sectional approach involved 83 patients at the Lung Polytechnic of Leuwiliang Regional Hospital who were selected using purposive sampling technique. Oxygen saturation was measured using a portable pulse oximeter belonging to Leuwiliang Hospital with the Rossmax brand which was calibrated on December 15 2023 and quality of life was measured using WHOQOL-BREFF. The results of the chi square test showed that there was a relationship between oxygen saturation and the quality of life of pulmonary TB patients at the Lung Polytechnic of Leuwiliang Regional Hospital in January 2024 (p = 0.000). In line with this, patients with good oxygen saturation will have a 7,916 times greater chance of having a high quality of life compared to patients who have poor oxygen saturation. Nurses need to provide nursing care, especially on physical aspects to improve good oxygen saturation, and it is necessary to create standardized operational procedures (SOPs) that are programmed in accordance with hospital standards to improve optimal quality of life for pulmonary TB patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
"Peningkatan kasus Coronavirus Disease (COVID 19) tidak hanya terjadi di dunia, tapi juga di Indonesia dalam dua bulan terakhir. COVID 19 menjadi penyebab masalah pernapasan akut pada tubuh yang apabila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan kematian. Laporan kasus ini melaporkan tentang analisis terhadap pemberian intervensi keperawatan pendukung terapi oksigen dengan nasal kanul dan posisi semi-fowler pada pasien COVID 19 yang secara standar mendapat terapi oksigen dengan non-rebreathing mask. Laporan kasus ini menggunakan metode case report dan dievaluasi melalui hasil pengukuran saturasi oksigen, frekuensi napas, dan keberadaan work of breathing pada pasien COVID 19 derajat sedang-berat-kritis. Intervensi yang diberikan adalah pemberian intervensi keperawatan berupa terapi oksigen dengan non-rebreathing mask, nasal kanul, dan pemberian posisi semi-fowler. Intervensi dilakukan dalam satu kali shift dengan observasi setiap 15 menit dalam 1 jam pertama pada tiga partisipan. Hasil evaluasi pada laporan kasus ini yaitu intervensi terbukti mampu meningkatkan oksigenasi pada pasien COVID 19. Akan tetapi, intervensi ini belum dapat mengatasi masalah keperawatan gangguan pertukaran gas pada pasien COVID 19. Saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan mengalami perbaikan, namun frekuensi napas dan work of breathing masih menunjukkan angka yang tinggi. Perawat perlu mencari modifikasi intervensi lain yang dapat meningkatkan perbaikan pada pasien yang mengalami gangguan pertukaran gas fase akut.

The increase in cases of Coronavirus Disease (COVID 19) has occurred in the world and Indonesia in the last two months. COVID 19 is the cause of acute respiratory problems in the body, which if not treated quickly, can lead to death. This case report analyzes the provision of nursing interventions to support oxygen therapy with a nasal cannula and semi-Fowler's position in COVID-19 patients who are standardly receiving oxygen therapy with a non-rebreathing mask. This case report uses the case report method and is evaluated by measuring oxygen saturation, respiratory rate, and the presence of work of breathing in moderate-severe-critical COVID-19 patients. The intervention provided was the provision of nursing interventions in the form of oxygen therapy with a non-rebreathing mask, nasal cannula, and the provision of a semi-Fowler position. The intervention was carried out in one shift with observations every 15 minutes in the first hour on three participants. The evaluation results in this case report are that the intervention was proven to be able to increase oxygenation in COVID 19 patients. However, this intervention has not overcome the nursing problem of gas exchange disorders in COVID 19 patients. Oxygen saturation and respiratory rate have improved, but the respiratory rate and breathing work still show high numbers. Nurses need to look for other intervention modifications to improve patients with acute-phase gas exchange disorders."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Hanifatur Ruslana
"Pandemi COVID-19 merupakan tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini. Puncak pandemi yang terjadi di Indonesia menjadi tantangan baru dalam tatalaksana pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan segala keterbatasannya. Modifikasi dilakukan sebagai upaya stabilisasi pasien dengan memperhatikan prinsip penangan oksigenasi pasien COVID-19, yaitu dengan strategi eskalasi dan memaksimalkan penggunaan terapi oksigen non invasif. Studi kasus ini menggambarkan upaya stabilisasi pasien, perempuan berusia 55 tahvun dengan Probable COVID-19 derajat berat yang datang ke IGD dengan saturasi 53% menggunakan simple mask. Berdasarkan hasil pemeriksaan, masalah keperawatan yang diangkat adalah gangguan pertukaran gas. Intervensi keperawatan yang diberikan adalah pemberian terapi oksigen dan pengaturan posisi. Modifikasi dilakukan dengan memberikan terapi oksigen Non-Rebreathing Mask (NRM) dan nasal kanul disertai dengan proning position secara bersamaan. Setelah dilakukan terapi tersebut didapatkan status oksigenasi pasien lebih baik dibandingkan sebelum mendapatkan terapi.

The COVID-19 pandemic is a major chalenge facing the world today. The peak of pandemic that occurred in Indonesia was a new chalenge in the management of COVID- 19 patients in emergency unit with al its limitations. The modification was carried out as an effort to stabilize the patient by paying attention to the oxygenation principes of COVID-19 patients, namely by escalation strategies and maximizing the use of non- invasive oxygen therapy. This case study describes an effort to stabilize the patient, a 55- year-old female with severe COVID-19 who came to the ED with a saturation of 53% using a simple mask. Based on the examination result, the nursing problem which raised was gas exchange disorders. The intervention which given was providing oxygen therapy and positioning. Modifications were carried out by giving Non-Rebreathing Mask (NRM) and nasal cannula accompanied by a proning position simultaneously. After the therapy, the patient's oxygenation status was better than before receiving the therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Hanifatur Ruslana
"Pandemi COVID-19 merupakan tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini. Puncak pandemi yang terjadi di Indonesia menjadi tantangan baru dalam tatalaksana pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan segala keterbatasannya. Modifikasi dilakukan sebagai upaya stabilisasi pasien dengan memperhatikan prinsip penangan oksigenasi pasien COVID-19, yaitu dengan strategi eskalasi dan memaksimalkan penggunaan terapi oksigen non invasif. Studi kasus ini menggambarkan upaya stabilisasi pasien, perempuan berusia 55 tahvun dengan Probable COVID-19 derajat berat yang datang ke IGD dengan saturasi 53% menggunakan simple mask. Berdasarkan hasil pemeriksaan, masalah keperawatan yang diangkat adalah gangguan pertukaran gas.  Intervensi keperawatan yang diberikan adalah pemberian terapi oksigen dan pengaturan posisi. Modifikasi dilakukan dengan memberikan terapi oksigen Non-Rebreathing Mask (NRM) dan nasal kanul disertai dengan proning position secara bersamaan. Setelah dilakukan terapi tersebut didapatkan status oksigenasi pasien lebih baik dibandingkan sebelum mendapatkan terapi.

The COVID-19 pandemic is a major chalenge facing the world today. The peak of pandemic that occurred in Indonesia was a new chalenge in the management of COVID-19 patients in emergency unit  with al its limitations. The modification was carried out as an effort to stabilize the patient by paying attention  to the oxygenation principes of COVID-19 patients, namely by escalation strategies and maximizing the use of non-invasive oxygen therapy. This case study describes an effort to stabilize the patient, a 55-year-old female with severe COVID-19 who came to the ED with a saturation of 53% using a simple mask. Based on the examination result, the nursing problem which raised was gas exchange disorders. The intervention which given was providing oxygen therapy and positioning. Modifications were carried out by giving Non-Rebreathing Mask (NRM) and nasal cannula accompanied by a proning position simultaneously. After the therapy, the patient's oxygenation status was better than before receiving the therapy. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Nafrah Albar
"Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit umum yang menyebabkan keterbatasan aliran udara dan masalah pernapasan. Penderita PPOK biasanya datang dengan keluhan sesak napas, batuk, produksi sputum, dan adanya suara napas wheezing. Perburukan gejala pada pasien seperti saturasi oksigen yang rendah dinamakan PPOK eksaserbasi. Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien PPOK eksaserbasi dengan intervensi tripod positioning dan active cycle of breathing exercise (ACBT). Karya ilmiah ini menggunakan metode case study pada satu pasien yang dirawat selama lima hari. Evaluasi dari intervensi didapatkan adanya peningkatan saturasi oksigen setelah diberikan intervensi tripod positioning dan ACBT.
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a common disease that causes airflow limitation and breathing problems. COPD patients usually present with complaints of shortness of breath, cough, sputum production, and wheezing breath sounds. Worsening symptoms in patients such as low oxygen saturation are called COPD exacerbations. This paper aims to analyze nursing care for COPD exacerbation patients with tripod positioning and active cycle of breathing exercise (ACBT) interventions. This scientific paper uses a case study method on one patient who was treated for five days. Evaluation of the intervention found an increase in oxygen saturation after being given tripod positioning and ACBT interventions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Long-term oxygen therapy (LTOT) usually represents the final step in the management of severe chronic respiratory diseases. The focus of this volume is on new insights and novel perspectives of LTOT. Starting from consolidated experiences, it's aim is also to emphasize the strategic value of developing technologies and innovative organizational models uniquely to find out even more opportunities and advantages for the management of chronic respiratory patients needing long-term oxygen treatment."
Milan: Springer, 2012
e20410732
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Untuk mengetahui adanya tingkai nyeri dadn pada klien IMA sebelum dan sesudah pemberian terapi oksigen dengan konsentasi rendah (nasal/Kanula), dilakukan penelitian desikriptif perbandingan terhadap 20 klien yang dilaksanakan di RS Pondok Indah dari 10 Oktober sampai dengan 6 Desember 2001.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada tingkat nyeri dada klien IMA sebelum dan se-sudah pemberian terapi oksigen dengan konsenterasi rendah (nasal/Kanula)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5405
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>