Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irfan Arieqal Hatta Ampri
"ABSTRAK
Pendahuluan: Anemia masih merupakan masalah kesehatan yang besar di negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi terjadinya anemia di Indonesia masih sekitar 21.7 %. Diharapkan dengan mengetahui faktor risiko anemia pada mahasiswa baru, dapat dilakukan intervensi dan tata laksana yang sesuai untuk menurunkan prevalensi anemia di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek pada penelitian ini didapatkan dari data sekunder dari pemeriksaan kesehatan mahasiswa mahasiswa gelombang kedua sebuah universitas di Depok pada tahun 2018/2019. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan anemia berdasarkan nilai Hb dan MCV terhadap faktor risiko anemia yaitu jenis kelamin, indeks masa tubuh, aktivitas fisik, pola makan , dan juga tekanan darah. Digunakan kuesioner untuk mengetahui faktor risiko jenis kelamin, aktivitas fisik, dan pola makan. Data yang digunakan akan dianalisis melalui uji chi square untuk uji bivariat, lalu akan dilakukan uji regresi logistik multinomial untuk mengetahui kekuatan dari faktor risiko tersebut. Hasil Terdapat hubungan yang signifikan antara anemia mikrositik dan jenis kelamin perempuan (p =0.000; OR = 8.300) dan indeks masa tubuh underweight (p =0.006 OR=2.759). Terdapat hubungan signifikan antara anemia normositik dengan berat badan normal (p=0.008 OR== 2.888) dan mengkonsumsi protein hewani tidak setiap hari (p=0.007 OR 1.719), kurang konsumsi protein nabati bersifat protektif terhadap anemia normositik (p=0.03 OR= 0.639) Kesimpulan: Hubungan antara prevalensi anemia terhadap jenis kelamin, indeks masa tubuh, konsumsi protein hewani, dan konsumsi protein nabati bersifat signifikan. Aktivitas fisik, tekanan darah, konsumsi karbohidrat, sayur sayuran, dan buah buahan serta minum air bersifat tidak signifikan.

ABSTRACT
Introduction: Anemia is a global health problem in a developing country, including Indonesia. The prevalence of having anemia in Indonesia is around 21.7 %. We hope in recognizing the risk factor of anemia in students, we can formulate an intervention and choosing the right treatments to reduce the prevalence of anemia in Indonesia Method: This research use a cross sectional design. The subject of this research is acquired from the health examination conducted at the beginning of the year for the new students of a university in Depok batch 2018/2019. The study is conducted to recognize the relationship between the prevalence of anemia measured by hemoglobin level and mean corpuscuvular volume and the risk factor of anemia which is gender, BMI, physical activity, blood pressure, and eating habits. The data will be analyzed by the chi square test for the bivariate relationship, and then we will use multinomial logistic regression to know the significance between the risk factors. Results: It is found that microcytic anemia have a significant relationship with women (p =0.000: OR 8.300) and underweight (p =0.006 OR=2.759). There is a relationship between Normocytic anemic and normal BMI (p=0.008 OR=2.888) and animal protein <2x/ day (p=.007 OR= 1.719). there is a protective effect of not consuming plant protein/ day and anemia (p=0.03 OR= 0.639).Conclusion: There is a significant relationship between the prevalence of anemia and the gender, BMI, animal protein consumption, and consuming plant protein. There is no significancy between the prevalence of anemia and hypertension, consuming carbohydrate vegetables and fruits, and drinking water."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitri Nurisfanti
"Anemia defisiensi zat besi, yang merupakan kondisi anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi, memiliki dampak jangka pendek dan panjang, di antaranya menurunkan imunitas tubuh, mengganggu konsentrasi dan fokus, memperbesar risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, hingga menyebabkan kematian. Prevalensi anemia remaja putri di Kota Depok tahun 2023 adalah sebesar 36,34%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko anemia dengan status anemia remaja putri pada SMA negeri di wilayah Kota Depok tahun 2024. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan metode pengambilan sampelnya adalah quota sampling. Data-data pada penelitian ini diambil dengan antropometri, pengukuran hemoglobin dengan Hemocue Hb 201+ System, food recall 2x24 jam, serta pengisian kuesioner. Data kemudian dianalisis secara univariat, bivariat, hingga multivariat. Prevalensi anemia pada penelitian ini didapatkan sebesar 53,3% serta analisis bivariatnya menunjukkan terdapat hubungan antara asupan energi, asupan protein, asupan zat besi, asupan seng, asupan kalsium, konsumsi teh/kopi, siklus menstruasi, lama menstruasi, konsumsi TTD, status gizi, pengetahuan gizi, dan pendapatan orang tua remaja putri terhadap status anemia remaja putri di Kota Depok tahun 2024 (p-value < 0,005). Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap status anemia adalah asupan protein (OR = 6,18).

Iron deficiency anemia is a condition caused by a lack of iron and has both short-term and long-term impacts, including reduced immunity, impaired concentration and focus, higher risk of delivering low birth weight babies, and can even cause death. The prevalence of anemia among female adolescents in Depok 2023 was 36,34%. The aim of this study was to determine the relationship between risk factors for anemia and anemia status among female adolescents at public high schools in Depok 2024. This study used cross-sectional design with quota sampling for sample collection. Data in this study were collected through anthropometry, hemoglobin level measurement with the Hemocue Hb 201+ System, 2x24 hour food recall, and questionnaires. The data were then analyzed using univariate, bivariate, and multivariate analysis. The prevalence of anemia found in this study was 53,3%, and bivariate analysis showed a relationship between energy intake, protein intake, iron intake, zinc intake, calcium intake, tea/coffee consumption, menstrual cycle, duration of menstruation, iron supplement consumption, nutritional status, nutritional knowledge, and parents’ income with anemia status among female adolescents in Depok 2024 (p-value < 0.005). Multivariate analysis indicated that the most dominant factor affecting anemia status was protein intake (OR = 6.18)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Rahmawati
"Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang berisiko mengalami anemia yang disebabkan kurangnya zat besi di dalam tubuh dengan berbagai faktor pencetus. Tujuan penelitian mengidentifikasi hubungan dukungan suami dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Desain penelitian adalah deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional terhadap 60 orang ibu hamil yang diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan hubungan bermakna antara dukungan suami dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Bentuk dukungan emosional paling dominan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil, dengan p value = 0,021 dan nilai OR 21,592. Rekomendasi penelitian adalah kebijakan melakukan deteksi dini dengan screening Hb, pemberian promosi kesehatan, melakukan asuhan dan pelayanan melibatkan suami, dan meneliti dukungan emosional yang dibutuhkan ibu hamil dengan metode kualitatif.

Pregnant women are one of the groups at risk of anemia which was caused by the lack of iron in the body and precipitated by several factors. The aim of research to identify the relationship between their husband's support with the prevalence of anemia in pregnant women. A quantitative descriptive analytic design with cross sectional approach was assigned in this study. Using purposive sampling technique, to 60 pregnant women. The results shows a significant relationship between husband support with the prevalence of anemia in pregnant woman. The emotional support ranked the most powerful support that influence the incidence of anemia in pregnant women, with p value 0,021 and OR 21.592. This study recommends further specific policies which enhance early detection of anemia (Hb screening), the provision of health promotion, care and services which involve husbands, and further qualitative research on emotional support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handayani
"Asfiksia merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi saat kelahiran dan menyebabkan kematian bayi. Penyebab asfiksia tersebut sangatlah beragam , antara lain karena anemia ibu hamil. Tujuan penelitian ini dapat diketahuinya anemia ibu hamil merupakan faktor risiko asfiksia bayi baru lahir di RSUP Fatmawati tahun 2012-2013, dengan menggunakan desain penelitian case control sepadan (matching) dengan rasio 1 : 1 berdasarkan usia kehamilan. Subyek penelitian adalah kelompok kasus yaitu bayi dengan asfiksia sebanyak 103 sampel dan kelompok kontrol yaitu bayi tidak asfiksia yang lahir pada tahun 2013 sebanyak 103 sampel. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji regresi logistik kondisional, diperoleh hasil proporsi kelompok ibu dengan anemia lebih dari separuhnya (71,4%) melahirkan bayi dengan asfiksia dengan p value = 0,0001, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara anemia ibu hamil dengan asfiksia bayi baru lahir, nilai OR = 4,9 (95% CI:2,3 ? 10,7), berarti ibu hamil dengan anemia memiliki risiko 4,9 kali melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu hamil tidak anemia di RSUP Fatmawati tahun 2012-2013. Perlunya dilakukan penyuluhan terhadap ibu hamil tentang pentingnya mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) selama kehamilan dan pemeriksaan kadar Hb ibu.

Asphyxia is one of major health problems in newborn and often ended up with neonatal death. There are many risk factors for birth asphyxia and one of the risk factor is anemia in pregnancy. The purpose of this study is to assess anemia in pregnancy as a risk factor for birth asphyxia in Fatmawati General Hospital in 2012-2013, using a matched 1:1 ratio case-control study design. The matching variable is gestational age. The sample is 103 newborn with history of birth asphyxia and its mother as cases. Controls are 103 newborns without asphyxia who were born in Fatmawati General Hospital in 2013. Matched in gestational age. Data analysis used conditional logistic regression. The result showed more pregnant women with history of anemia in pregnancy in cases (71.4%) be delivered for birth asphyxia. Adjusted odds ratio for anemia in pregnancy as risk factor for birth asphyxia is 4.9 with 95% confidence interval of 2.3-10.9, means women with history of anemia in pregnancy had had 4.9 times the risk of giving birth asphyxia compared with women with history of no anemia in Fatmawati General Hospital, 2012-2013. Therefore we suggested hemoglobin testing for pregnant women and counseling for iron tablet supplementation during pregnancy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick Feriano S
"ABSTRAK
Latar Belakang:Hipertensi menjadi faktor penyebab disabilitas dan kematian tertinggi nomor dua di Indonesia pada tahun 2017, dengan mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan penting pada kejadian hipertensi pada mahasiswa dapat menurunkan angka kejadian hipertensi angkatan kerja di masa depan.
Tujuan:Mengetahui kejadian hipertensi pada mahasiswa baru dan faktor-faktor risiko kejadian hipertensi pada mahasiwa baru sebuah universitas di Depok 2018/2019
Metode:Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan kesehatan mahasiswa baru sebuah Universitas di Depok 2018/2019, sebanyak 2608 data kesehatan mahasiswa baru yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menganalisa kejadian hipertensi dan faktor-faktor risiko hipertensi yang terdiri dari merokok, obesitas, aktivitas fisik, riwayat hipertensi keluarga, dan gender. Selanjutnya data dianalisis dengan uji Kormogolov-Smirnov untuk sebaran normalitas, uji chi square hubungan faktor dengan kejadian hipertensi dan uji regresi logistik biner untuk pengaruh faktor risiko .
Hasil:Kejadian hipertensi sebanyak 84 subjek dari 2608 subjek dengan faktor risiko yang berperan paling kuat hingga paling lemah obesitas (OR: 5.64, CI: 3.47-9.18), gender laki-laki (OR: 5.30, CI: 2.88-9.74), riwayat keluarga hipertensi (OR: 1.70, CI: 1.05-2.75), dan aktivitas fisik kurang (OR: 1.53, CI: 0.97-2.40 ).
Kesimpulan:Obesitas menjadi faktor risiko paling kuat menyebabkan hipertensi, diikuti dengan gender laki-laki, riwayat keluarga hipertensi, dan aktivitas fisik kurang.

ABSTRACT
Background: Hypertension is the second leading factorof disability and death in Indonesia in 2017, knowing the risk factors that have an important role in the incidence of hypertension in adolescent can reduce the incidence of hypertension.
Objective: To determine incidence of hypertension in and risk factors for hypertension in new students at university in Depok 2018/2019
Methods: This Study uses secondary data from the result of new studednts health examination at university in Depok 2018/2019, 2608 student health status data used in this study. This study observed the incidence of hypertension and the risk factors of hypertension consisting of smoking, obesity, physical activity, family history of hypertension, and sex. Then the data were analyzed with Kormogolov-Smirnov test for normality distribution, Chi Square test for correlation and binner logistic regresion test for influence factors.
Results: The incidence of hypertension was 84 from 2608 subject with risk factor that had strongest to weakest role is obesitiy (OR: 5.64, CI: 3.47-9.18), sex male (OR :5.30, CI: 2.88-9.74), family history of hypertension (OR: 1.70; CI:1.05-2.75), and lack of physical activity (OR: 1.53, CI:0.97-2.40)
Conclusion: Obesity is the strongest risk factor for hypertension, followed by sex, family history of hypertension, and lack of physical activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Santoso
"Latar Belakang: Indonesia bagian Timur memiliki beban ganda dalam infeksi parasit di negara tropis yaitu cacing usus dan malaria. Infeksi parasit tersebut secara tunggal maupun bersama-sama dapat menyebabkan kejadian anemia. Di Indonesia, kejadian anemia berhubungan dengan asupan nutrisi zat besi yang kurang dan infeksi parasit Belum diketahui bagaimana hubungan antara infeksi parasit dan anemia pada populasi anak sekolah di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah ko-endemis malaria dan cacing usus.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara infeksi parasit dengan prevalensi anemia pada anak-anak sekolah dasar di Nangapanda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh studi potong lintang dari tim peneliti Departemen Parasitologi FKUI. Populasi terjangkau adalah populasi anak sekolah di Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur berusia 6-10 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan total population sampling. Penentuan status gizi menggunakan aplikasi WHO AnthroPlus untuk anak usia 5-18 tahun. Pemeriksaan infeksi cacing usus pada tinja menggunakan pemeriksaan Katokatz. Pemeriksaan malaria menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Data diuji menggunakan uji chisquare dengan alternatifnya uji Fisher. Hubungan bermakna bila nilai p < 0,05.
Hasil: Didapatkan 240 subyek penelitian dengan rerata usia 8,21 tahun, rerata hemoglobin 11,92g/dL dengan proporsi anemia 53,3%. Proporsi infeksi cacing usus sebesar 24,2% dan infeksi malaria sebesar 6,7%. Hasil analisis didapatkan bemakna pada variabel jenis kelamin (p<0,001) sedangkan variabel infeksi cacing usus dan malaria didapatkan hasil tidak bermakna terhadap kadar hemoglobin dengan masing-masin nilai p=0,747 dan p=0,782.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara infeksi cacing usus dan malaria dengan tingkat keparahan anemia pada anak-anak sekolah dasar yang tinggal di daerah Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.

Background: East Region of Indonesia has double burden for parasitic infection endemic in tropical country such as soil transmitted helminths and malaria. These parasitic infections alone or together can cause anemia. In Indonesia, anemia was associated with low nutrition intake of iron and parasitic infection. However, this association was not known in the population of school children in Nangapanda Distric, Nusa Tenggara Timur Province which was ko-endemic between malaria and soil transmitted helminths.
Aim: To find the association between parasitic infection and prevalence of anemia in children who attends primary school in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Method: This research used secondary data from cross-sectional study conducted by FKUI Parasitology Team. Target population was children 6-10 year who attended primary school in Ende, Nusa Tenggara Timur. The sampling method was using total population sampling. The nutritional status was determined using the application of WHO AnthroPlus for children aged 5-18 years old. Soil-transmitted helminths infection was being detected by Katokatz method and malaria infection is using PCR method. Data was being analyzed with chi-square test and Fisher test as the alternative. Association is significant when p value is<0,05.
Result: Total sample is 240 subjects with mean age 8,21 years old, mean hemoglobin is 11,92 g/dL and anemic proportion is 53,3%. Soil-transmitted helminths infection proportion is 24,2% and malaria infection is 6,7%. The analytical results is significant for gender(p<0,001) and not significant for Soil-transmitted helminths infection and malaria with p=0,747 and p=0,782, respectively versus hemoglobin concentration.
Conclusion: There is no association between Soil-transmitted helmints infection and malaria with the severity of anemia in children who attends primary school and live in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Anugraheni
"Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi di Indonesia, yaitu 22 pada perempuan tidak hamil. Anemia merupakan salah satu penyebab tidak langsung kematian ibu yang tersering di Indonesia. Dalam rangka membantu upaya pencegahan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada remaja perempuan di Depok. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional menggunakan data sekunder pemeriksaan kesehatan pada 2112 mahasiswa baru perempuan Universitas X tahun ajaran 2015/2016 di Depok.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia pada remaja perempuan di Depok adalah 10,8 9,4 -12,1. Melalui analisis bivariat, didapatkan asal daerah p=0,038 dan dismenorrhea p=0,001 berhubungan dengan anemia. Pada analisis multivariat, didapatkan variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan anemia adalah dismenorrhea OR, 0,617; IK 95 , 0,467-0,815; p:0,001 , dengan hubungan terbalik bahwa kejadian anemia 1,6 kali lebih banyak pada remaja perempuan yang tidak dismennorhea.

Anemia is one of the health problem with high prevalence in Indonesia. It accounts for 22 proportion in non pregnant women. Anemia is one of the most common indirect cause of maternal death in Indonesia. In order to assist prevention efforts, this study aimed to determine the factors associated with anemia in adolescent girls in Depok. A cross sectional study using secondary data from medical checkup results was performed on 2112 female freshman of University X academic year 2015 2016 in Depok.
The results showed that the prevalence of anemia among adolescent girls in Depok was 10.8 9.4 12.1. Through the bivariate analysis, it was found that the freshman's hometown p 0.038 and dysmenorrhea p 0.001 were associated with anemia. On multivariate analysis, it was found that dysmenorrhea was associated with anemia OR, 0.617 CI 95, from 0.467 to 0.815 p 0.001, with an inverse association that the incidence of anemia 1,6 times greater among gilrs without dysmenorrhea.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Rahma Rizqina
"Latar belakang: Persalinan prematur adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, sebanyak 29,5 persen bayi Indonesia terlahir secara prematur. Kelahiran prematur menjadi salah satu penyebab utama kematian bayi dan memiliki berbagai komplikasi jangka panjang bagi anak. Anemia merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya prematur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara anemia dan persalinan prematur. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode case-control dengan uji statistik Chi square dan uji Fisher jika syarat Chi square tidak terpenuhi. Sampel penelitian ini berjumlah 100 sampel yang terdiri dari 50 sampel ibu yang bersalin secara prematur dan 50 sampel ibu yang tidak menjalani persalinan prematur. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan pencatatan pada rekam medis ibu melahirkan pada tahun 2021 di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Brimob, Depok. Hasil: Dari 100 subjek, sebanyak 69 persen memiliki usia 20-34 tahun, 73 persen memiliki IMT >24,9 kg/m2, 36 persen memiliki paritas 1, dan 33 persen mengalami anemia. Ibu dengan anemia yang menjalani persalinan prematur adalah 16 persen dari keseluruhan ibu. Hasil uji analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara anemia dan persalinan prematur dengan nilai p 0,832, 95%CI 0,397-2,103, OR 0,913. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara anemia dengan persalinan prematur di Kota Depok pada tahun 2021.

Introduction: Preterm birth is a term to describe a birth that takes place before the 37th week of gestational age. According to Indonesian Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar) 2018, the incidence of preterm birth in Indonesia is as high as 29.5% of live births. Preterm birth is one of the leading causes of neonatal mortality and one of many factors of long-term health complication of children. Anemia is a factor that could possibly increase the risk of preterm birth incidence. This study was conducted to determine the correlation between anemia and preterm birth incidence. Method: Case-control study was conducted using clinical record information of 100 subjects consisting of 50 women with preterm delivery and 50 women with term delivery at Rumah Sakit Umum Bhayangkara Brimob, Depok in year 2021. The number of samples was determined with consecutive sampling. The correlation between variables were then analyzed with the Chi-square test or Fisher’s exact test, if the assumptions for the Chi-square test were not met. Result: Within the 100 subjects studied, 69% were 20-34 years old, 73% had BMI >24,9 kg/m2, 36% were primiparous, and 33% had anemia in pregnancy. As many as 16% of the subjects had anemia in pregnancy and preterm deliveries. Bivariate analysis showed no significant correlation between anemia in pregnancy and preterm delivery (p=0.832; 95%CI: 0.397-2.103; OR=0.913) Conclusion: There is no significant correlation between anemia in pregnancy and preterm birth incidence in Depok in 2021."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhora Yufita Nurfitriani
"Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram, merupakan sindrom kompleks yang mencakup kelahiran premature, bayi kecil untuk usia kehamilan (Small for gestational age = SGA) atau kombinasi antara keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh anemia pada ibu hamil terhadap BBLR, dengan desain penelitian case control. Desain penelitian ini menggunakan data rekam medis RSUD KiSA Kota Depok, populasi penelitian ini adalah ibu yang melahirkan di RSUD KiSA Kota Depok Tahun 2022. Sampel penelitian terdiri dari 72 ibu yang melahirkan dengan BBLR sebagai kasus dan 72 ibu yang melahirkan dengan BBL normal (2500grm) sebagai kontrol. Hasil penelitian proporsi Anemia pada ibu hamil lebih banyak pada kelompok BBLR (43,1%) daripada yang tidak BBLR (22,2%). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara anemia ibu hamil dengan kejadian BBLR   dengan nilai P-value 0,001. (95% CI 1.88 – 13.04).  Ibu yang menderita anemia pada kehamilan memiliki resiko 4,96 kali untuk mengalami BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia, setelah dikontrol variable paritas, usia kehamilan dan hipertensi.

Low Birth Weight (LBW) is a birth weight of less than 2500 grams, is a complex syndrome that includes premature birth, small babies for gestational age (SGA) or a combination of both. The purpose of this study was to see the effect of anemia in pregnant women on LBW, with a case control study design. The design of this study used medical record data at KiSA Hospital, Depok City, the population of this study were mothers who gave birth at KiSA Hospital, Depok City in 2022. The study sample consisted of 72 mothers who gave birth with LBW as cases and 72 mothers who gave birth with normal BBL (> 2500grm). ) as a control. The results of the study showed that the proportion of anemia in pregnant women was higher in the LBW group (43.1%) than those who were not LBW (22.2%). From the results of this study it can be concluded that there is a significant relationship between anemia in pregnant women and the incidence of LBW with a P-value of 0.001. (95% CI 1.88 – 13.04). Mothers who suffer from anemia in pregnancy have a 4.96 times the risk of experiencing LBW compared to pregnant women who are not anemic, after controlling for parity, gestational age and hypertension variables."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Femmy Nurul Akbar
"Latar Belakang. Salah satu terapi standar hepatitis C kronik adalah terapi kombinasi interferon alfa (IFN) dan ribavirin (RIB). Namun terapi kombinasi tersebut dapat menimbulkan efek samping anemia. Anemia menyebabkan dosis ribavirin harus diturunkan atau dihentikan sementara yang mengakibatkan penurunan keberhasilan terapi hepatitis C kronik. Oleh karena itu perlu diketahui prevalensi dan faktor risiko anemia pada pasien yang menjalani terapi kombinasi agar anemia dapat diantipasi dan diawasi lebih cermat pada pasien dengan faktor risiko tersebut. Penelitian semacam ini belum pernah dipublikasi di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui prevalensi dan faktor risiko terjadinya anemia pada pasien hepatitis C kronik yang menjalani terapi interferon alfa dan ribavirin serta mengetahui frekuensi pasien anemia yang mengalami penurunan dan penghentian ribavirin.
Metodologi. Pasien hepatitis C kronik yang mendapat pengobatan berupa terapi kombinasi interferon alfa-ribavirin oleh staf divisi Hepatologi FKUIIRSCM diikutsertakan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah tepi pada minggu ke 8 terapi kombinasi. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan variabel yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, genotip, dosis ribavirin dan, kadar hemoglobin awal terapi.
Hasil. Enam puluh satu subyek penelitian terdiri dari pria 47 (77%), wanita 14 (23%) dan usia rerata 38,9 tahun, 23 (71,9 %) subyek mempunyai genotip 1 dan 4, dan 44 (72,1 %) subyek mendapat dosis ribavirin 1000 mg. Prevalensi anemia sebesar 52,5 % (32 subyek). Dari analisis multivariat hanya kadar hemoglobin awal terapi yang rendah yang berhubungan bermakna dengan anemia.. Jumlah pasien anemia yang mengalami penurunan dosis ribavirin adalah 8 dari 32 pasien anemia.
Kesimpulan. Prevalensi anemia pada terapi kombinasi 52,5 %. Kadar hemoglobin awal terapi < 14 gldl merupakan faktor risiko terjadinya anemia sehingga pengawasan lebih ketat dan intervensi terhadap anemia dapat dilakukan pada pasien dengan faktor risiko tersebut. Meskipun umur ? 50 tahun, dan wanita belum terbukti sebagai faktor risiko anemia namun harus tetap menjadi perhatian. Delapan subyek (25 %) Ban 32 pasien anemia memerlukan penurunan dosis ribavirin dan tidak ada yang mengalami penghentian ribavirin.

Background. Interferon alfa and ribavirin combination therapy is one of effective standard therapy for chronic hepatitis C. However, anemia is a common side effect of this therapy. Therefore, patients have to reduce or discontinue ribavirin therapy and this can reduce the effectivity of the therapy. Hence, it is important to know the prevalence of anemia and to determine the factors associated with anemia.
Objective. To determine the prevalence of anemia and some risk factors associated with anemia caused by combination therapy in chronic hepatitis C, also to know frequencies of anemia patients who received dose reduction or discontinuation ribavirin therapy.
Method. Sixty one patient of chronic hepatitis C received combination therapy from staff of Hepatology Division FKUIfRSCM were included in the study. Data were obtained by anamnesis, physical examination, and measured complete blood count on 8`h week of therapy. This study was conducted by using cross sectional design.
Result. Subjects were 47 males (77%), females 14 (23%) with mean age 38.9 years. Twenty three subjects had genotype 1 and 4 (71.9%) and 44 subject (72.1) received 1000 mg ribavirin. Prevalence of anemia was found to be 52.5 % (32 subjects). It was concluded that risk factors of anemia are: age > 50 years, females, low pretreatment hemoglobin concentration (<14 gldl) were risk factors of anemia. On multivariate analysis only pretreatment hemoglobin concentration < 14 g/dl was determined to be the risk factor of anemia There were 8 subjects from 32 anemia patients had ribavirin reduction, and no patient had discontinuation treatment on Bch week of therapy.
Conclusion. Prevalence anemia was 52,5 % and pretreatment hemoglobin concentration <14 gldl were found to be the risk factors of anemia. Although age > 50 years and female were not yet found to be risk factors of anemia, we should be careful of these risk factors. Therefore patient with these risk factors should be carefully monitored and intervention to prevent anemia should be considered. Eight subjects from 32 anemia patients had ribavirin reduction, and no patient had discontinuation treatment on 8`h week of therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>