Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171452 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa Rasyida Adriani
"Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan kecenderungan gaya resolusi konflik yang
digunakan dalam menyelesaikan konflik perkawinan, dan hal tersebut dapat
mempengaruhi kepuasan perkawinan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah
terdapat pengaruh yang signifikan gaya resolusi konflik terhadap kepuasan perkawinan
pada laki-laki dan perempuan pada 5 tahun pertama perkawinan, serta mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kepuasan perkawinan dan penggunaan gaya
resolusi konflik pada kedua kelompok tersebut. Uji independent sample t test dan
multiple regression dilakukan kepada 625 partisipan (171 laki-laki dan 454 perempuan)
berusia 20 - 40 tahun yang sedang menjalani hubungan perkawinan dengan usia
perkawinan sama dengan atau kurang dari 5 tahun. Resolusi konflik diukur dengan CRSI
(Conflict Resolution Styles Inventory) dan kepuasan perkawinan diukur dengan QMI
(Quality of Marriage Index). Hasilnya, ditemukan perbedaan tingkat kepuasan
perkawinan dimana laki-laki memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Selain itu, juga ditemukan perbedaan yang signifikan gaya
resolusi konflik yang cenderung digunakan laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
lebih sering menggunakan gaya positive problem solving dan compliance, sedangkan
perempuan lebih sering menggunakan gaya conflict engagement. Kemudian, juga
ditemukan terdapat pengaruh yang signifikan gaya resolusi konflik conflict engagement,
withdrawal, dan positive problem solving terhadap kepuasan perkawinan, dimana gaya
conflict engagement dan withdrawal berpengaruh secara negatif terhadap kepuasan
perkawinan, sedangkan gaya positive problem solving berpengaruh secara positif
terhadap kepuasan perkawinan. Lalu, gaya resolusi konflik yang paling dapat
memprediksi tingkat kepuasan perkawinan pada laki-laki maupun perempuan adalah
positive problem solving. Disarankan bagi individu yang telah menikah untuk
menerapkan gaya resolusi konflik yang memberikan pengaruh positif agar mereka dapat
mempertahankan atau meningkatkan kepuasan perkawinan mereka.

Men and women have differences in conflict resolution styles that tend to be used to
resolve their marital conflicts, and this can affect their marital satisfactions. This study
was conducted to examine whether there is a significant effect of conflict resolution
styles on marital satisfaction in men and women in the first 5 years of marriage, and also
to know whether there is a significant differences of level of marital satisfaction and the
use of conflict resolution styles between men and women. Independent sample t test and
multiple regression tests were conducted on 625 participants (171 men and 454 women)
aged 20-40 years who were in marital relationships with marital duration equal to or less
than 5 years. Conflict resolution was measured by CRSI (Conflict Resolution Styles
Inventory) and marital satisfaction was measured by QMI (Quality of Marriage Index). It
was found that there was a difference in the level of marital satisfaction that men have a
higher level of marital satisfaction than women. It was also found a significant difference
in conflict resolution styles that tend to be used by men and women, where men more
often use positive problem solving and compliance styles, while women more often use
conflict engagement styles. Then, it was also found that there was a significant effect of
conflict engagement, withdrawal, and positive problem solving style on the level of
marital satisfaction, where conflict engagement and withdrawal styles negatively affected
marital satisfaction, whereas positive problem solving style positively affected marital
satisfaction. Finally, conflict resolution style that can best predict the level of marital
satisfaction in both men and women was positive problem solving. It is recommended for
married individuals to apply a conflict resolution style that has a positive influence so that
they can maintain or increase their marital satisfaction
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Luthfi Khairunnisa
"Kepuasan perkawinan dan strategi resolusi konflik menjadi faktor penting yang menentukan perkawinan dapat bertahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi resolusi konflik dalam memprediksi kepuasan perkawinan pada tiga kelompok durasi perkawinan yaitu perkawinan lima tahun pertama, perkawinan pada durasi 5-15 tahun dan perkawinan di atas lima belas tahun khususnya pada perempuan. Penelitian ini dikhususkan pada partisipan perempuan dalam tiga rentang waktu dikarenakan pada setiap durasi perkawinan memiliki konflik yang berbeda dan hal tersebut mempengaruhi kepuasan perkawinan. Selama melewati tahapan perkembangan keluarga, ternyata pria tidak mengalami perubahan pola kepuasan perkawinan, sementara perempuan mengalami perubahan di setiap fasenya. Responden penelitian ini berjumlah 651 perempuan yang sedang menjalani perkawinan pertama. Pengambilan sampel yang digunakan menggunakan teknik convenience sampling yaitu pengambilan berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan perkawinan mengunakan alat ukur Quality Marital Inventory (QMI) dan strategi resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). Hasil penelitian dari 651 orang partisipan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan di ketiga kelompok durasi perkawinan. Terdapat perbedaan penggunaan strategi resolusi konflik dimana conflict engagement lebih sering digunakan oleh kelompok perkawinan lima tahun pertama dan compliance lebih sering digunakan pada kelompok perkawinan di atas lima belas tahun. Sedangkan untuk analisis regresi terkait prediksi antara strategi resolusi konflik dan kepuasan perkawinan, ditemukan bahwa strategi resolusi konflik positive problem solving, conflict engagement, withdrawl dapat memprediksi kepuasan perkawinan pada ketiga kelompok durasi perkawinan. Sedangkan strategi resolusi konflik compliance tidak dapat memprediksi kepuasan perkawinan di setiap kelompok.

Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). The results of this study showed that there were no differences marital satisfaction in three categories duration of marriage. There are differences in use of conflict resolution strategies where conflict engagement is more often used in duration marriage less than five years and compliance is more often used in duration marriage over fifteen years. There is a significant correlation between positive problem solving, conflict engagement, and withdrawal to marital satisfaction. Meanwhile compliance no significant correlation between marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrishianie
"Kepuasan pernikahan merupakan pandangan subjektif, dimana pasangan merasa puas dan terpenuhi dalam hubungan pernikahan, serta prediktor pernikahan dapat berjalan stabil dan bertahan. Resolusi konflik dinilai menjadi prediktor penting pada kepuasan pernikahan pasangan. Konflik merupakan suatu hal yang normal dan alami dari kehidupan berkeluarga, bahkan individu dapat menggunakan konflik untuk membantu hubungan menjadi lebih berkualitas, apabila konflik dapat dikelola dengan baik. Adapun, kecenderungan umum atau pola respon untuk menghadapi konflik dalam berbagai situasi dikenal dengan istilah gaya resolusi konflik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gaya resolusi dalam memprediksi kepuasan pernikahan diri sendiri maupun pasangan pada pasangan commuter marriage. Pemilihan commuter marriage sebagai fokus penelitian ini dikarenakan fenomena pasangan commuter marriage terus meningkat seiring perubahan zaman dan sudut pandang dalam pernikahan.
Responden penelitian ini berjumlah 66 pasangan suami-istri yang sedang menjalani commuter marriage. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini tergolong teknik convenience sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan pernikahan menggunakan Couple Satisfaction Index (CSI) dan gaya resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI).
Analisis data menggunakan teknik Structural Equation modeling (SEM) menunjukkan hasil Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1,00; dan Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0,0004. Hasil ini menunjukkan bahwa model fit, sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya resolusi konflik dinyatakan sebagai prediktor terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage.

Marital satisfaction is a subjective view, in which the couple feel satisfied and fulfilled in the marriage relationship, and the predictor of marriage stable and survive. Conflict resolution is considered to be an important predictor of partner marital satisfaction. Conflict is a normal and natural thing of marriage life, even individuals can use conflict to enriched the relationships, when conflict can be managed properly. The general trend or response pattern for dealing with conflicts in various situations is known as conflict resolution.
This study aims to determine the effect of conflict resolution styles in predicting of marital satisfaction in commuter marriage couple. The selection of commuter marriage as the focus of this research is due to the commuter marriage couple's phenomenon keeps increasing with the changing of time and point of view in marriage.
Respondents of this study consisted of 66 couples who are undergoing commuter marriage. Sampling used in this research pertained convenience sampling technique that is sampling based on the willingness of respondents. Measurement of marital satisfaction using Couple Satisfaction Index (CSI) and conflict resolution style using Conflict Resolution Style Inventory (CRSI).
Data analysis using Structural Equation modeling (SEM) technique showed Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1.00; and Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0.0004. These results indicate that the model fit, so it can be concluded that the conflict resolution style is a significant predictor of marital satisfaction in the commuter marriage couple.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giffari Arsyad
"Pernikahan dianggap sebagai hubungan yang penting karena berfungsi sebagai penyedia cinta, keamanan, dan kebahagiaan bagi individu. Meski begitu, konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada eksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan dan resolusi konflik dengan melihat perbedaan pada generasi X dan Y. Penelitian juga dilakukan untuk melihat efek moderasi perbedaan generasi pada hubungan keduanya. Uji independent sample t-test dan moderasi dilakukan kepada 787 partisipan yang telah menikah (217 generasi X dan 570 generasi Y) menggunakan kuesioner berisi 16 item CRSI (Conflict Resolution Style Inventory) untuk mengukur gaya resolusi konflik dan 6 item QMI (Quality of Marriage Index) untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasilnya, generasi Y ditemukan lebih sering menggunakan gaya conflict engagement dibandingkan dengan generasi X. Generasi X lebih sering menggunakan compliance dan memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi ketimbang generasi Y. Kemudian, perbedaan generasi tidak memoderatori hubungan gaya conflict engagement dengan kepuasan pernikahan, namun memoderatori hubungan gaya positive problem solving, compliance dan withdrawal dengan kepuasan pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan generasi dapat berpengaruh pada resolusi konflik dan kepuasan pernikahan serta menjadi moderator pada hubungan keduanya meski memiliki pengaruh yang kecil.

Marriage is considered as an important relationship because it provides love, security, and happiness for individuals. Even so, conflict is something that cannot be avoided in marriage. This study aims to contribute to the study of factors that influence marital satisfaction and conflict resolution by looking at differences in generations X and Y. Research is also conducted to look for the moderating effects of generational differences between those variables. Independent sample t-test and moderation analysis were conducted on 787 participants (217 generation X and 570 generation Y) using a questionnaire containing 16 items of CRSI (Conflict Resolution Style Inventory) to measure conflict resolution styles and 6 items of QMI (Quality Marriage index) to measure marital satisfaction. Generation Y was found to use conflict engagement style more frequently than generation X. Generation X used compliance style more often and had higher marriage satisfaction than generation Y. Then, generational differences did not moderate the relationship between conflict engagement style and marriage, but moderated the relationship of positive problem solving, compliance and withdrawal style with marriage satisfaction. It can be concluded that the generational differences can result distinct conflict resolution style, marital satisfaction, and become a moderator for their relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Eryananda
"Kepuasan pernikahan berperan penting dalam kehidupan. Sebelum menjadi pasangan suami istri, individu memiliki faktor personal yang dibawa dan mempengaruhi dinamika pernikahan dan bagimana pandangan individu terkait pernikahannya. Penelitian ini akan melihat apakah human values sebagai faktor personal dapat secara signifikan mempengaruhi kepuasan pernikahan, lebih lanjut juga melihat apakah jenis strategi resolusi memoderasi pengaruh human values terhadap kepuasan pernikahan. Sebanyak 329 partisipan yang merupakan generasi Y dan sudah menikah selama 1 tahun terlibat dalam penelitian ini. Setiap partisipan diminta untuk mengisi Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) dan Quality Marriage Index (QMI).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa human values merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan, dimana nilai self-enhancement dan openness to change memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan pernikahan (B= -3.253, p.01; B=-1.802, p.01) sementara nilai selftranscendence (B=5.789, p.01) memiliki hubungan positif terhadap kepuasan pernikahan. Selain itu juga ditemukan jenis strategi resolusi positive problem solving memoderasi hubungan self-transcendence dan kepuasan pernikahan (B=-0.448, p05). Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktisi psikolog dan calon pasangan suami istri agar dapat mempertimbangkan peran human values dan melatih teknik positive problem solving. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melibatkan pasangan atau pada populasi bercerai untuk melihat peran nilai dan strategi resolusi konfliknya.

Marriage satisfaction plays an important role in life. Before becoming a husband and wife, individuals have personal factors that are brought and influence the dynamics of marriage and how the individual views related to marriage. This study purpose to found out whether human values as a personal factor can significantly influence marital satisfaction, and also look at whether the type of conflict resolution strategy moderates the influence of human values on marital satisfaction. A total of 329 participants who were generation Y and had been married for at least a year were involved in this study. Each participant was asked to fill in the Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) and Quality Marriage Index (QMI).
The results of this study found that human values are a significant predictor of marital satisfaction, where self-enhancement and openness to change values have a negative relationship with marital satisfaction (B = -3,253, p .01; B = -1.802, p .01 ) while the value of self-transcendence (B = 5.789, p .01) have positive relationship with marital satisfaction. It also found positive problem solving strategies moderate the relationship between self-transcendence and marital satisfaction (B = -0.448, p .05). The results of this study are useful for practitioners and potential couples to consider the role of human values and practice positive problem solving techniques. Further research can be done by involving partners or divorced populations to see the role of values and conflict resolution strategies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Desita
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara passion dan kepuasan perkawinan pada individu dalam tahap perkawinan yang memiliki anak remaja.
Sebanyak 157 partisipan yang memiliki anak remaja (usia 13-20 tahun) mengisi kuesioner passion (subskala passion dari Sternberg?s Triangular Love Scale) dan kepuasan perkawinan (ENRICH Marital Satisfaction Scale).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan positif (r=0.656,p<0.01). Hal tersebut menandakan bahwa passion dan kepuasan perkawinan partisipan tinggi. Berdasarkan analisis tambahan, ditemukan adanya hubungan signifikan lama berpacaran dengan kepuasan perkawinan pada partisipan (r=0.164, p<0.05).

This research is aimed to examine the relationship between passion according to Sternberg?s triangular theory of love and marital satisfaction in individuals at marital stage with teenagers.
A total of 157 participants complete the questionnaires on passion (Sternberg?s Triangular Love Scale) and marital satisfaction (Fowers and Olson?s ENRICH Marital Satisfaction Scale). This research shows that participants have high passion and marital satisfaction.
The result of this study indicates a positive and significant relationship between passion and marital satisfaction (r = 0.656, p<0.01). In addition, a significant correlation was found between courtship length and marital satisfaction (r = 0.164, p<0.05).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krido Saptono
"Tesis ini membahas tentang umur kawin pertama pada perempuan di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi yang paling besar jumlah penduduknya dan terkenal dengan umur kawin pertama perempuan paling rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Besarnya persentase umur kawin pertama pada usia anak-anak membuat semakin panjang waktu perempuan di dalam ikatan perkawinan, sehingga peluang perempuan untuk mempunyai anak banyak lebih besar. Dampaknya adalah masih tingginya tingkat fertilitas yang menyebabkan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sehingga mengendalikan umur kawin pertama perempuan mempakan salah satu opsi untuk menekan laju penumbuhan penduduk.
Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari pola, perbedaan dan determinan umur kawin pertama. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferens seperti survival analisis dan regresi dengan life data. Data yang digunakan adalah data SDK1 2007, SDKI 2002/2003 dengan obyek penelitian perempuan pernah kawin umur 15-49 tahun serta data TPAK perempuan yang bersumber dari SP 1980, SP 1990 dan SP 2000 di Provinsi Jawa Barat.
Temuan pada analisis deskriptif menyimpulkan bahwa 33,9 persen perempuan yang tinggal di pedesaan dan 14,3 persen perempuan di kota kawin pada usia 15 tahun ke atau kurang. Perkawinan usia anak-anak ini didominasi oleh perempuan dengan pendidikan rendah terutama di pedesaan. Analisis inferens menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan perempuan dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mempunyai pengaruh positif terhadap umur kawin pertama yang berarti semakin tinggi pendidikan dan TPAK perempuan maka semakin lambat kawin.
Perempuan di daerah pedesaan cenderung lebih cepat kawin dibandingkan dengan perempuan di perkotaan, begitu juga dengan perempuan muslim dibandingkan dengan non muslim. Perempuan yang bekerja di sektor pertanian lebih cepat kawin dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor non pertanian terutama di daerah pedesaan. Kohor perempuan paling muda Iebih cepat kawin dibandingkan dengan kohor perempuan paling tua terutama di daerah perkotaan, walaupun perempuan kohor paling tua mempunyai resiko lebih tinggi untuk kawin pada umur anak-anak dibandingkan dengan perempuan kohor paling muda.

This thesis discussed age at first marriage of women in West Java Province. ln Indonesia, West Java is the largest population and it is known as the lowest age at first marriage of women among other provinces. High percentage of age at first marriage of teen makes the longer time in duration of marriage and it influences opportunity of women to reproduce more children. As the impact, high fertility rate causes high population growth rate and it makes options to decrease population rate by controlling age at first marriage of women.
This research’s aim is to learn pattem, difference and determinant of age at first marriage. The methods of research are descriptive analysis and inferential analysis, such as survival analysis and regression analysis with life data. The data are IDHS 2007 and IDHS 2002/2003 with women in research object, which they are marriage women between 15-49 years old and female Labor Force Participation Rate from 80’s, 90’s and 2000’s Population Census in West Java.
The findings in descriptive analysis conclude that 33.9 percent of women in rural area and 14.3 percent of women in urban area, they marry on age of 15 or less. This marriage on teen age is dominated the lower education, especially in rural area. The inferential analysis concludes that there is positive correlation between women education status and Labor Force Participation Level into fust marrying age. The women higher education status affects the older marrying age.
Women in rural area more likely marry in younger age than women in urban area. Similar about living area, Moslem women is like to marry younger than non Moslem women. Women working in agriculture sector are like to marry younger than women working in non agriculture sector, especially in rural area. The youngest cohort women are like to marry younger than the oldest women cohort, especially in urban area, although the oldest women cohort has higher risk than the youngest women cohort to marry on younger age.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33983
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Nur Hajizah
"Pasangan yang menikah pasti mengharapkan kebahagiaan dalam pernikahannya dan berharap pernikahannya berjalan memuaskan. Namun, faktanya tidak semua pasangan bisa merasakan sebuah pernikahan dengan keadaan bahagia dan memuaskan. salah satu faktor yang diduga dalam menentukan kepuasan pernikahan adalah komunikasi. Komunikasi yang ada dalam sebuah pernikahan merupakan komunikasi yang unik karena terjadi pada dua orang yang terlibat dalam hubungan yang intim. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komunikasi intim dengan kepuasan pernikahan pada masa pernikahan 2 tahun pertama. Penelitian ini menggunakan 100 partisipan yang terdiri dari 50 laki-laki dan 50 perempuan dengan karakteristik masa pernikahan 2 tahun pertama yang ada di daerah jabodetabek. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan perhitungan korelasi untuk mengetahui hubungan diantara kedua variabel tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara komunikasi intim dan kepuasan pernikahan.

A married couple would expect happiness in marriage and hoped his marriage work satisfactorily. However, the fact that not all couples can feel a marriage with a state of happiness and satisfaction. One factor in determining the satisfaction of the alleged marriage is communication. Communication in a marriage is a unique communication because it happened to two people involved in intimate relationships. This study aims to look at the relationship between intimate communication with marital satisfaction during the first 2 years of marriage. The study involved 100 participants consisting of 50 male and 50 female with the characteristics marriage age two the first year in the Greater Jakarta area. This quantitative research study using a correlation calculation determine the correlation between two variables. The finding showed a significant correlation intimate communication with marital satisfaction."
Depok: Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldus Ardhito Yudapratama
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara kualitas alternatif pasangan dan kepuasan perkawinan, serta keberadaan efek moderasi cinta di antara keduanya pada pasangan perkawinan campur. Partisipan dalam penelitian ini adalah para individu yang berusia minimal 21 tahun, dan menjalani hubungan perkawinan campur (WNI dengan WNA). Dari hasil uji korelasi pearson correlation dan teknik analisis moderasi PROCESS yang dilakukan kepada 90 partisipan (76 WNI dan 14 WNA), ditemukan bahwa kualitas alternatif terbukti memiliki korelasi negatif yang signifikan terhadap kepuasan perkawinan individu dalam perkawinan campur, r(90) = -0.38, p < .01. Dengan kata lain, individu akan merasa lebih puas dengan perkawinannya ketika ia tidak melihat bahwa orang lain sebagai alternatif cukup berkualitas. Selain itu, terdapat efek interaksi yang signifikan antara kualitas alternatif dan cinta terhadap kepuasan perkawinan (t = 2.63, p < .05). Artinya, dalam penelitian ini cinta terbukti memoderasi hubungan antara kualitas alternatif pasangan dan kepuasan perkawinan pada pasangan perkawinan campur.

ABSTRACT
This research is a correlational study that aims to look at the relationship between the quality of alternatives and marital satisfaction, and the moderating effect of love between the two in international marriages. Participants in this study were individuals who were at least 21 years old, and currently in an international marital relationship (Indonesian citizens with foreigners). From the results of the Pearson correlation test and the PROCESS moderation analysis technique conducted on 90 participants (76 Indonesian citizens and 14 foreigners), it was found that the quality of alternatives has a significant negative correlation on individual marital satisfaction in international marriages, r (90) = -0.38, p <.01. In other words, the individual will be more satisfied with their marriage when they do not see that the alternative has a suffiecient quality. In addition, there was a significant interaction effect between alternative quality and love on marital satisfaction (t = 2.63, p <.05). That is, in this study love is proven to moderate the relationship between the quality of alternatives and marital satisfaction in international marriage couples."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Febrinia
"Perkawinan campur diketahui sebagai perkawinan yang lebih rentan mengalami konflik perkawinan dikarenakan perbedaan latar belakang budaya yang mencakup nilai, sikap, cara pandang, dan perilaku. Konflik tersebut dapat memengaruhi kepuasan perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan merupakan hal yang esensial karena berpengaruh terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan  hidup secara keseluruhan. Diketahui terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan perkawinan yaitu komitmen dan trait extraversion. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui apakah extraversion dapat memoderasi hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan. Dari data 90 individu yang berpartisipasi pada penelitian ini, ditemukan dua hasil penelitian. Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen dan kepuasan perkawinan (r=0.527, p<0.01, two tails). Kedua, extraversion ditemukan dapat memoderasi hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan (t=-2.37, p < 0.05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan dapat diperlemah oleh tingkat extraversion yang dimiliki individu.

International marriage is known to be more susceptible for conflicts because of the differences in cultural background that consists of values, attitudes, point of view, and behaviors. These conflicts can influence marital satisfaction. Satisfaction in marriages is essential because it affects someone's life happiness and well-being overall. A few factors play a role in affecting individual's marital satisfaction, among which are commitment and trait extraversion. This correlational research intends to find out if extraversion moderates the relation of commitment and marital satisfaction. Gathered data from 90 participants on this research reveals two outcomes. First, there is a positive significant correlation between commitment and marriage satisfaction (r = 0.527, p < 0.01, two tails). Second, extraversion is found to be able to moderate the relation between commitment and marriage satisfaction (t = -2.37, p < 0.05). Therefore, it can be concluded that commitment and marriage satisfaction can be weakened by a low level of extraversion of an individual.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>