Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145643 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustinus Gatot Dwiyono
"Latar Belakang: Kanker Nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang sering di Indonesia. Molekul terkait imun yang banyak diteliti adalah Programmed Death-1 (PD-1)/Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil PD-L1 dari spesimen KNF di Indonesia.
Metode: Spesimen biopsi massa nasofaring diambil untuk pemeriksaan konsentrasi protein PD-L1 dengan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pada spesimen yang terbukti secara histologis KNF dilakukan pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) untuk mengetahui ekspresi PD-L1.
Hasil: Lima puluh empat spesimen biopsi nasofaring diperoleh. Tiga puluh lima dari 54 spesimen dikonfirmasi secara histologis KNF yang tidak berdiferensiasi dengan usia rerata 51 tahun. Selebihnya, 19 spesimen lainnya secara histologis bukan KNF dengan usia rerata 37 tahun. Pada pemeriksaan ELISA, median konsentrasi PD-L1 dari spesimen KNF adalah 2100,73 ± 3689,52 pg/mg protein, dan spesimen bukan KNF adalah 1010,88 ± 1082,37 pg/mg protein. Pada pemeriksaan IHK 30 sampel KNF untuk pemeriksaan ekspresi PD-L1, semuanya mengekspresikan PD-L1 positif, dengan rincian; skor 1 sebanyak 7%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 63%.
Kesimpulan: Protein PD-L1 dari spesimen KNF dengan pemeriksaan ELISA signifikan meningkat dibandingkan dengan bukan KNF. Semua spesimen KNF dengan pemeriksaan IHK mengeskspresikan PD-L1 positif dengan mayoritas skor 3.

Background: Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) is a common malignancy in Indonesia. Immune-related molecules that have been studied are Programmed Death-1 (PD-1)/Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1). This study aims to determine the profile of PD-L1 from NPC specimens in Indonesia.
Method: A nasopharyngeal biopsy specimen was taken to examine the concentration of PD-L1 protein by the Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Immunohistochemistry (IHC) examinations were conducted to determine the PD-L1 expression.
Results: Fifty-four nasopharyngeal biopsy specimens were obtained. Thirty-five of 54 specimens were confirmed histologically for undifferentiated NPC with an average age of 51 years. The rest, 19 other specimens are histologically non NPC with an average age of 37 years. On ELISA examination, the median PD-L1 concentration of the NPC specimen was 2100.73 ± 3689.52 pg/mg protein, and the non-KNF specimen was 1010.88 ± 1082.37 pg/mg protein. At the IHC examination of 30 NPC samples for PD-L1 expression examination, all of them expressed PD-L1 positive, with details; score 1 is 7%, score 2 is 30%, and score 3 is 63%.
Conclusion: PD-L1 protein from NPC specimens by ELISA examination was significantly increased compared to non-NPC. All NPC specimens with IHC examination expressed PD-L1 positive with a majority score of 3.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoseph Adi Kristian
"Latar Belakang: Ekspresi PD-L1 sering ditemukan pada keganasan yang terkait dengan virus Epstein-Barr (EBV) seperti karsinoma nasofaring. Studi terbaru menunjukkan bahwa keganasan terkait EBV memiliki tingkat ekspresi PD-L1 yang tinggi. Tetapi mekanisme yang mendasari regulasi PD-L1 dan EBV terhadap ekstensi tumor masih kurang dipahami. Beberapa literatur menghubungkan parameter ini dengan tumor stadium lanjut dan prognosis buruk. Studi ini akan menilai konsentrasi PD-L1 dan DNA EBV pada jaringan tumor, pada pasien kanker nasofaring di populasi Indonesia yang dikumpulkan secara konsekutif dan dikorelasikan dengan ekstensivitas tumor. 
Metode: Kami menggunakan imunohistokimia dan ELISA untuk menilai PD-L1 dan reaksi rantai polimerase (PCR) juga dilakukan untuk menilai konsentrasi DNA EBV (EBNA-1 sebagai primer). Delineasi tumor dilanjutkan dengan perhitungan volumetrik menggunakan Eclipse Treatment Planning System. Semua pemeriksaan dilakukan pra terapi. Kami memperoleh data kuantitatif dan kualitatif. Kurva korelasi didapatkan menggunakan uji korelasi Pearson.  
Hasil: Tidak ada korelasi antara DNA EBV dan ekstensivitas kanker nasofaring dengan ekspresi PD-L1 positif (p = 0,371). Lebih lanjut, tidak ada korelasi antara DNA EBV dan PD-L1.  
Kesimpulan: Berapapun banyaknya tumor viral load DNA EBV dan konsentrasi PD-L1 tidak akan berpengaruh pada ekstensivitas tumor. Ini adalah studi pendahuluan.

Background: PD-L1 expression is often found in malignancies associated with Epstein-Barr virus (EBV) such as nasopharyngeal carcinoma. Recent studies shown that EBV-related malignancies have high levels of PD-L1 expression. But the mechanism underlying the regulation of PD-L1 and EBV DNA against tumor extension is still poorly understood. Some literature links this parameter with advanced tumors and poor prognosis. This study will assess tumor tissue PD-L1 and EBV DNA concentrations in nasopharyngeal cancer patients in the Indonesian population collected consecutively and correlate with tumor extensivity. 
Methods: We used immunohistochemical and ELISA to assess PD-L1 and polymerase chain reaction is also performed to assess the EBV DNA concentrations (EBNA-1 as primary). Tumor volume delineation continued with volumetric calculation using Eclipse treatment planning system. All examinations were carried out pre therapy. Quantitative and qualitative data was obtained. Correlation curves were estimated using the Pearson correlation test. 
Results: There was no correlation between EBV DNA and nasopharyngeal cancer extension with positive PD-L1 expression (p = 0.371). Furthermore, there is also no correlation existed between the EBV DNA copy and PD-L1. 
Conclusion: No matter how much tumor EBV DNA viral load and PD-L1 concentrations had no effect on tumor extensivity. This is a preliminary study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Meidania
"Kanker nasofaring KNF masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Kanker nasofaring merupakan salah satu kanker terbanyak di Indonesia, dengan estimasi insidens 6,2/100.000 populasi atau 12.000 kasus baru per tahun. Sayangnya masih banyak kasus yang tidak tercatat karena banyak faktor, salah satunya adalah belum adanya sistem registrasi kanker nasional. Pada kebanyakan negara berkembang, registrasi kanker berawal dari rumah sakit. Sistem registrasi kanker berbasis rumah sakit atau Hospital Based Cancer Registry HBCR merupakan sumber data penting untuk registrasi kanker berbasis populasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil pasien dan tatalaksana pasien KNF di RSUPN Cipto Mangunkusumo RSCM berdasarkan data HBCR. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif terhadap seluruh pasien KNF periode Januari-Desember 2013 yang teregistrasi di HBCR RSCM. Didapatkan 299 pasien KNF, dengan rasio laki-laki dibandingkan wanita 2,4:1. Median usia adalah 47 tahun, dengan mayoritas pasien berusia 41-50 tahun 27,4. Karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi merupakan jenis histopatologi terbanyak 85. Mayoritas pasien terdiagnosa sebagai stadium lokal lanjut, terbanyak stadium IVA 33,9. Kemoradiasi masih menjadi terapi utama untuk stadium lokal lanjut 84,1, dan kemoterapi untuk stadium lanjut 83,9. Secara umum, karakteristik pasien pada penelitian ini selaras dengan penelitian-penelitian KNF terdahulu di Indonesia.

Nasopharyngeal cancer NPC remains as part of Indonesia health burden. It is one of most common cancers in Indonesia, with an overall incidence estimated at 6,2 100.000 or 12.000 new cases per year. Unfortunately, many of these cases are unregistered due to several factors, such as lack of national cancer registry. In most developing countries, cancer registration often begin in hospitals. Hospital Based Cancer Registry HBCR provides the initial and major source of information on patients that leads to the set up of a population based registry. This study was conducted to determine NPC patient and treatment profile in Cipto Mangunkusumo Hosiptal, based on HBCR data. This was a descriptive retrospective study of all registered NPC patient in HBCR, from January December 2013. In this study, there were 299 NPC patients, with a male to female ratio of 2,4 1. Median age was 47 years old, with majority of age between 40 49 years old 27,4. Most common type of histology was undifferentiated NPC 85. Most patients presented with locally advanced disease, with majority of stage IVA 33,9. Chemoradiation remains as standard treatment for locally advanced NPC 84,1 and chemotherapy for metastatic NPC 83,9. This study showed that overall NPC patients characteristics in Cipto Mangunkusumo were similar with NPC patients profile in prior Indonesia NPC studies. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handoko
"Latar belakang: Lingkungan mikro tumor telah terlibat dalam berbagai jenis kanker dan memegang peran penting dalam menentukan keberhasilan pengobatan terutama dengan imunoterapi. Pada kanker nasofaring, peran prognostik sel imun ini dalam lingkungan mikro tumor masih diragukan.
Metode: Kami melakukan penelitian yang melibatkan 25 spesimen biopsi kanker nasofaring untuk mencari hubungan yang lebih langsung antara sel imun yang menginfiltrasi tumor dan progresifitas tumor. Selain itu, kami juga memeriksa protein PD-L1 melalui imunohistokimia.
Hasil: PD-L1 diekspresikan secara positif dalam semua 25 sampel kami dengan kanker nasofaring WHO tipe 3 histologi. Sampel mayoritas memiliki> 50% ekspresi PD-L1 dalam membrane sitoplasma sel tumor. Kami juga menemukan bahwa sebaran sel imun pada sekitar tumor yang lebih padat memiliki volume tumor lokal yang relatif jauh lebih kecil. Kebalikannya juga berlaku, dengan volume tumor lokal rata-rata adalah 181,92 cm3 ± 81,45 cm3, 111,29 cm3 ± 92,75 cm3, dan 56,26 cm3 ± 26,55 cm3 untuk tiap skor infiltrasi sel imun sedikit, sedang, dan banyak, berturut-turut (p = 0,013).
Kesimpulan: Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa infiltrasi sel imun pada tumor memainkan peran penting dalam perkembangan tumor, karenanya mengevaluasi faktor sederhana dan prediktif ini dapat memberi kami beberapa informasi prognostik yang berharga.

Background: Tumor microenvironment have been implicated in many kind of cancers to hold an important role in determining treatment success especially with immunotherapy. In nasopharyngeal cancer, the prognostic role of this immune cells within tumor microenvironment is still doubtful. Method: We conducted a study that included 25 nasopharyngeal cancer biopsy specimens to seek a more direct relationship between tumor infiltrating immune cells and tumor progression. Apart from that, we also checked the PD-L1 protein through immunohistochemistry.
Result: The PD-L1 was positively expressed in all our 25 samples with nasopharyngeal cancer WHO type 3 histology. Majority samples have >50% PD-L1 expression in tumor cells. We also found that denser local tumor infiltrating immune cells population have relatively much smaller local tumor volume. The inverse applied, with the mean local tumor volumes were 181.92 cm3 ± 81.45 cm3, 111.29 cm3 ± 92.75 cm3, and 56.26 cm3 ± 26.55 cm3 for mild, moderate, and heavy immune cells infiltration respectively (p=0.013).
Conclusion: Therefore, we concluded that tumor infiltrating immune cells play an important role in tumor progression, hence evaluating this simple and predictive factor may provide us with some valuable prognostic information.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Bunga Mayang Permata
"Hipoksia merupakan salah satu faktor penyulit dalam pemberian terapi radiasi, di mana kondisi kekurangan oksigen pada jaringan tumor dapat mengurangi sensitivitasnya terhadap radiasi. Di sisi lain, saat ini perkembangan imunoterapi dalam terapi kanker sangatlah pesat, termasuk blokade immune checkpoint PD-L1, yang dianggap menjadi harapan baru bagi terapi kanker. Ekspresi PD-L1 telah diketahui meningkat setelah pemberian radiasi, sehingga dapat menjadi dasar pemberian imunoterapi dalam kombinasi dengan radiasi. Regulasi PD-L1 ini terutama diatur melalui jalur-jalur transduksi sinyal perbaikan DNA. Dalam kondisi hipoksia, belum banyak diketahui bagaimana respon PD-L1 pada sel kanker dengan atau tanpa radiasi. Dikaitkan dengan jalur perbaikan DNA, telah banyak studi yang meneliti pengaruh hipoksia terhadap jalur-jalur ini. Namun, belum ditelaah atau diteliti secara langsung pengaruh ini terhadap regulasi ekspresi PD-L1 pada sel. Studi ini merupakan studi eksplorasi awal pada bidang ini yang bertujuan untuk meneliti ekspresi PD-L1 pada kultur sel beberapa cell lines kanker (U2OS, A549, DU145, OE21) secara in vitro dengan perlakuan radiasi sinar X (5, 10, atau 20 Gy) dalam kondisi inkubasi hipoksia atau dalam perlakuan hipoksia saja selama 2, 24, 48, atau 72 jam. Data awal ini juga dilengkapi dengan analisis bioinformatika menggunakan data The Cancer Genome Atlas (TCGA) yang memperlihatkan perbedaan ekspresi PD-L1 pada peningkatan ekspresi HIF1α pada dataset yang hipoksik dan yang tidak. Pada seluruh cell lines yang diteliti, tidak tampak peningkatan ekspresi PD-L1 dalam inkubasi hipoksia (dengan kadar oksigen 0,5%, 0,1%, dan <0,1%) dengan ataupun tanpa radiasi X-ray. Analisis in silico menunjukkan bahwa korelasi positif antara kadar mRNA PD-L1 dan marker-marker hipoksia tampak lebih menonjol pada dataset yang tidak hipoksik dibandingkan yang paling hipoksik. Selanjutnya, perbedaan kadar HIF1A menunjukkan perbedaan kadar ekspresi PD-L1 yang signifikan hanya pada dataset yang tidak hipoksik, terutama pada sampel tanpa mutasi gen-gen DNA repair yang diteliti. Temuan ini dapat menjadi argument bahwa HIF1A tidak selalu dapat meningkatkan ekspresi PD-L1, terutama pada tumor-tumor yang sangat hipoksik.
Hypoxia is one of adverse clinical prognosis factors in patients receiving radiation treatment, where oxygen deprivation in tumor tissue is known to reduce its sensitivity to radiation. While in the field of cancer treatment, immunotherapy has been rapidly advancing, including the blockade of immune checkpoint PD-L1, eliciting new hope in the horizon. PD-L1 expression interestingly has been reported to increase after irradiation, which may become a rationale for combining radiation and immunotherapy. This upregulation of PD-L1 is mainly conducted via DNA repair pathways. However, in hypoxic condition, not much is know on how PD-L1 expressions in cancer cells respond, with or without irradiation. In view of many reports of hypoxic modulation of DNA repair pathways, there has been no study to date that analyzes or reports specifically on how this modulation impacts regulation of PD-L1 expression in cells. This study aims to serve as a pilot explorative study in this exploration, which is to analyze PD-L1 expression in cell cultures of several human cancer cell lines (U2OS, A549, DU145, OE21) in vitro in hypoxia incubation (2, 24, 48, or 72 hours) with or without X-ray irradiation (5, 10, or 20 Gy). This primary data was also completed with bioinformatics analysis using The Cancer Genome Atlas (TCGA) database, which showed difference in PD-L1 expression in samples with higher expression of HIF1α between hypoxic and non-hypoxic datasets. In all cell lines used, there was no upregulation of PD-L1 expression after hypoxia incubation (in oxygen levels 0,5%, 0,1%, and below 0,1%) with or without X-ray irradiation. Although in silico analysis of TCGA databases showed positive correlation of PD-L1 and hypoxia markers mRNA levels, these were seen more prominently in non-hypoxic datasets compared to the most-hypoxic datasets. Further, differences in HIF1A levels showed very significant difference in PD-L1 expression only in nonhypoxic datasets, especially in samples without mutation in DNA repair genes. These results may propose the argument that HIF1A does not always promote PD-L1 expression, especially in very hypoxic tumors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ubaidillah
"Latar Belakang: Prognosis pasien kanker payudara Triple Negative (TNBC) lebih buruk dibandingkan dengan kanker payudara tipe lain. Hal ini seringkali dikaitkan dengan terjadinya peningkatan ekspresi PD-L1 pada pasien TNBC. Hubungan PD-L1 dengan kesintasan pada kanker payudara triple negative masih belum sepenuhnya dipahami dan beberapa penelitian menyatakan hasil yang masih berbeda-beda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola ekspresi PD-L1 dihubungkan dengan kesintasan pasien TNBC.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif. Subjek penelitian adalah pasien TNBC yang berobat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dilakukan pemeriksaan ekspresi PD-L1 dari jaringan kanker payudara dengan menggunakan pewarnaan PD-L1, ditentukan follow-up selama tiga tahun. Kemudian dilanjutkan analisa survival untuk mendapat data prognosis PD-L1 dan dinilai juga faktor klinikopatologi yang berpengaruh terhadap ekspresi PD-L1. Analisis statistik dilakukan menggunakan software SPSS 20.
Hasil : Dari 40 sampel yang diteliti, sebagian besar sampel memiliki ekspresi PD-L1 positif (67,5%). Sebanyak 14 subjek (51,9%) dengan PD-L1 positif dan 5 subjek (38,5%) dengan PD-L1 negatif meninggal pada pengamatan selama 36 bulan. Subjek yang meninggal memiliki rata-rata waktu survival sebesar 19 bulan dengan waktu terpendek 3 bulan dan paling lama 35 bulan serta paling sering muncul adalah 11 bulan. Rata-rata durasi overall survival didapatkan sebesar 27,78 ± 1,69 bulan. Sementara itu, pada kelompok PD-L1 positif rata-rata durasi survival sebesar 26,56 ± 2,15 bulan dan pada kelompok PD-L1 negatif rata-rata durasi survival sebesar 30,31 ± 2,57 bulan.
Kesimpulan : Durasi rata-rata survival pasien TNBC dengan ekspresi PD-L1 positif lebih rendah dibandingkan ekspresi PD-L1 negatif. Akan tetapi ekspresi PD-L1 secara statistik tidak berhubungan signifikan dengan survival pasien TNBC selama tiga tahun massa follow up.

Background: Triple Negative Breast Cancer (TNBC) prognosis is the worst compared to other types of breast cancer. This is often associated with an increase PD-L1 expression in TNBC patients. The PD-L1 relationship with survival in the negative triple breast cancer is still not fully understood and some studies declare the results that are still different. This research was conducted to determine the pattern of PD-L1 expression associated with the survival of TNBC patients.
Methods: This research was a retrospective cohort study. The subjects were TNBC patients who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, examined the expression of PD-L1 from breast cancer tissue using PD-L1 staining, was determined by three years follow-up. Then proceed with survival analysis to obtain prognostic data for PD-L1 and also clinicopathological factors that affect PD-L1 expression. Statistical analysis was performed using SPSS 20 software.
Results: Of the 40 samples studied, most of the samples had positive PD-L1 expressions (67.5%). A total of 14 subjects (51.9%) with PD-L1 positive and 5 subjects (38.5%) with PD-L1 negative died on observation for 36 months. The subjects that did not survive had an average of 19 months of survival time with the shortest time of 3 months and a maximum of 35 months and most often appears is 11 months. The average duration of overall survival was 27.78 ± 1.69 months. In the PD-L1 positive group, mean overall survival was 26.56 ± 2.15 months and in the PD-L1 negative group, mean overall survival was 30.31 ± 2.57 months.
Conclusion: The average duration of survival of TNBC patients with positive PD-L1 expression was lower than that of negative PD-L1 expression. However, PD-L1 expression was not significantly associated with the survival of TNBC patients during the three-year follow-up period.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihaloho, Florensa
"Tujuan
Untuk mendapatkan data metastasis KGB retrofaring pada penderita KNF dengan
pemeriksaan CT nasofaring di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
Metode
Penelitian studi deskriptif analitik dari data sekunder CT nasofaring penderita
KNF yang belum mendapatkan terapi radiasi dan kemoterapi. Penilaian metastasis
KGB retrofaring dengan diameter aksial minimal ≥ 5 mm yang berada di level
atlas dekat arteri karotis interna. Penilaian massa tumor menurut TNM AJCC edisi
ke-7 tahun 2010. Dilakukan uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan
metastasis KGB retrofaring dengan massa tumor, tipe histopatologi, invasi lateral,
dan massa tumor melewati midline.
Hasil dan diskusi
Sebanyak 85 penderita KNF dengan subyek terbanyak laki-laki, umur rerata 43,2
tahun, metastasis KGB retrofaring sebanyak 81 subyek, dan metastasis KGB
servikal level II merupakan metastasis KGB terbanyak.
Kesimpulan
Metastasis KGB retrofaring adalah metastasis KGB terbanyak kedua setelah KGB
servikal level II. Kedua metastasis KGB ini merupakan drinase pertama metastasis
KGB pada KNF.

Objectives
To get the data retropharyngeal lymph node metastatic in NPC patients with
nasopharyngeal CT examination in Dharmais Cancer Hospital.
Methods
Analytic descriptive study using secondary data from nasopharyngeal CT
examination of NPC patients who had not received radiation therapy and
chemotherapy. Assessment of retropharyngeal lymph node metastatic with
minimal axial diameter ≥ 5 mm at the level of the atlas near the internal carotid
artery. Tumor mass assessed according to the AJCC TNM 7th edition in 2010.
Performed statistical tests to determine the relationship retropharyneal lymph
node metastatic with tumor mass, histopathologic type, lateral invasion, and
tumor mass through the midline.
Result and discussion
A total of 85 patients with NPC most male subjects, mean age 43.2 years, 81
patients with retropharyngeal lymph node metastatic, and level II cervical lymph
node metastatic is the highest.
Conclusion
Retropharyngeal lymph node metastatic is the second highest after level II
cervical lymph node metastatic. Both of these lymph node metastatic is the first
drainage lymph node metastastic in NPC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haritsyah Warli
"Pendahuluan dan tujuan: Kanker penis merupakan keganasan yang jarang terjadi dan berpotensi mematikan dengan insidensi 0,6-2,1 per 100.000. Karsinoma sel skuamosa (SqCC) adalah keganasan penis yang paling sering ditemukan. PD-L1 adalah penanda tumor yang ikut menstimulasi reseptor PD-1 untuk menekan imunitas antitumor yang dimediasi oleh sel T. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan metode pengambilan sampel total. Slide yang diambil dari biopsi tujuh puluh enam pasien pria dari Rumah Sakit Haji Adam Malik yang didiagnosis dengan karsinoma sel skuamosa penis yang telah menjalani biopsi penis diperiksa ulang untuk penelitian ini, dan kadar PD-L1 diukur. Metode statistik digunakan untuk menilai hubungan antara kadar PD-L1 dan stadium SqCC. Hasil: Sebanyak 76 pasien pria menjadi subjek penelitian ini. PD-L1 positif diidentifikasi pada 25 pasien dengan intensitas +1 pada 10 pasien (13,2%), +2 pada 7 pasien (9,2) dan intensitas +3 pada 8 pasien (10,5%). Terdapat 36 pasien (47,4%) yang didiagnosis dengan stadium T3 SqCC, 35 pasien (46,1%) dengan stadium N2 SqCC, dan 10 pasien (13,2%) dengan stadium M1 SqCC. Terdapat korelasi yang signifikan antara ekspresi PD-L1 dan metastasis (p=0,022). Namun, tidak ada korelasi yang signifikan antara ekspresi PD-L1 dan tumor stadium N (p=0,167). Kesimpulan: PD-L1 diekspresikan secara tinggi pada SqCC penis stadium lanjut (32,9%), yang dikaitkan dengan fitur klinikopatologis berisiko tinggi dan hasil klinis yang buruk. Temuan ini menunjukkan potensi penggunaan imunoterapi dalam pengobatan SqCC penis stadium lanjut.

Introduction: Penile cancer is a rare malignancy and potentially lethal disease with an incidence of 0,6-2,1 per 100.000. Squamous cell carcinoma (SqCC) is the most commonly found penile malignancy. PD-L1 is a tumor marker that co-stimulates the receptor PD-1 to suppress T-cell- mediated antitumor immunity. Methods: This study is a retrospective cohort study with a total sampling method. The slides taken from the biopsies of seventy-six male patients from Haji Adam Malik Hospital diagnosed with penile squamous cell carcinoma who have already undergone penile biopsy were re-examined for this study, and PD-L1 levels were measured accordingly. Statistical methods were used to assess the association between PD-L1 levels and with SqCC stage. Results: A total of 76 male patients are the subjects of this study. PD-L1 positivity is identified in 25 patients with +1 intensity in 10 patients (13,2%), +2 in 7 patients (9,2) and +3 intensity in 8 patients (10,5%). There are 36 patients (47,4%) diagnosed with stage T3 SqCC, 35 patients (46,1%) with stage N2 SqCC, and 10 patients (13,2%) with stage M1 SqCC. There is significant correlation between PD-L1 expression and metastasis (p=0,022). However, there is no significant correlation between PD-L1 expression and stage N tumor (p=0,167). Conclusion: PD-L1 highly expressed in advanced stage penile SqCC (32.9%), which is associated with the high-risk clinicopathologic features and poor clinical outcomes. These findings showed a potential usage of immunotherapy in advanced penile SqCC treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Torana Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker serviks stadium lanjut lokal (IIB-IIIB) masih menjadi beban kesehatan di Indonesia saat ini. Radiasi menjadi modalitas utama terapi pada stadium ini. Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1) merupakan sebuah ligand yang diekspresikan pada sel tumor yang terkait dengan proses immune escape. Sampai saat ini belum diketahui karakteristik kadar PD-L1 pada karsinoma sel skuamosa (KSS) serviks stadium lanjut lokal serta pengaruh radiasi terhadap ekspresinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik PD-L1 intratumoral pada kanker serviks stadium lanjut lokal serta pengaruh radiasi eksterna terhadap ekspresinya. Metode: Dilakukan pemeriksaan kadar PD-L1 pada sampel biopsi serviks dengan 2 metode, yaitu Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) dan immunohistokimia (IHK). Pengambilan sampel dilakukan dua kali, yaitu preradiasi dan pascaradiasi eksterna. Dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan kadar antara sebelum dan sesudah radiasi. Selain itu dilakukan analisis untuk melihat kesesuaian antara kadar yang ditunjukkan pada metode ELISA dengan metode IHK. Hasil: Didapatkan 29 sampel KSS serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari pemeriksaan IHK, didapatkan bahwa PD-L1 diekspresikan hampir pada seluruh subjek (96,5%). Didapatkan nilai median PD-L1 ELISA preradiasi 409,19 pg/mg protein (59,80-3011,30), pascaradiasi 444,40 pg/mg protein (27,24-3217,85). Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut (p = 0,804). Pada analisis receiver operating characteristics (ROC) didapatkan nilai ELISA >400 pg/mg protein bersifat prediktif menyebabkan terjadinya penurunan kadar ELISA pascaradiasi. Terdapat kesesuaian antara kadar PD-L1 metode ELISA dengan metode IHK, dimana nilai ELISA > 499 pg/mg protein cenderung menunjukkan nilai grade 3 pada pemeriksaan IHK. Kesimpulan: PD-L1 diekspresikan positif pada KSS serviks uteri stadium lanjut lokal. Tidak terlalu jelas efek radiasi dalam menyebabkan naik-turunnya ekspresi PD-L1. Pemeriksaan ELISA mempunyai potensi untuk dipertimbangkan mewakili hasil pemeriksaan IHK, namun perlu bukti yang lebih kuat berupa penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

ABSTRACT
Background: Locally advanced cervical cancer (IIB-IIIB) remains a health burden in Indonesia. Radiation is the main modality of therapy at this stage. PD-L1 is a ligand that is expressed in tumor cells associated with the immune escape process. Until now there is no clear characteristics of PD-L1 levels in locally advanced-stage cervical SCC and the effect of radiation on its expression. This study is aimed to look for the intratumoral PD-L1 characteristics in locally advanced cervical cancer and the effect of external radiation on its expression. Method: PD-L1 levels were examined on cervical biopsy samples using two methods, i.e. ELISA and IHC. Biopsy was carried out twice, preradiation and post-external radiation. Statistical analysis was performed to determine differences in levels between before and after radiation. In addition, an analysis was conducted to see the conformity between the levels indicated in the ELISA method and the IHC method. Results: Twenty nine samples of local advanced cervical SCC were obtained that met the inclusion and exclusion criteria. From the IHC examination, it was found that PD-L1 was expressed in almost all subjects (96.5%). The median PD-L1 concentration of ELISA PD-L1 preradiation was 409.19 pg / mg protein (59.80-3011.30), post-radiation 444.40 pg / mg protein (27.24-3217.85). No significant difference was found between the two groups (p = 0.804). In the ROC analysis it was found that ELISA values > 400 pg / mg protein were predictive to cause a decrease in postradiation ELISA levels. There is a conformality between the levels of PD-L1 ELISA method with the IHC method, where the ELISA value > 499 pg/mg of protein tends to show grade 3 values ​​on the IHC examination. Conclusion: PD-L1 was expressed positively in locally advanced cervical SCC. The effects of radiation in causing the ups and downs of the expression of PD-L1 is not very clear. ELISA examination has the potential to be considered as a representative to the results of the IHC examination, but stronger evidence is needed in the form of study with a larger number of samples."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
"Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1.

Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity.
Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation.
Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>