Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Muslikhatul Ummah
"ABSTRAK

Pada periode pemilu 2004, 2009 dan 2014, PKS merupakan satu-satunya partai politik dengan keterpilihan perempuan paling sedikit di antara partai politik lain. Namun pada pemilu 2019 perolehan kursi bagi perempuan caleg PKS mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam penelitian ini menguraikan mengenai proses kandidasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi keterpilihan perempuan caleg PKS pada pemilu 2004-2019. Hasil dari pembahasan penelitian ini adalah keterpilihan caleg perempuan PKS pada pemilu 2004-2014 dipengaruhi oleh proses kandidasi yang melihat modal politik dan jaringan modal sosial. Sementara pada pemilu 2019 keterpilihan beberapa perempuan caleg PKS dipengaruhi adanya male power relation dari elit lokal yang pernah dan sedang menjabat sebagai kepala daerah. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pergeseran proses kandidasi dalam PKS yang awalnya bersifat inklusif-eksklusif menjadi inklusif-pragmatis.


ABSTRACT

 


In the 2004, 2009 and 2014 election periods, PKS was the only political party with the least women elected among other political parties. But in the 2019 election the seats for PKS women candidates improved a significant increase. In this study describes the process of candidacy and the factors that influence the election of women PKS candidates in the 2004-2019 election. The result of this research discussion is the election of PKS women candidates in the 2004-2014 election by the process of candidation that looked at political capital and social capital networks. While in the 2019 election the electability of several PKS women candidates showed that there was a relationship of male power from the local elite who had and were being prepared as regional heads. This difference shows that there is a change in the process of candidacy in PKS that starts from inclusive-exclusive to pragmatic-inclusive.

 

"
2019
T55291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Abdullah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas kontestasi elit lokal dalam konflik pembentukan Kabupaten Mamasa dalam kerangka pemikiran Pierre Bourdieu tentang habitus, modal dan ranah (field). Dengan menggunakan metode kualitatif melalui studi kasus, penelitian ini mengkaji perpecahan internal elit Mandar dalam merespon kebijakan pemekaran daerah melalui penetapan Undang-Undang nomor 11 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Mamasa, yang berimplikasi terhadap lahirnya konflik horozontal pada masyarakat Aralle, Tabulahan, dan Mambi (ATM) di Kabupaten Mamasa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa para elit Mandar terpolarisasi ke dalam dua habitus kelompok politik, yaitu kelompok pro pemekaran dan kontra pemekaran. Habitus politik kelompok pro pembentukan Kabupaten Mamasa dilatari oleh kekuasaan atau kemandirian dalam mengelola pembangunan dan kesejahteraan di daerahnya. Sedangkan habitus politik kontra pemekaran Kabupaten Mamasa dilatari oleh upaya mempertahankan relasi etnisitas, keagamaan, dan pengalaman kesejarahan dengan penduduk Mandar. Kedua kelompok politik tersebut memaksimalkan kekuatan modal, baik sosial, ekonomi, budaya maupun simbolik, untuk bertarung memenangkan arena kontestasi pemekaran daerah. Akhirnya, melalui habitus dan kekuatan modal yang dominan, para elit politik pro pemekaran Mamasa berhasil memenangkan kontestasi dengan mempertahankan dan menyukseskan implementasi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2002.

ABSTRACT
This thesis examines the contestation between local political elites over the establishment of the Mamasa Regency, through Pierre Bourdieu?s concepts of habitus, capital and field. Using a qualitative method with a case study approach, this research examines the internal schism among the elites of the Mandar ethnic group in responding to the regional expansion policy through the issuance of Law No. 11/2002 on the Establishment of the Mamasa Regency, which triggers a horizontal conflict in the Aralle, Tabulahan and Mambi (ATM) people in Mamasa regency. This research concludes that the elites of the Mandar ethnic group are polarized into two groups with differing political habitus, which respectively supports and opposes the regional expansion. The habitus of the group supporting the expansion is the seeking of ways to gain the power or independence to manage the region?s infrastructure and people development, whereas the habitus of group opposing the regional expansion is the seeking of ways to maintain ethnic relations as well as preserve religious and historical experiences with the Mandar people. Both political groups utilized various capitals (social, economic, cultural and symbolic) to achieve their respective goals in the arena of political contestation. Ultimately, through powerful habitus and dominant capitals, the pro-regional expansion group succeeded in maintaining the regional expansion and implemented the Law No. 11/2002 on the Establishment of the Mamasa Regency."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Soekotjo
"Adalah suatu kenyataan bahwa banyak caleg perempuan yang gagal dalam pemiliban dengan mekanisme suara terbanyak pada Pemilu 2014. Mencengangkan sekaligus mempribatinkan, karena tindakan afrrmasi terhadap caleg perempuan seakan "tidak berdaya" menghadapi suatu pemiliban langsung. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui apa yang menyebabkan kekalahan tersebut. Apakah modal ekonomi, modal sosial dan modal politik berimbas terhadap keberhasilan caleg perempuan pada Pemilu 2014. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kwalitatif berperspektif gender, dengan metode tekbnik pengumpulan data, melalui wawancara terfokus, observasi dan studi dokumen.
Temuan penelitian ini sebagai berikut; pertama, partai politik adalah penguasa tunggal dalam menentukan nomor urut maupun daerah pemiliban caleg; kedua, modal ekonomi caleg perempuan tidak sebesar caleg laki-laki kebanyakan didapat dari hasil sharing diantara anggota keluarga; ketiga, kekalahan caleg perempuan pada pemilu dengan mekanisme suara terbanyak lebib kepada ketidak pahaman mereka akan makna sebenarnya dari modal sosial, sehingga sebagian besar dari mereka teijebak pada kegiatan penggalangan pada tahapan seremonial; keempat, beban caleg perempuan lebib berat. Mereka harus terlebib dahulu menyelesaikan persoalan relasi kekuasaan dalam intern keluarga untuk mendapatkan ijin menjadi caleg bam kemudian "bertarung" menghadapi persaingan bebas pada pemiliban langsung di Pemilu 2014; kelima, para informan dapat menerima kekalahan mereka dengan legowo dan tidak "patah arang"keenam, seluruh caleg perempuan subjek penelitian ini menghendaki agar pemiliban kembali ke sistim nomor urut; ketujuh, caleg perempuan ada kesempatan untuk menang, jika mereka memaksimalkan kekuatan modal sosialnya.

It is the reality that many Indonesia woman candidates failed during the most votes system at last 2014 election.Flabbergast andalso be apprenhensive about the election, because avirmative action towards women candidates looks "helpless" confront the direct vote system. The objective of this study is to find out cause of their failure. Wether or not, financial capital, social capital, and political capital confront to the sucsesfullnes of woman candidates at the 2014 election. The research was based on qualitative approach with gender's perspektif, and applied data collecting technique by means of; observation, in depth interview, and document study.
The result of this research discovered that; first, Political Party is the sole decision maker for sequential number and electoral region, to parliamentary candidate; second, The amounts of financial capital ofWoman's candidates are less than man Usually they collect it together with the family; third, The failure of woman's candidates at the election, because they didn't understand about the true meaning of social capital, that's why most of them seems to be trapped at ceremonial activity; fourth, Women's candidates burden, heavier than man because as a candidate, firstly they have to solve their own problem concerning with the relation of power in their family.
They have to get their permission to be a candidate. Sothat they can fight through the direct vote election 2014; fifth , All the informant can receive their discomfiture, and they were not "charcoal broken"; sixth, All the informant prefer election with the sequential number; seventh, Woman's candidates still have chance to win, by maximize their social capital.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2015
T54729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait bagaimana keterpilihan dan ketidakterpilihan caleg perempuan Tionghoa pada Pemilu DPRD Kota Semarang tahun 2014 yang dilihat proses rekrutmen politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem, dan strategi pemenangan pemilu masing-masing caleg perempuan Tionghoa. Penelitian ini sekaligus akan membuktikan apakah pemanfaatan modal finansial oleh caleg perempuan Tionghoa dapat mendukung keterpilihannya dalam pemilu. Argumen ini berangkat dari hasil beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa modal finansial adalah modal yang lebih dominan mendukung keterpilihan seseorang pada sistem pemilu saat ini yang mana di sisi lain modal tersebut adalah hal yang dikuasai oleh Etnis Tionghoa di negeri ini.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe eksplanatif yang menggunakan sumber data primer melalui wawancara mendalam dengan masing-masing pengurus partai pengusung, caleg yang bersangkutan, dan dokumen primer lainnya. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa partai mempertimbangkan tiga tataran analisis dalam proses rekrutmen politik seperti yang dikemukakan oleh Pippa Norris dan Lovenduski, yaitu sistem politik/fakta politik nasional, demokrasi internal partai, dan latar belakang sosial serta sumber daya finansial dan jaringan kandidat. Dengan proses rekrutmen yang demikian, dilihat dari kaca mata analisis rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Almond, maka rekrutmen politik terhadap caleg perempuan Tionghoa yang dilakukan oleh seluruh partai pengusung adalah rekrutmen terbuka yang dilatar belakangi oleh pertimbangan pragmatis untuk memenuhi persyaratan administrasi partai terkait kuota perempuan. Sementara itu, jika dilihat dengan menggunakan kaca mata analisis teori rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Geddes maka rekrutmen yang dilakukan oleh PDI Perjuangan digolongkan pada tipe Immediate Survival yang tidak mempertimbangkan kompetensi kandidat dan bertujuan untuk membina hubungan baik dengan kelompok Tionghoa Kota Semarang. Pada kasus rekrutmen Partai Demokrat kepada Ika Angajaya, rekrutmen yang dilakukan adalah tipologi Civil Service Reform yang mempertimbangkan kualitas kandidat dengan seleksi meritokrasi formal dan tipologi Partisan pada rekrutmen Anggraeni Angajaya yang kurang memperhatikan kualitas kandidat namun mendasarkan diri pada loyalitasnya pada partai. Terakhir, rekrutmen yang dilakukan oleh Partai Nasdem dapat dikategorikan sebagai tipologi Compartmentalization yang mempertimbangkan kualitas kandidat namun dengan seleksi informal.Berkaitan dengan strategi pemenangan pemilu yang dilakukan, spesifikasi isu yang diusung dan segmen target pemilih yang ditentukan oleh seorang kandidat terbukti tidak terlalu berpengaruh pada keterpilihannya. Keterpilihan caleg perempuan Tionghoa justeru dipengaruhi oleh pemanfaatan modal sosial berupa jaringan kandidat, kekerabatan dengan elit/patron, dan modal budaya yang berkaitan dengan identitas simbolik etnis, adat, atau suku bangsa tertentu. Sementara itu ketidakterpilihan caleg perempuan Tionghoa dipengaruhi oleh faktor inkonsistensi tim pemenangan pemilu karena konflik kepentingan antara individu kandidat, tim pribadi, dan partai serta tidakadanya upaya membangun kedekatan identitas sosial pada pemilih dengan identitas sosial yang sama.Implikasi teoritis menunjukan bahwa teori rekrutmen yang dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut dapat diaplikasikan dalam penelitian ini. Namun, dalam melihat strategi pemenangan pemilu, penulis perlu memodifikasi pengertian Modal Budaya yang dikemukakan Bourdieu karena modal budaya di sini bukan berkaitan dengan pengetahuan seseorang melainkan berkaitan dengan kesamaan identitas adat, etnis, atau suku bangsa. Penelitian ini juga membantah hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Darawijaya, Idil Akbar, Tirto Soeseno, Fitriyah dan Supratiwi yang menyatakan bahwa modal finansial mendukung keterpilihan baik perempuan maupun Etnis Tionghoa. Dalam penelitian ini modal finansial hanya dapat dimanfaatkan untuk meyakinkan partai politik ketika mengusung kandidat perempuan Tionghoa pada proses rekrutmen caleg. Sementara pada saat dimanfaatkan pada strategi pemenangan pemilu, tidak semua dari mereka dapat terpilih sekalipun telah memanfaatkan modal finansialnya

ABSTRACT
The aim of this study is to analyze how the Chinese Indonesian women 39 s electability and unelectability are perceived by the PDI Perjuangan, Democrat Party, and Nasdem Party 39 s political recruitment and election winning strategies by each of the CHinese Indonesian women candidates. This study will also prove whether the utilization of financial capital by Chinese Indonesian women candidates can support her election in the election. This argument starts from the results of some previous research which states that financial capital is a more dominant capital supporting one 39 s election in the current electoral system which on the other hand, the capital is controlled by ethnic Chinese in this country.The method used in this study is a qualitative method with explanative research type, which uses primary data source through in depth interviews with political party leaders, candidates, and other main documents. Field findings show that the party considers three levels of analysis in the process of political recruitment as proposed by Pippa Norris and Lovenduski national political facts politics, party internal democracy, social background and financial resources and network of candidates. With such recruitment process, seen from Almond 39 s political recruitment theory, the political recruitment of Chinese women 39 s candidates by all staging parties is open recruitment based on pragmatic considerations to meet party administration requirements related to women quota. Meanwhile, when viewed using political recruitment theory proposed by Geddes, the recruitment conducted by PDI Perjuangan is classified on Immediate Survival type which does not consider candidate competence and aims to foster good relationship with Chinese group of Semarang City. In the case of Democratic Party recruitment to Ika Angajaya, the recruitment is a Civil Service Reform typology that considers the qualities of candidates with formal meritocracy selection and Partisan typology on the recruitment of Anggraeni Angajaya who pay little attention to the quality of candidates but based their loyalty to the party. Finally, recruitment by the Nasdem Party can be categorized as a Compartmentalization typology that considers the quality of candidates but with informal selection.In relation to the winning strategy of the election, the specification of the issues raised and the segment of voter targets determined by a candidate proved to have little effect on her election. The elected of Chinese Indonesian women candidates is influenced by the utilization of social capital in the form of candidate networks, kinship with elites patrons, and cultural capital related to certain ethnic, custom, or ethnic symbolic identities. Meanwhile, the unelected of Chinese Indonesian women candidates is influenced by the inconsistency of election winning teams due to the conflict of interests between individual candidates, private teams, and parties and the absence of an attempt to build a social identity closer to voters with the same social identity.The theoretical implications show that the recruitment theory proposed by the three scholars mentioned above can be applied in this study. However, in viewing the winning strategy of the election, the writer needs to modify the definition of Cultural Capital proposed by Bourdieu because cultural capital here is not related to one 39 s knowledge but relates to the common identity, ethnicity, or ethnic identity. This study also denied the results of previous studies conducted by Darawijaya, Idil Akbar, Tirto Soeseno, Fitriyah and Supratiwi stating that financial capital supports the election of both women and ethnic Chinese. In this study, financial capital can only be used to convince political parties when carrying Chinese Indonesian women candidates in the candidate rsquo s recruitment process. While at the time used in the election winning strategy, not all of them can be elected even if they have utilized their financial capital"
2017
T48155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debbie Affianty
"Tesis ini berupaya memperlihatkan bagaimana proses rekrutmen politik dilakukan oleh panai politik di Kota Depok menjelang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tahun 2005. Studi ini hanya memfokuskan pembahasan mengenai proses rekrutmen yang dilakukan oleh tiga parpol (PKS, PD dan PAN) untuk pcncalonan Walikota dan Wakil Walikota di Kota Depok.
Analisis terhadap rekrutmen dilakukan dengan menggunakan teori rekrutmen yang mengkaji sifat proses rekrutmen, apakah bersifat terbuka atau tertutup, berorientasi pada achievement oriented style (kecakapan) atau ascriptive style (ketokohan). Studi ini melihat bahwa keputusan untuk merekrut atau tidak merekrut seseorang berkaitan dengan beberapa faktor seperti ketokohan, kemampuan finansial, keturunan, latar belakang organisasi, agama, gender serta pendidikan dan pengalaman.
Proses penelitian dilakukan melalui berbagai tahapan, Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan para informan kunci dan telaah terhadap dokumen tertulis yang bersumber dari dokumen partai maupun artikel Surat kabar.
Berdasarkan studi yang dilakukan, diketahui bahwa rekrutmen untuk menjadi calon Walikota dan Wakil Walikota Depok yang dilakukan oleh partai politik pada dasarnya tidak melibatkan masyarakat secara mendalam sehingga menimbulkan protes dan pengalihan dukungan dari kader partai politik kepada calon lain di luar yang ditetapkan partainya.
Studi ini memperlihatkan bahwa teori-teori rekrutmen relevan dalam memahami proses rekrutmen yang dilakukan di negara-negara yang berada dalam tahap konsolidasi demokrasi seperti Indonesia.

This thesis aims to discuss the process of political recruitment conducted by political parties in Depok for the Direct Mayoral Election in 2005. This study only focuses on the discussion of recruitment process conducted by three political parties' (PKS, PD and PAN) to select the candidates for the election.
Analysis to the recruitment process employs theories of recruitment that analyze the nature of recruitment process, whether it is open or closed, achievement oriented style or astrictive style. The study shows that the decision to recruit or not to recruit someone is related with several factors such as figure, financial capability, descends, organizational background, religion, gender as well as education and experience.
The research undergoes several phases; data collection is conducted through in-depth interview with key informants and a review of some documents from the parties or articles in the newspaper.
The study finds that recruitment for the prospective Mayor and Deputy Mayor of Depok does not involve the community at large so it triggers protests and shift in support from the cadres that eventually give their votes to the candidates from other parties.
This study shows that the theories of political recruitment are still relevant in analyzing recruitment process in the countries that are still in the stage of consolidation towards democracy, including Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naibaho, Stevanus Cristofer Mordahai
"Keterlibatan selebritis dalam perpolitikan menjadi sebuah tren baru dalam perpolitikan Indonesia. Arzeti Bilbina yang sebelumnya seorang model dan selebriti mencalonkan diri sebagai Anggota Legislatif dari PKB pada Pemilu 2019, dan berhasil memenangkan satu kursi dari Daerah Pemilihan Jawa Timur I (Surabaya dan Sidoarjo). Keberhasilan Arzeti Bilbina tersebut berkaitan dengan kampanye poliik yang dilakukan dan pemanfaatan modal sosial untuk meraih suara masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori Kampanye Politik dan konsep modal sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Dengan metode kualitatif yang dilakukan secara induktif, maka penelitian bergerak dari data yang ada di lapangan terlebih dahulu kemudian memakai sejumlah studi literatur untuk memperkaya hasil temuan. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa teknik emotional appeal memiliki signifikansi dibandingkan teknik lain dalam Pemilihan Legislatif 2019. Tidak hanya itu, Pemanfaatan modal sosial seperti jaringan, norma sosial dan kepercayaan (trust) yang dimiliki Arzeti Bilbina membantu dalam meraih suara yang dibutuhkan.

The involvement of celebrities in politics has become a new trend in Indonesian politics. Arzeti Bilbina, who was previously a model and celebrity, nominated herself as a Legislative Member from PKB in the 2019 elections, and managed to win one seat from the Electoral District of East Java I (Surabaya and Sidoarjo). The success of Arzeti Bilbina is related to the political campaigns being carried out and the use of social capital to gain people's votes. This study uses the theory of political campaigns and the concept of social capital. The research method used is qualitative. With a qualitative method that is carried out inductively, the research moves from existing data in the field first and then uses a number of literature studies to enrich the findings. The findings from this study show that the emotional appeal technique has significance compared to other techniques in the 2019 Legislative Elections. Not only that, the use of social capital such as networks, social norms and trust owned by Arzeti Bilbina helps in getting the votes needed
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiselina Irmayanti
"ABSTRAK
Bagi politisi, wajah sebagai image dan aset terpenting karena dapat menyembunyikan karakter asli atau sekedar menyamarkannya. Di dalam image melekat unsur kehormatan, penghormatan, status, hubungan, kesetiaan dan nilai-nilai positif. Penerapan teori negosiasi wajah Ting Toomey (1985) dan dengan perpaduan konsep ekspresi mikro Ekman (2003) menjadi pisau analisis image dalam mengungkapkan manajemen wajah aktor di berbagai panggung depan. Kemudian menjadi satu kesatuan dengan metode analisis percakapan dan paradigma interpretif dalam menggambarkan panggung belakang aktor yang tampil melalui ekspresi wajah pada tayangan Jakarta Memilih “The Final Round”.

ABSTRACT
For politicians, the face as self image and the most important asset because it can hide the original character or just mask it. In image self there are elements honor, respect, status, relationships, loyalty and positive values ​​of self. The application of theory of face negotiation, developed by Stella Ting Toomey (1985) and the microexpression concept which developed by Ekman (2003) become knife's analysis to self image in reveals management facial by politician in front stage. Then, become a unity with the conversation analytical methods and interpretive paradigms in describing back stage of the actor which present on their face in Jakarta Memilih "The Final Round"."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, 2014
T42140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Setyo Nugroho
"Pendirian benteng VOC di pesisir utara Jawa berawal dari kontrak politik antara Mataram dengan kompeni. Keberadaannya secara tidak langsung telah memicu perubahan ekonomi dan politik di Surabaya. Benteng yang awalnya berfungsi sebagai sarana pertahanan, kemudian bergeser menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan. Pembahasan tentang awal perkembangan Surabaya lebih banyak bermula dari permukiman-permukiman kolonial yang menjamur pada abad ke-19, padahal perubahan sudah mulai tampak ketika VOC berkedudukan di Surabaya. VOC mengawalinya dengan pembangunan benteng dan perbaikan infrastruktur, yang kemudian memicu pertumbuhan ekonomi dan mendorong perubahan politik secara masif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perubahan ekonomi dan politik Surabaya di bawah hegemoni VOC. Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah dengan sumber berupa arsip, peta, dan surat-surat VOC dari abad ke-18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan benteng berdampak secara ekonomi, yaitu meningkatkan aktivitas perdagangan, bahkan memicu terbentuknya permukiman orang-orang Tionghoa. Kemajuan secara politik tumbuh dari benteng yang menjadi pusat pemerintahan Java’s Oosthoek. Surabaya dipilih sebagai tempat didirikanya kediaman resmi gezaghebber, sekaligus pusat pemerintahan dan tempat pelantikan bupatibupati daerah sekitarnya."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2023
900 HAN 6:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jennifer L. Lawless
"Becoming a Candidate: Political Ambition and the Decision to Run for Office explores the factors that drive political ambition at the earliest stages. Using data from a comprehensive survey of thousands of eligible candidates, Jennifer L. Lawless systematically investigates what compels certain citizens to pursue elective positions and others to recoil at the notion. Lawless assesses personal factors, such as race, gender and family dynamics, that affect an eligible candidate's likelihood of considering a run for office. She also focuses on eligible candidates' professional lives and attitudes toward the political system."
New York: Cambridge University Press, 2012
e20527995
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Kristin Samah
Jakarta: Kompas, 2013
324.7 KRI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>