Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christopher Adrian Romano
"ABSTRAK
AKB48 (Akihabara48) merupakan kelompok musik Jepang yang didirikan oleh Akimoto Yasushi pada tahun 2005. AKB48 beranggotakan perempuan remaja dengan usia rata-rata 20 tahun dan memiliki cabang di berbagai negara di Asia. Tugas Akhir ini akan membahas mengenai pengaruh kebijakan Cool Japan melalui AKB48 di Indonesia. Penelitian ini menggunakan konsep Cool Japan yang dijelaskan oleh Douglas McGray serta menjelaskan alasan AKB48 disebut sebagai alat untuk menyebarkan budaya Jepang di dunia. Analisis akan dilakukan dengan memaparkan data primer dari penelitian-penelitian sebelumnya untuk menjelaskan pengaruh AKB48 terhadap penggemar di Indonesia.

ABSTRACT
AKB48 (Akihabara48) is a Japanese music group founded by Akimoto Yasushi in 2005. AKB48 consists of teenage girls with an average age of 20 years and have branches in different countries in Asia. This Final Project will discuss the effects of Cool Japan policy through AKB48 in Indonesia. This research uses the Cool Japan concept described by Douglas McGray and explains why AKB48 is called a tool to spread Japanese culture around the world. The research will be carried out by presenting primary data from previous research to explain AKB48's influence on fans in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Aghnia
"Studi replikasi plus dari Perez-Zapata, Slaughter, dan Henry (2016) dilakukan untuk
meneliti akurasi, dan response time mindreading kelompok in-group terhadap in-group
dan out-group, serta menguji prejudice sebagai moderator kemampuan mindreading
terhadap kedua kelompok. Kelompok in-group pada penelitian ini adalah etnis Jawa,
sedangkan kelompok out-group merupakan etnis Papua. Partisipan penelitian berjumlah
84 orang memiliki etnis Jawa, berusia 19-30 tahun, dengan domisili Jabodetabek.
Eksperimen ini menggunakan instrumen Strange Stories Task untuk mengukur
kemampuan mindreading, dan RIVEC Prejudice Scale untuk mengukur tingkat
prejudice partisipan. Pengujian statistik Mixed Model ANOVA diterapkan guna
membandingkan kemampuan mindreading terhadap kelompok in-group dan out-group,
lalu Process Hayes model 1 untuk mengetahui interaksi moderasi prejudice. Penelitian
membuktikan adanya penurunan akurasi mindreading dan interaksi positif moderasi
prejudice kelompok in-group terhadap out-group.

Study of Perez-Zapata, Slaughter, and Henry (2016) is conducted to establish in-group’s
mindreading accuracy and response time towards in-group and out-group, with an
addition to test prejudice as a moderator. In-group in this study are people with Javanese
ethnic, while the out-group’s are Papuan ethnic. Total of 84 participants are Javanese,
aged 19-30, with Jabodetabek domicile. This experiment uses Strange Stories Task to
measure mindreading ability, and RIVEC Prejudice scale to measure participants’
prejudice. Mixed Model ANOVA is applied to compare mindreading ability towards
in-group and out-group, then Process Hayes model 1 to determine prejudice’s
moderation. This study shows a decrease in mindreading accuracy and a positive
prejudice moderation of in-group towards out-group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyara Alya Noorsyifa
"Gelombang lonjakan popularitas yang dikenal sebagai Hallyu Wave atau Korean Wave bertumbuh pesat bersamaan dengan industri hiburan Korea Selatan akibat ketenaran K-drama dan K-pop di kancah internasional. Eksistensi Hallyu Wave sebagai budaya populer diperkuat dengan lahirnya sebuah fandom besar, terutama pada industri Korean Pop (K-Pop). K-pop kemudian berhasil membentuk komunitas masif di kalangan masyarakat, namun hingga kini keberadaannya masih dianggap sebagai gerombolan imoral yang dangkal. Berangkat dari hal tersebut, studi ingin menunjukan bagaimana partisipasi para K-Pop stan pada kegiatan aktivisme digital melalui project yang diselenggarakan oleh sebuah fanbase di kanal Twitter dengan konsep-konsep, seperti digital citizen, public sphere, serta online community untuk mengkomunikasi sebuah isu maupun fenomena sosial ke khalayak luas. Secara khusus studi ini akan menganalisis fan project @No1LikeHue yang diselenggarakan oleh komunitas seni Atiny (Artiny) dalam menggalang dana untuk sebuah organisasi non-profit sebagai aksi solidaritas dukungan terhadap kelompok marginal. Hasilnya studi ini menunjukan bahwa K-Pop stan adalah kelompok resistensi yang progresif dilihat dari bagaimana mereka mampu memobilisasi sejumlah orang dalam isu-isu sosial yang mendominasi di dunia maya.

The popularity of K-drama and K-pop on a global scale has caused a surge in interest that is known as the Hallyu Wave or Korean Wave, which is growing rapidly alongside the South Korean entertainment industry. A sizable fandom has emerged, particularly in the Korean Pop (K-Pop) industry, which supports the Hallyu Wave's status as a popular cultural phenomenon. K-pop then managed to create a sizable community among the populace, but even today, its existence is still viewed as belonging to an immoral, shallow group. From there, the study aims to demonstrate how K-Pop stans can engage in digital activism through a project run by a Twitter fanbase that uses ideas like digital citizenship, the public sphere, and the online community to inform the general public about an issue. This study will focus on the @No1LikeHue fan project that the Atiny art community (Artiny) ran to raise money for a non-profit as a show of solidarity for marginalized group. According to the findings of the study, K-Pop stans are a progressive resistance movement due to their ability to mobilize a large number of people around social issues prevalent in cyberspace."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;;, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yang, Hee Mun
"Penelitian ini mempelajari arus budaya Korea (Korean wave) di Indonesia, terutama budaya campuran antara budaya Korea dan budaya Indonesia. Sekarang ini, budaya Korea menjadi sebuah hiburan baru di Indonesia. Fenomena ini berhubungan dengan budaya populer di Indonesia. Karena hal ini, budaya campur antara Indonesia dan Korea pun muncal. Budaya Korea sedang melemah di China karena hilangnya fungsi budaya populer yang diakibatkan oleh tidak adanya drama Korea yang dianggap menarik untuk ditonton oleh masyarakat China.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan persamaan dari fenomena ini, untuk mengetahui apakah budaya campur bisa berkompetisi dengan budaya asli di Indonesia dan juga untuk menemukan kemungkinan menurunnya budaya Korea di Indonesia berdasarkan apa yang terjadi di China. Penelitian ini menyertakan penelitian deskriptif dan wawancara dengan orang yang suka menonton acara TV Korea dan film Korea dan juga mendengarkan musik Korea (K-Pop). Permasalahan utama adalah kemungkinan adanya kompetisi antara budaya Korea asli dengan budaya populer Indonesia-Korea. Data-data dikumpulkan dari berbagai buku, artikel, kuesioner, dan laman internet yang berkaitan dengan budaya Korea di Indonesia. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis respon.
Hasil dari penelitian ini adalah banyak orang beranggapan bahwa budaya populer Korea-Indonesia tidak bisa bersaing dengan budaya Korea asli. Faktanya, sejak Indonesia diperkenalkan dengan budaya Korea, negara ini secara stabil tertarik dengan kepopuleran budaya Korea, berbeda dengan China.

This research explores Korean Wave in Indonesia, especially the mix-culture between Korean Wave and Indonesian culture. Nowadays, Korean Wave becomes a new entertainment for Indonesian. This phenomenon is related to popular culture in Indonesia. Because of this, the mixed culture between Korean Wave and Indonesian culture appear. Korean Wave is weakening in China because the function of popular culture is loss due to absence of Korean drama that Chinese people are interested to watch.
The purpose of this article is to find similarity of this phenomenon, to know whether mixed culture can compete with the original one in Indonesia and also to find the possibility of decreasing Korean Wave in Indonesia based on what happened in China. This research includes descriptive research and interviews people who like to watch Korean TV program and film, and listen to K-pop. The main issue is the possibility of competition between the original Korean wave and Korean-Indonesian Pop culture. The data is collected from various books, articles, questionnaire, and websites related to Korean Wave in Indonesia. The method of data analysis used is response analysis.
The result of this research is that many people assume that Korean-Indonesian Pop culture cannot compete with the original Korean Wave. In fact, since Indonesia is just introduced to Korean Wave, this country is statically fascinated in the popularity of Korean Wave, differ from China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Prawira Utama
"Tesis ini membahas tentang fenomena idol group JKT48 sebagai bagian dari diplomasi publik Cool Japan Jepang yang muncul di Indonesia. Dengan menggunakan nilai-nilai ala Jepang, yang disadur dari sister group mereka yang berada di Jepang, AKB48, JKT48 menemukan popularitasnya di Indonesia. Fans-fans berat JKT48 pun bermunculan di Indonesia. Ini adalah pertanda dari berhasilnya diplomasi publik Cool Japan Jepang di Indonesia. Idol group JKT48 sebagai bagian dari diplomasi publik Jepang di Indonesia dianalisis menggunakan metode studi pustaka dan wawancara. Studi pustaka yang dilakukan sendiri berkenaan dengan diplomasi publik Jepang, soft power dari Joseph Nye, hingga idology dari Patrick Galbraith.

Idol group JKT48 is a part of Japanese?s Public Diplomacy dubbed as the Cool Japan Program. With the Japanese value extracted from their Japanese sister group, AKB48, JKT48 rise into popularity in Indonesia. This is one of the sign on how succesful Japan's Cool Japan diplomacy in Indonesia. The subject was analyzed using literature review and interviews. The literature review includes Joseph Nye's soft power and Patrick Galbraith's idology. This research conclude that the nature of Indonesian people are suitable for Japanese public diplomacy to spread nicely."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T44925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryuni Hindradi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara neurotisisme dan harga
diri dengan konsumsi TikTok. Pesertanya berusia antara 17 hingga 78 tahun dengan 217
perempuan dan 152 laki-laki, 10 peserta menyebutkan bahwa mereka non-biner, dan dua
peserta mengidentifikasi diri sebagai gender lainnya. Peserta wajib mengisi sosialisasi survei
online yang diberikan oleh mahasiswa peserta kelas ini dengan alat ukur skala Big Five
Inventory-10 dan skala Harga Diri Rosenberg. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipan
dengan neurotisisme rendah cenderung memiliki screen time lebih rendah untuk
menggunakan aplikasi TikTok. Selain itu, peserta dengan harga diri yang lebih rendah
menunjukkan bahwa mereka cenderung akan menghabiskan lebih banyak uang saat
menggunakan aplikasi TikTok.

The goal of this study is to assess the relationship between neuroticism and self-esteem with TikTok consumption. The participants ranged in age from 17 to 78 years with 217 women and 152 men, 10 participants stated that they were non-binary, and two participants identified
as other gender. The participants should fill in the online survey dissemination that is given by the student who participates in this class and measure by using the Big Five Inventory-10 scale and the Rosenberg Self-Esteem scale. The result shows that participants with low
neuroticism tend to have less screen time on TikTok; however, participants with low self-
esteem would spend more on TikTok consumption.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Acieta Arbi
"ABSTRAK
Industri musik dan rekaman, yang melibatkan bermacam-macam aliran musik, selalu
dipengaruhi oleh tren musik yang berlaku. Tahun 1999 merupakan tahun kesuksesan boyband, yaitu
kelompok penyanyi vokal pria yang membawakan lagu pop yang easy listening atau enak didengar.
Hal ini disebabkan karena suksesnya album-album dan konser-konser mereka sehingga memberikan
inspirasi kepada perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman untuk memunculkan
boyband-boyband baru.
Westlife. yang terbentuk tahun 1998, merupakan salah satu artis pendatang baru
internasional pada tahun 1999. Westlife, yang terdiri dan lima orang pria: Shane Filan, Mark
Feehily, Klan Egan, Nicky Byrne dan Bryan McFadden, dan berasal dari irlandia, dikategorikan
sebagai boyband. Adapun pemegang hak produksi, distribusi dan pemasaran produk Westlife di
Indonesia adalah PT 8MG Music Indonesia, yang bersama dengan RCA selaku perusahaan rekaman
yang mengontrak Westlife, merupakan unit dad BMG Entertainment.
Sebagai produk dan sebuah hoyband. produk Westlife menghadapi pasar sasaran yang sama
dengan produk dari boyband internasional Iainnya yaitu cohort Internet dan cohort MTV, terutama
remaja putri. Untuk memasuki pasar sasaran tersebut PT BMG Music indonesia harus melakukan
suatu bentuk strategi komunikasi pemasaran yang efektif sehingga Westlife dapat dengan sukses
memasuki pasar sasaran tersebut. Strategi komunikasi pemasaran merupakan unsur yang sangat
penting bagi perusahaan yang bergerak dalam industrii musik dan rekaman di Indonesia, karena
dalam melakukan bauran pemasaran, hanya unsur produksi dan komunikasi pemasaran yang dapat
diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan. Unsur harga (price) dan saturan
distribusi merupakan hal yang telah ditetapkan bersama dan bersifat baku dalam industri musik dan
rekaman di indonesia.
Perangkat-perangkat dasar dalam komunikasi pemasaran adalah advertising (periklanan),
direct marketing (pemasaran Iangsung), sales promotion (promo si penjualan), publicity/public
relations (hubungan masyarakat) dan personal selling (kewiraniagaan). Perusahaan dapat memilih
perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk mempromosikan produknya tergantung pada
kebutuhan dan anggaran biaya promosi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal yang dianggap
penting adalah bahwa perangkat-perangkat tersebut terkoodinir secara baik dan harus saling
berhubungan sertaa saling mendukung sehingga terbentuk suatu integrated marketing communication
bagi produk yang diprornosikan. Sebelum menentukan bentuk strategi kornunikasi pemasaran yang
digunakan, perusahaan harus rnenentukan tujuan dan strategi tersebut.
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di indonesia
menggunakan 3 perangkat dalam strategi komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion
dan publicity/public reiations Saies prornouiorl yang diguriakan umurnnya bersifat prornosi
perdagangan. Promosi konsumen, yaitu promosi yang berorientasi pada konsumen, kalaupun
digunakan biasanya hanya berbentuk pemberian bonus berupa poster allis atau undian berhadiah.
Dengan tujuan niemperkenalkan produk Westlife yaitu baik lagu-lagu yang dibawakan oleh
Westlife, Westlife sendiri secara personal, dan menjadikan Westlife sebagai artis internasional yang
menjadi favorit dan ¡dola baru dalam industri musik dan rekaman di Indonesia, PT BMG Music
Indonesia melakukan strategi komunikasi pemasaran yang merupakan integrated marketing
Communications dengan menggunakan advertising, sales promotion dan publicity/public relations
yang dititikberatkan pada kepuasan konsumen.
Penitikberatan pada kepuasan konsumen terutama dicerminkan oleh sales promotion yang
dilakukan oleh PT BMG Music indonesia. Bentuk sales promotion yang berorientasi kepada
kepuasan konsumen ini adalah pemberian sisipan berupa ballotd dalam setiap produk Westlife, baik
berupa kaset, CD maupun VCD. Melalui ballots tersebut PT BMG Music Indonesia dapat menjalin
interaksi timbal balik dengan konsumennya, dimana hal ini beium pernah dilakukan oleh perusahaan lain yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di Indonesia. Ballots tersebut memberikan
keuntungan bagi konsumen, berupa perolehan informasi seputar Westlife, dan bagi PT BMG Music
Indonesia, berupa data konsumen yang dapat membantu PT BMG Music Indonesia dalam
meningkatkan pelayanannya dan merancang program komunikasi pemasaran yang efektif.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi yang dilakukan oieh PT BMG Music
Indonesia adalah angka penjualan kaset, Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD)
Westlife yang cukup tinggi di indonesia, yaltu mencapai 20 platinum untuk album pertama Westlife
yang berjudul ?Westlife?. Prestasi penjualan produk Westlife merupakari prestasi yang
mengagumkan bagi artis internasional di lndonesia. Westlife sendiri, saat ini, merupakan boyband
yang menjadi penyanyi favorit dan idola baru dalam industri musik dan rekaman di indonesia.
;ABSTRAK
Industri musik dan rekaman, yang melibatkan bermacam-macam aliran musik, selalu
dipengaruhi oleh tren musik yang berlaku. Tahun 1999 merupakan tahun kesuksesan boyband, yaitu
kelompok penyanyi vokal pria yang membawakan lagu pop yang easy listening atau enak didengar.
Hal ini disebabkan karena suksesnya album-album dan konser-konser mereka sehingga memberikan
inspirasi kepada perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman untuk memunculkan
boyband-boyband baru.
Westlife. yang terbentuk tahun 1998, merupakan salah satu artis pendatang baru
internasional pada tahun 1999. Westlife, yang terdiri dan lima orang pria: Shane Filan, Mark
Feehily, Klan Egan, Nicky Byrne dan Bryan McFadden, dan berasal dari irlandia, dikategorikan
sebagai boyband. Adapun pemegang hak produksi, distribusi dan pemasaran produk Westlife di
Indonesia adalah PT 8MG Music Indonesia, yang bersama dengan RCA selaku perusahaan rekaman
yang mengontrak Westlife, merupakan unit dad BMG Entertainment.
Sebagai produk dan sebuah hoyband. produk Westlife menghadapi pasar sasaran yang sama
dengan produk dari boyband internasional Iainnya yaitu cohort Internet dan cohort MTV, terutama
remaja putri. Untuk memasuki pasar sasaran tersebut PT BMG Music indonesia harus melakukan
suatu bentuk strategi komunikasi pemasaran yang efektif sehingga Westlife dapat dengan sukses
memasuki pasar sasaran tersebut. Strategi komunikasi pemasaran merupakan unsur yang sangat
penting bagi perusahaan yang bergerak dalam industrii musik dan rekaman di Indonesia, karena
dalam melakukan bauran pemasaran, hanya unsur produksi dan komunikasi pemasaran yang dapat
diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan. Unsur harga (price) dan saturan
distribusi merupakan hal yang telah ditetapkan bersama dan bersifat baku dalam industri musik dan
rekaman di indonesia.
Perangkat-perangkat dasar dalam komunikasi pemasaran adalah advertising (periklanan),
direct marketing (pemasaran Iangsung), sales promotion (promo si penjualan), publicity/public
relations (hubungan masyarakat) dan personal selling (kewiraniagaan). Perusahaan dapat memilih
perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk mempromosikan produknya tergantung pada
kebutuhan dan anggaran biaya promosi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal yang dianggap
penting adalah bahwa perangkat-perangkat tersebut terkoodinir secara baik dan harus saling
berhubungan sertaa saling mendukung sehingga terbentuk suatu integrated marketing communication
bagi produk yang diprornosikan. Sebelum menentukan bentuk strategi kornunikasi pemasaran yang
digunakan, perusahaan harus rnenentukan tujuan dan strategi tersebut.
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di indonesia
menggunakan 3 perangkat dalam strategi komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion
dan publicity/public reiations Saies prornouiorl yang diguriakan umurnnya bersifat prornosi
perdagangan. Promosi konsumen, yaitu promosi yang berorientasi pada konsumen, kalaupun
digunakan biasanya hanya berbentuk pemberian bonus berupa poster allis atau undian berhadiah.
Dengan tujuan niemperkenalkan produk Westlife yaitu baik lagu-lagu yang dibawakan oleh
Westlife, Westlife sendiri secara personal, dan menjadikan Westlife sebagai artis internasional yang
menjadi favorit dan ¡dola baru dalam industri musik dan rekaman di Indonesia, PT BMG Music
Indonesia melakukan strategi komunikasi pemasaran yang merupakan integrated marketing
Communications dengan menggunakan advertising, sales promotion dan publicity/public relations
yang dititikberatkan pada kepuasan konsumen.
Penitikberatan pada kepuasan konsumen terutama dicerminkan oleh sales promotion yang
dilakukan oleh PT BMG Music indonesia. Bentuk sales promotion yang berorientasi kepada
kepuasan konsumen ini adalah pemberian sisipan berupa ballotd dalam setiap produk Westlife, baik
berupa kaset, CD maupun VCD. Melalui ballots tersebut PT BMG Music Indonesia dapat menjalin
interaksi timbal balik dengan konsumennya, dimana hal ini beium pernah dilakukan oleh perusahaan lain yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di Indonesia. Ballots tersebut memberikan
keuntungan bagi konsumen, berupa perolehan informasi seputar Westlife, dan bagi PT BMG Music
Indonesia, berupa data konsumen yang dapat membantu PT BMG Music Indonesia dalam
meningkatkan pelayanannya dan merancang program komunikasi pemasaran yang efektif.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi yang dilakukan oieh PT BMG Music
Indonesia adalah angka penjualan kaset, Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD)
Westlife yang cukup tinggi di indonesia, yaltu mencapai 20 platinum untuk album pertama Westlife
yang berjudul ?Westlife?. Prestasi penjualan produk Westlife merupakari prestasi yang
mengagumkan bagi artis internasional di lndonesia. Westlife sendiri, saat ini, merupakan boyband
yang menjadi penyanyi favorit dan idola baru dalam industri musik dan rekaman di indonesia.
"
2001
T709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risyam Rakhmatullah
"ABSTRAK
Idolling yang dibawa oleh JKT48 dari Jepang telah mengalami proses kontekstualisasi terhadap nilai dan norma yang ada di Indonesia dengan tujuan agar dapat diterima sebagai budaya populer seperti di Jepang. Studi-studi sebelumnya menyatakan bahwa manajemen dari grup idola telah melakukan proses komodifikasi dan lokalisasi budaya dalam membawa idolling sebagai budaya populer ke Indonesia. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, argumentasi dari penelitian ini adalah idolling yang dibawa oleh JKT48 muncul sebagai ruang negosiasi bagi manajemen JKT48 yang berasal dari Jepang dengan manajemen, anggota dan penggemar JKT48 yang kemudian membentuk idolling versi hybrid. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi sebagai metode pengumpulan data. JKT48 di dalam tulisan ini didefinisikan sebagai sebuah entitas yang melibatkan manajemen, anggota dan penggemar JKT48. Idolling versi hybrid muncul sebagai hasil negosiasi budaya yang berbeda antara Jepang dan Indonesia. Proses negosiasi tersebut melibatkan manajemen, anggota dan penggemar JKT48 sebagai bentuk resistensi terhadap budaya populer yang masuk yaitu idolling.

ABSTRACT
Idolling that was brought by JKT48 from Japan has experienced the process of contextualization of values and norms in Indonesia with the purpose to be accepted as popular culture as in Japan. Previous studies have stated that from within the management of the idol group has done the process of commodification and localization of culture in bringing idolling as a popular culture to Indonesia. Different from previous studies, the argument from this research is that the idolling that was brought by JKT48 emerged as a third space for JKT48 management from Japan with management, members and fans of JKT48 which later formed a hybrid version of idolling. This research is a qualitative research with in depth interview and observation as data collecting method. JKT48 in this paper define as an entity that involving management, members and fans of JKT48. Hybrid version idolling emerged as a result of cultural negotiations that took place in the third space . The negotiation process involves the management, members and fans of JKT48 as a form of resistance to idolling as popular culture which was originated from Japan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Aprilia
"Penelitian ini membahas tentang influencer TikTok sebagai pekerja immaterial yang melangsungkan aktivitas produksi sekaligus konsumsi dalam proses kerjanya. Influencer TikTok turut memproduksi hasil kerja berupa konten informasi dan konten budaya yang dapat menjaring konsumen. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer media sosial memegang peranan penting dalam membentuk preferensi pengguna media sosial, terutama dalam penggunaan produk skincare. Namun fokus studi-studi terdahulu lebih pada kesuksesan influencer dalam menjangkau konsumen. Studi-studi terdahulu kurang mengelaborasi bentuk kerja serta aktivitas produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh influencer. Padahal, influencer TikTok tidak hanya berperan sebagai produsen konten informasi dan budaya, tetapi juga sebagai konsumen bagi industri skincare yang mereka gunakan. Oleh karena itu, peneliti berargumen bahwa makna produksi dan konsumsi kerap kabur atau dengan kata lain influencer menjalankan praktik prosumption dalam proses kerjanya. Sehingga aktivitas influencer yang terlihat santai dan menyenangkan membuat mereka sukarela melakukan kegiatan yang sebenarnya termasuk bagian dari bekerja. Proses semacam inilah yang menguntungkan perusahaan karena membantu mereka memasarkan produk skincare yang mereka produksi dengan harga minimal. Hasil penelitian menemukan bahwa influencer menghasilkan produk immaterial yang mampu membentuk selera konsumen dan membangun hubungan sosial dengan audiens dan industri produk skincare. Penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi kerja influencer media sosial fleksibel dan independent, serta relasi sosial antara influencer dengan kapitalis yang abstrak. Kondisi itu yang justru mengaburkan batasan kegiatan kerja dan non-kerja dalam kehidupan mereka. Akibatnya, aktivitas prosumption konten skincare yang mereka anggap sebagai suatu hobi dan kesenangan tanpa disadari menyamarkan kondisi kerja influencer yang rentan. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring. Populasi pada penelitian adalah micro-influencer TikTok di bidang skincare dengan rentang usia 13-26 tahun.

This study discusses TikTok influencers as immaterial labour who carry out production and consumption activities in their work process. TikTok influencers also produce work in the form of information content and cultural content that can attract consumers. Previous studies have shown that social media influencers play an important role in determining the preferences of social media users, especially in the use of skincare products. However, the focus of previous studies was more on the success of influencers in getting consumers. Previous studies did not elaborate on the form of work and production and consumption activities carried out by influencers. TikTok influencers not only act as producers of informational and cultural content but also as consumers of the skincare industry they use. Therefore, the researcher argues that the meaning of production and consumption is often blurred or affects the practice of prosumption in influencer’s job. So, influencer activities that look relaxed and fun make them willingly do activities that are part of work. It is this process that benefits the company as it helps them market the skin care products they manufacture at minimal prices. The study found that influencers produce immaterial products that can shape consumer tastes and build social relationships with the audience and the skin care product industry. This study also finds that the working conditions of social media influencers are flexible and independent, then they have an abstract relationship with the capitalist. This condition blurs the boundaries of work and non-work activities in their lives. As a result, the activity of producing and consuming skincare content which they consider a hobby and pleasure unconsciously disguise the working conditions of vulnerable influencers. Data collection in this study used a qualitative approach with the method of literature studies, in-depth interviews, and online observations. The population in this study are TikTok skincare micro-influencers with an age range of 13-26 years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Sumarsono
Bandung: Mizan, 1998
297.8 TAT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>