Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisaa
"Polonium-210 adalah unsur radioaktif alami, dengan waktu paruh 138 hari. 210Po radionuklida banyak ditemukan pada organisme. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang akumulasi aktivitas radionuklida 210Po pada biota yang berasal dari Teluk Jakarta dan memprediksi dampaknya terhadap ekosistem. 210Po aktivitas radionuklida ditemukan terakumulasi di beberapa spesies laut seperti udang, cumi-cumi dan ikan. Hasil konsentrasi tertinggi ditemukan pada daging cumi-cumi (Loligo chinensis) dan cumi-cumi masing-masing sebesar 426,61 Bq.kg-1 dan 851,9 Bq.kg-1. Pada sampel ikan yang dibedah, aktivitas 210Po ditingkatkan dari daging ke kepala hingga ke sistem pencernaan. Distribusi aktivitas radionuklida 210Po tertinggi pada pencernaan ikan tuna (E. affinis) dengan ukuran 1.766,40 Bq.kg-1. Di sisi lain, pengolahan makanan mengurangi aktivitas 210Po dalam biota, dengan penurunan sekitar 40% -80%. Dosis asupan efektif tahunan aktivitas 210Po di semua sampel biota masih di bawah nilai yang ditetapkan oleh UNSCEAR (Komite Ilmiah Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Efek Radiasi Atom). Nilai LCR (Lifetime Cancer Risk) aktivitas 210Po dalam sampel biota masih dalam batas nilai aman. Kajian dampak sebaran radionuklida 210Po terhadap ekosistem laut memiliki nilai batas maksimum 10 µGy h-1. Nilai ini tidak berdampak serius pada ekosistem laut. Secara keseluruhan, biota uji yang berasal dari Teluk Jakarta ini masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.

Polonium-210 is a naturally occurring radioactive element, with a half-life of 138 days. 210Po radionuclides are found in organisms. This research was conducted to provide information about the accumulation of 210Po radionuclide activity in biota originating from Jakarta Bay and predict its impact on the ecosystem. 210Po of radionuclide activity was found to accumulate in several marine species such as shrimp, squid and fish. The highest concentration results were found in squid (Loligo chinensis) and squid, each of 426.61 Bq.kg-1 and 851.9 Bq.kg-1. In the dissected fish samples, 210Po activity was increased from the meat to the head to the digestive system. The distribution of 210Po radionuclide activity was highest in the digestion of tuna (E. affinis) with a size of 1,766.40 Bq.kg-1. On the other hand, food processing reduces 210Po activity in biota, with a reduction of about 40% -80%. The annual effective intake dose of 210Po activity in all biota samples is still below the value set by UNSCEAR (United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation). The LCR (Lifetime Cancer Risk) value of 210Po activity in the biota sample is still within the safe value limit. The study of the impact of 210Po radionuclide distribution on marine ecosystems has a maximum limit value of 10 µGy h-1. This value does not have a serious impact on marine ecosystems. Overall, the test biota originating from Jakarta Bay is still within safe limits for consumption."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rivelino Gardana
"Kegiatan industri menimbulkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan. Sehingga kegiatan industri membutuhkan pengolahan air limbah yang khusus. Salah satu alternatif tersebut adalah Food Chain Reactor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efisiensi Food Chain Reactor skala laboratorium dalam menyisihkan kandungan organik dari air limbah industri Kawasan Industri Jababeka di WWTP 1 Jababeka. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan volume kerja 44,25 L yang terbagi menjadi 6 reaktor. Pada permukaan reaktor ditanamkan tanaman berjenis Philodendron hastatum dengan serat wol menggantung di bawah pot tanaman sebagai media biomodul. Eksperimen dilakukan dengan variasi waktu tinggal 24, 16, dan 12 jam. Hasil penelitian menunjukan efisiensi penyisihan kandungan organik sebagai Chemical Oxygen Demand (COD) berada pada rentang 86,2 – 90,8% dengan penyisihan tertinggi pada waktu tinggal 24 jam. Pada parameter Surface Area Loading Rate didapatkan nilai tertinggi pada waktu tinggal 12 jam dengan 10,75 g/m2/hari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Food Chain Reactor dapat diterapkan pada WWTP 1 Jababeka.

Industrial activities generate wastewater that can pollute the environment. So that industrial activities require special wastewater treatment. One of these alternatives is the Food Chain Reactor. The purpose of this study was to analyze the efficiency of laboratory-scale Food Chain Reactor in removing organic content from Jababeka Industrial Estate industrial wastewater in WWTP 1 Jababeka. The method used is an experiment with a working volume of 44.25 L which is divided into 6 reactors. On the surface of the reactor, Philodendron hastatum type plants are planted with wool fibers hanging under the plant pot as a biomodul media. Experiments were conducted with variations in residence time of 24, 16, and 12 hours. The results showed that the removal efficiency of organic content as Chemical Oxygen Demand (COD) was in the range of 86,2 – 90,8% with the highest removal at a residence time of 24 hours. In the Surface Area Loading Rate parameter, the highest value was obtained at a residence time of 12 hours with 10,75 g/m2/day. The results of this study indicate that the Food Chain Reactor can be applied to WWTP 1 Jababeka."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Ajrina
"Dalam penelitian ini, dilakukan studi mengenai radionuklida 210Po yang terdapat pada biota dan analisis kadar radionuklida 210Po yang terakumulasi di dalam tubuh biota berdasarkan tingkatan trofikya. Biota uji yang digunakan adalah ikan Belanak (Mugil dussumieri), ikan bawal hitam (Parastromateus niger), ikan kembung (Restrelliger kanagurta), ikan bawal putih (Pampus argenteus),dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii) yang didapatkan dari perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Analisis aktivitas 210Po dilakukan pada bagian daging, kepala, dan sistem pencernaan. Distribusi aktivitas 210Po paling tinggi terdapat pada sistem pencernaan, setelah itu kepala dan daging. Analisis aktivitas 210Po juga dilakukan pada daging yang telah dilakukan food prossesing atau pengolahan makanan dengan metode penggorengan. Aktivitas 210Po mengalami penurunan sebesar 30% sampai 64% setelah dilakukan proses penggorengan. Daily intake untuk kelima jenis sampel berbeda-beda, untuk ikan belanak sebesar 0,099 Bq, ikan bawal hitam sebesar 0,110 Bq, ikan kembung sebesar 0,253 Bq, ikan bawal putih sebesar 0,323 Bq, dan ikan tenggiri sebesar 0,451 Bq, sedangkan untuk dosis asupan tahunan sebesar 4,359 x 10-5 sv / tahun sampai 19,7798 x 10-5 sv / tahun dan Lifetime Cancer Risk (LCR) sebesar 4,785 x 10-5 sampai 21,713 x 10-5. Hasil ini menunjukan bahwa kelima biota uji masih tergolong aman untuk dikonsumsi.

In this research, a study of 210Po radionuclides found in biota and an analysis of 210Po radionuclide accumulation in biotas based on their trophic levels were performed. The biota used in this study were mullet (Mugil dussumieri), black pomfret (Parastromateus niger), mackerel (Restrelliger kanagurta), white pomfret (Pampus argenteus), and mackerel (Scomberomorus commersonii) obtained from Muara Kamal, Teluk Jakarta. Analysis of 210Po activity was carried out on the meat, head, and digestive system of the experimental biota. The highest distribution of 210Po activity was found in the digestive system, followed by head and meat. Analysis of 210Po activity was also carried out on meat biota after food processing by frying.  210Po activity decreased by 30% to 64% after a frying process. Daily intake of 210Po for each five samples were different, for mullet fish was 0.099 Bq, black pomfret was 0.110 Bq, mackerel was 0.253 Bq, white pomfret was 0.323 Bq, and mackerel fish was 0.451 Bq, value for annual intake dose  from 4,359 x 10-5 sv / year to 19,7798 x 10-5 sv / year and Lifetime Cancer Risk (LCR)  from 4,785 x 10-5 to 21,713 x 10-5. Therefore, five biotas specimen are safe to be consumed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieska Juliana Ariaty
"Pada penelitian ini dilakukan kajian risiko radionuklida 210Po terhadap konsumsi biota kerang hijau (Perna viridis), udang jerbung (Fenneropenaeus merguiensis), cumi-cumi (Loligo sp.), dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii) yang berasal dari Perairan Teluk Jakarta. Aktivitas radionuklida 210Po pada sampel diukur menggunakan spektrometer α. Analisis radionuklida 210Po dilakukan pada bagian daging, kepala, dan pencernaan untuk memperoleh pola distribusi 210Po dalam tubuh biota. Distribusi radionuklida 210Po tertinggi pada bagian pencernaan diikuti oleh bagian kepala dan daging. Aktivitas radionuklida 210Po dalam tubuh biota dilakukan sebelum dan setelah food processing (proses penggorengan). Aktivitas radionuklida 210Po setelah food processing (proses penggorengan) mengalami penurunan sebesar 41-57%. Asupan harian radioaktivitas (daily intake) tertinggi yaitu pada cumi-cumi goreng sebesar 0,22 Bq dan diikuti oleh ikan tenggiri goreng, kerang hijau goreng, udang jerbung goreng dengan nilai dosis berturut-turut sebesar 0,01 Bq; 0,27 x 10-2 Bq ; dan 0,08 x 10-2 Bq. Dosis asupan tahunan (Deff) tertingi yaitu dosis cumi-cumi goreng sebesar 952,62 x 10-7 sv dan diikuti oleh dosis ikan tenggiri goreng, kerang hijau goreng, udang jerbung goreng dengan nilai dosis berturut-turut sebesar 69,24 x 10-7 sv; 11,80 x 10-7 sv; dan 3,43 x 10-7 sv. Nilai LCR (Lifetime Cancer Risk) tertinggi pada cumi-cumi goreng sebesar 521,25 x 10-7 dan diikuti oleh ikan tenggiri goreng, kerang hijau goreng, udang jerbung goreng dengan nilai dosis berturut-turut sebesar 37,75 x 10-7; 6,46 x 10-7; dan 1,88 x 10-7. Berdasarkan nilai dosis asupan harian (daily intake), dosis asupan tahunan (Deff) , dan LCR (Lifetime Cancer Risk) biota uji masih tergolong aman untuk dikonsumsi dan tidak berisiko karsinogenik.

In this study, the risk of radionuclide 210Po was assessed on consumption of green mussel (Perna viridis), jerbung shrimp (Fenneropenaeus merguiensis), squid (Loligo sp.), and mackerel fish (Scomberomorus commersonii) which originated from Jakarta Bay. Radionuclide 210Po activity in the samples were analyzed using α spectrometer. The activities of 210Po were observed in muscle, head, and digestive system to obtained distributional pattern of radionuclide 210Po in the biotas organs. The highest distribution of radionuclide 210Po was detected in digestive system and followed by head and muscle. The 210Po activities were analyzed before and after food processing. The radionuclide 210Po activities after food processing decreased by 41-57%. The highest daily intakeof 210Po found in fried squid which contains 0,22 Bq, followed by fried mackerel fish, green mussel, and jerbung shrimp with 0,01 Bq; 0,27 x 10-2 Bq ; dan 0,08 x 10-2 Bq, respectively. The highest annual intake (Deff) of 210Po is 952,62 x 10-7 sv, which found in fried squid and followed by fried mackerel fish, green mussel, and jerbung shrimp with 69,24 x 10-7 sv; 11,80 x 10-7 sv; dan 3,43 x 10-7 sv, respectively. The highest LCR (Lifetime Cancer Risk) of 210Po being 521,25 x 10-7, found in cooked squid and followed by fried mackerel fish, green mussel, and jerbung shrimp which respectively has 37,75 x 10-7; 6,46 x 10-7; dan 1,88 x 10-7. According to the results of daily intake, annual intake (Deff) , and LCR (Lifetime Cancer Risk), the biota tested are still classified as safe for consumption and not carsinogenic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rahayu Aprilia
"Beberapa penelitian telah mempelajari bahwa pelanggaran dari leading brand dan manajemen subkontraktor menyebabkan pelemahan hak-hak pekerja garmen dalam Global Value Chain. Sayangnya, sedikit penelitian yang meneliti bagaimana pemerintah daerah juga berperan mengurangi hak perlindungan pekerja garmen dalam rantai nilai global. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji resistansi buruh garmen PT GSS terhadap pemerintah daerah dan manajemen ketika menuntut penegakan hak-hak pekerja. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Kombinasi tindakan pemerintah daerah dan pengusaha telah mengembangkan rezim produksi di PT GSS, serupa dengan konsep global fragmented despotism. Penelitian ini telah menemukan bahwa negara melalui pemerintah daerah memfasilitasi despotisme dalam rezim produksi dengan peraturan yang mengakomodasi PHK sepihak, menghapus kenaikan upah minimum, dan kurang berjalannya fungsi pengawasan. Konsekuensi dari peran negara tersebut menyebabkan perusahaan melemahkan resistansi pekerja dengan membentuk serikat tandingan, sistem kejar target, watak keras manajemen, dan sistem No Work No Pay. Para buruh melawan despotisme yang terfragmentasi ini dengan berbagai aksi protes di tempat kerja dan kampanye internasional.

Some studies have studied that violations of the leading brands and subcontractor management cause the weakening of garment workers' rights in the Global Value Chain. Unfortunately, little research examines how local governments also play role in reducing the protection rights of garment workers of global value chain. This study aims to examine the resistance of PT GSS garment workers to the local government and their employers when demanding the enforcement of their labor rights. This research uses a qualitative method with a case study approach, collecting data through interviews and observation. A combination of local government and employer actions has developed a production regime at PT GSS, similar to a globally fragmented despotism concept. This research has found that state through local governments facilitate despotism in the production regime by regulations that accommodate arbitrary layoffs, eliminate minimum wages’ increase, and lack of functioning of a supervisory function. The consequences of the state’s role caused company weakens workers' resistance by forming counter-unions, target-chasing systems, management's intransigence, and No Work No Pay system. The workers resisted this fragmented despotism with various kind of protest actions at the workplace and international campaigns."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Anung Kurniawan
"Reklamasi Teluk Benoa Bali dan Teluk Jakarta sama-sama menimbulkan polemik dan berbagai masalah, baik pada tatanan kebijakan maupun pelaksanaan. Namun faktanya, reklamasi Teluk Jakarta tetap berlangsung, sementara reklamasi Teluk Benoa gagal untuk diimplementasikan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan klaim terkait kedua proyek reklamasi tersebut, yaitu pada proyek reklamasi Teluk Jakarta pemerintah berhasil meyakinkan masyarakat bahwa proyek yang dijalankan akan memberikan dampak yang positif, sementara pada proyek reklamasi Teluk Benoa tidak. Penelitian ini, kemudian, akan membahas mengenai fenomena reklamasi Teluk Benoa Bali dan Teluk Jakarta tersebut, di mana terdapat perbedaan klaim kebenaran dalam proses reklamasi yang berkaitan dengan konsep episteme dari Foucault. Penelitian ini juga menganalisis relasi dan dinamika yang terjadi antara masyarakat, negara dan korporasi pada proyek reklamasi dengan perspektif Kriminologi Radikal. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kasus reklamasi di dua tempat, yaitu reklamasi di Teluk Jakarta dan reklamasi di Teluk Benoa Bali. Wawancara mendalam dengan berbagai narasumber yang terlibat langsung dengan proyek reklamasi dilakukan untuk mengungkap permasalahan yang ada. Penelitian ini, pada akhirnya, memberikan pengayaan pandangan terhadap Kriminologi Radikal dan konsep episteme-nya Foucault. Khususnya terkait episteme, pengayaan dalam penelitian ini adalah dengan mengkonstruksikan konsep episteme yang dikemukakan oleh Foucault dengan melihat adanya fragmentasi nilai sosial, ekonomi, dan budaya, dalam reklamasi yang terjadi di Teluk Benoa dan Teluk Jakarta, sehingga menghasilkan konsep fragmented episteme

The reclamation of Benoa Bay, Bali, and Jakarta Bay has both created polemics and problems, both in terms of policy and implementation. But in fact, the reclamation of Jakarta Bay continues, while the reclamation of Benoa Bay has failed to be implemented. This happened because of different claims regarding the two reclamation projects: in the Jakarta Bay reclamation project, the government managed to convince the community that the project being implemented would have a positive impact, while in the Benoa Bay reclamation project it did not. This research will then discuss the reclamation phenomenon of Benoa Bay in Bali and Jakarta Bay, where there are differences in truth claims in the reclamation process related to Foucault's concept of episteme. This study also analyses the relationship and dynamics that occur between society, the state and corporations in the reclamation project with the perspective of Radical Criminology. This study uses a qualitative research approach using reclamation case studies in two places, namely reclamation in Jakarta Bay and reclamation in Benoa Bay, Bali. In-depth interviews with various sources directly involved with the reclamation project were conducted to uncover existing problems. This research, in the end, provides an enrichment view of Radical Criminology and Foucault's concept of episteme. Specifically related to episteme, the enrichment in this research is to construct the episteme concept put forward by Foucault by looking at the fragmentation of social, economic, and cultural values, in the reclamation that occurred in Benoa Bay and Jakarta Bay, resulting in a fragmented episteme concept."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyati
"Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) ditemukan melimpah di perairan Situ Rawa Besar dengan ukuran yang bervariasi dengan kisaran 17,5 37 cm. Kebiasaan makanan ikan sapu-sapu di Situ Rawa Besar memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan ikan lokal yang potensial untuk dibudidayakan, namun pengelompokan ikan sapu-sapu berdasarkan makanannya belum dapat ditentukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji kebiasaan makanan, spektrum makanan, dan tingkat trofik ikan sapu-sapu di Situ Rawa Besar sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kelimpahan ikan sapu-sapu di perairan. Pengambilan 30 sampel ikan sapu-sapu dilakukan secara acak dari perairan kemudian dilakukan pengukuran panjang, pembedahan, pengeluaran, serta pengamatan isi saluran pencernaan ikan untuk diidentifikasi komposisi makanannya. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100 kali dengan pengulangan tiga kali pada tiap sampel. Data yang didapat diolah dengan menggunakan Index of Preponderance, perhitungan luas relung, dan tingkat trofik. Makanan utama yang dimanfaatkan oleh ikan sapu-sapu di Situ Rawa Besar yaitu Cyanophyta sebesar 98,98% dan sisanya berupa makanan tambahan diantaranya yaitu Bacillariophyta sebesar 0,38%, Chlorophyta sebesar 0,36%, Euglenophyta sebesar 0,23% dan Cryptophyta sebesar 0,05%. Berdasarkan luas relung makanannya ikan sapu-sapu di Situ Rawa Besar bersifat spesialis karena memiliki nilai luas relung rendah yaitu sebesar 0,005 yang menandakan ikan tersebut selektif dalam memilih makanannya. Berdasarkan tingkat trofik ikan sapu-sapu di Situ Rawa Besar termasuk pada kelompok I sebagai ikan herbivora dengan nilai tingkat trofik sebesar 2. Ditinjau dari spektrum makanannya ikan sapu-sapu di Situ Rawa Besar termasuk ke dalam kelompok ikan monofagik yang hanya mengkonsumsi satu jenis makanan saja yaitu fitoplankton dari kelompok Cyanophyta sebagai makanan utama sehingga memiliki kisaran makanan yang sempit.

Sailfin catfish (Pterygoplichthys pardalis) are found abundantly in Lake Rawa Besar with a size range of 17.5—37 cm. The food habits of the sailfin catfish in Lake Rawa Besar have a high degree of similarity with local fish that have the potential to be cultivated, but the grouping of sailfin catfish based on their diet cannot be determined. Therefore, it is necessary to conduct research to examine the food habits, food spectrum, and trophic level of sailfin catfish in Lake Rawa Besar as one of the factors causing the abundance of sailfin catfish in the waters. The collection of 30 samples of sailfin catfish were carried out randomly from the waters and then the length measurement, dissection, ejection, and observation of the contents of sailfin catfish’s digestive tracts of the fish were carried out to identify the composition of the food. Observations were made using a light microscope with a magnification of 100 times with three repetitions for each sample. The data obtained is processed using the Index of Preponderance, the calculation of niche area and trophic level. The main food utilized by the sailfin catfish in Lake Rawa Besar is Cyanophyta  98.98% and the rest are in the form of additional foods including Bacillariophyta 0.38%, Chlorophyta 0.36%, Euglenophyta 0.23% and Cryptophyta 0.05%. Based on the breadth of the food niche, sailfin catfish in Lake Rawa Besar is specialist because it has a low niche area value of 0.005 which indicates that the fish is selective in choosing its food. Based on the trophic level of sailfin catfish in Lake Rawa Besar is included in group I as a herbivorous fish with a trophic level value of 2. In terms of its food spectrum, sailfin catfish in Lake Rawa Besar is included in the monophagic fish group that only consumes one type of food which is phytoplankton from Cyanophyta group as main food, so it has a narrow food range.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafilla Yunilma Andriany
"Tingkat curah hujan menyebabkan fluktuasi faktor abiotik dalam ekosistem mangrove yang berdampak terhadap ekosistem mangrove. Kualitas ekosistem mangrove memengaruhi struktur komunitas Gastropoda, terutama di Pulau Rambut pada tahun 2022 dan 2023. Penelitian bertujuan untuk menganalisis struktur komunitas Gastropoda (kepadatan, keanekaragaman, kemerataan, dominansi, dispersi, dan kesamaan jenis) dan faktor abiotik di Pulau Rambut. Penelitian ini memiliki tujuan lain, yaitu menganalisis perbandingan struktur komunitas Gastropoda di Pulau Rambut pada tahun 2022 dan 2023 akibat musim hujan. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan line transect dengan kuadrat dalam empat stasiun yang diikuti pengukuran parameter lingkungan (suhu udara, salinitas air, dan pH tanah). Sampel Gastropoda diketahui melalui identifikasi dan dianalisis menggunakan kepadatan, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kemerataan, indeks dominansi Simpson, indeks dispersi, dan indeks kesamaan Jaccard. Hasil penelitian ini didapatkan hanya tiga jenis Gastropoda dari famili Potamididae (Terebralia sulcata, Terebralia palustris, dan Telescopium telescopium) di Pulau Rambut pada tahun 2022 dan 2023. Kepadatan Gastropoda didapatkan sebesar 24,9 ind/m2 dan 16,6 ind/m2. Indeks keanekaragaman jenis Gastropoda diperoleh sebesar 0,800 dan 0,765 yang tergolong rendah. Indeks kemerataan jenis Gastropoda didapatkan sebesar 0,728 dan 0,696 yang tergolong kemerataan merata. Tingkat dominansi diketahui terdapat spesies yang mendominansi. Pola persebaran di Pulau Rambut menunjukkan pola persebaran mengelompok dan seragam. Indeks kesamaan Jaccard menunjukkan semua stasiun mempunyai kesamaan komposisi jenis pada tahun 2022, sedangkan indeks kesamaan Jacaard pada tahun 2023 menunjukkan stasiun Barat mempunyai komposisi jenis yang berbeda. Korelasi kepadatan Gastropoda dan parameter lingkungan pada tahun 2022 dan 2023 menunjukkan tidak terdapat hubungan kecuali suhu pada tahun 2022. Perbandingan kepadatan Gastropoda pada tahun 2022 dan 2023 memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan perbandingan tipe sedimen lumpur pada tahun 2022 dan 2023 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

The level of rainfall causes fluctuations in abiotic factors in the mangrove ecosystem which have an impact in the mangrove ecosystem. The quality of the mangrove ecosystem affects the structure of the Gastropods community, especially at the Pulau Rambut in 2022 and 2023. The research aimed to analyze the structure of the Gastropods community (density, diversity, evenness, dominance, dispersion, and species similarity) and abiotic factors in Rambut Island. This research had another objective, which analyzed a comparison of the Gastropods community structure on Rambut Island in 2022 and 2023 due to the rainy season. Sampling was carried out using a line transect with quadrate in four stations followed by measurements of environmental parameters (air temperature, water salinity, and soil pH). Gastropods samples were identified through identification and analysis using density, Shannon-Wiener diversity index, evenness index, Simpson dominance index, dispersion index, and Jaccard similarity index. The results showed three types of Gastropods from Potamididae family (Terebralia sulcata, Terebralia palustris, and Telescopium telescopium) on Rambut Island in 2022 and 2023. Gastropods densities were 24.9 ind/m2 and 16.6 ind/m2. Gastropods species diversity index was obtained at 0.800 and 0.765 which were classified as low. Gastropods species evenness index was found to be 0.728 and 0.696 which were classified as even. The level of dominance was known to have a dominant species. The distribution pattern on Pulau Rambut showed a clustered and uniform distribution pattern. The Jaccard similarity index in 2022 showed that all stations had same species composition but the Jaccard similarity index in 2023 showed that the West stations had difference species composition. Correlation between Gastropods density and environmental parameters in 2022 dan 2023 showed no relationship except for temperature in 2022. Gastropods density comparison in 2022 and 2023 showed no significant difference, while mud sediment type comparison in 2022 and 2023 showed a significant difference."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiani Tiara Putri
"Plastik yang terdapat di laut dapat terdegradasi menjadi partikel kecil < 5mm yang dikenal sebagai mikroplastik. Mikroplastik mengandung toksik dan memiliki kemampuan dalam mengikat zat beracun pada lingkungan yang berbahaya apabila tertelan oleh biota laut, terutama filer feeder dan deposit feeder. Telescopium telescopium merupakan organisme deposit feeder. ditemukannya mikroplastik dalam tubuh organisme deposit feeder dapat menyebabkan adanya biomagnifikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan jumlah partikel mikroplastik, yang terdapat di dalam tubuh T. telescopium, organ pernapasan dan pencernaan T. telescopium, serta pada sampel sedimen dan air. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui korelasi antara jumlah mikroplastik yang terdapat pada sedimen dan air di ekosistem mangrove Pulau Rambut, terhadap jumlah mikroplastik di dalam tubuh T. telescopium.
Hasil menunjukkan bahwa, mikroplastik ditemukan di dalam tubuh T. telescopium, serta pada sampel sedimen, dan air. Organ pernapasan mengandung lebih banyak mikroplastik dibandingkan organ pencernaan. Korelasi positif ditemukan antara jumlah mikroplastik pada lingkungan terhadap jumlah mikroplastik di dalam tubuh T. telescopium. Film merupakan tipe mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada seluruh sampel.

Plastic in the ocean can be degraded into small sized particles Plastic in the ocean can be degraded into small sized particles <5mm known as microplastics. Microplastics are toxic and have the ability to bind toxic substances in dangerous environments when ingested by marine biota, especially filter feeders and feeder deposits. Telescopium telescopium is a feeder deposit organism. the discovery of microplastics in the body of feeder deposit organisms can lead to biomagnification.
This study aims to determine the type and number of microplastic particles contained in the body of T. telescopium, the respiratory and digestive organs of T. telescopium, as well as in sediment and water samples. This study also aims to determine the correlation between the number of microplastics in the sediment and water in the Pulau Rambut mangrove ecosystem and the number of microplastics in the body of T. telescopium.
The results showed that, microplastics were found in the body of T. telescopium, as well as in sediment and water samples. Respiratory organs contain more microplastics than digestive organs. A positive correlation was found between the number of microplastics in the environment and the number of microplastics in the body of T. telescopium. Film is the type of microplastic that is mostly found in all samples.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>