Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Charles Lee
"Ketentuan hukum dari Organisasi Perdagangan Dunia yang memberikan perlindungan khusus untuk lingkungan dapat ditemukan dalam Pasal XX (b) dan (g) PUTP 1994, dan dapat ditemukan secara sempit dalam Perjanjian tentang Aplikasi Sanitasi dan Fitosanitasi Tindakan (Perjanjian SPS) dan Perjanjian tentang Hambatan Teknis untuk Perdagangan (TBT
Persetujuan). Kebijakan itu bisa diterapkan oleh suatu negara di ranah perdagangan internasional ditujukan untuk melindungi lingkungan tidak dapat dilakukan semata-mata atas dasar ini tujuan. Sehubungan dengan ini, pada tahun 2011 Uni Eropa mengeluarkan Uni Eropa Peraturan No. 1169/2011 terkait dengan kebijakan kewajiban untuk melalui a proses sertifikasi standar, tetapi pihak Indonesia tidak mengajukan gugatan
kebijakan yang merugikan eksportir minyak sawit Indonesia melalui Penyelesaian Sengketa WTO Tubuh. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan melakukan studi literatur Peraturan Pelabelan dengan sertifikasi minyak sawit berkelanjutan Indonesia kebijakan. Pelabelan minyak kelapa sawit bertujuan untuk melindungi kesehatan dari dugaan bahaya minyak sawit untuk kesehatan manusia, melestarikan hutan dunia, dan memberikan informasi kepada konsumen produk minyak sawit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelabelan UE kebijakan produk minyak sawit Indonesia telah melanggar ketentuan GATT dan Perjanjian TBT, dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan Pasal XX (b) atau (g) ​​PUTP 1994. Ini kebijakan dapat menimbulkan biaya dan kerugian daya saing produk minyak sawit. Ini kebijakan termasuk dalam kebijakan diskriminatif berdasarkan ketentuan GATT dan Perjanjian TBT. Pembenaran untuk hambatan terhadap perdagangan internasional harus bisa memenuhi unsur chapeau Pasal XX GATT, tidak hanya ketentuan dalam surat artikel saja.

Legal provisions of the World Trade Organization that provide special protection for the environment can be found in Article XX (b) and (g) PUTP 1994, and can be found in full in the Agreement on Sanitation and Phytosanitary Applications, the Agreement Signing Agreement and the Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Approval). That policy can be applied by a country in the realm of international trade aimed at protecting the environment cannot be done free of charge. In connection with this, in 2011 the European Union issued the European Union Regulation No. 1169/2011 related to policy requirements through a standard certification process, but the Indonesian side did not request a lawsuit WTO Body. This study uses a normative juridical method, by conducting a study of the Labeling Regulations literature with palm oil certification managed by Indonesia. Palm oil labeling to protect health from the suspected danger of palm oil for human health, preserve the world's forests, and provide information to consumers of palm oil products. The results of this study indicate that the EU labeling of Indonesian palm oil product policies has agreed to the provisions of the GATT and the TBT Agreement, and cannot be justified under Article XX (b) or (g) PUTP 1994. palm. This policy is included in a discrimination policy based on GATT provisions and the TBT Agreement. Article XX GATT, not only provisions in the article letter only.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Safira
"Dalam upaya menjaga lingkungan, Uni Eropa memberlakukan peraturan Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Gagasan perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang membatasi perdagangan minyak sawit mentah (CPO) sementara barang domestik setara lainnya bebas dari pengurangan tersebut, akan menjadi area utama di mana penulis menilai bagaimana RED II diskriminatif terhadap perdagangan Indonesia. dari CPO. Indonesia meminta WTO untuk menyelidiki apakah RED II sesuai dengan komitmen internasional yang digariskan dalam WTO setelah kebijakan ini diumumkan. Penulis akan mengkaji non-diskriminasi berdasarkan hukum WTO, terutama berdasarkan persyaratan Pasal 2.1, 2.2 Technical Barriers to Trade (TBT) serta Pasal I:1 dan III:4 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 bersama dengan kasus hukum WTO terkait. Dengan menggunakan data sekunder dan sumber pustaka, dalam penelitian ini digunakan teknik yuridis-normatif. Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa RED II melanggar kewajiban non-diskriminasi berdasarkan GATT dan TBT karena memperlakukan item yang sebanding secara berbeda, yang menghasilkan perlakuan yang kurang menguntungkan dan kemungkinan persaingan yang tidak merata untuk CPO.

In an effort to safeguard the environment, the European Union enacted the Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II) regulation. The idea of indirect land use change (ILUC), which restricts trade toward crude palm oil (CPO) while other domestically equivalent goods are free from such reduction, will be the main area in which the authors assess how RED II is discriminatory toward Indonesian trade of CPO. Indonesia asked the WTO to investigate whether RED II complies with the international commitments outlined in the WTO after this policy was announced. The author will examine non-discrimination under WTO law, especially based on the requirements of Articles 2.1, 2.2, of the Technical Barriers to Trade as well as Articles I: 1 and III:4 of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994, along with pertinent WTO case law. Using secondary data and library resources, the juridical-normative technique is being used for this research. The conclusion of this analysis demonstrates that RED II does break the non-discrimination duties based on GATT and TBT since it treats comparable items differently, which results in less favorable treatment and uneven possibilities for competition for CPO."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azam Hawari
"ABSTRACT
Dalam hukum World Trade Organization (WTO), persoalan lingkungan hidup diatur pada Pasal XX (b) dan (g) GATT 1994, beserta dua peraturan khususnya yakni, The Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement) dan Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement). Sehubungan dengan ini, pada tahun 2018 Uni Eropa mengeluarkan Renewable Energy Directive (RED) II terkait kebijakan pelarangan penggunaan minyak kelapa sawit untuk kebutuhan biofuels pada 2030, yang dilakukan secara bertahap dari tahun 2021. Dasar pelarangan ini adalah untuk melindungi lahan dengan stok karbon tinggi yang diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Oleh karena itu, skripsi ini melakukan analisis kesesuaian kebijakan larangan impor atas dasar lingkungan hidup ini terhadap pengaturan dalam WTO. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan melakukan studi kepustakaan terhadap teks RED II dengan kebijakan tata kelola sawit Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia dan sumber hukum WTO. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan pelarangan impor Uni Eropa tidak masuk dalam ruang lingkup ruang lingkup SPS Agreement ataupun TBT Agreement.  Kebijakan ini merupakan bentuk hambatan kuantitatif yang melanggar GATT 1994 karena tidak memenuhi persyaratan Pasal XX (g) GATT 1994. Kebijakan ekstrateritorial Uni Eropa ini juga tidak dapat dibenarkan karena tidak memenuhi ketentuan chapeau.

ABSTRACT
Under World Trade Organization (WTO) law, Article XX (b) and (g) GATT 1994, and its two specialized agreements, The Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement) dan Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) provide environmental-trade measure rulings. In this regard, European Union seek to gradually limit palm oil from 2021 and phase out the use for biofuels by 2030 within Renewable Energy Directive (RED) II that was released in 2018. This measure is set to limit biofuels produced from significant expansion of the production area into land with high carbon stock is observed. This research uses normative juridical approach by literature study of RED II legal text and Indonesian palm oil governance within relevant laws and WTO sources of law. The result indicates that the EU measure is is not fell under scope of SPS Agreement as well as TBT Agreement. This environmental-trade measure is found to be inconsistent to GATT substantive rule of quantitative restriction as it fails to fulfill requirements under Article XX (g) GATT 1994. As it does not satisfy chapeau requirements, the European Union extraterritorial measure can not be justified."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Aminagustin Juwana
"Tesis ini membahas mengenai kesesuaian Renewable Energy Directive II yang dikeluarkan oleh Uni Eropa sebagai tindakan lingkungan sepihak terhadap komoditas minyak kelapa sawit Indonesia dengan ketentuan General Exception pada Pasal XX GATT. Minyak kelapa sawit adalah sumber minyak nabati yang paling efisien dibanding sumber-sumber minyak nabati lainnya, seperti rapeseed, bunga matahari, dan kedelai. Namun, terdapat isu lingkungan pada lahan yang digunakan untuk menanam kelapa sawit. Isu perdagangan dan lingkungan yang menjadi fokus penelitian adalah tindakan lingkungan sepihak yang membatasi perdagangan internasional unilateral environmental measure). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan fakta dan mengidentifikasi masalah hukum RED II dalam GATT. Penelitian dilaksanakan dengan membaca GATT sebagai sumber hukum utama. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa Renewable Energy Directive II merupakan tindakan lingkungan sepihak yang dikeluarkan oleh Uni Eropa terhadap komoditas minyak kelapa sawit Indonesia. Hal ini karena Renewable Energy Directive II adalah tindakan yang memiliki motivasi atau dasar untuk melindungi lingkungan yang berdampak pada perdagangan komoditas CPO yang diadopsi tanpa adanya kesepakatan internasional. Selanjutnya penelitian ini menemukan bahwa tindakan lingkungan sepihak Renewable Energy Directive II tidak dibenarkan dalam general exception Pasal XX GATT, karena tidak memenuhi ketentuan yang harus dipenuhi yang tercantum dalam pembukaan pasal XX GATT atau dikenal dengan istilah chapeu. Dalam kasus dispute settlement body WTO yang digunakan dalam menganalisis chapeu, panel mengemukakan preferensinya terhadap pendekatan multilateral yang mengedepankan konsensus bersama. Melalui penelitian ini, disarankan bahwa masalah internasional seharusnya diselesaikan secara bersama dengan mengadakan konsultasi bagi pihak-pihak terkait. Indonesia diharapkan tetap mempertahankan posisinya sebagai penggugat dalam penyelesaiang sengketa WTO dengan Uni Eropa.  

This thesis discusses the conformity of the Renewable Energy Directive II issued by the European Union as a unilateral environmental action against Indonesian palm oil commodities under the General Exception Article XX of the GATT. Palm oil is the most efficient source of vegetable oil compared to other vegetable oil sources, such as rapeseed, sunflower and soybean. However, there are environmental issues concerning the land used to grow oil palm. Trade and environmental issue that are the focus of this research is unilateral environmental measures that limit international trade (unilateral environmental measures). The research method used in this study is normative juridical approach. The research was conducted by gathering facts and identifying legal issues RED II in light of the GATT. The research was carried out by reading the GATT as the main source of law. The results of the study suggest that the Renewable Energy Directive II is a unilateral environmental action issued by the European Union against Indonesian palm oil commodities. This is because the Renewable Energy Directive II is an action that has a motivation or basis to protect the environment that has an impact on the CPO commodity trade which was adopted without an international agreement. Furthermore, this study found that the Renewable Energy Directive II's unilateral environmental action is not justified under the general exception of Article XX GATT, because it does not fulfill the conditions that must be met as stated in the opening of Article XX GATT or known as chapeau. In the case of the WTO as dispute settlement body analyzes chapeau, the panel expressed its preference for a multilateral approach that prioritizes consensus. Through this research, it is suggested that international problems should be solved jointly by holding consultations for related parties. Indonesia is expected to maintain its position as a plaintiff in the settlement of WTO disputes with the European Union."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ok Teguh Indrawan Mulia
"Tesis ini bertujuan untukk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mepengauhi penawaran dan permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia yang didalamnya mencakup kepada. variabel harga ekspor, produksi, konsumsi, nilai tukar, krisis ekonomi, pajak ekspor, harga minyak dunia, dan pcnumbuhan ekonomi dunia.
Metode analisis pada penelitian ini menggunakan model simultan dengan menggunakan dua pelsamaan yaitu persamaan penawaran ekspor dan persamaan permintaan ekspor. Periode waktu adalah data tahunan dari tahun |970 - 2006. Ruang Iingkup penelitian kali ini difokuskan untuk menganalisa t`aktor~faktor apa saja yang mempengamhi pcnawaran dan permintaan ekspor dari komoditi minyak kelapa sawit Indonesia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa hazga ekspor, rasio perbandingan produksi dengan konsumsi, nilai tulcar, krisis ekonomi, harga minyak, dan pajak ekspor terbukti mempengaruhi penawaran ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Untuk persamaan permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia terbukii dipengaruhi oleh variabel harga ekspor, pertumbuhan ekonomi dunia, dan volume impor minyak kelapa sawit dari Indonesia satu tahun sebelumnya.

The focus of this study is to detennined factors that have implication in supply and demand of Indonesian Crude Palm0il, which include export price, production, consumption, exchange rate, crisis, export tax, oil price, and world GDP.
Methodological analysis of this study is by using simultaneous model with two equation, they are export supply and export demand. Time periode of this research is yearly &om 1970 - 2006. Focus of this study is to analyse the the factor tha have implication to export supply and export demand.
Conclusion of this research is that export price, production and consumption ratio, Exchange rate, crisis, oil price, and tax export had significant effectto export supply equation. In the export demand, export price, world GDP, and last year import quantity had significant effect.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T34469
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fadhil Muhammad Indrapraja
"Saat ini, minyak kelapa sawit merupakan komoditas penting yang digunakan untuk berbagai macam produk, seperti minyak goreng, margarin, kosmetik, dan bahan bakar hayati. Didorong oleh tuntutan global, perluasan penanaman kelapa sawit di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara tropis membuat kelapa sawit menjadi sumber minyak nabati terbesar. Perkembangan produksi minyak kelapa sawit berperan penting dalam memberikan dampak ekonomi yang positif, khususnya bagi negara-negara produsen. Kendati demikian, perkembangan produksi minyak kelapa sawit juga berdampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk menyelenggarakan produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan adalah dengan menerapkan standar minyak kelapa sawit berkelanjutan melalui sistem sertifikasi. Terdapat tiga sistem sertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan, yaitu sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil, sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil, dan sertifikasi Malaysian Sustainable Palm Oil. Skripsi ini mencoba untuk mengkaji secara normatif ketiga sistem sertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan tersebut sebagai instrumen penaatan hukum lingkungan. Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa ketiga sistem sertifikasi tersebut belum optimal sebagai instrumen penaatan hukum lingkungan. Untuk itu, ketiga sistem sertifikasi tersebut perlu disempurnakan. Kemudian, untuk mendukung pelaksanaan sistem sertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan diperlukan pula tekanan-tekanan dari pihak ketiga, seperti konsumen, masyarakat / lembaga swadaya masyarakat, pemegang saham, pengecer dan pemasok, dan komunitas keuangan.

Nowadays, palm oil is an important commodity that is used for various products, such as cooking oil, margarine, cosmetics, and biofuel. Driven by global demands, the great expansion of palm oil production in many parts of the world, especially in tropical countries, makes oil palm the highest yielding source of vegetable oil. The expansion of palm oil production plays an important role in providing positive economic impact, particularly for the producing countries. Nevertheless, the expansion of palm oil production also has negative impact on the environment and social life. Therefore, there is a need to provide sustainable palm oil production. One of the efforts needed to achieve sustainable palm oil production is to apply sustainable palm oil standards through a certification system. There are three sustainable palm oil certification systems, namely Roundtable on Sustainable Palm Oil Certification, Indonesian Sustainable Palm Oil Certification, and Malaysian Sustainable Palm Oil Certification. This thesis tries to study normatively the three certification systems of palm oil as an environmental law compliance instrument. The result of this research shows us that the three certification systems are not yet optimal as one. Therefore, that three certification systems need to be revised. Furthermore, to support the implementation of sustainable palm oil certification system, the pressures from the third parties, such as consumer, communities non governmental organization, shareholders, retailers, suppliers, and financial community are also required."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pusat Statistik,
310 SKSI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Thyrza Amandari
"

Ancaman proteksionisme hijau di Uni Eropa tertera dalam Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Tesis ini mengkaji (i) hukum WTO tentang diskriminasi dan perlindungan lingkungan beserta pula (ii) alasan untuk Indonesia untuk mengajukan klaim bahwa RED II diskriminatif. Melalui penelitian hukum normatif yuridis dan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa pertama, hukum WTO terdiri dari beberapa artikel dalam Perjanjian Teknis Hambatan Perdagangan (TBT) dan Perjanjian Umum tentang Perdagangan dan Tarif (GATT), yang tertera dalam Pasal 2.1, 2.2, dan 5.1 Perjanjian TBT serta Pasal III: 4, XX (b), dan XX (g) dari GATT bersama dengan yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO. Kedua, RED II bersifat diskriminatif karena konsep perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang menargetkan pengurangan minyak sawit mentah (CPO) menjadi 0% pada tahun 2030, sedangkan produk domestik sejenisnya, yaitu minyak lobak, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Sarannya adalah untuk menerapkan pasal-pasal yang telah diuraikan serta yurisprudensi yang relevan dalam hal Indonesia memutuskan untuk melanjutkan mekanisme penyelesaian sengketa di WTO. Selanjutnya, disarankan bahwa klaim Indonesia didukung oleh data ilmiah dan teknis untuk mendukung klaim hukum.


The threat of green protectionism in the European Union is prevalent within the enactment of Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). This thesis examines (i) the WTO law on discrimination and environmental protection as well as (ii) the grounds for Indonesia to claim that RED II is discriminative. Through conducting a juridical normative legal research whilst applying a qualitative approach, it can be concluded that firstly, the WTO law comprised of several articles in the Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement and General Agreement on Trade and Tariff (GATT), which includes but not limited to Article 2.1, 2.2, and 5.1 TBT Agreement as well as Article III:4, XX (b), and XX (g) of GATT alongside with the relevant jurisprudence of WTO case laws. Secondly, RED II is discriminatory due to the concept of indirect land use change (ILUC), which targets the reduction of crude palm oil (CPO) to 0% in the year 2030, whereas like products, namely rapeseed oil, soybean oil, and sunflower seed oil, are exempted from such reduction. The suggestion would be to apply the aforementioned Articles, as well as the relevant jurisprudence, in the event that Indonesia decides to continue the dispute settlement mechanism within the WTO. Next, it is suggested that the claims are supported by further research on scientific and technical data in addition to the legal claims.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
See, Petrus Krisologus Jullio Sambi
"Tesis ini membahas mengenai tinjauan yuridis pertanggungjawaban Uni Eropa terhadap sengketa kelapa sawit yang terjadi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif, yakni mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum atau aturan secara faktual pada suatu peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Kali ini Indonesia dihadapkan dengan sengketa perdagangan Internasional dengan Uni Eropa yaitu terkait dengan produk kelapa sawit. Uni Eropa dalam kebijakan RED II akan menghentikan pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar nabati pada tahun 2030, karena isu pengrusakkan lingkungan. Hal ini tentu berdampak pada perdagangan Indonesia, terutama dengan adanya penurunan ekspor minyak kelapa sawit atau CPO ke Eropa secara bertahap dari tahun 2021 sampai di hilangkan pada tahun 2030. Hal ini akan mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara Indonesia, pengurangan tenaga kerja, stok yang berlebihan, pengurangan devisa negara, dan mengurangi kesejahteraan petani dan pengusaha sawit Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia telah mengajukan gugatan ke WTO lewat badan penyelesaian sengketa WTO atas tindakan diskriminasi produk kelapa sawit. Kebijakan RED II dianggap telah membatasi akses pasar minyak sawit ke Eropa dengan regulasi dan persyaratan-persyaratannya. Berdasarkan kesimpulan penulisan tesis ini kebijakan RED II telah melanggar ketentuan dalam perjanjian perdagangan internasional, bahwa kebijakan RED II tidak sesuai dengan aturan WTO, khususnya tentang perjanjian Technical Barriers to Trade, dan GATT 1994. Hasil penelitian menyarankan perlunya merevisi atau mengubah kebijakan RED II Uni Eropa untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan liberalisasi perdagangan sesuai dengan aturan WTO, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap produk minyak kelapa sawit dan produk produk lain kedepannya.

This thesis discusses the juridical review of the EU's responsibility for oil palm disputes in Indonesia. The research method used is a descriptive normative juridical study, which examines the factual implementation or implementation of legal provisions or rules on a certain legal event that occurs in society to achieve specified goals. This time Indonesia is faced with an international trade dispute with the European Union, which is related to palm oil products. The European Union in the RED II policy will stop the use of palm oil as a biofuel by 2030, due to issues of environmental destruction. This certainly has an impact on Indonesia's trade, especially with the gradual decline in exports of palm oil or CPO to Europe from 2021 until it is eliminated in 2030. This will result in losses to Indonesia's state income, reduction of labor, excessive stock, reduction of foreign exchange, and reduce the welfare of Indonesian palm oil farmers and entrepreneurs. Based on the results of the research, Indonesia has filed a lawsuit to the WTO through the WTO dispute resolution agency for discrimination against palm oil products. The RED II policy is considered to have limited market access for palm oil to Europe with its regulations and requirements. Based on the conclusion of this thesis, the RED II policy has violated the provisions in the international trade agreement, that the RED II policy is not in accordance with the WTO rules, especially regarding the Technical Barriers to Trade agreement, and GATT 1994. The results of the study suggest the need to revise or change the EU RED II policy to adapt to the development of trade liberalization in accordance with WTO rules, so as not to cause harm to palm oil products and other products in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>