Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168046 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denni Hermartin
"Latar Belakang :Insidensi terjadinya ketuban pecah dini (KPD) pada kehamilan preterm adalah 3-10,% dari semua persalinan. Lama terjadinya ketuban pecah dini berpengaruh pada kejadian infeksi maternal dan sepsis pada bayi. Sepsis, termasuk sepsis neonatal awitan dini (SNAD), masih menjadi penyebab utama kematian bayi prematur. Vitamin D berperan meningkatkan imunitas tubuh terutama saat menghadapi infeksi. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara lama KPD, leukosit maternal, kadar vitamin D maternal dan tali pusat dengan luaran sepsis awitan dini pada bayi prematur.
Metode : Desain penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan rekam medis dan data penelitian sebelumnya. Mencatat lama ketuban pecah dini, kadar leukosit maternal, kadar vitamin D maternal dan tali pusat dankejadian sepsis pada bayi yang dilahirkan usia 28-34 minggudi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta. Subjek penelitian diambil secaraConsecutivesampling.
Hasil : Selama periode penelitian didapatkan 72 subjek bayi yang dilahirkan dari ibu dengan KPD, 22 bayi (31%) diantaranya mengalami SNAD, sedangkan 50 bayi lainnya tidak mengalami SAD. Tidak terdapat hubungan antara lama KPD, jumlah leukosit maternal dengan kejadian SNAD tetapi didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar vitamin D maternal dan tali pusat dengan kejadian SNAD.

Background:The incidence of premature rupture of membranes (PROM) in preterm pregnancy is 3-10,% of all deliveries. The duration of premature rupture of the membranes affects the incidence of maternal infection and sepsis in infants. Sepsis, including early onset neonatal sepsis (EONS), is still the main cause of premature infant mortality. Vitamin D acts to increase the body s immunity, especially when facing infection. The purpose of this study was to determine the relationship between the length of the ROM, maternal leukocytes level, maternal and umbilical cord vitamin D levels with early onset sepsis in premature infants.
Method:Design of a retrospective cohort study using medical records and previous research data. Note the duration of premature rupture of the membranes, maternal leukocyte levels, maternal vitamin D levels and umbilical cord and the incidence of sepsis in infants born 28-34 weeks at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo and Center General Hospital Pesahabatan, Jakarta. The research subjects were taken by consecutive sampling.
Results: During the study period 72 subjects were born from mothers with ROM, 22 infants (31%) among them experienced EONS, while 50 other infants did not experience EONS. There was no relationship between the duration of ROM, the number of maternal leukocytes with the incidence of EONS, but a significant relationship was found between maternal vitamin D levels and umbilical cord with EONS events.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsita Eka Rini
"Latar Belakang. Sepsis neonatal awitan dini SNAD masih merupakan masalah di Indonesia. Vitamin D memiliki efek pada fungsi imunitas. Neonatus kurang bulan NKB berisiko mengalami defisiensi kadar vitamin D. Hubungan kadar vitamin D dengan kejadian SNAD pada NKB belum jelas.
Tujuan. Menganalisis hubungan kadar vitamin D dengan kejadian SNAD pada NKB.
Metode. Duapuluh NKB dengan klinis dan pemeriksaan laboratorium menyokong SNAD kelompok kasus dan 20 NKB tanpa hasil laboratorium SNAD kelompok kontrol ikut dalam penelitian ini. Subjek penelitian adalah NKB usia gestasi ge; 28 sampai dengan < 37 minggu dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo selama bulan Juli - September 2017. Pemeriksaaan kadar vitamin D 25 OH D dengan metode competitive chemiluminescense immunoassay CLIA direk dengan alat Diasorin Liaison.
Hasil. Median kadar vitamin D pada NKB dengan SNAD 8,95 4,10 - 16,30 ng/mL dengan rerata usia gestasi 33,25 1,71 minggu dan rerata berat lahir 1863,75 415,06 gram. Median kadar vitamin D tanpa SNAD 11,75 5,80 - 42,80 ng/mL dengan rerata usia gestasi 34,67 1,53 minggu dan rerata berat lahir 2125,0 340,55 gram. Median kadar vitamin D NKB SNAD lebih rendah secara bermakna dibandingkan NKB tanpa SNAD.

Background. Early onset neonatal sepsis EONS is still a problem in Indonesia. Vitamin D has effect on immune function. Preterm infants have a risk of deficiency of vitamin D levels. The association between vitamin D levels with EONS were unclear.
Objective. To determine the association between vitamin D levels with EONS in preterm infants.
Methods. Twenty preterm infants with clinical and laboratory finding of EONS study group and 20 preterm infants with no signs of laboratory infection control group were enrolled this study. The subjects were preterm infants of gestational age ge 28 37 weeks in Cipto Mangunkusumo Hospital during July September 2017. Vitamin D 25 OH D levels were measured using Diasorin Liason with competitive chemilunescence immunoassay CLIA technique.
Results. Median vitamin D levels with EONS was 8,95 4,10 16,30 ng mL, mean of gestational age and birth weight were 33,25 1,71 weeks and 1863,75 415,06 g, respectively. Median vitamin D levels without EONS was 11,75 5,80 42,80 ng mL, mean of gestational age and birth weight were 34,67 1,53 weeks and 2125,0 340,55 g, respectively. Median vitamin D levels of preterm infants with EONS was significantly lower than without EONS.Conclusion. Vitamin D levels are associated with EONS in preterm infants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wiratama Lokeswara
"Latar belakang: Menurut data WHO, sebanyak 15 juta bayi di dunia dilahirkan kurang bulan setiap tahunnya, dan Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia. Salah satu komplikasi pada bayi kurang bulan yang sering terjadi adalah sepsis. Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) merupakan infeksi sistemik pada bayi pada usia kurang dari 72 jam yang seringkali disebabkan oleh transmisi patogen secara vertikal sebelum atau saat proses kelahiran. Strategi utama dalam penanggulangan kejadian SNAD bergantung pada identifikasi faktor risiko, termasuk ketuban pecah berkepanjangan. Namun, sampai saat ini masih belum ada kesepakatan terkait ambang batas waktu ketuban pecah yang meningkatkan risiko kejadian SNAD secara signifikan pada populasi bayi kurang bulan.
Tujuan: (1) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia gestasi, usia ibu, berat lahir dan metode persalinan. (2) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasaran gejala klinis dan hasil pemeriksaan kultur. (3) Mengetahui hubungan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada ambang batas waktu 24 jam, 18 jam dan 12 jam di RSCM.
Metode penelitian: Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan pada populasi bayi kurang bulan yang lahir di RSCM dari tahun 2016-2017. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok: (1) kelompok kasus yang mengalami SNAD; dan (2) kelompok kontrol yang tidak mengalami SNAD; dipilih secara simple random sampling. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 154 bayi kurang bulan (77 kasus dan 77 kontrol). Pengambilan data dilakukan pada Januari-Agustus 2018 dengan melihat rekam medis subjek penelitian, dilanjutkan dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Squared dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian: Semua karakteristik tidak memiliki perbedaan yang bermakna, kecuali usia gestasi (p=0,012) dan berat lahir (p=0,02). Gejala klinis yang paling sering ditemukan dan memiliki hubungan yang bermakna adalah sesak napas (63,0%; p<0,001) dan instabilitas suhu (40,9%; p<0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada bayi kurang bulan di RSCM pada ambang batas waktu 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Ketuban pecah lebih dari 12, 18 dan 24 jam meningkatkan risiko SNAD pada bayi kurang bulan 2,3 kali lipat, dan ketuban pecah lebih dari  12 jam meningkatkan risiko 2,9 kali lipat setelah adjustment.

Introduction: According to WHO, 15 million babies are born premature annually, and  Indonesia ranks 5th worldwide. One of the most frequent complications in preterm infants is sepsis. Early onset neonatal sepsis (EONS) is defined as the systemic infection in infants less than 72 hours old which is often caused by vertical transmission of pathogens before or during labour. With the current lack of consensus in the definition of neonatal sepsis, identification risk factors, including prolonged premature preterm rupture of membranes (ROM), becomes the main strategy. Unfortunately, there is also currently lack of worldwide agreement in the threshold of duration of ROM which significantly increases the risk of EONS in preterm infants.
Objectives: (1) To determine the distribution of subjects based on selected characteristics: gender, gestational age, maternal age, birth weight and mode of delivery. (2) To determine the distribution of subjects based on clinical symptoms and bacterial culture examination. (3) To determine the association between the duration of ROM and the incidence of EONS in preterm infants, at the thresholds of 24 hours, 18 hours and 12 hours, in RSCM.
Methods: A case-control study was done on preterm infants born in RSCM in 2016-2017. The subjects were divided into 2 groups: (1) the case group for preterm infants who had EONS; and (2) the control group for preterm infants who did not have EONS; each selected by simple random sampling. The total number of subjects in the study was 154 preterm infants (77 in the case group and 77 in the control group). Data collection from the medical records of the subjects was performed in January-August 2018, followed by bivariate analysis using Chi Square Test and  multivariate analysis using logistic regression.
Result: Characteristics had insignificant differences, except gestational age (p=0,012) and birth weight (p=0,02). The clinical symptoms which were most frequent and had significant associations with EONS were respiratory instability (63,0%, p<0,001) and temperature instability (40,9%, p<0,001).
Conclusion. There is a significant association between the duration of ROM at 12, 18 and 24 hours, and the incidence of EONS in preterm infants, especially at duration of more than 12 hours. Prolonged PPROM for 12, 18, and 24 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.3 times (unadjusted) and PPROM for 12 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.9 times after adjustment for other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayla Karima
"Latar Belakang:. Sepsis neonatorum awitan dini masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama pada neonatus, dengan angka lebih tinggi terjadi pada bayi kurang bulan. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum awitan dini, namun penelitian yang dilakukan pada bayi prematur masih terbatas. Tujuan:. Mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum awitan ini pada bayi kurang bulan di RSCM.
Metode:. Penelitian desain case-control dengan mengambil data dari rekam medis bayi lahir kurang bulan di RSCM pada rentang waktu Januari 2016-Desember 2017 sebanyak 186 sampel (93 untuk masing-masing kelompok). Data dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna dari karakteristik bayi kurang bulan antara kelompok kasus dan kontrol yaitu usia gestasi, jenis kelamin laki-laki, dan berat lahir. Gejala klinis tersering ditemukan adalah sesak napas. Dari 7 faktor yang dianalisis, infeksi intrauterin, nilai APGAR 1 menit pertama, dan nilai APGAR 5 menit pertama pada analisis bivariat dimasukkan ke analisis multivariat (p<0,25) sementara pada faktor lainnya tidak ditemukan hubungan yang bermakna. Pada analisis multivariat, ditemukan bahwa jenis kelamin laki-laki, usia gestasi, infeksi intrauterin, dan nilai APGAR 1 menit pertama memiliki hasil yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Jenis kelamin laki-laki, usia gestasi, infeksi intrauterin, dan nilai APGAR 1 menit pertama merupakan faktor risiko independen sepsis neonatorum awitan dini pada bayi kurang bulan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kejadian sepsis neonatorum awitan dini pada bayi kurang bulan.

Background: Early onset neonatal sepsis is still considered as a common cause of morbidity and mortality in neonates, with a higher prevalence found in preterm infants. Many factors are known to be correlating to the cases of early onset neonatal sepsis, but research done specifically in preterm infants is limited.
Objective: To determine the factors associated with early onset neonatal sepsis in preterm infants.
Method: This research was done using a case-control design, where the data is taken from the medical record of preterm patients born in RSCM within January 2016-December 2017. The total sample is 186 (93 for each group). Data was then analyzed using bivariate and multivariate analysis.
Result: A significant result was found in characteristic such as gestational age, gender, and birth weight. Out of 7 factors that were analysed, the factors that were analysed using multivariate analysis were intrauterine infection, low APGAR score in the first minute, and low APGAR score in the fifth minute. From multivariate analysis, gender, gestational age, intrauterine inflammation, and low APGAR score in the first minute were stastically significant.
Conclusion: gender, gestational age, intrauterine inflammation, and low APGAR score in the first minute are independent risk factors for early onset neonatal sepsis. Further study is needed to understand the correlation between those factors and early onset neonatal sepsis in preterm infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Timotius Wahono
"Latar Belakang: Ketuban Pecah Dini KPD merupakan kejadian yang berhubungan dengan risiko tinggi morbiditas dan mortalitas baik pada maternal maupun perinatal. KPD terjadi pada 5-10 dari seluruh kehamilan dan insiden infeksi selaput ketuban bervariasi dari 6-10 . Berdasarkan data SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, serta hasil studi epidemiologi oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2010 didapatkan bahwa terdapat 7,6 juta kasus kematian anak < 5 tahun, di mana 64 4,879 juta terjadi karena infeksi, dan 40,3 3,072 juta terjadi di neonatus. Belum diketahui hubungan antara lama ketuban pecah, usia kehamilan, dan jumlah periksa dalam pada kasus KPD terhadap kejadian sepsis neonatorum di Indonesia.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama ketuban pecah, usia kehamilan, dan jumlah periksa dalam pada ibu hamil yang mengalami KPD dengan kejadian sepsis neonatorum, sehingga dapat menjadi dasar untuk evaluasi Standar Pelayanan Medik SPM KPD di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif analitik, dilaksanakan di RSCM Jakarta pada bulan Desember 2016 ndash; Juni 2017. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan usia kehamilan >20 minggu yang mengalami KPD dan tidak mempunyai penyulit seperti diabetes melitus ataupun penyakit sistemik serius seperti penyakit jantung atau autoimun, beserta dengan bayinya.
Hasil: Terdapat 405 ibu hamil dengan KPD yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Didapatkan 21 kasus 5.2 sepsis neonatorum. Hasil analisis menunjukkan bahwa lama ketuban pecah sampai dengan masuk RS ge; 18 jam dengan OR 3,08, lama ketuban pecah selama perawatan di RS ge; 15 jam dengan OR 7,32, dan lama ketuban pecah sampai dengan lahir ge; 48 jam dengan OR 5,77 mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian sepsis neonatorum. Usia kehamilan preterm < 37 minggu mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian sepsis neonatorum dengan OR 18,59. Sedangkan jumlah periksa dalam pada penelitian ini tidak dapat dianalisis.
Kesimpulan: Lama ketuban pecah yang makin panjang serta usia kehamilan preterm mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian sepsis neonatorum.

Background: Premature Rupture of Membrane PROM is associated with high maternal as well as perinatal morbidity and mortality risks. It occurs in 5 to 10 of all pregnancy while incidence of amniotic membrane infection varies from 6 to 10. Based on the 2007 National Demography and Health Survey SDKI, Maternal Mortality Rate MMR in Indonesia is 228 per 100.000 live births. Results of epidemiological studies by the WHO and UNICEF in 2010 found that there were 7.6 million cases of under five mortality, in which 64 4.879 million occurred due to infection and the rest 40.3 3.072 million occurred in neonates. However, there is no known association between prolonged rupture of membrane, gestational age, and number of vaginal examination in PROM cases on neonatal sepsis incidence in Indonesia.
Objectives: This study aims to find out the association between prolonged rupture of membrane, gestational age, and number of vaginal examination in pregnant women with PROM on neonatal sepsis incidence. The result may provide the basis for evaluating Standards of Medical Care SPM in PROM cases at Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM.
Methods: A hospital based analytical descriptive study was done in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta from December 2016 until June 2017. The study used total sampling method which included all pregnant women with gestational age of more than 20 weeks who experienced PROM and their babies. Samples with existing comorbidities such as diabetes mellitus or other serious systemic illnesses such as heart disease or autoimmune condition were excluded in the analysis.
Results: A total of 405 pregnant women with PROM were incuded in this study. There were 21 cases 5.2 of neonatal sepsis. The analysis showed that risk of neonatal sepsis was higher in pregnant women with prolonged rupture of membrane for 18 hours before hospital admisission OR 3.08, prolonged rupture of membrane for 15 hours during hospitalization OR 7.32 , and prolonged rupture of membrane for 48 hours until birth OR 5.77. The risk of neonatal sepsis was even higher in preterm pregnancy with gestational age of <37 weeks (OR 18.59). However, the number of vaginal examination could not be analyzed.
Conclusion: Risk of neonatal sepsis is higher in longer duration of prolonged rupture of membrane as well as preterm pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zolla Amely Ilda
"Pelibatan ibu dalam perawatan bayi prematur merupakan salah satu komponen konsep family centered care. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pelibatan ibu terhadap interaksi ibu-bayi dan kepercayaan diri ibu dalam merawat bayi prematur. Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen one-group pretest-posttest design. Penelitian ini melibatkan 16 orang ibu-bayi yang dipilih dengan teknik konsekutif di ruang Perinatologi RSUP Fatmawati Jakarta selama bulan Mei-Juni 2013. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa skala interaksi ibu-bayi dan kepercayaan diri ibu meningkat secara signifikan (p=0,0005). Hasil penelitian ini merekomendasikan upaya peningkatan pelibatan ibu dalam perawatan bayi prematur di ruang Perinatologi.

Mothers involvement in premature infant care is a component of the family centered care. The purpose of this study was to identify the impact of mothers involvement on mother-infant interactions and maternal confidence in premature infant care. This study used a quasy experimental with one-group pretest-posttest design. Sixteen partisipants were choosed using consecutive sampling technique in Neonatal Unit Level I-II RSUP Fatmawati Jakarta during May-June 2013. The result of statistic analysis showed that mother-infant interactions scale and maternal confidence increase significantly (p=0,0005). This study recommends the improvement of mothers involvement in premature infant care in neonatal unit."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Ningrum
"ABSTRAK
Latar Belakang. Kemajuan dalam penanganan bayi prematur menyebabkan
angka kesintasan meningkat. Akibatnya, angka kesakitan bayi prematur juga
meningkat, salah satunya adalah osteopenia of prematurity (OOP). Pemeriksaan
kadar kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali serum saat usia kronologis 4 minggu
digunakan sebagai indikator awal sebelum osteopenia tampak secara klinis.
Diagnosis sedini mungkin dan pengendalian faktor risiko perlu dilakukan
sehingga komplikasi dapat dicegah.
Tujuan. Mengetahui prevalens dan faktor risiko terjadinya OOP.
Desain Penelitian. Penelitian dengan desain potong lintang ini dilaksanakan
pada bayi prematur dengan usia gestasi ≤32 minggu di Divisi Perinatalogi RS Dr.
Cipto Mangunkusumo. Subyek diperiksa kadar kalsium serum, fosfat inorganik
serum, dan fosfatase alkali serum. Pada subyek dilakukan pencatatan faktor risiko
OOP untuk menilai hubungan antar variabel dan dilakukan analisis bivariat
dengan uji chi square.
Hasil Penelitian. Terdapat 80 subyek yang memenuhi kriteria penelitian.
Delapan dari 80 subyek (10%) ditemukan menderita OOP. Faktor risiko yang
dianalisis dalam penelitian ini ditemukan tidak memiliki hubungan bermakna
dengan kejadian OOP, yakni lama penggunaan nutrisi parenteral total (p=0,457),
lama penggunaan metilsantin (p=1,000), berat lahir (p=0,459), preeklampsia
berat pada ibu (p=0,344), korioamnionitis pada ibu (p=0,261), dan pemberian
nutrisi enteral (p=0,797).
Simpulan. Prevalens OOP di RS Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 10%. Faktor
lama penggunaan nutrisi parenteral total, penggunaan metilsantin, berat lahir,
preeklampsia berat pada ibu, korioamnionitis, dan pemberian nutrisi enteral tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian OOP.
ABSTRACT
Background. Advances in management of premature infants had increased the
survival rate of these infants. However there is also increase of morbidity such as
osteopenia of prematurity (OOP). Laboratory examination of serum calcium,
phosphate, and alkaline phosphatase at the chronological age of 4 weeks is used
as early indicator before osteopenia become clinically appearant. Early diagnosis
and risk control are needed to prevent complication.
Objective. To evaluate the prevalence and risk factors of OOP.
Methods. A cross sectional study was done in premature infants <32 weeks of
gestational age in Perinatalogy Division of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Laboratory examination of serum calcium, phosphate, and alkaline
phosphatasewere conducted toward these subjects. Risk factors of OOP were also
evaluated. Bivariat analysis was analysed by chi square test.
Results. There are 80 subjects who meet the study criteria. Eight of 80 subjects
(10%) was diagnosed as OOP. No risk factors have significant relationship with
OOP incidence, which include duration of total parenteral nutrition (p=0,457),
duration of methylxanthine usage (p=1,000), birth weight (p=0,459), severe
preecalampsia in the mother (p=0,344), chorioamnionitis in the mother
(p=0,261), and enteral nutrition (p=0,797).
Conclusion. Prevalence of OOP in Cipto Mangunkusumo Hospital is 10%. There
are no significant relationship between OOP incidence and duration of total
parenteral nutrition, methylxanthine usage, birth weight, severe preeclampsia in the mother, chorioamnionitis, and enteral nutrition.
;Background. Advances in management of premature infants had increased the
survival rate of these infants. However there is also increase of morbidity such as
osteopenia of prematurity (OOP). Laboratory examination of serum calcium,
phosphate, and alkaline phosphatase at the chronological age of 4 weeks is used
as early indicator before osteopenia become clinically appearant. Early diagnosis
and risk control are needed to prevent complication.
Objective. To evaluate the prevalence and risk factors of OOP.
Methods. A cross sectional study was done in premature infants <32 weeks of
gestational age in Perinatalogy Division of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Laboratory examination of serum calcium, phosphate, and alkaline
phosphatasewere conducted toward these subjects. Risk factors of OOP were also
evaluated. Bivariat analysis was analysed by chi square test.
Results. There are 80 subjects who meet the study criteria. Eight of 80 subjects
(10%) was diagnosed as OOP. No risk factors have significant relationship with
OOP incidence, which include duration of total parenteral nutrition (p=0,457),
duration of methylxanthine usage (p=1,000), birth weight (p=0,459), severe
preecalampsia in the mother (p=0,344), chorioamnionitis in the mother
(p=0,261), and enteral nutrition (p=0,797).
Conclusion. Prevalence of OOP in Cipto Mangunkusumo Hospital is 10%. There
are no significant relationship between OOP incidence and duration of total
parenteral nutrition, methylxanthine usage, birth weight, severe preeclampsia in the mother, chorioamnionitis, and enteral nutrition.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Julianti
"Kompleksitas perawatan bayi yang intensif menyebabkan ada perawatan rutin yang terlewatkan sehingga dapat memperpanjang lama perawatan, risiko rawat ulang, meningkatkan komplikasi bayi, dan menurunkan kepuasan orang tua. Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pelaksanaan perawatan bayi prematur dengan kepuasan orang tua. Teknik consecutive sampling dilakukan untuk memilih 59 perawat dan 59 orang tua bayi prematur. Analisis menggunakan uji Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan perawatan bayi prematur sebesar 161,93 dan rata-rata kepuasan orang tua sebesar 280,07. Terdapat hubungan antara pelaksanaan perawatan bayi prematur dengan kepuasan orang tua (pvalue<0,001, r= 0,77). Bagi pelayanan keperawatan dapat menjadi evaluasi terhadap kinerja perawat untuk meningkatkan kualitas perawatan bayi prematur dan kepuasan orang tua meningkat.

Complexity of intensive care of premature babies causes some routine nursing cares are overlooked which may lead to extension of length of stay, risk of rehospitalization, additional disease complications, and decrease of parents satisfaction. This cross-sectional study aimed to identify the relationship between the implementation of a premature babies care with parents satisfaction. Consecutive sampling technique was conducted to select 59 nurses and 59 parents of premature babies as research respondents. The data was analyzed with Pearson test. The results showed that the average of premature babies care score was 161.93 and the average of parents satisfaction score was 280.07. There was a significant relationship between the implementation of premature babies care with parents satisfaction (p value <0.001, r = 0.77). Nursing care should be evaluated to improve the performance of nurses and the quality of care of premature babies and parents satisfaction."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T45806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmelya Dini Nurjannah
"Kelahiran prematur atau bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu merupakan masalah kesehatan global yang memiliki risiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas bayi. Bayi prematur yang lahir kurang dari usia kehamilan 34 minggu memiliki pola menghisap-menelan-bernafas yang tidak terkoordinasi dengan sempurna. Koordinasi dan keterampilan menghisap merupakan faktor penting dalam mencapai pemberian oral yang aman dan sukses pada bayi prematur. Intervensi stimulasi oral dapat diterapkan untuk mendukung perkembangan refleks menghisap dan menelan serta mengurangi lama waktu transisi dari pemberian minum melalui enteral ke oral. Karya ilmiah ini memberikan gambaran mengenai proses asuhan keperawatan pada bayi prematur dan efektifitas penerapan Oromotor Stimulation (OMS) selama 8 hari perawatan. Pemberian stimulasi dilakukan 15-30 menit sebelum pemberian minum dengan durasi selama 15 menit. Hasil evaluasi menunjukkan Oromotor Stimulation (OMS) efektif dalam meningkatkan berat badan dan kesiapan minum secara oral. Setelah diberikan intervensi, berat badan bayi meningkat dengan rata-rata kenaikan 24,2 gram/hari. Hasil evaluasi objektif menggunakan instrumen Premature Oral Feeding Readiness Assessment Scale (POFRAS) menunjukkan peningkatan skor dari 23 menjadi 34 yang berarti bayi memiliki kesiapan minum per- oral yang baik.

Premature birth or infants born before 37 weeks of gestation is a global health problem that has a high risk of infant morbidity and mortality. Premature infants born less than 34 weeks of gestation have a pattern of sucking-swallowing-breathing that is not perfectly coordinated. Coordination and sucking skills are important factors in achieving safe and successful oral administration of preterm infants. Oral stimulation interventions can be used to support the development of sucking and swallowing reflexes and to reduce the transition time from enteral to oral feeding. This scientific work provides an overview of the process of nursing care for premature infants and the effectiveness of Oromotor Stimulation (OMS) for 8 days. Stimulation is given 15-30 minutes before feeding with a duration of 15 minutes. Evaluation results show that Oromotor Stimulation (OMS) is effective in increasing body weight and readiness to oral feeding. After being given the intervention, the baby's weight increased with an average increase of 24.2 grams/day. The results of an objective evaluation using the Premature Oral Feeding Readiness Assessment Scale (POFRAS) instrument showed an increase in score from 23 to 34 which means that the infant has good oral feeding readiness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anafrin Yugistyowati
"Kelahiran bayi prematur dan perawatan di ruang rawat intensif neonatus merupakan peristiwa yang menyebabkan sumber stres pada orang tua khususnya ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai pengalaman ibu selama perawatan masa awal kehidupan bayi prematur di ruang rawat intensif neonatus RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini pada delapan partisipan. Analisis data menggunakan metode Colaizzi dan menghasilkan tujuh tema penelitian, yaitu: reaksi ibu, proses berduka, dampak perawatan bayi prematur, koping diri ibu, upaya ibu untuk meningkatkan hubungan kelekatan (bonding attachment), dukungan terhadap ibu, dan harapan selama perawatan bayi prematur.

The birth and treatment of premature infants in the neonatal intensive care unit is the event that makes it the source of stress to parents especially the mother. This study aims to gain a deeper understanding of the experience of mother during the early life of premature infants in the neonatal intensive care unit of Dr. Soeradji Tirtonegoro Central Hospital, Klaten. This qualitative research design with phenomenology approach took eight participants. The data analysis uses Colaizzi method and produced seven research themes, namely: the mothers reaction, the grieving process, the impact of premature infant care, mother's self 'coping efforts, the mothers' attempts to improve the close and attached relationship (bonding attachment), the support for the mother, and expectations for the care of premature infants."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31916
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>