Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohamad Syahrir Azizi
"Latar belakang: Penyakit kardiovaskular sangat umum ditemukan dan berakibat fatal pada pasien dengan usia lanjut. Disfungsi sistolik ventrikel kiri yang asimptomatik atau subklinis sering kali mendahului penyakit ini. Deteksi dini terhadap disfungsi sistolik ventrikel kiri dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Salah satu metode deteksi dini adalah dengan penilaian global longitudinal strain (GLS).
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai rerata GLS pada pasien usia lanjut dengan frailty maupun non frailty dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien usia lanjut diatas 60 tahun di poliklinik geriatri dan kardiologi Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Data diperoleh dari wawancara, rekam medik dan pemeriksaan ekokardiografi transtorakal. Variabel penelitian berupa usia, frailty, hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, dan diabetes melitus dianalisis sebagai determinan penurunan GLS. Analisis univariat terhadap masing-masing variabel. Analisis bivariat menggunakan uji chi kuadrat dengan tingkat signifikan p<0,25 dan interval kepercayaan (IK) sebesar 95%. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 194 subjek yang memenuhi kriteria pemilihan diikutkan dalam penelitian, rerata usia 66 tahun dengan 118 (60,8%) di antaranya perempuan. Penelitian ini mendapatkan beberapa determinan yang memiliki nilai p<0,25 yaitu frailty, hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus dengan hasil analisis multivariat, frailty memiliki OR sebesar 2,002 (95% IK 1,042-3,925), dan diabetes melitus memiliki OR sebesar 2,278 (95% IK 1,033-5,025).
Simpulan : Nilai median GLS pada usia lanjut secara umum adalah sebesar -21,6% (minimal -5,3% sampai dengan maksimal -29,9%). Faktor yang mempengaruhi penurunan GLS adalah frailty dan diabetes melitus.

Background: Cardiovascular disease is very common and can be fatal in elderly patients. It is often preceded by asymptomatic or subclinical left ventricular systolic dysfunction (LVSD). Early detection of LVSD can reduce morbidity and mortality due to cardiovascular disease. One method used in the early detection of LVSD is an assessment of global longitudinal strain (GLS).
Objective: To determine the mean value of GLS and GLS-related factors.
Methods: This cross-sectional study was conducted among elderly patients aged > 60 years in the geriatric and cardiology polyclinic, Internal Medicine, CMH Hospital. Data were obtained from interviews, medical records, and transthoracic echocardiography examination. The variables of age, frailty, hypertension, coronary artery disease, dyslipidemia, and diabetes mellitus were analyzed as the determinants of a decrease in GLS. Univariate analysis was conducted for each variable. Bivariate analysis was conducted using the chi-square test with a significance level of p<0.25 and confidence interval (CI) of 95%, and multivariate analysis used a logistic regression test.
Results: A total of 194 patients were admitted according to the study criteria, with a mean age of 66 years. The proportion of women was 60.8%. The study revealed that the determinants with p<0.25 are frailty, hypertension, dyslipidemia, and diabetes mellitus, with multivariate analysis frailty having an OR of 2.002 (95% CI 1.042-3.925) and diabetes mellitus having an OR of 2.278 (95% CI 1.033-5.025).
Conclusions : The median value of GLS in elderly is -21,6% (minimum value -5,3% and maximum value 29,9%). The factors that influence the decrease of GLS are frailty and diabetes mellitus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lousiana
"Latar belakang: Latihan fisik anaerobik adalah latihan fisik yang dilakukan dalam waktu singkat dengan intensitas tinggi dan dapat merangsang apoptosis pada kardiomiosit ventrikel kiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi apoptosis kardiomiosit pasca latihan serta pasca henti latih latihan fisik anaerobik.
Metode : Identifikasi Caspase-3 dilakukan dengan cara pulasan imunohistokimia dan analisis kuantitatif persentase Caspase-3 yang dilakukan pada kelompok kontrol 4,8,12 dan 16 minggu, kelompok perlakuan latihan fisik anaerobik 4 dan 12 minggu serta henti latih 4 minggu pasca latihan (minggu ke 8 dan 16).
Hasil: Analisis data menunjukkan peningkatan persentase caspase-3 pada kelompok latihan fisik anaerobik 4 dan 12 minggu dengan p=0,027. Penurunan persentase capase-3 pasca henti latih yang bermakna juga ditemukan antara kelompok latihan fisik anaerobik 4 minggu dengan kelompok henti latih 4 minggu (p=0,0001) dan antara kelompok latihan anaerobik 12 minggu dengan kelompok henti latih 16 minggu (p=0,0001).

Introduction : Anaerobic physical exercise is a high intensity physical exercise performed in a short time. This exercise can stimulate apoptosis in left ventricular cardiomyocytes. The aims of this study is to analyze the expression of cardiomyocyte apoptosis after anaerobic exercise and detraining.
Methods : Caspase-3 expression is identified by immunohistochemistry labeling and quantitative analysis of the percentage of Caspase-3 in the control group 4,8,12 and 16 weeks, groups with 4 and 12 weeks of anaerobic physical exercise, and groups after 4 weeks of detraining ( week 8 and 16).
Conclucion: Data analyses showed a significant increase in the percentage of caspase-3 in the 4 and 12 weeks anaerobic physical exercise groups with p = 0.027. The percentage of Capase-3 after detraining showed a significant decline between the groups of 4 weeks of anaerobic physical exercise and detraining with p = 0.0001 and between groups of 12 weeks of anaerobic exercise and detraining with p = 0, 0001.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertrofi jantung dapat timbul akibat stres patologis misal hipoksia yang merupakan respon jantung sebagai mekanisme homeostatis yang diperlukan untuk menormalkan stres dinding ventrikel kiri dan mempertahankan curah jantung. Hipoksia sistemik kronik merupakan stres lingkungan yang berat. Respon spesifik jantung terhadap stres jantung terlihat pada peningkatan kadar peptida di dalam plasma, yang membantu jantung dalam menghadapi beban yang meningkat. Menurut sejumlah peneliti, kadar Apelin berhubungan erat dengan disfungsi ventrikel. Apelin merupakan preproprotein dengan 77 asam amino yang disekresikan dari keluarga adipokine, berperan dalam mempertahankan performa jantung pada beban tekanan kronik. Pada tingkat molekular, respons adaptasi diperantarai oleh perubahan ekspresi gen. Tujuan penelitian: Menganalisis pola ekspresi gen Apelin dan gen BNP pada hipertrofi ventrikel akibat induksi hipoksia sistemik kronik dengan mengukur konsentrasi Apelin-13 dan konsentrasi BNP-45. Penelitian bersifat eksperimental menggunakan 28 ekor tikus Sprague-Dawley jantan, umur 8-12 minggu yang dibagi dalam 7 kelompok n=4 ekor/kelompok , terdiri dari kelompok kontrol normoksia, O2 atmosfir dan kelompok perlakuan hipoksia dalam sungkuphipoksia, 8 O2, masing-masing selama 6 jam, 1, 3, 5, 7 dan 14 hari . Parameter stres oksidatif akibat hipoksia jantung, dilakukan dengan pengukuran kadar malondialdehid MDA dan histopatologi dengan pewarnaan HE. Selain itu juga dilakukan pengukuran protein Apelin-13 dan BNP-45 menggunakan metoda ELISA dan pengukuran ekspresi relatif mRNA Apelin dan BNP-45 jantung, menggunakan real time RT-PCR kuantitatif dengan rumus Livak. Hasil penelitian: ekspresi relatif Apelin-13 di jantung menurun pada awal hipoksia dan kemudian meningkat mulai hari ke-3 sampai hari ke-14. Peningkatan kadar MDA yang signifikan terjadi sejak hipoksia 7 hari. Korelasi MDA terhadap peningkatan ekspresi relatif Apelin adalah kuat r=0.750 dan signifikan p=0.000 . Korelasi BNP-45 terhadap Apelin-13 adalah sangat kuat r=0.943 dan signifikan p=0.000 . Dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan MDA, peningkatan ekspresi relatif dan protein Apelin-13 dan peningkatan ekspresi relatif dan protein BNP-45 pada jaringan jantung mempunyai korelasi yang signifikan dan kuat, sesuai dengan peningkatan lamanya perlakuan hipoksia.

ABSTRACT
Background: Cardiac hypertrophy can result from pathological stress eg hypoxia as a response to ventricular wall stress and to maintain cardiac output. Chronic systemic hypoxia is a severe environmental stress. During cardiac stress certain peptides are release by the heart into the plasma, which help the heart to compensate the increased myocardial load. According to several authors, apelin levels are increased during cardiac dysfunction. Apelin is a preproprotein with 77 amino acids from adipokine, which contributes to maintaining cardiac performance at chronic stress loads. At the molecular level, the adaptation response is mediated by changes in gene expression. Objective: To analyze the expression pattern of Apelin-13 and BNP-45 on ventricular hypertrophy due to induction of chronic systemic hypoxia by measuring Apelin-13 and BNP-45 concentrations. The experimental study used 28 male Sprague-Dawley rats, 8-12 weeks old divided into 7 groups 4 per group , consisting of control group normoxia, atmospheric O2 and 4 hypoxia treatment groups, which underwent systemic hypoxia in hypoxic chamber containing 8 oxygen, respectively for 6 hours, 1, 3, 5, 7 and 14 days . The presence of oxidative stress due to cardiac hypoxia was determined by malondialdehyde MDA and cardiac structural alteration was examined by HE staining. Apelin-13 and BNP-45 proteins were determined using the ELISA method and the relative expression of cardiac Apelin and BNP-45 mRNA were determined using quantitative RT-PCR real time with Livak formula. Results: Relative expression of Apelin-13 in the heart decreased early in hypoxia and then increased from day 3 to day 14. Significant increases in MDA levels occurred after 7 days hypoxia. There was a strong and significant correlation between MDA levels and Apelin relative expression r = 0.750, p = 0.001 . Similar results were obtained for of BNP-45 and Apelin-13 r = 0.943, p = 0.001 . From the results, it can be concluded that during chronic systemic hypoxia there was an increase in oxidative stress, relative expression and Apelin-13 proteins and relative expression and BNP-45 protein of the rat cardiac tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Maryalda Zahidin
"Latar Belakang: Kompleks prematur ventrikel (KVP) dikaitkan dengan risiko penurunan fungsi ventrikel dan gagal jantung, dan meningkatkan mortalitas jangka panjang. Variasi sirkadian yang rendah merupakan salah satu prediktor terjadinya kardiomiopati yang diinduksi oleh KVP. KVP idiopatik tipe independen merupakan salah satu bentuk dari KVP dengan gambaran distribusi variasi sirkadian yang rendah. Namun tidak semua KVP independen memiliki variasi sirkadian yang rendah. Belum ada studi yang menilai perbedaan fungsi sistolik intrinsik VKi menggunakan global longitudinal strain (GLS) pada KVP idiopatik independen dengan KVP idiopatik non-independen.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen dengan GLS ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking pada pasien tanpa penyakit jantung struktural.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan data pasien aritmia ventrikel idiopatik yang dikumpulkan di RSPJD Harapan Kita Jakarta pada bulan Februari 2021- Mei 2021. Evaluasi KVP idiopatik dilakukan dengan EKG 12 sandapan, pemeriksaan Holter monitoring 24 jam. Data dasar ekokardiografi diambil dan penilaian fungsi sistolik intrinsik ventrikel kiri (Vki) dilakukan menggunakan ekokardiografi speckle tracking dengan global longitudinal study (GLS).
Hasil: Dari 67 pasien KVP idiopatik yang disertakan dalam penelitian, didapatkan sebesar 27 pasien (40,2%) dengan KVP tipe independen dan 40 pasien (59,8%) dengan KVP non-independen. Sebanyak 31 (46,3%) pasien memiliki disfungsi sistolik ventrikel kiri pada pemeriksaan GLS (kurang dari -18). KVP tipe independen (OR 5,3; IK 95% 1,10-33,29; p = 0,038), beban KVP 9% (OR 16; IK 95% 1,58-163,61; p = 0,019), jenis kelamin laki-laki (OR 6,58; IK 95% 0,80-0,99; p = 0,029), dan episode TV non-sustained (OR 13,88; IK 95% 1,77-108,53; p = 0,012) berhubungan secara signifikan dengan penurunan fungsi sistolik intrinsik Vki.
Kesimpulan: Kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen berhubungan dengan penurunan sistolik intrinsik ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking. Evaluasi tipe KVP idiopatik perlu dilakukan karena berhubungan dengan prognosis pasien dalam praktik klinis.

Background: Premature ventricular complexes (PVC) was associated with a risk of decreased ventricular function and heart failure, and increased long-term mortality. Low circadian variation is one of the predictors of PVC-induced cardiomyopathy. Independent-type-PVC (I-PVC) is a form of PVC with a low distribution of circadian variation. However, not all I-PVC show low circadian variation. No studies have been performed to examine differences in intrinsic systolic function of left ventricle (LV) using global longitudinal strain (GLS) in independent versus non-independent idiopathic PVC.
Objective: To determine the relationship between I-PVC and intrinsic systolic function of LV using speckle tracking echocardiography in patients without structural heart disease.
Methods: A cross-sectional study was conducted using data from patients with idiopathic ventricular arrhythmias collected at RSPJD Harapan Kita Jakarta in February 2021-May 2021. Evaluation of idiopathic PVC was carried out using a 12-lead ECG, 24-hour Holter monitoring. Basic echocardiography was performed then LV intrinsic systolic function was assessed using speckle tracking echocardiography with global longitudinal study (GLS).
Results: Of the 67 patients with idiopathic PVC included in the study, 27 (40.2%) patients included in independent PVC group and 40 (59.8%) patients in non-independent PVC group. A total of 31 (46.3%) patients had LV systolic dysfunction on GLS examination (less than -18). Independent-type-PVC (OR 5.3; 95% CI 1.10-33.29; p = 0.038), PVC burden of 9% (OR 16; 95% CI 1.58-163.61; p = 0.019), male gender (OR 6.58; 95% CI 0.80-0.99; p = 0.029), and non-sustained VT episodes (OR 13.88; 95% CI 1.77-108.53; p = 0.012) was significantly associated with a decrease in LV intrinsic systolic function.
Conclusion: Independent-type-PVC was associated with decreased in LV intrinsic systolic function assessed by speckle tracking echocardiography. Evaluation of the type of idiopathic PVC needs to be considered since it is related with patient's prognosis in clinical practice.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Frisca Ronauli
"Latar belakang: Latihan fisik aerobik adalah latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan sedangkan latihan fisik yang dilakukan dengan peningkatan durasi dan kecepatan secara bertahap termasuk dalam aerobik Overtraining. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hipertrofi pada otot ventrikel jantung kiri tikus pasca latihan fisik aerobik serta pasca latihan fisik aerobik overtraining.
Metode: Identifikasi morphologi kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin, sedangkan untuk jaringan fibrosis dengan pewarnaan Masson?s Trichrome. Identifikasi tersebut dilakukan pada kelompok kontrol, dan kelompok perlakuan aerobik dan overtraining yang dilakukan selama 11 minggu.
Hasil: Analisis data menunjukkan terjadi hipertrofi yang ditandai dengan adanya peningkatan panjang (p=0,017), lebar (p=0,037) pada kelompok aerobik dibandingkan dengan kelompok overtraining. Peningkatan jaringan fibrosis pada kelompok overtraining dengan p= 0,00.

Introduction : Aerobic exercise is physical exercise done regularly and continuously while physical exercise done by increasing the duration and speed gradually included in the aerobic Overtraining. This study aims to analyze hypertrophy in the left ventricle of the heart muscle of mice after aerobic exercise and aerobic exercise post overtraining.
Methods : Left ventricular cardiomyocyte morphology rat heart is identified by hematoxylin eosin staining, whereas for fibrotic tissue with Masson's Trichrome staining. Such identification is performed in the control group and the treatment group performed aerobic and overtraining for 11 weeks.
Conclucion: Analysis of the data showed that hypertrophy is characterized by an increase in length (p = 0.017), width (p = 0.037) in the aerobic group compared with the group of overtraining. Increased tissue fibrosis in the overtraining group with p = 0,00.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Tri Wahyuni
"Latar Belakang: Salah satu penyebab kematian pada pasien penyakit ginjal kronis adalah gangguan kardiovaskular. Adanya hipertrofi pada ventrikel kiri dijadikan surrogate marker kondisi kardiomiopatik dan progresivitas penyakit ginjal kronis. Penelitian terbaru menunjukkan adanya peran FGF23 dalam menstimulasi terjadinya hipertrofi jantung dan meningkatkan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron serta berfungsi sebagai faktor parakrin dengan peran dalam remodelling jantung.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tikus model nefrektomi 5/6 yang diberikan terapi irbesartan, simvastatin dan kombinasi keduanya selama satu bulan. Tekanan darah diukur pada saat sebelum dan sesudah pemberian obat. Tikus kemudian ditempatkan pada kandang metabolik selama 24 jam untuk pengambilan urin. Nekropsi dilakukan untuk mengambil darah dan jantung. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan indeks massa ventrikel kiri jantung, volume dan kadar protein dalam urin, kadar urea dan kreatinin dalam serum, serta kadar FGF23 dan hormon PTH dalam serum.
Hasil: Hasil dari pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan irbesartan dapat menurunkan tekanan darah dan indeks massa ventrikel kiri secara signifikan. Penggunaan irbesartan, simvastatin dan kombinasi keduanya tidak menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap hasil pemeriksaan fungsi ginjal, kadar hemoglobin, indeks massa ventrikel kiri, FGF23 dan hormon paratiroid.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa baik penggunaan irbesartan, simvastatin, maupun keduanya memiliki kecenderungan untuk mengurangi kejadian kardiomiopatik uremik pada tikus model nefrektomi 5/6

Introduction: Cardiovascular events is one of the causes of chronic renal disease’s mortality. Left ventricular hypertrophy was a surrogate marker for cardiomyopathy and progressivity of chronic renal disease. Latest study mentioned about the role of FGF23 on stimulating cardiac hypertrophy and renin-angiotensin-aldosterone activity and also a paracrine factor of cardiac remodeling.
Methods: This study was done using 5/6 nephrectomy rats getting irbesartan, simvastatin and combination of both treatments for 30 days. Blood pressure was measured before and after the treatment. Urine sample was collected for 24 hours for protein assay. Sacrificing the animals was done at the end of study to harvest the heart and blood sample. Heart sample was weighed and measured for left ventricle mass index. Blood sample was used for hemoglobin assay. Serum sample was used for urea, creatinine, FGF23 and PTH assay.
Result: Irbesartan significantly lowered the blood pressure and cardiac mass index, but not significantly improved renal function, hemoglobin level, left ventricular mass index, FGF23 and PTH hormone. Simvastatin and combination of both treatments did not significantly improve renal function, hemoglobin level, left ventricular mass index, FGF23 and PTH hormone.
Conclusion: The use of irbesartan, simvastatin and both combinations tend to improve uremic cardiomyopathy condition on 5/6 nephrectomy rats’ heart.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Riviati
"ABSTRAK
Latar Belakang: : Peningkatan populasi usia lanjut di Indonesia diiringi dengan
meningkatnya masalah kesehatan pada populasi tersebut, yang merupakan salah
satu dampak proses menua. Dampak serius proses menua terjadi pada otot rangka,
yaitu terdapat penurunan massa dan kekuatan otot yang disebut sarkopenia.
Kekuatan otot lebih berperan dari massa otot sebagai prediktor hendaya dan
mortalitas, sehingga penilaian kekuatan otot menjadi penting. Kekuatan genggam
tangan dapat mewakili keseluruhan kekuatan otot dan pemeriksaannya sederhana,
murah, serta mudah dilakukan. Berbagai faktor yang mempengaruhi kekuatan
genggam tangan, faktor IMT dan lingkar pinggang masih kontroversi dan faktor
penyakit kronik terhadap kekuatan genggam tangan belum pernah diteliti sehingga
perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kekuatan
genggam tangan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara: usia, jenis kelamin, lingkar pinggang,
status gizi dan penyakit kronik (DM, HT, stroke, PJK, PPOK) dengan kekuatan
genggam tangan pada pasien usia lanjut.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan bulan Agustus 2015 di poliklinik
geriatri RSCM Jakarta dan RSMH Palembang . Subjek adalah pasien usia lanjut
berusia  60 tahun, yang kontrol rutin. Pemeriksaan meliputi anamnesis,
pengukuran lingkar pinggang, lingkar lengan, lingkar betis, tinggi lutut, berat
badan, dan kekuatan genggam tangan. Uji analisis Cochran Mantel Haenzel
digunakan untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan kekuatan
genggam tangan pada penelitian ini.
Hasil: Dari 352 subjek ,didapatkan jenis kelamin terbanyak perempuan
212(60,2)% rerata usia 69,7 (SB 6,3) tahun, rerata lingkar pinggang 90,6
(SB10,7), Status gizi yang terbanyak adalah status gizi normal (86,4%),
komorbiditas tertinggi hipertensi (44,3%), rerata kekuatan genggam tangan
perempuan 19,8 (SB 5,1) dan laki=laki 29,1 (SB 6,9). Terdapat usia (p=<0,001,
PR=3,6) dan status gizi /MNA (p<0,001, PR=2,8) berhubungan dengan kekuatan
genggam tangan
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan kekuatan genggam tangan pada usia
lanjut adalah usia dan status gizi

ABSTRACT
Background: The increasing of the elderly population in Indonesia is
accompanied by increasing health problems in the population, which is one of
impact of the aging process. Serious affect of the ageing process is occured in
skeletal muscle. There is a decreasing of mass and muscle strength, called
sarcopenia. Muscle strength is more instrumental than muscle mass as predictors
of mortality and frailty status, so assessment of muscle strength becomes
important. Handgrip strength can represent the overall muscle strength.The
examination of handgrip strength is simple, inexpensive, and easy to do. There are
many determinand factors that can influence handgrip strength. Body mass index
and waist circumference still on controversy. Chronic diseases is still not observed
yet. This aim of this research is to obtain determinant factors that can influence
handgrip strength in elderly.
Objective : To obtain association of age, gender, waist circumference, nutrional
status, and chronic disease with handgrip strength in elderly patient
Methods: This cross sectional study was conducted to elderly outpatient age 60
years or above who visited Geriatric Clinic Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta and Mohammad Hoesin Hospital Palembang in August 2015. Data of age,
gender, nutritional status, chronic diseases, waist circumference, arm
circumference, calf circumference, and handgrip strength were collected. Cochran
Mantel Haenzel was used to obtain determinant factors of handgrip strength
Results: 352 subjects were recruited in this study. women which the most subject
were 212 (60,2%), average of age was 69,7 years old (SB 6,3), average of waist
circumference was 90,6 (SB 10,7), the most nutritional status was normal
(86,4%), the highest comorbidity was hyptertension (44,3%), and average of
handgrip strength were 19,8 (SB 5,1) in women and 29,1 (SB 6,9) in men.
Determinant factors of handgrip strength were age (p=<0,001, PR=3,6) and
nutritional status (p<0,001, PR=2,8).
Conclusions: Determinand factors of handgrip strength were comorbidity
(hypertension, diabetes mellitus, stroke, coronary heart disase, chronic obstructive
pulmonary disease), nutritional status, and increasing of age;;"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sukandi
"Pesawat terbang merupakan wahana udara yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan manusia akan transportasi yang lebih cepat. Dalam merancang pesawat terbang satu di antara beberapa bidang ilmu penting yang perlu diperhatikan adalah memodelkan dan mengontrol gerakan pesawat terbang yang terdiri dari kinematika, dinamika, dan stabilitas, sehingga pesawat mampu bermanouver sesuai dengan yang diinginkan. Sistem gerak pesawat merupakan sistem MIMO (Multi Input Multi Output), di mana masing-masing input saling mempengaruhi (berinteraksi) sehingga relatif kompleks untuk dianalisa. Oleh karena itu penerapan metode decoupling pada sistem gerak pesawat akan mengurangi (bahkan menghilangkan) pengaruh interaksi tersebut. Data pesawat dalam penelitian tesis ini diambil dari pesawat CHARLIE [2].
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa, sebelum adanya pengendali, gerak pesawat mempunyai karakteristik tidak stabil, karena ada nilai eigen yang positif yaitu 3,4 0.0006 0.0512i l = ± . Tetapi gerak pesawat masih dapat dikontrol (controllability) dan dapat diamati (observability) secara lengkap, karena matriks controllability dan matriks observability mempunyai full rank yaitu 4. Kemudian, setelah menggunakan pengendali dengan metoda decoupling gerakan pesawat sangat setabil, karena output w dapat mengikuti set-point setelah sekitar 12 detik, dan output q dapat mengikuti set-point setelah sekitar 14 detik.

Aircraft is mode air transportation faster movement. For designing model an aircraft need sufficient knowledge field of controls such as kinematic, dynamics and stability to fulfill requirement as needed. Parameters data for calculation and simulation longitudinal motion to be used in this thesis are taken from CHARLIE aircraft [2].
Before using controller, aircraft has unstable characteristics, because it has two positive eigen value i.e. 3,4 0.0006 0.0512i l = ± . Aircraft still both controllable and observable, because has full rank controllability and observability matrix i.e. 4. Design controller in this thesis using decoupling method because this method can be able elimination interaction multi input multi output. After using controller, motion of aircraft is very stable, both output, vertical velocity w and angular speed q match set-point.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26789
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Ghaits Mubarrok
"Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST) didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg sedangkan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. HST dinilai sebagai fenomena penuaan, merupakan jenis hipertensi paling berbahaya karena berespon lemah terhadap obat antihipertensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dan faktor dominan yang berhubungan dengan HST, dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan yaitu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dengan sampel sebesar 18.599 (HST dan normal) serta subjek yang HST yaitu 1.471, dan dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 7,9% sampel yang mengalami hipertensi sistolik terisolasi (HST), dengan 85% sampel mengalami HST derajat I, 12,8% HST derajat II, dan 8,8% HST derajat III; terdapat hubungan signifikan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, obesitas, obesitas sentral, stres psikologis, diabetes mellitus, konsumsi makanan asin, konsumsi makanan berlemak, dan aktivitas fisik terhadap kejadian HST, serta tidak ada hubungan antara konsumsi buah, konsumsi sayur, kebiasaan merokok dengan kejadian HST di Indonesia pada tahun 2018. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pendidikan menjadi faktor dominan kejadian HST di Indonesia, yang mana orang yang tidak bersekolah berisiko 2,14 kali lebih tinggi mengalami HST jika dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah dan menengah-tinggi setelah dikontrol oleh variabel kebiasaan merokok sebagai cofounder.

Isolated Systolic Hypertension (ISH) is defined as a condition where the systolic blood pressure is ≥140 mmHg while the diastolic blood pressure is <90 mmHg. ISH is considered a phenomenon of aging, is the most dangerous type of hypertension because it responds weakly to antihypertensive drugs. The aim of this study was to determine the associated factors and dominant factors associated with ISH, with a cross-sectional research design. The data used was Basic Health Research (Riskesdas) in 2018 with a sample of 18,599 (ISH and normal) and 1,471 subjects with ISH, and analyzed using the chi-square test and logistic regression. The results of this study showed that 7.9% of samples experienced isolated systolic hypertension (ISH), with 85% of samples experiencing grade I ISH, 12.8% grade II ISH, and 8.8% grade III ISH; there is a significant relationship between age, gender, education level, employment status, marital status, obesity, central obesity, psychological stress, diabetes mellitus, consumption of salty foods, consumption of fatty foods, and physical activity on the incidence of ISH, and there is no relationship between consumption of fruit, vegetable consumption, smoking habits with the incidence of ISH in Indonesia in 2018. The conclusion of this research is that the level of education is the dominant factor in the incidence of ISH in Indonesia, where people who do not go to school have a 2.14 times higher risk of experiencing ISH when compared with people those with low and medium-high education after controlling for the smoking habit variable as a confounder."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boca Raton: CRC Press , 2009
R 519.5 LON
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>