Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105882 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dania Aris Dyanti
"Kelompok usia dewasa muda memiliki tuntutan yang beragam dan harus disibukkan sehingga diperlukan keterampilan manajemen waktu untuk membantu mengatur waktu secara teratur efektif dan mengurangi stres. Kondisi individu yang menunjukkan tidak adanya stres adalah Salah satu komponen konsep kebahagiaan, penelitian ini ingin mengetahui apa itu waktu Manajemen adalah prediktor kebahagiaan pada dewasa muda. Pengukuran manajemen waktu dilakukan dengan menggunakan ATMS dan pengukuran kebahagiaan menggunakan OHQ. Pengambilan data dilakukan secara online pada 320 peserta. Analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa manajemen waktu adalah prediktor signifikan untuk meningkatkan kebahagiaan pada dewasa muda. Hasil penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya terkait dengan hubungan antara manajemen waktu dan kebahagiaan. Memberikan kesadaran itu dengan manajemen waktu, individu lebih mampu menggunakan waktu mereka secara efektif, mengalokasikan waktu untuk menjaga keseimbangan antara bekerja dan melaksanakan aktivitas orang lain sebagai bentuk kesenangan dalam hidup.

Young adult age groups have diverse demands and must be busy so time management skills are needed to help manage time on a regular basis effective and reduce stress. Individual conditions that indicate the absence of stress are One of the components of the concept of happiness, this study wants to know what time is Management is a predictor of happiness in young adults. Time management measurement conducted using ATMS and measurement of happiness using OHQ. Taking data was conducted online on 320 participants. The regression analysis performed shows that time management is a significant predictor of increased happiness in young adults. The results of this study are a development of previous research related to the relationship between time management and happiness. Give that awareness with time management, individuals are better able to use their time effectively, allocating time to maintain a balance between work and carrying out activities other people as a form of pleasure in life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Apriliani
"Self-esteem adalah evaluasi individu terhadap dirinya yang penting untuk dirinya perhatian, terutama bagi dewasa muda yang mulai memiliki banyak tanggung jawab menjawab. Penelitian ini ingin menguji apakah ada hubungan antar keterampilan manajemen waktu dan harga diri dalam kelompok dewasa muda. Peserta yang terlibat dan data yang dapat digunakan dalam penelitian ini berjumlah 312 peserta, terdiri dari 141 perempuan dan 171 laki-laki dengan kriteria pendidikan terkini minimal D3 / Akademi yang telah bekerja minimal 6 bulan di tempat kerja saat ini. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa keterampilan manajemen waktu dengan harga diri berkorelasi signifikan. Pada masing-masing dimensi harga diri juga menunjukkan bahwa keterampilan manajemen waktu berkorelasi signifikan dengan dimensi kinerja, sosial, dan penampilan. Hasil koefisien korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi keterampilan manajemen waktu, itu akan diikuti oleh harga diri yang tinggi pula, begitu pula untuk masing-masing dimensi, di mana dimensi penampilan berkontribusi paling besar harga diri tinggi. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa jika individu memiliki keterampilan manajemen waktu yang tinggi, maka akan diikuti oleh harga diri
yang juga tinggi, terutama pada dimensi tampilan.

Self-esteem is an individual's evaluation of himself which is important for his attention, especially for young adults who begin to have a lot of responsibility to answer. This study wanted to examine whether there is a relationship between time management skills and self-esteem in young adult groups. Participants involved and the data that can be used in this study amounted to 312 participants, consisting of 141 women and 171 men with the latest education criteria of at least D3 / Academy who have worked for at least 6 months in the current workplace. Based on the results of statistical analysis, it shows that time management skills and self-esteem have a significant correlation. In each of the dimensions of self-esteem also shows that time management skills have a significant correlation with the dimensions of performance, social, and appearance. The results of the positive correlation coefficient indicate that the higher the time management skills, it will be followed by high self-esteem as well, as well as for each dimension, where the appearance dimension contributes the most high self-esteem. Thus, it can be seen that if individuals have high time management skills, self-esteem will follow
which is also high, especially in the dimensions of the display.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felisitas Gemma Setyowati
"Dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal lebih rentan terhadap berbagai masalah psikologis, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk bertahan dalam situasi ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberfungsian keluarga sebagai prediktor resiliensi anak usia dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal. Resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan bangkit dari kemalangan yang diukur dengan Resilience Scale-14 (RS-14). Keberfungsian keluarga ialah bagaimana setiap anggota keluarga menjalankan fungsinya dengan efektif yang tercermin dalam enam dimensi utama (penyelesaian masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku) dan dimensi tambahan yaitu keberfungsian keluarga umum, dengan pengukuran melalui Family Assessment Device (FAD). Analisis terhadap seluruh dimensi dilakukan agar diperoleh pemahaman yang komprehensif terkait persepsi keberfungsian keluarga orangtua tunggal. Partisipan penelitian yaitu 118 dewasa muda usia 18-29 tahun (28 laki-laki dan 90 perempuan) yang tinggal bersama orangtua tunggal. Metode analisis statistik menggunakan teknik simple regression dan multiple regression membuktikan bahwa keberfungsian keluarga merupakan prediktor resiliensi yang signifikan (21.4%). Dimensi penyelesaian masalah menjadi dimensi yang paling signifikan berkontribusi terhadap resiliensi dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal. Maka dalam konteks ini keterampilan penyelesaian masalah penting untuk dikembangkan oleh para dewasa muda, khususnya ketika tinggal bersama orangtua tunggal.

Young adults who live with single-parent are more vulnerable to various psychological problems. Ability to survive in these situations is needed. This study aims to identify family functioning as predictor of psychological resilience in young adult children who live with single parents. Psychological resilience is the ability to adapt and rise from adversity as measured by Resilience Scale-14 (RS-14). Family functioning is how each family member do their function effectively in six main dimensions (problem solving, communication, role, affective responsiveness, affective involvement, and behavior control) and additional dimension named general functioning, measured through Family Assessment Device (FAD). This study analyzed all of dimensions to obtain a comprehensive understanding related to single parent family functioning. The study participants were 118 young adults (18-29 years old, with 28 male and 90 female) who live with single-parent. Statistical analysis method with simple regression and multiple regression techniques were used to prove that family functioning is a significant resilience predictor (21.4%). The results show that problem-solving dimension becomes the most significant dimension that contribute to the resilience of young adults who live with single-parents. In this context, problem-solving skill are important to be developed by young adults, especially when living with single parent."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Ezra Andhika Pratama
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat body image sebagai prediktor self-esteem pada dewasa muda usia 18-25 tahun yang berolahraga.. Penelitian ini dilakukan di lingkungan ruang terbuka publik pada dewasa muda yang berolahraga, di kawasan Jabodetabeka. Kuesioner yang digunakan dengan mengadaptasi 2 alat ukur, yaitu multidimensional body self relations questionare Cash, 1990 dan rosenberg self-esteem scale Rosenberg, 1965 . Kedua alat ukur yang digunakan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil penelitian N=130 menunjukkan body image signifikan memprediksi self-esteem pada dewasa muda dengan t = 9,312, p < 0.01 dan hasil lain didapatkan bahwa frekuensi olahraga tidak signifikan memprediksi body image t = -.938, p > 05.

The purpose of this research is to see Body Image as a Predictor of Self Esteem among Young Adults age 18 to 25 years old who Exercise. The study was conducted in a public open space environment among young adolescents who exercise. The questionnaire is used by adapting 2 measuring instruments, namely multidimensional body self relations questionare Cash, 1990 and rosenberg self esteem scale Rosenberg, 1965. Both of these measuring instruments are translated into Indonesian languange. The results of the study N 130 showed that body image is significant predicting self esteem among young adults in Jabodetabeka with t 9.312, p .05.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annajm Arradita Andhi Ajeng
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah keberfungsian keluarga dapat memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat apakah dimensi-dimensi dari keberfungsian keluarga yaitu problem solving, communication, roles, affective responsiveness, affective involvement dan behavior control secara bersama-sama dapat memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai. Pengukuran intimacy dilakukan dengan menggunakan Miller Social Intimacy Scale MSIS sementara pengukuran keberfungsian keluarga dilakukan dengan menggunakan Family Assessment Device FAD yang didasari oleh teori McMaster Model of Family Functioning. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 188 perempuan dan 67 laki-laki dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai, berumur 20-40 tahun, sedang menjalin hubungan berpacaran, dan belum menikah. Hasil penelitian dengan teknik simple regression menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga tidak signifikan memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memilki orang tua bercerai. Hal yang sama juga ditemukan pada dimensi-dimensi dari keberfungsian keluarga, dimana hasil multiple regression menunjukkan bahwa dimensi-dimensi dari keberfungsian keluarga secara bersama-sama tidak signifikan memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai.

This study conducted to examined family functioning as predictor of intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents. This study also examined whether the dimensions of family functioning problem solving, communication, roles, affective responsiveness, affective involvement and behavior control could simultaneously predict intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents. Intimacy was measured with Miller Social Intimacy Scale MSIS and family functioning was measured with Family Assessment Device FAD based on McMaster Model of Family Functioning Theory. This study consisted of 188 females and 67 males young adults with divorced parents, aged 20 40, is in dating relationship during the study, and have not been married before. The result with simple regression indicated that family functioning not significantly could be a predictor of intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents. The same result was found on the dimensions of family family functioning in which multiple regression showed that the dimensions of family functioning could not simultaneously predict intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farica
"Tujuan utama dari penelitian ini adalah membuktikan keberfungsian keluarga sebagai prediktor dari kepercayaan pada dewasa muda yang menjalin hubungan pacaran dan memiliki orang tua bercerai. Keberfungsian keluarga diukur dengan Family Assessment Device FAD yang berasal dari Teori McMaster. FAD yang digunakan terdiri dari 6 dimensi, yaitu problem solving, communication, roles, affective responssive, affective involvement, dan behavior control, serta satu skala general functioning. Sedangkan untuk kepercayaan diukur dengan Trust In Close Relationships Scale yang terdiri dari 15 item. Partisipan penelitian ini berjumlah 225 orang dengan rentang usia 20-40 tahun, yang terdiri dari 67 laki-laki dan 188 perempuan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode simple and multiple regression. Hasil dari simple regression menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga tidak memprediksi kepercayaan R=.032, p>.05. Lalu berdasarkan hasil multiple regression, dimensi-dimensi keberfungsian keluarga tidak memiliki kontribusi dalam memprediksi kepercayaan R=.175, p>.05.

This study aim to examine the role of family functioning as predictor of trust among young adults in dating relationship with divorced parents. Family functioning was measured with Family Assessment Device FAD from McMaster Theory. FAD consists of 6 dimension, namely problem solving, communication, roles, affective responssive, affective involvement, and behavior control, along with general functioning as a scale. The measurement of trust was using Trust In Close Relationships Scale, that consists 15 items. The participants in this study were 255 with an age range of 20 40 years old, which is 67 man and 188 woman. Hypothesis testing using simple and multiple regression. Simple regression showed that family functioning can not be the predictor of trust R .032, p .05 . The results of multiple regression showed that the dimensions of family functioning can not be the predictor of trust too R .175, p.05."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriel Sebastian Adriana
"Mekanisme hubungan antara kebahagiaan dan kepribadian secara populer dijelaskan oleh irisan kedua variabel dengan faktor-faktor genetik dan lingkungan tempat individu tumbuh. Meskipun begitu, Cybernetic Big Five Personality Theory (CB5T) dan Cybernetic Value Fulfilment Theory (CVFT) melihat bahwa terdapat alternatif lain dalam menjelaskan hubungan antara kebahagiaan dan kepribadian secara praktis. Konsep adaptasi karakteristik dan meta-traits dalam CB5T menduga bahwa kepribadian adalah fungsi adaptif manusia dalam proses pencapaian tujuan. CVFT menduga bahwa kebahagiaan merupakan jarak antara keadaan aktual individu dengan tujuan-tujuan yang individu anggap penting dalam hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kepribadian dan kebahagiaan menggunakan perspektif sibernetik. Oleh karena itu, penelitian ini mengukur sifat-sifat kepribadian dan tingkat kebahagiaan holistik partisipan untuk kemudian dianalisis menggunakan analisis korelasional dan regresi. Hasil analisis regresi terhadap data dari 158 WNI dengan rata-rata usia 32.6 tahun menunjukkan: 1) Peran signifikan plastisitas atau fleksibilitas kepribadian dalam pencapaian tujuan sebagai prediktor tingkat kebahagiaan, dan 2) peran signifikan stabilitas atau konsistensi kepribadian dalam pencapaian tujuan sebagai prediktor tingkat kebahagiaan.

The mechanism of the relationship between happiness and personality is commonly explained by the intersection of both variables with genetic and environmental factors in which individuals grow. Nevertheless, the Cybernetic Big Five Personality Theory (CB5T) and the Cybernetic Value Fulfilment Theory (CVFT) propose an alternative explanation for the practical relationship between happiness and personality. The concepts of characteristic adaptation and meta-traits in CB5T suggest that personality is a human adaptive function in the process of goal achievement. CVFT posits that happiness is the distance between an individual's actual state and the goals that individual considers important in life. This research aims to examine the relationship between personality and happiness from a cybernetic perspective. Therefore, this study measures personality traits and the holistic happiness level of participants, which are then analyzed using correlational and regression analyses. The regression analysis results for data from 158 Indonesian citizens with an average age of 32.6 years indicate: 1) The significant role of personality plasticity or flexibility in goal achievement as a predictor of happiness, and 2) the significant role of personality stability or consistency in goal achievement as a predictor of happiness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Putri Paramitha
"Tinggi badan merupakan salah satu indeks antropometri yang digunakan untuk menilai status gizi. Namun berbagai kondisi seperti kecacatan, kelainan tulang belakang, amputasi kaki, maupun disabilitas lainnya membuat pengukuran tinggi badan aktual tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, adanya metode alternatif yag dapat digunakan sebagai prediktor tinggi badan menjadi penting untuk diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model prediksi tinggi badan pada kelompok usia dewasa muda berdasarkan korelasinya dengan tinggi lutut dan karakteristik individu yang diperkirakan berhubungan dengan tinggi badan, yaitu jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, dan usia puber. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel penelitian sebanyak 75 laki-laki dan 75 perempuan yang merupakan mahasiswa FKM UI dengan kisaran usia 20 ? 40 tahun pada bulan April 2012.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi lutut memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap tinggi badan pada usia dewasa dengan nilai r = 0,921. Demikian pula semua karakteristik individu yang diteliti memiliki hubungan yang signifikan dengan tinggi badan. Sedangkan model prediksinya adalah : Tinggi Badan (cm) = 57,824 + 2,132 (Tinggi Lutut (cm)) ? 3,965 (Jenis Kelamin), dengan koefisien 0 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan. Disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar, cakupan usia yang lebih luas, dan dengan menyertakan variabel etnis agar persamaan yang dibuat menjadi lebih representatif lagi untuk digunakan di Indonesia.

Height is one of the most important anthropometric indexes to determine people?s nutritional status. But in some particular cases, e.g.: impairment, disabilities, spine curving, and amputated leg, the actual height measurement could be impossible to measure. These conditions encouraged the presence of researches aiming to find the alternative methods to predict actual height. The purpose of this study was to find a formula referred to the correlation of height with knee height, sex, birth weight, birth length, and pubertal age in adult population. The design study was cross sectional and total of 75 men and 75 women aged 20 ? 40 years were participated in this study that held on April 2012.
The result of this study shown a very strong correlation between height and knee height of adults (r = 0,921), and the other variables studied in this study also significantly correlated with height. Multiple regression analysis has done and it generated a formula to predict adults? height in this population: Height (cm) = 57,824 + 2,132 (Knee Height (cm)) ? 3,965 (Sex), with 0 as a cofficient for men and 1 is for women. Nevertheless, more further research with more specific variable, and even more participants with wider age range is still needed to complete the result of this study.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbun, Nicolaski
"Latar Belakang: Gaya hidup ala barat seperti kerap dan banyak mengkonsumsi soft drinks/beverages secara kasat mata terlihat meningkat di masyarakat Indonesia, terutama di kalangan usia muda. Di Amerika Serikat (AS), negara yang mengawali produksi minuman tersebut tercatat peningkatan konsumsi 135% dalam 30 tahun terakhir. Soft drinks/beverages, umumnya menggunakan pemanis tinggi fruktosa (high fructose corn syrup, HFCS). Kekerapan konsumsi tinggi fruktosa menyebabkan peningkatan kejadian toleransi glukosa terganggu (TGT), di sisi lain kekerapan konsumsi dapat diukur dengan indeks fruktosa, yaitu suatu nilai yang diperoleh dari peningkatan kadar asam urat, trigliserid, LDL serta penurunan kadar HDL serum.
Metodologi penelitian: Desain penelitian adalah prevalens longitudinal. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk melihat validitas indeks fruktosa sebagai estimasi kekerapan konsumsi tinggi fruktosa serta kadar fruktosa serum, dengan besar sampel 40 subjek yang diseleksi secara random sederhana. Setelah mendapat hasil tersebut, dengan menggunakan data Riskesdas 2007, dilakukan analisis statistik regresi logistik untuk mengetahui hubungan serta kontribusi konsumsi tinggi fruktosa dengan kejadian TGT pada usia muda.
Tujuan: Mengetahui hubungan konsumsi tinggi fruktosa terfokus pada minuman kemasan berpemanis dengan kejadian TGT pada usia muda setelah mengendalikan faktor-faktor perancu serta mengetahui besar kontribusi konsumsi tersebut terhadap kejadian TGT usia muda. Juga untuk mengetahui prevalens TGT dan konsumsi tinggi fruktosa pada kelompok usia muda di daerah perkotaan Indonesia.
Hasil Penelitian: Penelitian pendahuluan mendapatkan bahwa indeks fruktosa dalam mengestimasi kekerapan konsumsi tinggi fruktosa terfokus pada minuman kemasan berpemanis memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 90%, dengan akurasi test 90%. Prevalens TGT usia muda di Indonesia tahun 2007 adalah 5,7% dan prevalens usia muda yang banyak dan kerap mengkonsumsi tinggi fruktosa sebanyak 20,5%. Setelah mengendalikan faktor-faktor perancu, usia muda yang kerap mengkonsumsi tinggi fruktosa berisiko 1,24 (p=0,000) menderita TGT. Jika konsumsi tinggi fruktosa dalam minuman kemasan berpemanis dapat dikendalikan, maka risiko TGT pada usia muda akan berkurang sebesar 24,3%.

Background: Western lifestyle often consumes a lot of sugar sweetened soft drinks/beverages, which at a glimpse seems to be increasing in Indonesian society too, especially among the youngsters. In the US, the pioneer country of soft drink/beverage the increase of consumption by 135% within the last 30 years has been recorded. This has an impact on the increase and higher prevalence of impaired glucose tolerance (IGT) in that country. According to many references and literatures, sugar sweetened soft drinks/beverages use a high amount of fructose (high fructose corn syrup, HFCS). The frequency of high fructose consumption can be measured with index fructose that is the index which is taken from the increasing level of serum uric acid, serum triglycerides, LDL and the decreasing level of HDL cholesterol serum.
Method: The study design is prevalence longitudinal. A preliminary study was conducted to see the validity of the index fructose as an estimation of high fructose consumption frequency and fructose serum levels. Sample size of 40 subjects was selected randomly for the preliminary study. After that a statistical analysis logistic regression was used to determine the influence of high fructose consumption towards the prevalence of IGT at young age in the national community, using national health research (Riskesdas 2007) data.
Aim: To determine the influence of high fructose consumption focused on sugar sweetened soft drinks/beverages towards the prevalence of IGT in young age after controlling confounding factors and to determine the magnitude of contribution that consumption has on the IGT in young age. Also to know the prevalence of IGT and the prevalence of high fructose consumption in young age group in Indonesian urban areas.
Result: The preliminary study shows that fructose index in estimating the frequency of high fructose consumption focused on sugar sweetened soft drinks/beverages has sensitivity and specificity of 90% and 90% respectively, with 90% accuracy test. Year 2007, prevalence IGT in young age group in Indonesia was 5.7% and the prevalence of high fructose consumption was 20.5%. After controlling for confounding factors, young age group which consumes high fructose have a risk of 1.24 (p = 0.000) higher to suffer from IGT. If the consumption of high fructose is controlled, then the risk of IGT at young age groups will be reduced by 24.5%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D1400
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Inge Salyaharini
"Status pekerjaan dapat menentukan tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan terlihat dari kualitas hidup dan keadaan ekonomi seseorang. Kesejahteraan merupakan salah satu faktor penentu kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan bisa terwujud dari kesejahteraan yang didapatkan dan finansial yang dimiliki. Oleh karena itu seseorang harus bekerja untuk memenuhi kesejahteraan hidup agar dapat bahagia.Penelitian ini akan melihat perbedaan skor kebahagian antarakaryawan kontrak dan karyawan tetap pada usia dewasa muda.Penelitian ini menggunakandesain dantipe penelitian komparatif yang dilakukan pada 84 karyawan (41 karyawan tetap dan 43 karyawan kontrak) mengunakan teknik sampling accidental sampling. Menggunakan alat ukurOxford Happiness Questionnaire (OHQ) untuk mengukur kebahagiaan dengan jumlah 29 item yang bersifat unidimensional. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan skor kebahagiaan yang signifikan antara karyawan tetap dan karyawan kontrak (t (84) = 0.381,p= 0.705). Hasil penelitian ini memeperlukan penelitian dan diskusi lebih lanjut untuk dapat mendapatkan hasil yang maksimal.

Job status can determine the level of well-being. Welfare can be seen from the quality of life and the economic situation of a person. Welfare is one of the determinants of one's happiness. Happiness can be realized from the welfare obtained and financially owned. Therefore someone must work to fulfill the welfare of life in order to be happy. This study will see differences in happiness scores between contract employees and permanent employees at young adulthood. This study uses a comparative research design and type conducted on 84 employees (41 permanent employees and 43 contract employees) using accidental sampling sampling technique. Using the Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) measure to measure happiness with 29 unidimensional items. The results showed that there were no significant differences in happiness scores between permanent employees and contract employees (t (84) = 0.381, p = 0.705). The results of this study require further research and discussion to get maximum results.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>