Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwiki Hendraputra
"ABSTRAK
Pernikahan antarbudaya di Indonesia dinilai sebagai pernikahan yang cukup rentan konflik karena adanya perbedaan pandangan dan kebiasaan diantara individu yang menjalaninya. Perbedaan pandangan tersebut membuat tekanan dalam pernikahan yang dapat menurunkan kepuasan pernikahan. Tekanan pada pernikahan beda budaya tersebut dapat ditangani dengan melakukan pengorbanan terutama dengan approach motive. Approach motive dikaitkan dengan peningkatan kepuasan hubungan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Sebanyak 45 pasang suami dan istri yang menikah beda suku selama minimal satu tahun berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi kuesioner luring mengenai motif berkorban dan kepuasan pernikahan. Melalui model APIM, hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan approach motive yang tinggi memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi pula (p suami .210, p istri >.001), namun tidak ditemukan adanya pengaruh dari pasangannya.

ABSTRACT
Intercultural marriage in Indonesia is considered a marriage that is quite vulnerable to conflict because of differences in views and habits among individuals who live it. These different views make pressure in marriage that can reduce marital satisfaction. Conflicts and problems on intercultural marriage can be handled by making sacrifices, especially with approach motive. Approach motive is associated with increasing relationship satisfaction everyday and from time to time. 45 intercultural married couples from different ethnicities that have been married for at least one year participated in the study by filling in an offline questionnaire regarding the motives for sacrifice and marital satisfaction. Through the APIM model, the results showed that individuals with high approach motives had high marital satisfaction (p husband .210, wife >.001), but there was no significant effect found from their partners."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaquilla Adynta Maulana
"Perkawinan beda budaya merupakan perkawinan yang cenderung menguntungkan,
karena perbedaan antara suami dan istri dapat menumbuhkan komitmen, penerimaan,
dan mutual understanding yang kemudian dapat menghasilkan kepuasan perkawinan.
Namun, wabah virus COVID-19 menghadirkan ancaman terhadap kepuasan
perkawinan. Situasi pandemik yang menakutkan dan tidak menentu mungkin
menimbulkan konflik dalam perkawinan, yang dapat diatasi jika pasangan memiliki trait
kepribadian agreeableness. Selain itu, motif berkorban mendekat juga ditemukan
berdampak positif bagi kepuasan perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
peran dari agreeableness dan motif berkorban mendekat terhadap kepuasan perkawinan
beda budaya di masa pandemik. Penelitian ini dilakukan terhadap 151 partisipan perkawinan beda budaya. Agreeableness diukur menggunakan instrumen Big Five Inventory-10 (BFI-10; Rammstedt & John, 2007), motif berkorban mendekat diukur menggunakan Motives of Sacrifice (MoS; Impett, Gable, & Peplau, 2005), dan kepuasan perkawinan diukur menggunakan Couple Satisfaction Index (CSI; Funk & Rogge, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa agreeableness dan motif berkorban mendekat secara simultan memprediksi kepuasan perkawinan dengan hubungan linear yang positif dan signifikan, namun kontribusi motif berkorban mendekat lebih besar daripada kontribusi agreeableness

Cross-cultur marriage is a marriage that tend to be profitable, because the cultural
difference between husband and wife can foster commitment, acceptance, and mutual
understanding which in turn can result in marital satisfaction. However, the COVID-19
virus outbreak presents a threat to marital satisfaction. The current pandemic situation
that is frightening and uncertain may lead to conflict in the marriage, which can be
resolved if the couple shows agreeableness personality trait. In addition, the approach
motives of sacrifice has also shown positive impacts on marital satisfaction. This study
aims to see the role of agreeableness and approach motives of sacrifice on marital
satisfaction of cross-cultural couples during the pandemic. This study was conducted on
151 participants of cross-cultural marriage. Agreeableness was measured using the Big
Five Inventory-10 (BFI-10; Rammstedt & John, 2007), approach motives of sacrifice
was measured using Motives of Sacrifice (MoS; Impett, Gable, & Peplau, 2005), and
marital satisfaction was measured using the Couple Satisfaction Index. (CSI; Funk &
Rogge, 2007). The results showed that agreeableness and approach motives of sacrifice
simultaneously predicted marital satisfaction with a positive and significant linear
correlation, however, the contribution of approach motives of sacrifice is bigger than the
contribution of agreeableness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natazsa Octria Putri
"ABSTRAK
Pasangan yang menikah antarbudaya kerap mengalami perselisihan yang menimbulkan stres internal minor dalam hubungan. Pada hubungan pernikahan, pengaruh negatif stres internal minor terhadap kepuasan pernikahan tidak hanya memengaruhi individu, namun juga pasangannya. Data diambil dari 45 pasang suami istri yang menikah antarbudaya, berasal dari daerah Jabodetabek, Bandung, dan Pekanbaru. Analisis data dilakukan menggunakanActor-Partner Interdependence Model pada aplikasi APIM_SEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres internal minor individu memengaruhi kepuasan pernikahan individu secara negatif (p istri = 011, p suami = 018), namun tidak memengaruhi kepuasan pernikahan pasangan.

ABSTRACT
Intercultural couples face cultural conflicts inside their marriage, resulting in internal minor stress. Stress as dyadic phenomenon-commonly found in marriage-affects both individuals inside their relationship. As a result, couples experience low levels of marital satisfaction. 45 intercultural couples from Jabodetabek, Bandung, and Pekanbaru completed this study. The highlight of this study was the use Actor-Partner Interdependence Model in data analysis, using the APIM_SEM app. The result from this study implied that internal minor stress affected marital satisfaction in an individual level (p = .011 for wives, p = .018 for husbands). No significant effects were found in partner-effect.
"
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Nazhira
"Pasangan yang menikah antarbudaya rentan untuk mengalami konflik yang berasal dari perbedaan budaya. Konflik yang sering dan berkepanjangan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya penurunan tingkat kepuasan pernikahan. Common dyadic coping adalah upaya pasangan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama. Sebanyak 45 pasang suami dan istri (M usia pernikahan=19,44, SD=8,69) yang berasal dari suku yang berbeda dan berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Pekanbaru diminta untuk menjawab item dari Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). Penelitian menggunakan Actor-Partner Interdependence Model dan data yang diperoleh dianalisis menggunakan APIM_SEM. Hasil penelitian membuktikan bahwa skor Common Dyadic Coping memiliki interdependensi dengan skor Common Dyadic Coping pasangannya. Common Dyadic Coping yang dilaporkan oleh individu memengaruhi kepuasan pernikahan individu secara positif (p istri<0,001, p suami=0,025) namun tidak memengaruhi kepuasan pernikahan pasangannya
Couples that marry interculturally are prone to have conflicts that stemmed from their cultural differences. Frequent and long-lasting conflict may cause various negative effects, such as decreasing marital satisfaction. Common Dyadic Coping is a joint effort to solve their problems together. Forty-five pairs of husband and wife (M marriage duration=19,44, SD=8,69) that come from different ethnic groups and currently lives in Jabodetabek, Bandung, and Pekanbaru were asked to answer a series of items from Dyadic Coping Inventory (DCI) and Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). This study uses Actor-Partner Interdependence Model and the data that was collected is analyzed using APIM_SEM. The results shows that individual’s report of Common Dyadic Coping has interdependency with their partner’s Common Dyadic Coping. One’s report of Common Dyadic Coping has a positive effect on their own marital satisfaction (p wives<0,001, p husbands=0,025), but had no effect on their partner’s marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Salsabila
"Pada tahap emerging adulthood, ditandakan sebagai masa instabilitas yang membuat individu kerap berganti pasangan. Padahal, hubungan yang memuaskan dapat membantu individu dalam pengembangan identitas dan tujuan serta meningkatkan kesejahteraan diri. Diketahui beberapa faktor berperan dalam kepuasan hubungan adalah motif berkorban dan rasa syukur. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara motif berkorban dan rasa syukur terhadap kepuasan hubungan berpacaran pada emerging adulthood. Alat ukur yang digunakan Investment Model Scale (IMS) untuk mengukur kepuasan hubungan, Motives of Sacrifices (MoS) untuk mengukur motif berkorban, dan The Gratitude Questionnaire-6 (GQ-6 untuk mengukur rasa syukur. 2.839 partisipan merupakan individu berusia 18-29 tahun dan sedang berpacaran dengan lawan jenis. Hasil analisis dengan korelasi Pearson memberi hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara motif berkorban mendekat (r = .297, p < .001, one-tail) dan rasa syukur terhadap kepuasan hubungan (r = .206, p < .001, one-tail). Hasil juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara motif berkorban menjauh terhadap kepuasan hubungan (r = -.095, p < .001, one-tail). Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, dalam berpacaran di usia emerging adulhood dengan memiliki motif berkorban mendekat dan rasa syukur dapat berguna untuk meningkatkan kepuasan hubungan.

The emerging adulthood period is known as a stage of instability that causes individuals to change relationships frequently. Indeed, relationship satisfaction may help individuals develop their identity and goals while also increasing their well-being. Namely, the motives of sacrifice and gratitude have an impact on this. The purpose of this study is to investigate the relationship between the motives of sacrifice and gratitude towards dating relationship satisfaction in emerging adulthood. The measuring instruments used in this study are Investment Model Scale (IMS) to measure relationship satisfaction, Motives of Sacrifices to measure the motives of sacrifices, and The Gratitude Questionnaire-6 (GQ-6) to measure gratitude. 2,839 participants are 18-29 years old and dating the opposite sex. The results of this study, using Pearson correlation analysis, show that there is a significant positive relationship between the approach motive of sacrifice (r =.297, p.001, one-tail) and gratitude (r =.206, p.001, one-tail)  to relationship satisfaction. The results also reveal a significant negative relationship between the avoidance motives of sacrifice to relationship satisfaction (r = -.095, p.001, one-tail). This study found that while dating at the age of emerging adulthood, having approach motives of sacrifices and gratitude can be beneficial for increasing relationship satisfaction. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Safira
"Landasan seseorang dalam melakukan pengorbanan menjadi salah satu faktor yang menarik untuk diteliti pada emerging adulthood yang berpacaran, karena ketika berpacaran, seseorang cenderung melakukan pengorbanan untuk pasangan dan hubungan tersebut, agar hubungan dengan pasangannya menjadi puas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara motif berkorban dan kepuasan hubungan pada emerging adulthood. Data yang didapat dari 2.839 individu emerging adulthood berusia 18 - 29 (M=23.19 tahun, SD=2.68) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motif berkorban mendekat (r = .297, p < .001, one tail) maupun motif menjauh (r = -.095, p <.001, one tail) dengan kepuasan hubungan. Hasil ini berarti emerging adulthood yang melakukan pengorbanan dengan motif berkorban mendekat cenderung lebih puas dengan hubungannya dan emerging adulthood yang melakukan pengorbanan dengan motif berkorban menjauh cenderung kurang puas dengan hubungannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu individu pada tahap emerging adulthood yang sedang berada dalam hubungan romantis untuk memiliki kepuasan hubungan yang tinggi.

The underlying basis for a person to make sacrifices is one of the interesting factors to study in dating emerging adulthood. When dating, a person tends to make sacrifices for their partner and relationship in hope that it will increase the relationship satisfaction. This study aimed to determine whether there is a relationship between the motive for sacrifice and relationship satisfaction in emerging adulthood. Data obtained from 2,839 emerging adulthood individuals aged 18 - 29 (M = 23.19 years, SD = 2.68) showed that there was a significant relationship between the approach motives (r = .297, p < .001, one tail) and avoidance motives ( r = -.095, p < .001, one tail) with relationship satisfaction. This result means that emerging adults who make sacrifices with the approach motives are likely to be more satisfied with their relationship, and emerging adults who make sacrifices with the avoidance motives are less likely to be satisfied with their relationship. The results of this study are expected to help individuals at the stage of emerging adulthood who are in romantic relationships to have high relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Safira
"Landasan seseorang dalam melakukan pengorbanan menjadi salah satu faktor yang menarik untuk diteliti pada emerging adulthood yang berpacaran, karena ketika berpacaran, seseorang  cenderung melakukan pengorbanan untuk pasangan dan hubungan tersebut, agar hubungan dengan pasangannya menjadi puas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara motif berkorban dan kepuasan hubungan pada emerging adulthood. Data yang didapat dari  2.839 individu emerging adulthood berusia 18-29 (M=23.19 tahun, SD=2.68) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motif berkorban mendekat (r = .297, p < .001, one tail) maupun motif menjauh (r = -.095, p <.001, one tail) dengan kepuasan hubungan. Hasil ini berarti emerging adulthood yang melakukan pengorbanan dengan motif berkorban mendekat cenderung lebih puas dengan hubungannya dan emerging adulthood yang melakukan pengorbanan dengan motif berkorban menjauh cenderung kurang puas dengan hubungannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu individu pada tahap emerging adulthood yang sedang berada dalam hubungan romantis untuk memiliki kepuasan hubungan yang tinggi. 

The underlying basis for a person to make sacrifices is one of the interesting factors to study in dating emerging adulthood. When dating, a person tends to make sacrifices for their partner and relationship in hope that it will increase the relationship satisfaction. This study aimed to determine whether there is a relationship between the motive for sacrifice and relationship satisfaction in emerging adulthood. Data obtained from 2,839 emerging adulthood individuals aged 18-29 (M = 23.19 years, SD = 2.68) showed that there was a significant relationship between the approach motives (r = .297, p < .001, one tail) and avoidance motives ( r = -.095, p < .001, one tail) with relationship satisfaction. This result means that emerging adults who make sacrifices with the approach motives are likely to be more satisfied with their relationship, and emerging adults who make sacrifices with the avoidance motives are less likely to be satisfied with their relationship. The results of this study are expected to help individuals at the stage of emerging adulthood who are in romantic relationships to have high relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Saladina Wijaya
"Usia dewasa madya identik dengan banyaknya variasi peran yang dapat mempengaruhi kepuasan hubungan pernikahan. Berbagai upaya dilakukan oleh individu usia dewasa madya untuk dapat mencapai kepuasan hubungan, salah satunya adalah melalui berkorban. Pengorbanan yang dilakukan individu pun didasari oleh dua motif, yaitu motif berkorban mendekat dan menjauh. Penelitian ini dirancang untuk melihat hubungan antara motif berkorban dan kepuasan hubungan dengan empati sebagai variabel moderator pada dewasa madya berusia 40 - 65 tahun yang telah menikah, bekerja, memiliki anak, dan memiliki orang tua atau mertua yang masih menjadi tanggungan. Sebanyak 151 responden menjawab alat ukur pada penelitian. Sebanyak 99 data yang meliputi 70 responden perempuan dan 29 responden laki-laki diolah pada penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara motif berkorban mendekat (r = 0.300, p < 0.05) dan menjauh (r = 0.194, p < 0.05) dengan kepuasan hubungan. Namun, empati tidak menjadi moderator antara hubungan motif berkorban mendekat (p > 0.05) dan menjauh (p > 0.05) dengan kepuasan hubungan. Individu yang memiliki motif berkorban mendekat dan menjauh yang tinggi cenderung memiliki kepuasan hubungan yang tinggi pula, terlepas dari empati yang dimiliki. Penelitian ini dapat berkontribusi untuk memberikan pengetahuan mengenai motif berkorban, empati, dan kepuasan hubungan, terutama pada dewasa madya yang sudah menikah.

Middle adulthood age is identical with a lot of role varieties that possibly affect marital relationship satisfaction. Many attempts are made by the middle aged in order to achieve relationship satisfaction, one of them is through sacrificing. The sacrifices made by individuals are based on two motives, which are approach motive and avoidance motive. This study is designed to find out the relationship between motives of sacrifice and relationship satisfaction with empathy as the moderator variable in middle adulthood ages 40 - 65 years who are married, working, have children, and have parents or in-laws who are still dependents. A total of 151 participants answered the measuring instruments in this study. A total of 99 data consists of 70 women respondents and 29 male respondents are processed in this study. The result of this study indicates that there is a positive relationship between approach (r = 0.300, p < 0.05) and avoidance motives (r = 0.194, p < 0.05) with relationship satisfaction. However, empathy was not a moderating variable between approach (p > 0.05) and avoidance motives (p > 0.05) with relationship satisfaction. Individuals who have high approach and avoidance motives of sacrifice also tend to have a high relationship satisfaction, regardless of their empathy. This research can contribute in providing knowledge about motives for sacrifice, empathy, and relationship satisfaction, especially among married middle adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Elza Trianda
"Pernikahan merupakan sebuah proses memiliki beberapa tahapan inti yang salah satunya adalah mid-IW marriage yang juga disebut sebagai periode empty-nest karena pada saat ini anak yang melalui masa remaja akan mcninggalkan rumah. Pada tahapan ini umurnnya suami dan istri sedang berada pada masa dewasa madya (40 - 65 tahun; Papalia, 2001). Menumt Preto (dalam Bird & Melville, 2004), tahapan mid- IW marriage memiliki potensi besar untuk mengaiami stres. Hal ini tezjadi karcna adanya krisis psikologis dan biologis pada suami maupun istri berdasarkan tugas perkembangannya Bila stresor yang tezjadi tidak diselesaikan dengan cara komunikasi dan kcrjasama yang baik antara suami dan isiri, maka akan berakibat pada kepuasan pemikahan. Sementara, kepuasan pemikahan sendiri merupakan falctor yang sangat penting yang dapat mcmpengaruhi kepuasan hidup yang diukur secara subyektif oleh masing-masing individu. Dengan tingkat kepuasan pernikahan yang baik, maka akan membantu individu untuk meningkatkan kesehatan mental individu dalam pcmikahan dan dalam kehidupan tua kelak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan gambamn mengenai kepuasan pemikahan pada pasangan mid-IW marriage. Pendekatan penelitian ini adalah pcndekatan kuantitatif dengan 62 partisipan, dengan menggunakan Icuesioner Marita! Satisfaction Questionnaire jbr Older Persons (MSQFOP). Selain itu penclitian juga menggmmakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara lebih mendalam kepuasan pernikahan pada satu pasangan mid-1% marriage.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rata-rata pasangan mid-IW marriage memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang memuaskan. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signilikan pada kepuasan pernikahan suami maupun istri. Pcnclitian kualitatif menunjukkan perbedaan pandangan pada suami dan isui yang mempengaruhi kepuasan pemikahan. Perbedaan ini akhimya menyebabkan suami dan istri menyatakan kepuasan pemikahannya secam nonnatif, terutama karena adanya masalah yang texjadi pada komunikasi dan kesehatan dari suami dan istri yang menunjukkan kurangnya kepuasan pada aspek tersebut. Data tambahan menunjukkan bahwa rata-lata suami menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri. Sclain itu, tjngkat pendidikan, pekenjaan, penghasilan, usia, dan jumlah anak tidak mempengaruhi kepuasan pemikahan. Namun Iama pcmikahan mempakan faktor yang mcmpcngaruhi kepuasan pemikahan.

Marriage, as a process, has its several core stages, in which one of them, is mid-life marriage, which also called empty-nest period since in this stage, the rnaturely growing child will leave home, Generally at this stage, the husband and wife are currently in a middle age adult (40 - 65 year old, Papalia, 2001). According to Preto, (Bird & Melville, 2004), the rnid-life marriage stage has a big potential to endure stress. It happen because there is a psychological and physical crisis on husband and wife based on their developmental tasks. Ifthe occurred stressor does not resolved in a well and good communication and cooperation between husband and wife, it will effect on marriage satisfaction. In addition, the marital satisfaction itself is a very important factor that could aifect the satisfaction in life measured subjectively by each individual. With a high level of marital satisfaction, it will aid individuals in improving its mental health in marriage and fixture life soon.
The main object of this research is to lcnow and leam as well as to gain an image of how marital satisfaction is suppose to be in mid-life marriage spouses. The research approach is a quantitative with 62 participants, using Marital Satisfaction Questionnaire for Older Persons (MSQFOP) questionnaire. Aside &om that this research is using qualitative approach as well to dig deeper the marital satisfaction in a mid-life marriage couple.
Result of the research showed that most of mid-life marriage couples has a good level of marital satisfaction. In addition, there was not any significant difference in the husbands or wife's marital satisfaction. Qualitative research showed that different views in them are affecting the marital satisfaction. This different views iinally made them stated their level of marital satisfation normatively. Additional data shown that generally, most of husbands showed higher level on marital satisfaction than wives. In addition, educational level, job, income, age and amount of children did not aifect their marital satisfaction, but the period of marriage itself is thc one that aifecting marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34154
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kawulusan, Geraldus Tirta Pratama
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh berdoa terhadap motif berkorban dalam hubungan dimoderasi oleh authenticity pada 21 individu dengan orientasi homoseksual. Pengukuran pada penelitian ini dilakukan dengan durasi berdoa selama tujuh hari, alat ukur motives of sacrifice oleh Impett, Gable, Peplau 2005 , dan alat ukur authenticity yang digunakan oleh Impett dkk. 2013.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdoa tidak mempengaruhi kedua motives of sacrifice, authenticity tidak mempengaruhi motives of sacrifice dan authenticity tidak memperkuat ataupun memperlemah pengaruh antara berdoa dan motives of sacrifice pada individu dengan orientasi homoseksual.

This study was conducted to see the Effects of Prayer on Motives of Sacrifice Moderated by Authenticity Among 21 Homosexuals. Measurements of variable were performed using the length of participant rsquo s prayer during seven days of experiments, motives of sacrifice inventory used by Impett, Gable, and Peplau 2005, and one item authenticity used by Impett dkk. 2013.
The results show that prayer does not have an effect on both motives of sacrifice, authenticity does not have an effect on motives of sacrifice, and authenticity does not strengthen nor weaken the effect of prayer on motives of sacrifice among homosexuals.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>