Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57722 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Putri Robbani
"

Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji peranan sebuah komponen pembentuk atmosfir bernama quasi-material. Quasi-material merupakan sebuah komponen yang umumnya disebut sebagai benda semu karena kehadirannya sering tidak disadari oleh pengunjung interior. Meskipun demikian, keberadaan quasi-material tetap memiliki peran dalam penciptaan atmosfir serta tetap menjalani interaksi dengan komponen-komponen lain di dalam interior juga pengunjung interior meskipun sering kali pengunjung interior tidak menggubrisnya secara langsung. Metode yang akan digunakan pada skripsi ini adalah dengan mengkaji teori pembentukan atmosfir serta definisi quasi-material itu sendiri. Setelah itu, hasil pengkajian teori-teori tersebut akan menjadi dasar analisis bagi dua studi kasus interior yang memiliki quasi-material yang berinteraksi dengan pengunjung interiornya. Setelah melakukan studi kasus, akan ditarik kesimpulan berupa bagaimana quasi-material bekerja dalam pembentukan atmosfir serta bagaimana quasi-material berinteraksi dengan komponen interior lainnya dalam proses pembentukan atmosfir.


This thesis aims to examine the role of an atmospheric component called quasi-material. Quasi-material is a component that is generally referred to as a pseudo-object because its presence is often not noticed by interior visitors. Nevertheless, the existence of quasi-material still has a role in creating the atmosphere and still undergoing interaction with other components in the interior as well as interior visitors, although often interior visitors do not pay attention directly. The method that will be used in this paper is to examine the theory of atmospheric formation and the definition of quasi-material itself. After that, the results of the study of these theories will be the basis of analysis for two quasi-material interior case studies that interact with visitors to the interior. After conducting a case study, conclusions will be drawn on how quasi-material works in the formation of the atmosphere and how quasi-material interacts with other interior components in the process of forming the atmosphere.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Olivia Pamela Madeleine; Lotka, Alfred J.
"Pemanasan global merupakan peristiwa peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer yang dapat menyebabkan perubahan iklim sehingga meningkatkan suhu permukaan bumi dan kenaikan permukaan laut. CO2 merupakan gas rumah kaca yang paling berlimpah di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Salah satu upaya mitigasi CO2 adalah konversi CO2. Zeolit dengan struktur MFI merupakan katalis asam yang sering digunakan sebagai katalis pada reaksi konversi CO2 menjadi CH4. Salah satu zeolit dengan kerangka MFI adalah zeolit silicalite-1. Senyawa zeolit silicalite-1 merupakan kristal silikat bebas aluminium. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis zeolit silicalite-1 mikropori dari material sintetik dan mineral alam dengan sumber kaolin bangka yang dimpregnasi menggunakan logam Ni dan bimetal NiZn. Karakterisasi dilakukan pada material awal dan terimpregnasi dengan XRD, FTIR, SEM-EDS, SAA-BET, dan XPS. Selanjutnya, Ni/silicalite-1 dan NiZn/silicalite-1 digunakan sebagai katalis pada konversi CO2 menjadi CH4. Reaksi dilakukan dengan memvariasikan massa katalis, waktu alir gas, suhu dan persen loading logam. Hasil karakterisasi menggunakan XRD menunjukkan puncak pada 8-10o dan 22-25o yang mengindikasikan terbentuknya kristal silicalite-1. Karakterisasi menggunakan SEM menunjukkan bentuk khas silicalite-1 yaitu coffin-like shaped yang terdapat pada semua jenis spesi katalis yang digunakan. Berdasarkan hasil XPS, senyawa Ni/silicalite-1 dan NiZn/silicalite-1 mengandung spesi Ni(0) dan NiO. Hasil uji aplikasi menunjukkan konversi dan %yield CH4 terbesar terdapat pada 20%-Ni/silicalite-1 sintetik yang masing-masing bernilai 60,08% dan 17,45%.
Global warming is an increase of greenhouse gas in the atmosphere that can cause climate change, thereby increasing the surface temperature of the earth and rising sea levels. CO2 is one of the most abundant greenhouse gas in the atmosphere which causes the greenhouse effect. Currently, efforts to reduce CO2 are carried out in three ways, namely controlling CO2 gas emissions itself, storing CO2 gas and CO2 conversion. Zeolite with MFI structure is one catalyst that is often used as a catalyst in the conversion of CO2 to CH4. One of that zeolite with MFI framework is silicalite-1 zeolite. The silicalite-1 zeolite compound is an aluminum free silicate crystal. In this research, microporous silicalite-1 zeolite are synthesized from synthetic materials and natural minerals with the source of kaolin bangka impregnated with Ni metals and NiZn bimetallic. Characterization was performed on the initial material and the impregnated with XRD, FTIR, SEM-EDS, SAA-BET, and XPS. Furthermore, Ni/silicalite-1 and NiZn /silicalite-1 are used as catalysts in the conversion of CO2 to CH4. The reaction is carried out by varying the catalyst mass, gas flow time, temperature and metal loading percent. Catalysts with Ni metals are preferred because it has higher selectivity to CH4 , easy to obtain, and not expensive. The use of NiZn bimetal impregnation was carried out to determine the effect of transition metals on the conversion of CO2 to CH4. The highest conversion is shown by synthetic 20%-Ni/silicalite-1 with %conversion and %yield CH4 at 60,08% and 17,45%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gribbin, John
London: Bantam Press, 1990
551.6 GRI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfah
"Keberadaan C02 pada gas alam dapat mencapai 30-80%. C02 ini dapat menurunkan kualitas gas alam serta dapat merusak material perpipaan maupun alat proses karena sifatnya yang asam. Selama ini, cara konvensional menyerap CO2 adalah dengan menggunakan kolom absorber-regenerator. Namun, penggunaan membran serat berlubang sebagai kontaktor gas-cair pada proses penyerapan CO2 dengan menggunakan air semakin berkembang dan diarahkan untuk menggantikan kontaktor gas-cair konvensional. Penggunaan kontaktor membran ini dapat mengeliminasi kekurangan-kekurangan yang ada pada kontaktor gas-cair konvensional seperti flooding danjuga memiliki luas permukaan perpindahan massa yang jauh lebih besar dengan ukuran yang kompak. Untuk dapat diaplikasikan pada skala industri menggantikan kontaktor konvensional, terlebih dahulu aspek hidrodinamika dan perpindahan massa kontaktor membran serat berlubang ini harus dievaluasi. Selain itu, dilakukan juga studi pengaruh jumlah serat terhadap perpindahan massa dan hidrodinamika. Proses penelitian dilakukan dengan mengontakkan CO2 dengan air melalui kontaktor membran serat berlubang dengan variasi jumlah serat dan laju alir air. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran pH dan temperatur air setiap 30 detik selama 5 menit dan pengukuran perbedaan tekanan ahran air yang masuk dan keluar modul untuk tiap laju alir air. Dan hasil penelitian, didapat bahwa pada proses absorbsi CO2 ke dalam air menggunakan kontaktor membran serat berongga, perpindahan massa yang terjadi cukup baik, dinyatakan dengan fluks perpindahan CO2 ke dalam air yang dapat mencapai hingga sekitar 130 gram CO2 setiap meter persegi luas membran selama 1 jam. Koefisien perpindahan massa dan proses ini dapat mencapai 3 x 10 -3 crn/s. Selain itu, semakin banyak jumlah serat dalam dimensi selongsong modul yang sama, maka koefisien perpindahan massa yang terjadi semakin kecil, sedangkan untuk modul yang sama, semakin besar laju alir air, koefisien perpindahan massa yang terjadi semakin meningkat. Sementara itu, dalam uji hidrodinamika didapat kesimpulan bahwa dengan meningkatnya jumlah serat dan kecepatan aliran, penurunan tekanan yang terjadi semakin besar. Namun, faktor friksi semakin kecil seiring dengan meningkatnya jumlah serat dan kecepatan aliran."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Supriyanto Adiputro
"ABSTRAK
Lokasi pengamatan adalah ruas jalan yang terpilih, pompa bensin, terminal bis, dan taman-taman kota, serta kebun pembibitan dan percobaan Dinas Pertamanan.
Pengambilan data lapangan dengan Systematic Purposive Sampling dengan rumus (P-1) (U-1) > 15 untuk menentukan jumlah sampel. Faktor-faktor yang diperhitungkan adalah bibit tanaman, konsentrasi gas karbon dioksida, pengaturan larutan unsur Kara, faktor suhu, dan kelembaban udara. Selanjutnya sampel tanaman diidentifikasi jenisnya di laboratorium LBN Bogor. Untuk analisis data selain dilakukan secara statistik parametrik dan nonparametrik, juga dilakukan pengamatan secara visual terhadap jenis-jenis tanaman untuk menentukan indeks nilai penting.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Kelompok tanaman yang banyak dipergunakan oleh pemerintah DKI Jakarta sebagai tanaman penghijauan meliputi tanaman berkayu, tanaman perdu, tanaman hias, dan rumput-rumputan; (2) Dari keempat kategori tanaman tersebut di atas, terdapat 10 jenis yang dominan berupa tanaman berkayu keras. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman angsana (Pterocarpus indices) dan akasia (Acacia auriculiformis) merupakan jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi; (3) C02 dalam konsentrasi tertentu dibutuhkan oleh tumbuhan dalam pembentukan karbohidrat melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya dibutuhkan dalam pembentukan bagian-bagian tumbuhan lainnya antara lain dinding sel; (4) Emisi gas CO dan CO2 di beberapa wilayah DKI Jakarta masih berada di bawah ambang batas peruntukan; (5) Hasil penghitungan gas CO2 yang bervariasi antara 1005,87 ug/m3 sampai 8669,36 ug/m3, akibat pengaruh beberapa faktor, yaitu iklim, kelas stabilitas udara, dan arus kendaraan bermotor atas jumlah unit kendaraan bermotor."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Amino Aytiwan Remedika
"Perubahan iklim telah terjadi sepanjang sejarah. Di atmosfer, kadar karbon dioksida sudah sangat meningkat sejak seratus tahun terakhir. Perubahan ini berdampak pada kesehatan global melalui berbagai cara. Di dalam tubuh, meningkatnya kadar karbon dioksida juga dapat ditemukan dalam berbagai kondisi, salah satunya adalah dalam lingkungan suatu tumor. Saat hiperkapnia terjadi, hipoksia diasosiasikan untuk terjadi juga. Dalam keadaan hipoksia, hypoxia-inducible factor (HIF) diekspresikan, termasuk HIF2α. HIF2α merupakan gen yang penting dalam pertumbuhan tumor. Pada saat terdapat perubahan dalam tubuh, tubuh merespon dengan mengeluarkan respon imun sebagai perlindungan diri. Salah satu komponen dari respon imun adalah PBMC. Penelitian ini pertujuan untuk menemukan bagaimana efek dari peningkatan karbon dioksida pada ekspresi gen HIF2α dalam PBMC. PBMC diisolasi menggunakan sentrifugasi dari darah. Selanjutnya, sel dikultur dan diberi beberapa perlakuan (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, and 15% CO2 48 jam). Setelah itu, RNA diisolasi dan diukur menggunakan RT-qPCR. Data yang didapatkan lalu dianalisis. Hasil menunjukkan signifikansi pada grup 5% dan 15% CO2 24 jam, sementara pada grup 5% dan 15% CO2 48 jam hasilnya tidak signifikan. Pada perbandingan antara grup 15% CO2 24 jam dan 48 jam tidak ditemukan hasil yang signifikan pula. Sebagai kesimpulan, eksperimen menunjukkan berkurangnya ekspresi gen HIF2α dalam PBMC setelah paparan CO2 tinggi. Namun, paparan yang lebih lama menunjukkan bahwa ekspresi gen HIF2α mengalami sedikit peningkatan.

Climate change has been occuring throughout the history. In the atmosphere, the carbon dioxide level has increased to a great number since the past century. This change in climate is found to be affecting global health in various ways. In the body, increased carbon dioxide level can also be found which leads to a hypercapnic condition which is found in a wide variety of conditions including in a tumor microenvironment. As hypercapnia happens, it correlates with the occurrence of hypoxia, or reduced oxygen level. In response to hypoxic stress, hypoxia-inducible factor (HIF) is expressed, including HIF2α. HIF2α is a gene critical in tumor development. In addition, when there are harmful changes in the body, there are immune responses as a defense. The components of the immune response include the PBMCs. This research intends to find how increased carbon dioxide level can affect HIF2α expression in PBMCs. The PBMCs are isolated by centrifugation from the blood. afterwards, they are cultured and treated under different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours). After treatment, the RNA is isolated and measured using RT-qPCR. The data collected is then analysed. The 5% and 15% CO2 24 hours groups has a significant result, while the 5% and 15% CO2 48 hours groups are found to be insignificant. In addition, comparison As a conclusion, from the experiment there was a decreased HIF2α expression after increased exposure of CO2. However, longer exposure showed a slight increase in the expression."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainu Safira Corni
"[ABSTRAK
Penelitian ini mengevaluasi kinerja absorpsi gas CO2 dari campurannya dengan
CH4 melalui membran kontaktor superhidrofobik. Kinerja kontaktor membran
superhidrofobik ini ditinjau dari empat parameter utama dengan variasi laju alir
pelarut DEA (100, 300 dam 500 mL/menit) dan jumlah serat membran kontaktor
(2000 dan 8000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan laju alir pelarut
DEA meningkatkan kinerja kontaktor membran superhidrofobik, dalam hal
koefisien perpindahan massa, fluks dan efisiensi penyerapan CO2. Sedangkan
kenaikan jumlah serat membran akan menurunkan koefisien perpindahan massa
dan fluks CO2. Namun, meningkatkan efisiensi penyerapan CO2 dan acid loading.
Koefisien perpindahan massa dan fluks CO2 tertinggi yang didapatkan pada
penelitian ini berturut-turut adalah 2,31 x 10-4 cm/s dan 7,15 x 10-6 mmol/cm2s pada
laju alir DEA 500 mL/menit dan jumlah serat membran 2000. Sedangkan efisiensi
penyerapan CO2 tertinggi adalah 72% pada laju alir DEA 500 mL/menit dan jumlah
serat membran 8000.
ABSTRACT
This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.;This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.;This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000., This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fujiawati
"Karbon dioksida merupakan penyumbang terbesar dalam peningkatan efek rumah kaca, yaitu sebesar 70% dibanding metana 24% dan dinitrogen monoksida 6% . Oleh karena itu dilakukan konversi CO2 menjadi bahan kimia yang lebih bermanfaat, dengan menggunakan produk perantaranya, bikarbonat. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi fotokatoda bismuth titanat (Bi4Ti3O12) dengan AgNP untuk membantu fotoelektroreduksi bikarbonat. Bismuth titanat berhasil disintesis dengan metode hidrotermal selama 24 jam pada temperatur 200 oC, sedangkan nanopartikel Ag berhasil disintesis dengan menggunakan prekursor natrium sitrat dan asam tanat. Secara keseluruhan nilai energi celah pita BTO menurun setelah dilakukan modifikasi dengan nanopartikel perak. Dari hasil pengujian fotoelektrokimia, fotokatoda FTO/BTO, FTO/BTO/AgNP I, FTO/AgNP II, dan FTO/BTO/AgNP III menunjukkan respon arus terhadap cahaya. FTO/BTO/AgNP III memiliki nilai potensial onset yang paling baik yaitu sebesar -0,26 V vs RHE dibandingkan dengan FTO/BTO, FTO/BTO/AgNP I, dan FTO/BTO/AgNP II yang memiliki nilai potensial onset masing-masing sebesar -0,39 V; -0,38 V; dan -0,35 V vs RHE. Selain memiliki nilai potensial onset yang baik, FTO/BTO/AgNP III juga memiliki stabilitas foto arus tertinggi dalam mempertahankan foto arusnya, yaitu sebesar 81,19% dan memiliki densitas arus tertinggi pada -0,80993 V vs RHE, yaitu -9,94 mA/cm2 dibandingkan dengan FTO/BTO, FTO/BTO/AgNP I, dan FTO/BTO/AgNP II.

Carbon dioxide is the biggest contributor to increase the greenhouse effect, which is 70% compared to methane 24% and nitrous oxide 6% . Therefore, CO2 should be converted into more useful chemicals using their intermediet product, bicarbonate. In this experiment, bismuth titanate (Bi4Ti3O12) which is modified by AgNP was carried out to support the photoelectroreduction of bicarbonate. Bismuth titanate was successfully synthesized by hydrothermal method for 24 hours at a temperature of 200 oC, while Ag nanoparticles were successfully synthesized using sodium citrate and tannic acid as precursors. Overall, the band gap energy value of BTO decreased after modification with silver nanoparticles. From the results of photoelectrochemical testing, the photocathodes FTO/BTO, FTO/BTO/AgNP I, FTO/AgNP II, and FTO/BTO/AgNP III showed the current response to light. FTO/BTO/AgNP III had the best onset potential value of -0.26 V vs RHE compared to FTO/BTO, FTO/BTO/AgNP I, and FTO/BTO/AgNP II which had their respective onset potential values -0.39 V; -0.38 V; and -0.35 V vs RHE. Beside having a good onset potential, FTO/BTO/AgNP III also had the highest phtocurrent stability in maintaining its photocurrent, which is 81.19% and had the highest current density at -0.80993 V vs RHE, which is -9.94 mA/cm2 compared with FTO/BTO, FTO/BTO/AgNP I, and FTO/BTO/AgNP II."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Zahran Ilyasa
"Tingginya konsentrasi CO2 di atmosfer menyebabkan perubahan iklim dan lingkungan. Oleh karena itu, riset untuk mereduksi CO2 banyak dilakukan oleh para peneliti dengan harapan dapat mengkonversi CO2 secara langsung menjadi hidrokarbon. Pada penelitian ini dilakukan deposisi permukaan BDD dengan tembaga untuk meningkatkan sifat katalitik dari BDD sebagai elektroda kerja. Deposisi dilakukan dengan teknik kronoamperometri pada potensial -0,6 V (vs Ag/AgCl) dan dikarakterisasi menggunakan instrumentasi SEM, EDS, XPS, dan CV. Elektroda yang telah dipreparasi digunakan untuk mereduksi CO2 dengan sistem flow cell guna meningkatkan efisiensi Faraday dari produk yang dihasilkan. Sel yang digunakan terdiri atas dua kompartemen yang dipisahkan dengan membran nafion. Di ruang katoda, elektrolit yang digunakan adalah larutan KCl 0,5 M, sedangkan di anoda larutan KOH 0,5 M. Elektroreduksi CO2 menggunakan elektroda kerja berupa BDD dan Cu-BDD dilakukan dengan memberikan potensial tetap selama 60 menit. Potensial yang digunakan bervariasi pada -1,5 V, -1,7 V, dan -1,9 V (vs. Ag/AgCl). Produk hasil reduksi dianalisa menggunakan HPLC dan GC. Produk terbanyak yang dihasilkan adalah asam format dengan konsentrasi sebesar 75,375 mg/L dan efisiensi Faraday sebesar 57% pada elektroda BDD di potensial -1,9 V.

High concentrations of CO2 in the atmosphere cause climate and environmental change. Therefore, many research had been done by researchers to reduce CO2 by converting CO2 directly into hydrocarbons. In this research, CO2 electroreduction was studied using boron-doped diamond (BDD) modified with copper nanoparticles to improve the catalytic properties of BDD as a working electrode. Deposition was performed by chronoamperometry technique at a potential of -0.6 V (vs Ag / AgCl) and characterized using SEM, EDS, XPS, and CV instrumentation. The cell used consists of two compartments separated by a Nafion membrane. In the cathode chamber, the electrolyte used was 0.5 M KCl solution, while the anode used a 0.5 M KOH solution. CO2 electroreduction using a working electrode in the form of BDD and Cu-BDD was carried out by giving a fixed potential for 60 minutes. The potential used varies at -1.5 V, -1.7 V, and -1.9 V (vs. Ag/AgCl). Reduced products are analyzed using HPLC and GC. The most produced product is formic acid with a concentration of 75.375 mg/L and Faradaic efficiency is 57% on a BDD electrode in -1.9 V potential."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>