Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zhara Juliane
"Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan yang berlangsung lama, hilangnya minat pada aktivitas yang biasa dinikmati, dan disertai dengan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, setidaknya selama dua minggu. Narapidana wanita merupakan kelompok yang beresiko terhadap depresi dimana kejadian depresi pada narapidana lebih rentan dialami oleh narapidana wanita dibandingkan laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Jakarta. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross-sectionaldengan analisis multivariat regresi logistik ganda. Penelitian ini melibatkan jumlah sampel sebesar 200 narapidana yang diambil menggunakan teknik random sampling.Hasil penelitian menunjukan bahwa prevalensi kejadian depresi pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Jakarta sebesar 56,5%. Berdasarkan hasil analisis multivariat dapat diketahui faktor yang berhubungan signifikan dengan tingkat depresi adalah usia (p-value=0,012; POR=2,144; 95% CI=1,185 – 3,879) dan status residivis (p-value=0,043; POR=3,926; 95% CI=1,047 –14,729) dimana faktor yang berpengaruh paling besar terhadap kejadian depresi adalah status residivis. Perlu adanya perhatian dari pemerintah terhadap kesehatan jiwa narapidana dengan melakukan berbagai program dan pelayanan kesehatan jiwa seperti skrining regular dan program rehabilitasi.

Depression is a common mental disorder, characterized by persistent sadness and a loss of interest in activities that you normally enjoy, accompanied by an inability to carry out daily activities, for at least two weeks. Female prisoners represent groups at risk of depression where depression in prisoners is more vulnerable to female prisoners than men. This study aims to determine the factors associated with depression among prisoners in Women’s Class II A Prison Jakarta. The study design used was cross-sectional with multivariate analysis, multiple logistic regression. The number of research samples is 200 prisoners taken using random sampling techniques. The results showed that the prevalence of depression among prisoners in Women’s Class II A Prison Jakarta is 56,5%. Based on the results of the multivariate analysis, it can be seen that factors related significantly to depression are age (p-value = 0.012; POR = 2.144; 95% CI = 1.185 - 3.879) and recidivism status (p-value = 0.043; POR = 3.926; 95% CI = 1,047 –14,729) which the most influential factor on the incidence of depression is recidivism status. Government attention needs to be given to the mental health of prisoners by conducting various mental health programs and services such as regular screening and rehabilitation programs."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Lestari Cahyaningati
"Penelitian ini memaparkan tentang faktor predisposisi (karakteristik, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (keaktifan responden dalam bimbingan kegiatan) dan faktor penguat (dorongan responden berperilaku seksual) yang mempengaruhi perilaku seksual warga binaan pemasyarakatan selama berada di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketiga faktor tersebut dengan perilaku seksual berisiko pada warga binaan pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan gabungan metode kuantitatif dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) dan kualitatif dengan tehnik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan faktor predisposisi yaitu karakteristik (orientasi seksual) dan sikap permisif terhadap jenis-jenis perilaku seksual serta faktor penguat yaitu dorongan dalam berperilaku seksual dengan perilaku seksual berisiko pada warga binaan pemasyarakatan selama di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, tahun 2012. Untuk menangani hal tersebut, diperlukan keterlibatan pihak Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, Kantor Wilayah DKI Jakarta Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Hukum dan HAM serta pihak-pihak terkait. Adanya kebijakan yang memperhatikan hak-hak seksual warga binaan pemasyarakatan diharapkan dapat menurunkan jumlah perilaku seksual berisiko warga binaan pemasyarakatan selama berada di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur.

This research describes about the factors predisposing (characteristics, knowledge, attitudes), enabling factors (respondents participating in mentoring activities) and reinforcing factors (encouragement or reason respondents sexual behavior) that influence sexual behavior prisoners while in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur. This study aimed to determine the relationship between these three factors with risky sexual behavior in female prisoners in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur in 2012. This study uses a combination of quantitative methods with cross-sectional research design and qualitative in-depth interview techniques.
The results showed an association that is characteristic of predisposing factors (sexual orientation) and permissive attitude toward sexual behavior types and reinforcing factors that encourage or excuse in sexual behavior with sexual risk behavior of women prisoners in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, in 2012. For handling these, required the involvement of the Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, Kantor Wilayah DKI Jakarta Kementrian Hukum dan HAM, and Kementrian Hukum dan HAM itself and related parties. Policy attention to sexual rights prisoners expected to reduce the number of risky sexual behavior prisoners while in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Ridwansah
"Beragamnya latar belakang kehidupan narapidana, baik itu latar belakang kasus, suku/etnis, agama dan lainnya merupakan faktor nyata dari keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai minatur masyarakat. Disana juga terdapat berbagai kebutuhan dan kepentingan narapidana dalam rangka mempertahankan hidupnya selama dalam lapas. Dalam rangka hal tersebut narapidana akan menjaga hubungannya dengan petugas dan aturan yang berlaku dalam lapas sehingga baik petugas maupun aturan mampu mengakomodir ataz dilemahkan oleh kepentingan narapidana, termasuk kepentingan menambah fasilitas kamar hunian sesuai keinginan narapidana. Akibat adanya penambahan fasilitas-fasilitas pada kamar hunian pada narapidana tertentu akan berakibat adanya kecemburuan sosial di kalangan narapidana, pemborosan anggaran karena umumnya penambahan fasilitas berupa alat-alat elektronik yang menggunakan listrik, dan yang terpenting adalah narapidana tersebut umumnya tidak tersentuhk program pembinaan.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di Rumah Tahanan negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta seria kendala-kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan..dengan wawancara terhadap informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wiforiiai penelitian terdiri dari informan petugas dan informan. Lokasi penelitian adalah lima Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DKI Jakarta, yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, Lapas Klas IIA Salemba, Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana pada lima (5) lokasi penelitian belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap aturan yang ada yang berbeda-beda sehingga penerapannya pada masing-masing lapas/rutanpun berbeda. Kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di lapas/rutan masih mementingkan unsur keamanan dan keiertiban. Penyimpangan terhadap pemenuhan fasilitas kamar hunian narapidana adalah adanya fasilitas-fasilitas tambahan yang tidak sesuai aturan seperti TV, AC, Kompor Listrik hingga pencurian listrik untuk kepentingan fasilitas lainnya. sementara dalam rangka mensiasati kondisi kelebihan daya tampung (over kapasitas) pada masing-masing l!okasi penelitian dilakukan alih fungsi atau pemanfataan ruang yang bukan kamar hunian menjadi kamar hunian bagi narapidana. Sementara faktor kendala dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana terdiri dari empat faktor utama yaitu kendala komunikasi, kendala sumber daya, kendala sikap implementator dan kendala struktur birokrasi

Diverse backgrounds inmate's life, whether it is the case background, tribe / ethnicity, religion and the other is a real factor of the exisience of correctional institulions as minatur community.There alsa have various needs and interests of prisoners in order to survive as long in prison. In order to convict it will maintain relationships with officers and rules that apply in the prison so that both workers and able io accommodate the rulés or attenuated by the interests of prisoners, including facilities to add interest as you wish inmate occupancy rooms. Due to the exiztence of additional facilities in room occupancy on a particular inmate will result in the social jealously among the inmates, waste budget because generally in the form of additional facilities for electrical appliances that use electricity, and most importantly the inmates were mostly uniouched by development programs.
In this research, there are two research questions to be answered is how the Juifiliment of the policy room occupancy facility for inmates at the Detention Center and state correctional institutions in Jakarta and the constraints faced in julfilling the policy facilities such occupancy rooms, The method used is qualitative method of data collection techniques againts the informant interview conducted with the study using the interview guide Informants consisted of officers and informants informants. Location of the study are five Technical Executive Unit (UPT) in Jakarta, namely Class I Cipinang Prison, Jakarta Narcotic Prison Class HA, Class 14 Salemba prison, Central Jakarta Rutan Class I and Class ITA Rutan Pondok Bambu, East Jakarta.
Based on this research found that the policy of fulfiliment of room occupancy facility for inmates at five (3) the location of the research has not been performing well. This is due to differences in perception and outlook of the existing rules are different so that its application in each prison / rutanpun different. Compliance policies occupancy room facilities for inmates in the prison / detention center is still concerned with the elements of security and order. Deviation toward the Julfiilment facility inmate occupancy room is the presence of additional facilities that are not in accordance with regulations such as TV, air conditioning, Electric Stove to theft of electricity for the benefit of other facilities, while in order to anticipate the conditions of excess capacity fover capaciiy) at each study site conducted over the function or utilization of space that is not a room occupancy room occupancy for the inmates. While the constraint factor in fulfilling the policy for inmate occupancy room facilities consist of four main factors namely the communication constraints, resource constraints, barriers and constraints implementer attitudes bureaucratic structure.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zuhairi Adhyatmac
"[Kriminalitas adalah perbuatan yang melanggar peraturan. Saat ini terdapat banyak kasus kriminalitas di Jakarta. Pelaku tindak kriminal akan diadili dan dibina di lembaga pemasyarakatan (Lapas). Namun, kenyataanya, narapidana di lapas lebih rentan terkena gangguan jiwa, khususnya wanita yang memiliki sisa vonis yang masih banyak. Oleh sebab belum adanya data mengenai hubungan lama masa menjalani hukuman dengan gangguan jiwa, maka diadakan penelitian potong lintang dengan menggunakan instrumen MINI ICD 10 dan kuisioner umum pada 104 narapidana wanita yang memiliki vonis minimal 3 tahun di Rutan Kelas IIa Jakarta Timur dari bulan Agustus hingga September 2015. Data diolah dengan menggunakan software SPSS ver.23.0 for windows. Didapatkan 96 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan prevalensi gangguan jiwa 57,29% dan jenis terbanyak ialah gangguan psikotik. Setelah diuji dengan chi squre, tidak ditemukan hubungan bermakna antara lama masa menjalani hukuman dengan gangguan jiwa (p=0,420). Akan tetapi, ditemukan kecenderungan responden dengan sisa vonis lebih sedikit lebih banyak memiliki gangguan jiwa yang bertolak belakang dengan hasil penelitian di Amerika. Nilai p di penelitian ini lebih kecil dibandingkan studi systematic review Fazel S dan Seewald K tahun 2012. Disarankan untuk melanjutkan penelitian ini di rutan-rutan yang berbeda karena belum ada penelitian yang serupa di Indonesia.

Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails.;Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails.;Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails., Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails.]"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pahrudin Saputra
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul "PEMENUIIAN HAK ATAS RASA AMAN DAN BEBAS DART KETAKUTAN DALAM PELAKSANAAN ADMISI DAN ORIENTASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS IIA JAKARTA". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, bahwa tahap admisi dan orientasi narapidana merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan pembinaan narapidana sehingga diperlukan pemenuhan hak-hak asasi narapidana.
Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas HA Jakarta dengan metode penelitian kualitatif. Beranjak dari latar belakang di alas, rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Apakah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Jakarta merasa terpenuhi hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi; (2) Faktor apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak alas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi narapidana. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, metoda pengolahan data yang dilakukan mengarah pada metode deskriptif eksplanatory.
Hasil penelitian menunjukan bahwa selama dalam pelaksanaan admisi dan orientasi, hak narapidana atas rasa aman dan bebas dari ketakutan belum terpenuhi. Adapun faktor yang menghambat pemenuhan hak atas rasa aman itu adalah kondisi over crowded, emosi narapidana yang labil, tidak memadainya kualitas pengetahuan dan pemahaman petugas terhadap hak asasi manusia, punish and reward yang kurang ditegakan, dan prosedur pengaduan yang panjang.
Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi aktual pemenuhan hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan dalam pelaksanaan admisi dan orientasi narapidana maka perlu dilakukan pengurangan isi lembaga pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan tentang hak asasi manusia terhadap petugas lembaga pemasyarakatan, penerapan sanksi yang tegas dan terukur, menyederhanakan prosedur penyampaian keluhan

ABSTRACT
The title of this research is THE FULFILLMENT OF SECURE AND FREE FROM FEAR RIGHTS OF INMATES ON THE ADMISSION AND ORIENTATION STAGE IN CLASS IIA NARCOTICS CORRECTION INSTITUTION - JAKARTA". The background reason why author decide to choose this title is based on empirical and theoretical studies, that the stage of admission and orientation of inmates is a critical phase in which decides the success of inmates' treatments. In this stage, the fulfillment of human rights for inmates is a necessity.
The locus of research is taken in Class HA Narcotics Correction Institution by using qualitative research method. Based on the background above, the construction of problems which developed are: (1) Do the inmates in Class IIA Narcotics Correction Institution feel that the rights of secure and free from fear has been fulfilled in the admission and orientation stage?. (2) Define the factors that become obstacles in order to fulfill the rights of secure and free from fear on the admission and orientation stage. In case of finding the answer of those research questions, the data processing method directed to explanatory descriptive method.
The result of research shows that during the admission and orientation stage the rights of secure and free from fear of inmates have not fulfilled yet. However, some factors which become obstacles in fulfillment of the rights of secure are: over crowding condition, instability of inmates emotions, the limitation of human rights knowledge and understanding of officers, punishment and reward norms are not promoted in every aspect of admission and orientation stage, and a long complain procedure.
Focusing on the research result about the actual situation in rights secure and free from fear fulfillment of inmates on the admission and orientation stage, several methods shall be taken such as: decreasing the amount of inmates in correction institution, training and education of human rights for officers, implementation of strict and reliable punishment, and simplify the complain procedure.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Kurniawan
"Lembaga Pemasyarakatan merupakan instansi terakhir dari rangkaian sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan diupayakan agar sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Hal ini diharapkan agar narapidana dapat mengembangkan potensi dirinya masing-masing agar setelah habis masa pidananya dapat memperoleh bekal berupa keahlian dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan pada saat berintegrasi dengan masyarakat. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah apakah yang diharapkan oleh narapidana untuk dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan dalam rangka pemenuhan hak narapidana guna mengembangkan diri. Hak narapidana untuk mengembangkan diri di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dapat dikatakan belum sepenuhnya terpenuhi, dapat dilihat melalui indikator ketersediaan fasilitas serta program pengembangan diri yang diberikan oleh pihak Lembaga pemasyarakatan. Sebenarnya pihak lembaga pemasyarakatan telah menyediakan fasilitas-fasilitas dimaksud melalui pengelompokan pada pos-pos kerja yang ada, namun jumlahnya masih sedikit dan tidak semua narapidana dapat terserap. Ketersediaan program pengembangan diri dapat dikatakan relatif sudah tersedia, meskipun demikian pihak Lembaga pemasyarakatan belum dapat mengakomodir semua program pengembangan diri yang sesuai dengan minat dan bakat narapidana. Pelatihan kerja atau keterampilan, seringnya hal itu tidak sesuai dengan karakteristik, mint dan keinginan mereka, atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi di luar lembaga. Ketertinggalan teknologi dan tidak bervariasinya pemberian keterampilan justru menyebabkan kegiatan menjadi tidak efektif, sehingga biaya produksi yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang tidak diharapkan. Faktor penghambat lain yaitu lemahnya manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi kepemimpinan dan pengorganisasian.

Correctional institution is the last institution from criminal judicature system that based on Acts Republic of Indonesia Number 12 year 1995 about Institutional has function as reconstruction place for prison and pupil of institutional. Implemented reconstruction is attempted to adjust their desire, intelligent and necessity of prison. This is accepted in order to depelop them after they finish their punishment can obtain know-how such as skill and used ability when they enter into community.The main problem in this research is what accepted from prisoner so that it provide useful for correctional institution in attempt to right fulfillment to develop them. From obtained conclusion that lack of chance for prison at Class I Correctional Institution Sukamiskin Bandung to develop them during concerned with their phunisment progress. Prisoner right to develop them at Sukamiskin Correctional Institution cannot be fully fulfilled, viewed from facility infrastructure indicator as well as reconstruction program that provided by correctional institution internal line. In fact, they provided such facilities through work posts classification that exist, but insufficient to accommodate the prisoner, nevertheless correctional institution internal line not yet accommodate all development program concerned with their desire and intelligent and willing or inappropriately with situation and condition that they face. Training for them often not suitable with technology and skill so that ineffective where production cost exceeded their hope. Other factor is poor human resources management especially in leadership and organizational function."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Faradila
"Sebagaiman dipahami dalam teori pemidanaan, bahwa idelanya pembinaan
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum memerlukan perlakuan khusus sesuai
dengan tingkat perkembangan anak serta tingkat pelanggaran hukum yang
dilakukannya sehingga dalam proses pembinaannya harus dipisahkan dengan orang
dewasa agar tidak terjadi “pencemaran” pembinaan yang membahayakan masa depan
anak. Di Indonesia karena adanya alasan klise yaitu negara masih belum amapu
membangun lembaga pemasyarakatan khusus anak, maka proses penggabungan
pembinaan tidak bisa dihindarkan. Pembinaan anak didik pemasyarakatan di lembaga
pemasyarakatan dewasa dapat dikategorikan merupakan pembinaan gabungan. Meski
anak-anak dipisahkan bloknya dengan narapidana dewasa, namun dalam
kenyataannya tidak ada program pembinaan khusus yang ditujukan kepada anak,
tidak ada pedoman yuridis yang menjadi rambu-raambu yantg harus dilakukan oleh
para kepala lembaga pemasyarakatan dan para petugas dalam proses pembinaan anak
didik pemasyarakatan. Anak didik pemasyarakatan acap kali bertemu dan disatukan
dengan narapidana dewasa dalam proses pembinaan, anak didik pemasyarakatan
kerap kali harus mendapatkan ancaman, intimidasi, dan contoh buruk dari narapidana
dewasa. Situasi-situasi ini menyebabkan pembinaan anak didik pemasyarakatan di
lembaga pemasyarakatan dewasa telah mencapai pada tahap kronis dan
membahayakan masa depan anak. Penelitian ini menggunakan metode normatif aitu
mengkaji sumber data sekunder yang terdiri dari peraturan-peraturan yang terkait
dengan anak yang berhadapan dengan hukum, tentang lembaga pemasyarakatan serta
penelitian-penelitian sebelumnya. Selain itu peneliti juga melakukan penelitian
hukum empiris dengan melakukan wawancara dengan staff Kanwil Hukum dan Hak
Asasi Manusia Provinsi DIY, Kepala Lembaga Pemasyarkatan kelas II B Sleman,
Yogyakarta seta Kasubsi Registrasi dan Bimkemas. Dari penelitian ini peneliti
merekomendasikan: sebelum dilakukan pemisahan pembinaan maka perlu disusun
kebijakan dari kementerian Hukum dan HAM tentang pola pembinaan anak didik
pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan dewasa dengan mempertimbangkan
adanya penataan ruang khusus bagi anak yang benar-benar terpisah dengan
narapidana dewasa, penataan bangunan blok yang memperhatikan estetika dan ramah
anak, adanya petugas dan psikolog / koselor anak, membuat program-program yang
khusus untuk anak yang terpisah dengan narapidana dewasa serta memastikan anak
tidak mendapatkan perlakuan negatif dari narapidana dewasa

This research describes about punishment the child prisoners in correction
institution class II B Sleman, Yogyakarta, which aims to determine child prisoners
development combined with adult prisoners coaching process, the obstacles
encountered when coaching is done and the implications of this development for
mental development and psychological child. As understood in the theory of
punishment, that ideally guidance to children in conflict with the law is different from child prisoners punishment process. Children in conflict with the law requiring special treatment in accordance with the child's developmental level and the level of violation of the law it does so in its development process should be separated from adults, to avoid "contamination " that jeopardize the future development of the child .
In Indonesia because of the cliche that the State has not been able to build
special prisons child, then the process of combining punishment unavoidable. Child
prisoners in adult correctional institutions can be categorized a combined punishment.
Although the blocks separated children with adult prisoners, but in reality there is no specific training programs aimed at children, there are no guidelines juridical be signs that must be made by the head of the penitentiary and officials in the correctional process of child prisoners. They often meet and together with adult prisoners in the process of punishment, child prisoners must obtain a correctional often all threats, intimidation, and bad examples from adult prisoners. These situations lead to punish child prisoners within prisons has reached the chronic stage and jeopardize the future of the child.
This research used a method that examines the normative law of secondary
data sources consisting of rules relating to children in conflict with the law, about the correctional institution as well as previous studies. In addition, researchers also conduct empirical legal research by conducting interviews with staff offices and human rights law Yogyakarta Province, Chief Correctional Institution Class II, Sleman, Yogyakarta and Kasubsi Registration and Bimkemas .
From this study, the researcher recommends: prior to the separation of
punishment will need to establish a policy of the ministry of law and human rights on the pattern formation protege adult prisons within child prisoners to consider if a particular spatial arrangement for the child who is completely separate with adult prisoners, arrangement of room blocks attention to aesthetics and child, the presence of officers and psychologists /counselors child, making special programs for separated children with adult prisoners and make sure children do not get the negative treatment of adult prisoners.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Fokus penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan pembebasan bersyarat bagi narapidana sebagai upaya mengurangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Kebijakan ini merupakan kebijakan pembinaan narapidana dalam konsep re-integrasi sosial yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Namun pada kenyataannya beberapa orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah, bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-dept interview). Analisis terhadap proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan dilakukan dengan cara mengadopsi teori implementasi kebijakan dari George Edward III, Marilee S. Grindle dan Van Meter serta Carl Van Horn (teori yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan).
Lapas Kelas I Cipinang berusaha merubah pendapat keliru beberapa orang mengenai kebijakan pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana dengan cara seoptimal mungkin mengimplementasikan kebijakan tersebut, bahwa tujuan pembebasan bersyarat pada narapidana bukan untuk memperkecil hukuman, mempermudah atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan, juga bukan merupakan toleransi atau pemaaf. Sebaliknya kebijakan pemberian pembebasan bersyarat pada narapidana sebagai program pembinaan bertujuan untuk mengembalikan narapidana agar dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi, dan hal ini harus direkomendasikan sebagai alternatif yang paling banyak mendatangkan manfaat terutama dalam menanggulangi dampak kepadatan atau kelebihan penghuni di dalam Lapas.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan Pembebasan Bersyarat bagi narapidana dalam upaya menanggulangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lapas Kelas I Cipinang secara umum dapat dikatakan berjalan cukup baik namun kurang begitu optimal. Proses implementasi kebijakan berjalan cukup baik terbukti dari telah dipahaminya perubahan strategis yang diinginkan dan implikasinya; adanya peraturan pelaksanaan atau peraturan penjelas; dan telah dilaksanakan sosialisasi kebijakan pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Namun yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi kebijakan tersebut atau dapat dikatakan terjadi implementation gap (kesenjangan/perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan) yaitu adanya faktor-faktor menjadi hambatan dalam pelaksanaanya. Beberapa faktor yang menjadi hambatan tersebut adalah komunikasi dan koordinasi, sumber daya, dan struktur birokrasi.

The focus of this research is how the Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang. This policy is a policy to treatment the inmates in the concept of social re-integration, and it is the best concept to release them. But in fact some people argue that parole is viewed as forgiveness or sympathy from government, aimed to shortening the sentence with speed up their release, parole even considered as an attempt to please or give comfort to criminals.
The research used qualitative research method. Data was collected through in-depth interviews. Analysis of the processes and factors that influence the policy implementation is done by adopting the theory of policy implementation from George Edward III, Marilee S. Grindle, Van Meter and Carl Van Horn (the use of theory adapted with field conditions).
Correctional Institution of Class I Cipinang try to change the wrong opinion of some people about this parole policy by optimize the implementation, that the purpose of parole for inmates is not to minimize the penalties, facilitate or give comfort to criminals, also not as a tolerant or forgiving. Instead the policy of parole for inmates as a treatment program aims to restore inmates so can live back in the community and did not commit a crime again, and it should be recommended as an alternative can bring the most benefits, especially in reducing the impact of overcapacity in the correctional institution.
The research concludes that the process of Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang, generally speaking, quite well, but less so optimal. Policy implementation process can be said quite well proven that the strategic change desired and its implications have been understood; available regulatory implementation or regulation explanatory; and socialization of this parole policies have been implemented. But the causes of less than optimal implementation of the policy or it can be said to occur the implementation gap (the difference between what are formulated with what has been done), this is due to several factor which become obstacles in its implementation. Some of these factors are communication and coordination, resources, and bureaucratic structures.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Minayati
"Perilaku antisosial dan kriminalitas pada anak dan remaja merupakan permasalahan penting yang terjadi di Indonesia dan berbagai negara. Dalam menghadapi permasalahan ini, negara menyelenggarakan suatu program pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Masalah perilaku sering lebih menjadi perhatian, meskipun depresi merupakan masalah yang juga signifikan pada populasi ini. Depresi pada anak dan remaja memiliki perbedaan gambaran dengan dewasa, dapat menjadi hal yang melatarbelakangi munculnya masalah perilaku, dan bila tidak segera dikenali dan ditangani dapat mempengaruhi perkembangan anak dan remaja itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gejala depresi serta faktor-faktor yang berhubungan pada anak didik pemasyarakatan di LPKA. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi potong lintang, dan dilaksanakan di LPKA Kelas I Tangerang pada bulan Juni-September 2018. Sebanyak 86 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, dan pada penilaian dengan Child Depression Inventory (CDI), dijumpai 44,2% responden mengalami gejala depresi. Pada penilaian lanjutan dengan Mini-International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescent (MINI-KID) didapatkan sebagian besar responden memenuhi kriteria diagnosis distimia, dan komorbiditas paling banyak adalah distimia dan gangguan penggunaan zat psikoaktif non alkohol. Dari penilaian terhadap faktor yang berhubungan, didapatkan anak didik yang menjalani masa penahanan kurang dari 1 tahun dan tidak dikunjungi keluarga memiliki risiko lebih besar mengalami depresi. Pada analisis multivariat didapatkan perundungan adalah faktor perancu, dan konsultasi ke layanan kesehatan selama masa penahanan tidak berhubungan dengan adanya depresi. Setelah mendapatkan hasil tersebut dapat disarankan penapisan gejala depresi pada anak didik pemasyarakatan dan penanganan yang sesuai. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mempelajari faktor lain yang memengaruhi depresi pada anak didik pemasyarakatan.

Antisocial behavior and crime in children and adolescents are crucial problems which occur in Indonesia and various countries. In dealing with this problem, the state organizes a coaching program at the Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Behavioral problems are often more of a concern, although depression is also a significant problem in this population. Depression in children and adolescents which has different symptoms in adults could be the background of the emergence of behavior problems, and if not immediately recognized and handled can affect the development of children and adolescents themselves. This study aims to describe depressive symptoms and related factors in juvenile offenders in LPKA. This study was an observational study with cross sectional study design, and was conducted in LPKA Kelas I Tangerang in June-September 2018. A total of 86 respondents participated in this study, and the assessment with Child Depression Inventory (CDI), 44,2% of respondents encountered depression symptoms. In the follow-up assessment with the Mini-International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescent (MINI-KID) instrument, it was found that most respondents met the diagnosis criteria fr dystimia, and the most comorbidities were dysthimia and disruption of the use of non-alcoholic psychoactive substances. From the assessment of related factors, it was found that juvenile offenders who underwent a detention period of less than 1 year and were not visited by their families had a greater risk of depression. In the multivariate analysis it was found that bullying was a confounding factor, and consultation to health services during the detention period was not associated with depression. After getting these results, it can be suggested screening depressive symptoms in correctional and adequate treatment. Further research is also needed to study other factors that correlated with depression in juvenile offenders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A.A. Ayu Rani Puspadewi
"[Depresi dapat dialami oleh setiap orang, salah satunya lansia dimana pada lansia
memiliki konsekuensi fungsional yang lebih serius. Mulai dari dampak negatif
kualitas hidup hingga bunuh diri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara depresi dengan kualitas hidup lansia. Sampel penelitian adalah
lansia >60 tahun yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Jakarta, mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, serta bersedia menjadi
responden. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional
dengan metode simple random sampling dengan melibatkan 101 lansia. Hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas
hidup lansia (p=0,017; α=0,10). Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk
pengembangan ilmu keperawatan ke depannya terkait pencegahan penurunan
kualitas hidup dengan cara menangani depresi lansia. Selain itu, penelitian
selanjutnya diharapkan dapat melakukan studi mengenai dukungan lingkungan
dan kelemahan fungsional terhadap kejadian depresi, studi tentang sebab dan
akibat depresi, maupun observasi pola koping lansia di panti.;Depression could experienced by each person, such as elderly whose fuctional consequences is experienced more serious. First state, negative effect of quality of life and the worst one is suicidal. The purpose of this research is to find out the relationship between depression and quality of life in elderly. Sample of this research is elderly aged 60 and over who live at Institutionof Elderly Budi Mulia 01 Jakarta, speak Bahasa, and approve to be respondent. This research use cross sectional study design with simple random sampling method which involves 101 elderly. The result of this study show that there is significant relation between level of depression and quality of life in elderly (p=0.017; α=0.10). This research is expected to be useful for nursing science development in the future, spesificly on preventive of quality of life decreased by handling depression in elderly. Despite of that, the next research is expected to find out the environment support and functional decreased toward depression experience, study of cause and effect of depression, and observation of elderly?s coping pattern at nursing home., Depression could experienced by each person, such as elderly whose fuctional consequences is experienced more serious. First state, negative effect of quality of life and the worst one is suicidal. The purpose of this research is to find out the relationship between depression and quality of life in elderly. Sample of this research is elderly aged 60 and over who live at Institutionof Elderly Budi Mulia 01 Jakarta, speak Bahasa, and approve to be respondent. This research use cross sectional study design with simple random sampling method which involves 101 elderly. The result of this study show that there is significant relation between level of depression and quality of life in elderly (p=0.017; α=0.10). This research is expected to be useful for nursing science development in the future, spesificly on preventive of quality of life decreased by handling depression in elderly. Despite of that, the next research is expected to find out the environment support and functional decreased toward depression experience, study of cause and effect of depression, and observation of elderly’s coping pattern at nursing home.]"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S58899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>