Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170254 dokumen yang sesuai dengan query
cover
hapus3
"

Pendahuluan: Tremor merupakan salah satu gangguan gerak yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari dan memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Tremor dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi tremor terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.

Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan kadar merkuri urin dengan tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan fisis finger to nose, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin

Hasil: Prevalensi tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 8,6% dengan faktor yang paling berhubungan adalah usia > 40 tahun (OR = 5,09; 95% CI = 1,05 – 24,48; p = 0,02)

Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna antara usia > 40 tahun dengan tremor pada pekerja PESK. Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan nilai Indeks Pajanan Biologis dengan tremor. Tidak didapatkan hubungan antara pajanan merkuri dengan tremor.

 

Kata kunci: tremor, PESK, merkuri

 


Introduction: Tremor is a movement disorder that is oftenly found in daily practice and has high potential impact related to disability. Tremor can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 Artisanal Small-scale Gold Mining (ASGM) workers who are at risk of being exposed to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of tremors related to mercury exposure in Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) workers and its related factors.

Method: A cross-sectional design study was used to find the relationship of age, smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of urinary mercury with tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, finger to nose physical examination, and creatinine-corrected urinary mercury levels.

Results: The prevalence of tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 8.6% with the most related factor was age > 40 years-old (OR = 5.09, 95% CI = 1.05 - 24.48, p = 0.02)

Conclusion: There was a significant relationship between age > 40 years-old and tremor amongst ASGM workers. No significant relationship was found between smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of Biological Exposure Index with tremor. There was no relationship between mercury exposure and tremor.

 

Keywords: tremor, ASGM, mercury

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Mohamad Ridwan
"Pendahuluan: Ataksia merupakan salah satu gangguan koordinasi gerakan otot sadar dan merupakan kelainan fisik namun bukan penyakit, meskipun kasusnya cukup jarang namun memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Ataksia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja pertambangan emas skala kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi ataksia terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, konsumsi ikan, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, dan terpajan pestisida. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP dan pemeriksaan fisis ataxia of gait (walking).
Hasil: Berdasarkan hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa faktor determinan terjadinya gangguan ataksia pada pekerja PESK adalah jenis aktivitas kerja yang bukan peleburan (p=0,018; RO:0,18; IK95%:0,05-0,71) dan terpajan pestisida (p=0,004; RO:8,26; IK95%:1,98-34,55). Faktor lain tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna pada penelitian ini yaitu jenis aktivitas kerja yang bukan peleburan dan terpajan pestisida

Introduction: Ataxia is a disorder of coordination of conscious muscle movements and is a physical disorder but not a disease, although it is quite rarely found in everyday practice, but it has a high potential impact due to disability. Ataxia can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 artisanal small-scale gold mining (ASGM) workers at risk of exposure to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of ataxia related to mercury exposure in ASGM workers and related factors.
Method: Cross-sectional design was used in this study to find out the relationship between age, smoking habits, alcohol consumption habits, fish consumption, working period as ASGM workers, type of activity working in ASGM, and exposure to pesticides. The instrument used was a health assessment questionnaire in the population exposed to mercury from WHO UNEP and physical examination of ataxia of gait (walking).
Result: Based on the results of multivariate analysis, there were found that the determinant factors of ataxia disorder in ASGM workers, namely the type of work activities that were not smelting (p = 0.018; RO: 0.18; IK95%: 0.05-0.71) and exposure to pesticides (p = 0.004; RO: 8.26; IK95%: 1.98-34.55). Other factors found no relationship that was statistically significant.
Conclusion: There were found significant relationships in this study, namely the type of work activities that were not smelting and exposed to pesticides."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Iwan Rivai Alam
"ABSTRAK
Latar belakang: Penambang emas skala kecil meningkat di Indonesia, prosesnya menggunakan cairan merkuri untuk mengikat partikel emas. Jenis pekerjaan peleburan smelting berisiko paling tinggi terpajan uap merkuri. Gangguan memori jangka pendek merupakan salah satu gangguan kesehatan yang timbul akibat pajanan uap merkuri.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan memori jangka pendek pada penambang emas skala kecil.Metode: Desain menggunakan potong lintang untuk menentukan prevalensi gangguan memori jangka pendek kemudian kasus kontrol berpasangan, jumlah kasus 15 dan kontrol 75 pada penambang emas skala kecil di Lombok dan Banten, menggunakan data sekunder dari Prodia Occupational Health Institute. Diagnosis gangguan memori jangka pendek dengan pemeriksaan Forward Digit Span Test. Pemilihan 75 kontrol dilakukan dengan cara berpasangan kelompok.Hasil: Prevalensi gangguan memori jangka pendek sebesar 6 . Variabel usia merupakan faktor risiko terjadinya gangguan memori p = 0,039, OR: 5,091 dan KI 95 : 1,182-21,930 . Sedangkan faktor indeks massa tubuh p = 0,215 , kebiasaan merokok p = 0,726 , kebiasaan konsumsi alkohol p = 0,744 , penyemprot pestisida p = 0,343 , jenis pekerjaan berupa penambang galian batu miner p = 0,369 , amalgamasi amalgamation p = 0,066 , peleburan smelting p = 0,127 , masa kerja p = 0,369 dan hasil pemeriksaan merkuri di urin p = 0,643 bukan merupakan faktor yang mempengaruhi secara bermakna terhadap gangguan memori jangka pendek.Kesimpulan: Usia ge; 50 tahun merupakan faktor risko paling bermakna terhadap gangguan memori jangka pendek pada pekerja penambang emas skala kecil.ABSTRACT
Background: Artisanal small scale mining activity increase in Indonesia that the processing used mercury to bind gold particle. The smelting process is the most risk exposured by mercury vapour.Short term memory impairment is one of health effect caused vapour of mercury.Objective: To know about short term memory impairment in artisanal small scale mining gold miningMethode: Cross sectional design to get short term memory impairment prevalene and then case control matched group design, case 15 and controls 75 artisanal small scale gold mining at Lombok and Banten use secunder data from Prodia Occupational Health Institute. Diagnose short term memory impairment used by forward digit span test and controls choiced by matched group. Result: Prevalence of short term memory impairment is 6 . Age variable is risk factor to short term impairment p = 0,039, OR: 5,091 dan CI 95 : 1,182-21,930 . Body mass index p = 0,215 , smoking p = 0,726 , drinking alcohol p = 0,744 , chronic exposured by pesticide p = 0,343 , type of work process like miner p = 0,369 , amalgamation p = 0,066 , smelting p = 0,127 , work periode p = 0,369 , mercury in urine result test p = 0,643 are not risk factors to short term memory impairment.Conclusion: Age ge; 50 years old is risk factor to short term impairment at artisanal small scale gold mining."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Dharma
"Pendahuluan: Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) saat ini merupakan isu global yang kompleks karena penggunaan merkuri elemental dalam proses kerjanya. Pajanan merkuri pada pekerja menempatkannya dalam risiko gangguan kesehatan yang serius. Ada 850 titik PESK di Indonesia yang tersebar di 32 propinsi, dengan jumlah pekerja yang tidak kurang dari 250.00 orang. Informasi terkait jenis aktifitas kerja yang paling berpengaruh terhadap risiko gangguan kesehatan pada pekerja PESK akan sangat berguna sebagai pedoman dalam melakukan tindakan pengendalian risiko.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang bertujuan mencari hubungan antara jenis aktifitas kerja dengan kadar merkuri urin pekerja. Intoksikasi merkuri ditetapkan sesuai NAB yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 20 µg/gram kreatinin. Data yang digunakan adalah data sekunder, berupa hasil pengisian kuisioner dan hasil pemeriksaan merkuri urin pekerja PESK di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten.
Hasil: Prevalensi pekerja yang memiliki kadar merkuri urin di atas NAB di dua propinsi di Indonesia adalah 35,5%. Dari analaisis multivariat, faktor yang paling dominan adalah jenis aktifitas kerja risiko tinggi (p=0,003 ROsuaian:2,811 IK95%:1,413-5,590).
Kesimpulan:  Jenis aktivitas kerja risiko tinggi adalah jenis aktivitas kerja yang paling berisiko menyebabkan pekerja PESK pada penelitian ini memiliki kadar merkuri urin di atas NAB.

Introduction: Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) has became global and complex issues, because of the use of elemental mercury in its working processes. Workers in ASGM divided into three type of tasks: miner, mineral processor and smelter. Smelter was categorized as high risk type of task, regarding the exposure of mercury vapor resulted from heating the amalgam. Urinary mercury level can be used as an indicator for the severity of mercury exposure in a worker.
Method: A cross sectional design study to obtain job task and its relation to urinary mercury level among ASGM worker. Job task divided into high risk type of task (smelter), and low risk type of task (miner and mineral processor). We used secondary data from questionnaire and mercury urinary level of ASGM worker in the provinces of Nusa Tenggara Barat and Banten. Biological Exposure Index (BEI) of mercury was 20 µg/gram creatinin, referred to The Decree of Ministry of Manpower of Republik Indonesia and American Conference of Govermental Industril Hyginenists (ACGIH).
Result: Prevalence of workers having urinary mercury level above BEI was 35,5%. Smelter was the most dominant factor (p=0,003 adjustedOR:2,811 CI95%:1,413-5,590).
Conclusion: The most related factor was high risk type of task.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`rifatul Mubin
"Sindrom Kelelahan Kronik adalah kumpulan gejala dari penurunan substansial kemampuan dalam aktivitas pekerjaan, pendidikan, sosial, atau pribadi selama lebih dari 6 bulan dan disertai kelelahan, malaise pasca-kerja, dan tidur yang tidak menyegarkan ditambah setidaknya satu dari dua manifestasi gangguan kognitif dan intoleransi ortostatik. Salah satu dampak pajanan logam berat adalah terjadinya sindrom kelelahan kronik pada pekerja. Ada banyak bukti bahwa beberapa bentuk kelelahan dapat disebabkan atau diperburuk oleh kerja. Hubungan kerja dan sindrom kelelahan kronis dapat dipertanyakan, tetapi unsur-unsur di tempat kerja dapat memperburuk gejala sindrom kelelahan kronis. Pekerja tambang emas skala kecil menggunakan merkuri dalam pekerjaannya, sehingga berisiko tinggi mengalami keracunan kronik merkuri, apalagi Pekerja Emas Skala Kecil termasuk populasi pekerja yang tidak dilindungi. Pekerja jarang menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu masalah kesehatan akibat pajanan merkuri adalah terjadinya sindrom kelelahan kronik yang belum pernah diteliti pada PESK.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk mencari hubungan antara variabel bebas seperti usia, jenis kelamin, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja, kadar merkuri urin dan kadar merkuri urin kumulatif dengan variabel terikat adalah sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan match box test, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin.
Hasil: Prevalensi sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil, faktor usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, dan kadar merkuri urin kumulatif tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan sindrom kelelahan kronik (p > 0,05).
Kesimpulan: Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, dan kadar merkuri urin kumulatif dengan sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK.

Introduction: Chronic fatigue syndrome is a collection of symptoms from a substantial reduction in the ability to engage in preillness levels of occupational, educational, social, or personal activities that persists for more than 6 months and is accompanied by fatigue, post-exertional malaise, unrefreshing sleep. One of the effects of heavy metal exposure is the occurrence of chronic fatigue syndrome in workers. There is plenty of evidence that some form of fatigue can be caused or exacerbated by work. The working relationship and chronic fatigue syndrome can be questioned, but the elements in the workplace can worsen the symptoms of chronic fatigue syndrome. Small-scale gold miners use mercury in their work, so there is a high risk of chronic mercury poisoning. Workers rarely use personal protective equipment in doing their jobs. One of the health problems due to exposure to mercury is the occurrence of chronic fatigue syndrome that has not been studied at Artisanal and Small scale Gold Mining (ASGM).
Method: This study uses a cross-sectional design to find the relationship between independent variables such as age, sex, working period as a miner, type of work activities in ASGM, and cumulative urinary mercury levels with chronic fatigue syndrome in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, match box test, and creatinine-corrected urinary mercury levels.
Results: The prevalence of chronic fatigue syndrome in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 17,9%. Based on the results, the factors of age, sex, work period, type of work, and cumulative urinary mercury levels did not have a statistically significant relationship with chronic fatigue syndrome (p> 0.05).
Conclusion: There was no significant relationship between age, sex, work period, type of work, urinary mercury level and cumulative urinary mercury levels with chronic fatigue syndrome in ASGM workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Elvi Sahara
"Latar Belakang: Merkuri banyak ditemukan di sekitar PESK yang biasa digunakan dalam proses amalgamasi. Adanya pajanan merkuri kronis dapat dilihat dari kadar merkuri pada rambut masyarakat yang tinggal di sekitar PESK. Pajanan merkuri secara terus-menerus dapat berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat salah satunya peningkatan tekanan darah.
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh kadar merkuri pada rambut terhadap tekanan darah masyarakat yang tinggal di sekitar Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK).
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan menggunakan data sekunder mulai dari observasi, wawancara, pengukuran, serta pengambilan sampel rambut dengan jumlah sampel 94 responden. Adapun data yang diambil meliputi kadar merkuri pada rambut, tekanan darah, umur, jenis kelamin, IMT, status merokok, dan frekuensi konsumsi ikan.
Hasil: Sebanyak 55.3% responden memiliki kadar merkuri di atas kadar normal (> 2 ppm) dan tekanan darah dominan tidak normal (≥120/80 mmHg) yaitu sebesar 72.3% orang. Namun hasil hubungan didapatkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara kadar merkuri rambut di atas kadar normal terhadap tekanan darah (Pvalue = 1).
Saran: dilakukan penelitian yang sama dengan sampel yang lebih banyak dan pajanan terhadap faktor risiko yang lebih lama serta dilakukan edukasi mengenai bahaya merkuri terhadap kesehatan.

Background: Mercury is found around ASGM commonly used in the amalgamation process. The exposure of chronic mercury can be seen from hair mercury levels in people who live around ASGM. Exposure continuously to mercury can have a negative impact on public health, one of an increasing blood pressure.
Objective: To determine the effect of hair mercury levels on the blood pressure respondent Around Artisanal and Small Scale Gold Mining (ASGM).
Method: This study used a cross sectional study design and used secondary data ranging from observation, interviews, measurements, and hair sampling with total sampling 94 respondents. The data taken includes hair mercury, blood pressure, age, sex, BMI, smoking status, and frequency of fish consumption.
Result: 55.3% of respondents had abnormally mercury levels (> 2 ppm) and 72.3% of respondent had abnormal blood pressure (20120/80 mmHg). But the results of the relationship found that there was no significant effect between abnormally levels of hair mercury on blood pressure (Value = 1).
Suggestion: Needed similar research with more samples and higher exposure and do health promotion about the effect of mercury to human health.
"
Depok: Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniawati
"Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Minamata pada tanggal 13 September 2017, dan Konvensi ini mulai berlaku sejak 16 Agustus 2017. Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) cukup massif dan memprihatinkan, khususnya di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari yang merupakan DAS tebesar kedua di Indonesia. Merkuri dalam kegiatan penambangan emas digunakan sebagai pengikat dan dapat menjadi polutan di lingkungan karena bersifat toxic. Masalah yang muncul pada kegiatan PESK ini adalah limbah merkuri yang di buang langsung ke lingkungan bersifat toxic dan dapat meningkatkan risiko kesehatan masyarakat sekitar PESK.
Riset ini bertujuan untuk memprakirakan risiko kesehatan non karsinogenik pada masyarakaat yang disebabkan oleh pajanan merkuri.di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi Riset ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan metode analisis risiko kesehatan lingkungan dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel yang diambil merupakan sampel lingkungan, meliputi: sampel air sungai, tanah, ikan dan sayuran.
Hasil laboratorium diperoleh kadar rata-rata merkuri pada air sungai Batang Hari, air bersih, sayuran, ikan, dan tanah masing-masing sebesar 0,00831 ppm; 0,00005 ppm; 0,00089 ppm; 0,00013 ppm; dan 0,00600 ppm. Pengukuran antropometri dilakukan pada 77 responden melalui kuesioner.
Hasil perhitungan risiko kesehatan diperoleh nilai Risk Quotients lebih dari satu (RQ > 1) pada air minum (RQ = 3,1151) dan pada ikan (RQ = 3,4245). Dengan demikian konsumsi air sungai dan ikan, berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat disekitar pertambangan emas skala kecil. Nilai RQ sayuran lebih kecil dari 1 (RQ = 0,015), dengan demikian sayuran masih aman untuk dikonsumsi.

Indonesia has ratified the Minamata Convention on 13 September 2017, and the Convention came into force on 16 August 2017. Artisanal small-scale gold mining (ASGM) is quite massive and concerning, particularly along the Batang Hari River Basin (DAS) which is the second largest basin in Indonesia. Mercury in gold mining activities is used as a binder and can be a pollutant in the environment because it is toxic. Problems arise from ASGM activity is mercury waste directly disposed to the environment is toxic and can increase public health risk.
This study aims to aims to predict non carcinogenic health risks in the community caused by mercury exposure in Kecamatan Muara Bulian Batanghari Regency of Jambi Province. This research is analytical descriptive method using environmental health risk analysis and using quantitative approach. Samples taken are environmental samples, including: river water samples, soil, fish and vegetables.
Laboratory results obtained average levels of mercury in river water Batang Hari, clean water, vegetables, fish, and soil respectively of 0.00831 ppm; 0,00005 ppm; 0.00089 ppm; 0.00013 ppm; and 0,00600 ppm. Anthropometric measurements were performed on 77 respondents through questionnaires.
Health risk calculation results obtained Risk Quotients value more than one (RQ> 1) in drinking water (RQ = 3.1151) and on fish (RQ = 3.4245). Thus the consumption of river water and fish, has the potential to cause health problems in communities around small-scale gold mining. The value of vegetable RQ is less than 1 (RQ = 0.015), thus vegetables are still safe for consumption.
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T50814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gestafiana
"Otak merupakan target utama pajanan merkuri yang dapat mengganggu organ lain karena merkuri organik merupakan neurotoksik yaitu racun terhadap sistem saraf pusat terutama pada bagian korteks dan serebellum sehingga dapat menimbulkan gangguan keseimbangan tubuh. Salah satu sumber pencemaran terbesar merkuriberasal dari pertambangan emas skala kecil PESK yang dilakukan oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar merkuri dalamrambut terhadap gangguan keseimbangan tubuh pada masyarakat terpajan merkuri. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional, pemilihan sampelmenggunakan sistem teknik total sampel dengan data kadar merkuri dalam rambutmenggunakan data sekunder penelitian sebelumnya. Jumlah sampel dalam penelitianini adalah 58 responden. Pengukuran gangguan keseimbangan tubuh menggunakantes Romberg. Hubungan antara kadar merkuri rambut, gangguan keseimbangantubuh dan karakteristik individu umur, pekerjaan, lama tinggal, indeks massa tubuhdan konsumsi ikan diuji menggunakan regresi logistik, chi square dan independen ttest.
Hasil menunjukkan kadar merkuri rambut yang melebihi batas normal > 2 ppm sebanyak 31 orang 53,4 dan yang mengalami gangguan keseimbangan tubuh pada masyarakat sebanyak 37 orang 63,8 .Secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara kadar merkuri rambut dengan gangguan keseimbangan tubuh dengan p value 0,010 sebanyak 25 orang 80,6 responden dengan kadar merkuri > 2 ppm mengalami gangguan keseimbangan tubuh.Responden dengan kadar merkuri > 2 ppm, berisiko mempunyai gangguan keseimbangan tubuh sebesar 6 kali dibandingkan responden dengan kadar merkurirambut le; 2 ppm setelah dikontrol variabel umur. Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk melakukan pengukuran udara di sekitar lokasi PESK sebagai referensi pajanan merkuri yang masuk melalui jalur inhalasi.

Brain is the main target of mercury exposure that can interface other organs because organic mercury is a neurotoxic that is toxic to the central nervous system, especially in the cortex and cerebellum so can cause disturbance of the body 39 s balance. One of the largest sources of mercury contamination come from artisanal and small scale gold mining ASGM conducted by the community.
This study aims to determine the relationship between levels of mercury in hair against body balance disorders in community exposed to mercury.This study used cross sectional design, sample selection used total sampling technique. Data of mercury levels in hair used secondary data from previous research. The number of samples in this study were 58 respondents. Measurement of body balance disorders using Romberg test. The relationship between mercury level in hair, body balance disorders and individual characteristics age, occupation, length of stay, body mass index and fish consumption were tested using chi square,independent T test and logistic regression.
The results showed hair mercury levels exceeded normal limits of 2 ppm as many as 31 people 53.4 and those with disturbance of body balance in community were people 63.8 . Statistically, there was a significant correlation between hair mercury level with body balance disorder p value 0.010 , proved by as many as 25 people 80,6 respondents with mercury level 2 ppm had disturbance of body balance. Respondents with mercury levels 2ppm, risk to have body balance disorders 6 times compared to respondents with mercury levels in hair le 2ppm after controlled by age variable. For further research it is suggested to conduct airborne measurements around the ASGM location as a reference for mercury exposure which is enter through the inhalation pathway.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifa Fauzia
"Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia menjadi salah satu usaha memperbaiki situasi ekonomi masyarakat di beberapa daerah. Namun, merkuri (Hg) yang digunakan untuk mengekstrak emas langsung dibuang ke lingkungan, sehingga menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Banyak penelitian menunjukkan pajanan Hg mengurangi tingkat antioksidan tubuh. Glutathione (GSH) adalah salah satu antioksidan alami tubuh yang penting karena bertindak sebagai salah satu faktor detoksifikasi Hg.
Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan antara kadar merkuri dan total GSH dengan karakteristik individu masyarakat di wilayah PESK Desa Lebaksitu. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional. Kadar merkuri dan total GSH diukur dalam darah. Hubungan antara merkuri, total GSH, dan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status merokok, aktivitas fisik, dan indeks massa tubuh) diuji menggunakan model regresi, korelasi, dan independen t-Test. Rata-rata merkuri darah 11,09 ± 10,6 μg/L, lebih tinggi dari batas US EPA. Ratarata total GSH 0,874 ± 0.123 μg/mL.
Di antara hubungan total GSH dengan karakteristik individu, hanya aktivitas fisik yang memiliki hubungan signifikan (p = 0,021; 95% CI -0127 - 0,01). Responden dengan kadar merkuri darah >5,8 μg/L memiliki risiko 2,431 kali lebih tinggi untuk memiliki total GSH <0,874 μg/mL dibandingkan responden dengan kadar merkuri darah <5,8 μg/L. Setiap kenaikan kadar merkuri darah sebesar 1 μg/L dapat menurunkan total GSH sebanyak 0,002 μg/mL setelah dikontrol usia, IMT, dan aktivitas fisik. Diperlukan upaya menyeluruh dari instansi lintas sektor untuk mengurangi penggunaan merkuri dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat di sekitar PESK.

Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) in Indonesia has been an attempt to improve economic situation in some poor areas. However, the mercury (Hg) used to extract gold from ore is discharge into the environment, where it poses a hazard for human health. Many researches have shown that Hg exposure reduced antioxidant level in human body. Glutathione (GSH) is one of the important antioxidant which can act as detoxification factor for heavy metals.
This research is aimed to determine the association between mercury levels and total GSH plasma along with individual characteristics from community related to ASGM in Lebaksitu Village. This study used cross-sectional design with 69 samples. Mercury levels was measured in whole blood and total GSH was measured in plasma. Association between blood mercury, total GSH, and individual characteristics (age, gender, smoking status, physical activity, and body mass index) were examined using multiple regression models, correlate and independent t-Test method. Mean blood mercury was found 11,09 ± 10,6 μg/L which is higher than US EPA limit. The average of total GSH was 0,874 μg/mL ± 0,123 μg/mL (mean ± SD).
Among others individual characteristic, only physical activities which has significant relationship with total GSH with p-value 0,021 (95% CI -0,127 - 0,01). Participants with high mercury blood levels can be at risk 2,431 times higher to have total GSH <0,874 μg/mL. Any increase in mercury blood by 1 μg/L can reduced total GSH by 0,002 μg/mL after controlled by age, body mass index, and physical activity. It would be required overall effort from agencies across sectors to reduce the use of mercury and health exposure in community around ASGM.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizhkal
"Pertambangan emas di kabupaten Mandailing Natal sudah ada sejak 2008. Tetapi semakin marak pada tahun 2010 di kecamatan Hutabargot dan di kecamatan Nagajuang pada November 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kadar merkuri pada rambut pada pekerja tambang terpajan merkuri dan karakteristik individu pekerja(usia, lama tinggal, status gizi dan konsumsi ikan) dengan gangguan keseimbangan tubuh. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Data yang digunakan yaitu data primer dari kuesioner dan sekunder dari hasil uji laboratorium rambut. Sampel penelitian ini disesuaikan dengan sampel dari data sekunder yang menggunakan rumus Lemeshow sehingga didapatkan sampel 60 orang.
Hasil penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independent (merkuri dalam rambut) dan variabel konfounding terhadap variabel dependent (gangguan keseimbangan tubuh). Walaupun hasil penelitian tidak menunjukkan hubungan yang signifikan jika dilihat dari nilai OR variabel merkuri dalam rambut masih tergolong tinggi yaitu 6,0 dan setelah dikontol variabel karakteristik individu OR merkuri dalam rambut turun menjadi 4,92.

Gold mining in Mandailing Natal regency has been around since 2008. But it became more prevalent in 2010 in Hutabargot sub-district and in Nagajuang sub-district in November 2011. The purpose of this study was to analyze the relationship between mercury levels in hair in mercury exposed workers and individual characteristics of workers (age, length of stay, nutritional status and consumption of fish) with body balance disorders. This study uses a cross sectional method. The data used are primary data from questionnaires and secondary from the results of hair laboratory tests. The research sample was adjusted to the sample from secondary data using the Lemeshow formula so that sample of 60 people was obtained.
The results of this study found that there was no significant relationship between independent variables (mercury in hair) and confounding variables on the dependent variable (body balance disorder). Although the results of the study did not show a significant relationship when viewed from the OR variable value of mercury in the hair was still relatively high at 6.0 and after being contracted the individual characteristic variable OR mercury in the hair dropped to 4.92."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>