Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35480 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Mizan Albab
"Pengaturan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dapat dimohonkan oleh kreditor mempunyai persoalan yang merugikan debitor. Pengajuan PKPU oleh kreditor dalam Undang-Undang No.37 tahun 2004 dianggap sebagai upaya untuk menghancurkan usaha debitor dan tidak sesuai dengan Chapter 11 dalam Bankruptcy Code. Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder dan tersier sehingga dalam skripsi ini dibahas mengenai latar belakang dan upaya yang harus dilakukan agar pengaturan PKPU dalam Undang-Undang Kepailitan dapat memberikan kepastian hukum bagi debitor dan kreditor. Dengan demikian, kreditor seharusnya tidak diperbolehkan mengajukan PKPU karena dinegara lain, pengajuan PKPU hanya dilakukan oleh debitor. Jika kreditor tetap mengajukan PKPU perlu adanya aturan tambahan yang memberikan rasa adil bagi debitor agar tercapainya kepastian hukum.

Regulation in suspension of obligation for payment of debt which can be submitted by creditor has a problem, because it can harm a debitor rights. Request a suspension of obligation for payment of debts by creditor in Bankruptcy Act Number 37 of 2004 be judged as a strategy to destroy debitor business and misunderstanding with the concept of Chapter 11 Bankruptcy Code. This essay use normatif method which is based on primary legal material, secondary, and tertiary so that in this thesis explained about the background of  suspension of obligation for payment of debt and the solution to make a good regulation in Bankruptcy And Suspension Of Obligation For Payment Of Debts which can gived rule of law for debitor and creditor. Therefore, a creditor may noy request a suspension of obligation for payment of debts because on the other country, request a suspension of obligation for payment of debts only be requested by debitor. However if the creditor is allowed to request a suspension of obligation for payment of debts, it needs additional rule or regulation which can gived a fairness both of creditor and debitor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Montana
"Kondisi gagal bayar debitur dapat menyebabkan diajukannya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) baik oleh pihak kreditur maupun oleh debitur secara sendiri. PKPU bertujuan memberikan kepastian hukum kepada kreditur mengenai pembayaran utang debitur yang dapat diakhiri dengan perdamaian atau kepailitan. Penelitian ini membahas mengenai prinsip perikatan dan penjaminan secara cross collateral, implementasi penerapan Undang-undang terhadap penggabungan dua perkara PKPU yang bersinggungan, serta akibat hukum terhadap perkara PKPU yang bersinggungan jika salah satu perkaranya pailit. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan studi kasus berupa putusan Duniatex Group dan Sumitro, serta Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Kesamaan subyek hukum ini juga kemudian membuat pemeriksaan perkara dilakukan secara join session. Meskipun hal ini tidak umum dilakukan, namun masih sesuai dengan koridor asas peradilan Indonesia yaitu penyelesaian perkara dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Pemeriksaan perkara secara join session terhadap perkara yang bersinggungan ini memberikan hasil isi putusan perkara yang memiliki kesamaan satu sama lain. Dalam kasus ini kedua permohonan PKPU diakhiri dengan perdamaian. Tetapi jika salah satu perkara dinyatakan pailit maka secara otomatis keseluruhan aset perorangan akan menjadi Boedel Pailit.

Debtor's default condition can lead to submission of Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) either by the creditor or the debtor. PKPU aims to provide legal certainty regarding debtor debt payments. PKPU can be terminated by reconciliation or bankruptcy. This study discusses the principles of cross-collateral guarantees, the implementation of Indonesian Regulation on merging two linked PKPU cases, and the legal consequences of linked PKPU cases if one of the cases is bankrupt. This research was carried out in a normative juridical manner with case studies of Duniatex Group and Sumitro’s verdict, as well as the Indonesian Regulation. The similarity of legal subjects also made the court examination carried out in a join session. Although not commonly done, it is still in accordance with the corridors of the principles of the Indonesian judiciary, quick, simple, and low cost. This kind of court examination resulting in similarities in decisions between two cases. In this case, the two PKPU submissions ended with reconciliation. However, if one of the cases is declared bankrupt, all individual assets from the personal guarantor will automatically become Boedel Pailit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harianja, Winda Yanti
"ABSTRAK
Pada prakteknya di Indonesia, kredit bermasalah pada perbankan dapat dibeli oleh berbagai pihak artinya terdapat macam-macam pembeli kredit bermasalah, misalnya perusahaan asing, Aset Manajemen Unit, Special Purpose Vehicle, dan lain sebagainya. Dalam kaitannya dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, praktik jual beli dalam pasar sekunder bagi kredit bermasalah menemui permasalahan dalam hal menentukan kedudukan kreditur yang mendalilkan adanya utang yang berasal dari perjanjian jual beli kredit bermasalah. Skripsi ini hendak menjawab pertanyaan sederhana, bagaimanakah pengaturan terkait pihak-pihak yang dapat membeli kredit bermasalah? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menuai hasil dimana ternyata regulasi tidak mengatur secara tegas bagi pembeli kredit bermasalah untuk menjalankan usahanya di bidang-bidang usaha tertentu. Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan juncto Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank juncto Pasal 8 ayat (2) huruf I Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, hanya mengatur bahwa kredit bermasalah dapat dijual kepada bank ataupun pihak lain. Selain itu, juga tidak terdapat pengaturan yang secara tegas mengizinkan ataupun melarang perusahaan asing untuk membeli kredit bermasalah.

ABSTRACT
In practice in Indonesia, non-performing loans in banks can be purchased by various parties, means there are various types of buyers for non-performing loan, such as foreign companies, Unit Management Assets, Special Purpose Vehicles, etc. In its relation to the suspension of debt payment obligation process, the sale and purchase practice on the secondary market for non-performing loan encountered problems in terms of determining the position of creditors who postulated the existence of debt originating from non-performing loan sale and purchase agreement. This undergraduate thesis wants to answer a simple question, how is the regulation regulates who are the parties that can buy non-performing loan? The research method used in this thesis is a normative juridicial research. This research reaps results that law do not explicitly regulate the buyers of non-performing loans to run their businesses in certain business fields. Article 37 paragraph (1) Banking Law juncto Article 6 Bank Indonesia Regulation Number: 13/3/PBI/2011 concerning Determination of Status and Follow-Up of Bank Supervision juncto Article 8 paragraph (2) point I Otoritas Jasa Keuangan Regulation Number: 15/POJK.03/2017 concerning Determination of Status and Follow-Up of Commercial Bank Supervision, only regulates that non-performing loans can be sold to banks or other parties. In addition, there is also no regulation that explicitly permit or prohibit foreign companies to buy non-performing loans.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Naim Syahrir
"Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji lebih dalam permasalahan yang terdapat pada UUKPKPU. Adapun yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana kedudukan obyek jaminan Hak Tanggungan dalam hal Debitor dinyatakan pailit dan Bagaimana Akibat Hukum Ketentuan Pasal 59 UUKPKPU Mengenai Jangka Waktu Eksekusi Jaminan Kebendaan Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu berdasarkan pasal 21 UUKPKPU, seluruh harta kekayaan Debitor yang telah ada pada saat pailit ditetapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan menjadi harta pailit, kecuali harta debitor yang secara limitatif telah ditentukan dalam Pasal 22 tidak termasuk sebagai harta pailit. Dengan demikian kedudukan obyek jaminan Hak Tanggungan dalam hal Debitor dinyatakan pailit akan ikut serta menjadi harta (boedel) pailit.
Selain itu, akibat hukum dari ketentuan pasal 59 UUKPKPU adalah 1) terjadi perampasan hak eksekusi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan sebagaimana yang telah dijamin dalam pasal 21 UUHT dan pasal 55 UUKPKPU, 2) tidak sejalan dengan amanah Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, 3) bertentangan dengan pasal 5 huruf d UU No. 12 tahun 2011, 4) Tidak sesuai dengan asas hak jaminan yang memberikan hak separatis bagi Kreditor pemegang hak jaminan untuk melaksanakan eksekusi secara terpisah tanpa adanya batasan waktu dalam rangka pelunasan utang Debitor, 5) Menimbulkan inefesiensi karena obyek jaminan Hak Tanggungan tersebut akan dieksekusi oleh Kurator dengan cara yang sama sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat (1) UUKPKPU yaitu melalui pelelangan di KPKNL, dan 6) turut dikenakan imbalan jasa Kurator yang mengakibatkan nilai obyek Hak Tanggungan ikut berkurang.

The purpose of this study is to examine more deeply the issues contained in UUKPKPU. As the main problem in this research is how the position of the object in terms of collateral Mortgage debtor is declared bankrupt and How Due to Legal Provisions of Article 59 UUKPKPU Regarding Execution Guarantee Period Against Creditors material Encumbrance Holder. The method used is normative research.
The results obtained are based on article 21 UUKPKPU, the entire assets of the debtor that has existed at the time of the bankruptcy are set and everything that was obtained during the bankruptcy into the bankruptcy estate, unless the debtor assets which have limited manner prescribed in Article 22 is not included as a bankruptcy estate. Thus the position of the object of collateral Mortgage in case the debtor is declared bankrupt will participate and become treasure (boedel) bankruptcy.
In addition, the legal effect of the provisions of Article 59 UUKPKPU is 1) occurs deprivation execution creditor Holder Mortgage as guaranteed in Article 21 UUHT and article 55 UUKPKPU, 2) is not in line with the mandate of Article 28 D Paragraph 1 1945, 3) contrary to article 5 letter d of Law No. 12 in 2011, 4) Not in accordance with the principle of security interest which entitles separatists for creditor rights holders a guarantee for the execution separately without any time limits in order repayment of debt the debtor, 5) Potential inefficiency because the object of collateral Mortgage will be executed by the Curator in the same manner as provided for in article 185 (1) UUKPKPU namely through the auction at KPKNL, and 6) also incur a service fee Curator resulting object value Mortgage lessened.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
YONATAN
"

Peraturan Kepailitan sebelum Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUKPKPU”) diundangkan mengatur ketentuan norma bahwa hanya Debitor saja yang dapat mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”), sedangkan pada UUKPKPU membolehkan Kreditor untuk mengajukan Permohonan PKPU. Dibolehkannya Kreditor mengajukan Permohonan PKPU telah membuat banyaknya Permohonan PKPU dibandingkan dengan Permohonan Kepailitan. Hal ini karena waktu proses hukum acara PKPU lebih cepat dibandingkan dengan proses hukum acara Kepailitan, dan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (“MKRI”) Nomor 23 Tahun 2021 terhadap Putusan PKPU pada tingkat pertama tidak terbuka upaya hukum apapun, dan setelah adanya Putusan MKRI Nomor 23 Tahun 2021 telah membuka upaya hukum Kasasi bagi Permohonan PKPU yang diajukan oleh Kreditor dan Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor tidak diterima oleh Kreditor. Putusan MKRI Nomor 23 Tahun 2021 dimaksud masih membedakan upaya hukum yang dapat dilakukan atas Putusan Pailit dengan Putusan PKPU, sehingga masih dianggap kurang memenuhi rasa keadilan. Pada penelitian ini, norma ketentuan yang membolehkan Kreditor mengajukan Permohonan PKPU tanpa adanya tes insolvensi dianggap kurang tepat. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif), penelitian ini hendak mengkaji tentang apakah norma ketentuan yang membolehkan Kreditor mengajukan Permohonan PKPU tanpa adanya tes insolvensi telah sesuai dengan teori keadilan dari John Bordley Rawls, teori banyak nilai (teori visi etis) dari Elizabeth Ann Warren, dan Prinsip Perencanaan Rasional dari Donald R. Korobkin. Pendekatan metode penelitian hukum dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Negara-negara terbanding dalam penelitian ini diambil dari negara Belanda yang mewakili negara dengan sistem hukum Civil Law, dan negara Singapura dan Amerika Serikat yang mewakili negara dengan sistem hukum Common Law, serta organisasi dunia United Nations Commission On International Trade Law (“UNCITRAL”) yang dalam penelitian ini dianggap sebagai ‘wasit’ yang mewakili sebagai pihak yang netral. Hasil penelitian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan PKPU dalam UUKPKPU lebih berpihak kepada Kreditor daripada Debitor, sehingga perlu dilakukan reformulasi norma hukum yang terdapat pada UUKPKPU terkait dengan pihak yang dapat mengajukan Permohonan PKPU. Atas hal tersebut, diberikan 2 (dua) pilihan alternatif: Pertama, hanya Debitor saja yang mempunyai hak untuk mengajukan Permohonan PKPU; Kedua, dalam hal Kreditor diberi hak untuk mengajukan Permohonan PKPU harus dilekatkan tes insolvensi.


The Bankruptcy Regulations before Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations ("UUKPKPU") were promulgated regulated the norm that only Debtors could submit Applications for Suspension of Debt Payment Obligations ("PKPU"), whereas the UUKPKPU allowed Creditors to submit a PKPU application. Allowing Creditors to submit PKPU Applications has made PKPU Applications more numerous compared to Bankruptcy Applications. This is because the legal process for PKPU is faster than the procedural law for bankruptcy, and prior to the Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia ("MKRI") Number 23 of 2021 against the PKPU Decision at the first level there was no legal remedy whatsoever, and after the Decision MKRI Number 23 of 2021 has opened a Cassation legal effort for the PKPU Application submitted by the Creditor and the Reconciliation Plan submitted by the Debtor is not accepted by the Creditor. The Constitutional Court Decision Number 23 of 2021 is intended to still distinguish the legal remedies that can be taken on a Bankruptcy Decision from a PKPU Decision, so that it is still considered as not fulfilling a sense of justice. In this research, the norm of provisions that allow creditors to submit an application for PKPU without an insolvency test is considered inappropriate. By using the normative legal research method (normative juridical), this research examines whether the provisions that allow creditors to apply for a PKPU without a bankruptcy test are in accordance with the theory of justice from John Bordley Rawls, the theory of multiple values (ethical vision theory) from Elizabeth Ann Warren, and the Principles of Rational Planning from Donald R. Korobkin. The legal research method approach in this study uses several approaches, namely: a comparative legal approach and a statutory approach. The results of this research indicate that the PKPU provisions in UUKPKPU are more in favor of creditors than debtors. Based on this research and comparison with the bankruptcy laws of the Netherlands, Singapore, the United States, and the world organization United Nations Commission on International Trade Law (“UNCITRAL”), it is necessary to amend the UUKPKPU on the following matters, namely: First, only debtors are has the right to submit a PKPU application; Second, in the event that the creditor is given the right to submit an application for PKPU, it must be accompanied by an insolvency test.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Ilham Wildatama Wardhana
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Pengesahan Akta Rencana Perdamaian merupakan langkah hukum yang dilakukan oleh Debitur untuk melindungi perusahaanya dari semua keputusan pailit. Kepailitan berdampak buruk bagi banyak pihak, termasuk karyawan yang berisiko kehilangan pekerjaan karena PHK massal untuk menekan biaya produksi dan perusahaan yang berisiko tidak menghasilkan produk. Oleh karena itu, cara untuk menghindari kepailitan dengan diberlakukan aturan tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang melahirkan suatu keputusan pengadilan yaitu Akta Rencana Perdamaian yang disetujui oleh Kreditur dan Debitur dengan tujuan merestrukturiasi semua utang-utang Debitur untuk dibayarkan di kemudian hari kepada Kreditur dan menghindari perusahaan Debitur dari keputusan pailit sehingga Debitur bisa menjalankan usahanya. Akta Perdamaian tersebut adalah sebuah produk putusan pengadilan yang kedudukannya setara dengan Undang Undang sehingga tidak dapat dilakukan perbuahan dan uapaya hukum dalam bentuk apapun.

The postponement of the obligation to pay debts and the ratification of the Peace Plan Deed is a legal step taken by the debtor to protect his company from all bankruptcy decisions. Bankruptcy is bad for many people, including employees who are at risk of losing their jobs due to mass layoffs to reduce production costs and companies who are at risk of not producing products. Therefore, the way to avoid bankruptcy is the enactment of regulations regarding Postponement of Debt Payment Obligations. The postponement of the obligation to pay debts resulted in a court decision, namely the Deed of Reconciliation Plan which was approved by the Creditors and Debtors with the aim of restructuring all debtors' debts to be visited at a later date to the creditors and avoiding the debtor's company from bankruptcy decisions so that the debtor could carry out development. The Peace Deed is a product of a court whose position is equal to the law so that no amendments and legal remedies can be carried out in any form"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Andhika Darma Perkasa
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pendapat sebagian Pengurus PKPU yang menyatakanbahwa perjanjian pengikatan hak tanggungan merupakan perjanjian timbal balik,sehingga pelaksanaan perjanjian tersebut harus mendapatkan persetujuan PengurusPKPU sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 249 ayat 1 Undang-Undang Nomor37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Pendapat tersebut bertentangan dengan pemahaman penulis bahwa perjanjianpengikatan hak tanggungan adalah perjanjian sepihak yang memberikan kewajibanbagi salah satu pihak untuk melaksanakan prestasi, sehingga perjanjian tersebut tidakdapat dikategorikan sebagai perjanjian timbal balik. Adapun terdapat beberapa risikohukum yang harus dihadapi Kreditur yang bermaksud melaksanakan perjanjianpengikatan hak tanggungan tanpa adanya persetujuan Pengurus antara lain yaitukeabsahan pihak yang berkomparisi dalam perjanjian pengikatan hak tanggunganberpotensi digugat oleh pihak yang berkepentingan dan pelaksanaan perjanjiantersebut dapat dimintakan pembatalan oleh Kurator apabila merugikan harta debitur actio pauliana . Disamping itu, Notaris yang berperan dalam pembuatan perjanjianpengikatan hak tanggungan perlu memahami pihak-pihak yang berwenang dalampembuatan perjanjian tersebut guna menghindari adanya risiko hukum yang mungkintimbul di kemudian hari. Dengan adanya pemahaman yang sama terhadap penafsiranperjanjian timbal balik dalam PKPU, Penulis berharap dapat memberikan kepastianhukum bagi pelaku usaha untuk kelangsungan usahanya di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis explains the opinion of some Administrator stating that the contractingagreement is a mutual agreement, so the implementation of the agreement mustobtain the approval of the Administrator as regulated in the provision of Article 249paragraph 1 of Law Number 37 Year 2004 About Bankruptcy And Suspension DebtPayment Obligations. The Administrator rsquo s opinion is contrary to the writer 39 sunderstanding that the agreement of mortgage is a unilateral agreement whichobliges one party to perform its performance, so the agreement can not becategorized as a mutual agreement. There are some legal risks to which Creditorsare required to execute the binding rights agreement without the consent of theAdministrator, among others the legitimacy of the parties in the lease agreement withthe potential liability to be sued by the interested parties and the execution of theagreement can be requested by the Curator if the loss of property Debtor actiopauliana . In addition, a Notary acting in the development of mortgage bindingagreements needs to understand the authorities in the making of such agreements inorder to avoid any legal risk that may arise in the future. With the sameunderstanding of the interpretation of the reciprocal agreement in PKPU, the Writerhopes to provide lega"
2017
T47649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Faisal Alhaq
"Skripsi ini membahas tentang penyelesaian utang piutang melalui permohonan pernyataan pailit, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan gugatan wanprestasi. Disamping itu, Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam permohonan pernyataan pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan membahas mengenai urgensi pengaturan dan penerapan insolvency test di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan dalam meneruskan kegiatan usahanya dan proses penyelesaian utang piutang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan cara studi kepustakaan didukung dengan hasil wawancara dari beberapa narasumber. Pembuktian dalam kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang seharusnya tidak hanya pembuktian formil saja, tetapi juga pembuktian materiil. Insolvency test adalah alternatif yang tepat untuk menggantikan pembuktian sederhana dalam menentukan apakah debitor dapat dinyatakan pailit atau tidak. Penyelesaian utang piutang melalui kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di pengadilan niaga merupakan alternatif dalam penyelesaian utang piutang yang lebih cepat daripada melalui gugatan wanprestasi di pengadilan negeri karena waktu penyelesaian perkara permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang dibatasi oleh undang-undang. Upaya hukum kepailitan hanya tingkat pertama, kasasi, dan peninjauan kembali, sedangkan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apa pun.

This thesis discusses debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy, suspension of obligation for payment of debts, and breach of contracts lawsuit. In addition, this thesis discusses there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy  based on Law  Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts and discusses the urgency of regulation and implementation of insolvency tests in Indonesia. The monetary crisis in Indonesia brings adverse impact on national economy, causing difficulties in continuing its business activities and the process of debt settlement. This research  is normative judicial research which some of data based on the related literatures and interviews. the petition for a declaration of bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts should not only be formal proof, but also material evidence. Insolvency test is the right alternative to replace simple evidence in determining whether the debtor can be declared bankrupt or not. Debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts  in commercial courts is an alternative debt settlement solution that is faster than a default claim in a district court because the time of settlement of the case for bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts. Bankruptcy The legal remedies are only the first level, cassation, and judicial review, while there are no legal actions could be taken against the decision on suspension of obligation for payment of debt.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnas Ayu Swaradheka
"Tesis ini membahas tentang kepastian hukum atas pelaksanaan Debt to Equity Swap terhadap obligasi yang dikonversi menjadi saham dalam rangka penundaan kewajiban pembayaran utang. Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal, obligasi sebagai surat berharga yakni efek atau merupakan bentuk surat bukti utang emiten kepada kreditor pemegang obligasi yang memiliki jangka waktu jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan. Dalam jangka waktunya, dapat dimungkinkan terjadinya keadaan dimana Emiten tidak mampu atau gagal bayar atas utang lain yang dimiliki. Untuk itu, pengajuan perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan guna penataan utang-utang emiten tersebut. Salah satu metode dalam rangka perdamaian di penundaan kewajiban pembayaran utang atas Obligasi yang dimiliki oleh Emiten atau Debitor yaitu Debt to Equity Swap. Dalam tesis ini, dibahas mengenai tata cara pelaksanaan Debt to Equity Swap terhadap Obligasi non-convertible dalam rangka penundaan kewajiban pembayaran utang dan mengenai keberlangsungan waliamanat serta berakhirnya peran sebagai wakil dari kreditor pemegang obligasi dalam menjalankan segala tugas, wewenang serta fungsi berdasarkan perjanjian perwaliamanatan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan sifat penelitian deskriptif-analitis serta dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapatnya upaya yang diwajibkan pada pelaksanaan Debt to Equity Swap terhadap Obligasi non-convertible dalam rangka penundaan kewajiban pembayaran utang, melainkan dapat dilakukan melalui upaya yaitu mempercepat jangka waktu Obligasi, serta dalam rangka ini pula keberlangsungan peran waliamanat masih terus berjalan.

This thesis discusses regarding the legal certainty on the implementation of Debt to Equity Swap on bonds conversion into shares in the event of Suspension of Debt Payment Obligation. Based on Indonesian Capital Market Law, bonds are commercial paper or are forms of proof of issuer's debt to bondholders as creditors who have a predetermined term of payment. Within such period of time of bonds, it is possible for a situation which will be occurred where the Issuer is unable or default on other debts held. For this reason, the reconciliation petitionof the Suspension of Debt Payment Obligation is one of the efforts that can be made to restructure the issuer's debts. One method in the form of restructuring debton the Suspension of Debt Payment Obligation on bonds held by issuers or debtors, namely Debt to Equity Swap. This thesis will be focused on the implementation of Debt to Equity Swap on non-convertible bonds in order to Suspension of Debt Payment Obligation and regarding the continuity of the Trustee and the end of the role as representative of the bond holders as creditors in carrying out all duties, authorities and functions based on the trustee agreement. The form of this research is juridical-normative, with the nature of descriptive-analytical research and analyzed using qualitative methods. On the basis of the conditions described, there is no compulsory effort in the implementation of Debt to Equity Swap against non-convertible bonds in the event of Suspension of Debt Payment Obligation, but can be done by accelerating the term of the Bonds, as well as the Trustee role still be continued.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhani Rahmi
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan antara kreditor konkuren dan kreditor separatis selama menjalankan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam lembaga PKPU, kedudukan antara kreditor adalah sama. Undang-undang secara implisit telah memberikan perlindungan kepada kreditor konkuren sebagai pihak yang memiliki kedudukan yang lemah. Namun dalam prakteknya masih sering ditemukan kecondongan atau dominasi dari kreditor lainnya, khususnya kreditor separatis. Ketimpangan antara kedua kreditor tersebut juga terjadi dalam kasus PKPU PT. Benangsari Indahtexindo. Asas Keseimbangan yang terdapat dalam hukum kepailitan menjadi patokan utama dalam menentukan proses PKPU, karena dengan asas tersebut maka dapat dicapai hasil akhir yang adil.

This paper discusses the standing of the unsecured creditor and secured creditor throughout the process of Suspension of Payment. In Suspension of Payment foundation, the standings between all the creditors are same. The law implicitly has been giving protection for the unsecured creditor, as the party which has a weak position. But in practice there are still tendency or dominance of other creditor, especially the secured creditor. Disparities between the two of the creditor also happened in Suspension of Payment of PT. Benangsari Indahtexindo. The principle of balance that was found in bankruptcy law is the first criterion in determining the process of the Suspension of Payment, because of this principle, it can achieved the fair result.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>