Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141692 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Binar Candra Auni
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas K-pop sebagai budaya populer Korea Selatan. K-pop telah menjadi salah satu produk budaya populer yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Munculnya K-pop sebagai musik populer perlu dikaji dari perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Korea Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis K-pop dikaitkan dengan perjalanan perkembangan budaya di Korea Selatan. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan diakronis dalam penelitian. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa munculnya K-pop dipengaruhi oleh budaya asing, yaitu budaya populer Amerika yang masuk pada tahun 1950-an. Budaya populer Amerika tersebar di Korea Selatan melalui konser pop di markas militer Amerika Serikat 8th Army, hiburan di klub, dan saluran komunikasi American Forces Korean Network. Perkembangan ekonomi dan teknologi, kebijakan terkait budaya, dan globalisasi pun menjadi faktor penting yang membentuk K-pop saat ini. Hingga kini, pengaruh budaya populer Amerika pada K-pop dapat dilihat melalui judul maupun lirik lagu yang mengandung unsur Bahasa Inggris.

ABSTRACT
This paper study about K-pop as popular culture in South Korea. K-pop has become a product of popular culture consumed by people around the world. The emerge of K-pop as popular music need to be investigated from the perspective of social, political, and economic changes in South Korea. This paper means to analyze K-pop in correlation with the cultural development in South Korea. Researcher uses the descriptive qualitative method and diachronic approach in the analysis process. The finding shows that K-pop is influenced by foreign culture, which is American popular culture that gain entrée in 1950s. The American popular culture disseminated in South Korea through pop concerts in the US 8th Army military base, performances in US nightclubs, and a US radio station, American Forces Korean Network. The technology and economy, cultural policy, and globalization become the important factors that shaped K-pop today. Until this day, the influence of American popular culture in K-pop reflected through the use of English in song titles and lyrics."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Hanindhitakirana Wirawan
"J-pop dan K-pop merupakan dua budaya populer yang berkembang di era globalisasi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis dinamika perkembangan J-pop dan K-pop di Jepang dan Korea Selatan di era globalisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis J-pop yang dapat menjadi inspirasi bagi Korea Selatan dalam membangun K-pop, menganalisis K-pop yang dapat menyaingi kepopuleran J-pop sebagai pendahulunya di tengah globalisasi, serta menganalisis upaya yang dilakukan pelaku industri musik J-pop dalam menyikapi pesatnya perkembangan industri musik K-pop di tengah globalisasi. Studi ini menggunakan teori globalisasi yang diungkapkan oleh Giddens (1990) dengan konsep modernitas refleksif. Studi ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui sumber-sumber dari buku, jurnal, dan artikel dalam situs web. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam rentang waktu 1990 hingga 2022, J-pop dan K-pop saling menginspirasi untuk terus berkembang dan menciptakan konten yang menarik bagi penggemar mereka. Interaksi antara kedua budaya populer ini menciptakan hubungan saling menguntungkan antars Jepang dan Korea Selatan.

J-pop and K-pop are two popular cultures that developed in the globalization era. In this research, the author analyzes the dynamics of the development of J-pop and K-pop in Japan and South Korea in the globalization era. The purpose of this study is to analyze J-pop that can be an inspiration to South Korea in establishing K-pop, analyze K-pop that can challenge the popularity of J-pop as its predecessor in the midst of globalization, and analyze the efforts made by J-pop music industry players in responding to the rapid development of the K-pop music industry in the midst of globalization. This study uses the globalization theory expressed by Giddens (1990) using the concept of reflexive modernity. This study uses qualitative data obtained through sources from books, journals, and articles on websites. The results of this study show that from 1990 to 2022, J-pop and K-pop inspired each other to grow and create engaging content for their fans. The interaction between these two popular cultures created a mutually beneficial relationship between Japan and South Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yanisa Fitri Amelia
"ABSTRAK
Jakarta Selatan sebagai bagian dari ibukota negara menjadi pusat bisnis dan investasi termasuk bagi kaum ekspatriat Korea dalam mengembangkan bisnis kuliner Korea. Pada umumnya, terdapat 2 jenis restoran Korea khususnya yang berada di Indonesia, yaitu restoran Korea tradisional dan modern. Tren budaya K-Pop disinyalir dapat memengaruhi peningkatan konsumen di restoran Korea. Sebagai konsumen restoran Korea, penggemar budaya K-Pop memiliki faktor yang berpengaruh dalam memilih restoran Korea yang dapat dikaji dari aspek spasial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan makna tempat restoran Korea tradisional dengan restoran Korea modern dan menganalisis perilaku spasial penggemar budaya K-Pop dalam memilih restoran Korea di Jakarta Selatan dengan mengetahui aspek kognitif, afektif serta konatif. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan informan penelitian yang selanjutnya akan ditemui untuk wawancara mendalam. Analisis spasial dengan metode deskriptif digunakan untuk menganalisis pola spasial dari perilaku penggemar budaya K-pop sebagai konsumen restoran Korea. Penelitian ini menghasikan 10 informan utama yang dibedakan berdasarkan tipologi penggemar budaya K-Pop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa restoran Korea tradisional dimaknai sebagai restoran dengan suasana formal yang tidak memutarkan lagu K-Pop serta memiliki harga menu makanan relatif mahal dengan rasa autentik. Sementara restoran Korea modern K-Pop dimaknai sebagai restoran dengan suasana casual yang memutarkan lagu K-Pop serta memiliki harga menu makanan relatif murah dengan rasa yang telah dimodifikasi. Dalam memilih restoran Korea, pola spasial perilaku penggemar budaya K-Pop yang terbentuk yaitu perilaku mengunjungi restoran Korea modern yang dekat dari titik asal keberangkatan dengan mengendarai alat transportasi dan menempuh waktu yang relatif singkat. Penggemar budaya K-Pop dari ketiga tipologi umumnya memiliki preferensi terhadap restoran Korea modern K-Pop yang memiliki site yaitu memutarkan lagu dan musik K-Pop, dengan motivasi mengunjungi yaitu motivasi sosial sehingga memunculkan makna tempat restoran Korea sebagai fungsi sosial.

ABSTRACT
South Jakarta as part of the capital city became a center of business and investment for Korean expatriates in developing Korean culinary business. In general, there are two types of Korean restaurants, particularly those in Indonesia, which are traditional and modern Korean restaurants. K Pop trends are alleged to affect the increase of consumer in Korean restaurants. As a Korean restaurant consumer, K Pop fans have influential factors in choosing a Korean restaurant that can be studied from spatial aspects. This study aims to analyze the difference of sense of place, of a traditional Korean restaurant with a modern Korean restaurant and to analyze the spatial behavior of K Pop fans in choosing Korean restaurant in South Jakarta by knowing cognitive, affective and conative aspects. This study uses qualitative approach by using purposive sampling method to determine informant of research which can be encountered for in depth interviews. Spatial analysis by using the descriptive method is used to analyze the spatial patterns of K Pop fans behavior as a Korean restaurant consumer. This study produces 10 main informants that are distinguished by the typology of K Pop fans. The results show that traditional Korean restaurant is interpreted as a restaurant with a formal atmosphere that does not play K Pop songs and has a relatively expensive food menu prices with an authentic taste. While a modern Korean restaurant K Pop is interpreted as a casual atmosphere restaurant that plays K Pop songs and has a relatively cheap food menu prices with modified taste. In choosing a Korean restaurant, the spatial pattern of K Pop fan behavior is the act of visiting modern Korean restaurants that are close to the point of departure by driving and taking relatively short periods of time. K Pop fans by the three typologies generally have a preference for a modern Korean restaurant K Pop that has a site that plays K Pop songs and music, with a visiting motivation social motivation that raises the sense of place of Korean restaurant as a social function."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Fitri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang K-Pop yang digunakan sebagai instrumen bagi Pemerintah Korea Selatan dalam melakukan imperialisme struktural di Indonesia. Tesis ini menguraikan perjalanan panjang sejak awal K-Pop diciptakan hingga bagaimana K-Pop menjadi agen bagi Pemerintah Korea Selatan dalam melakukan imperialisme struktural yang berujung pada spasialisasi industri di Indonesia. Kata kunci: imperialisme struktural, imperialisme budaya, spasialisasi, ekonomi politik, K-Pop

ABSTRACT
The focus of this study is K Pop which being used as a tool for South Korea Government in doing structural imperialism in Indonesia. This study explains the long journey since K Pop was established until how it is used as a South Korea Government agent in doing structural imperialism through industry spacialization in Indonesia. Key words structural imperialism, cultural imperialism, spacialization, political economy, K Pop "
2018
T51534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indhina Saraswati
"Media dan Globalisasi merupakan dua hal yang tak mudah untuk dipisahkan. Dalam hal ini ekspansi industri media, yang dimiliki negara-negara besar, mengakibatkan media global, dan pada saat yang sama globalisasi bisa membuat industri media lokal menjadi go global, seperti K-pop. Dominasi budaya Korea tidak hanya disebarkan melalui media tapi juga institusi pendidikan yang dilakukan melalui student exchange di Korea.
Pertanyaan penelitiannya adalah apakah kesempatan belajar di sana, selama dua bulan, akan mengubah identitas pelajar Indonesia? Teori utama dalam research paper ini adalah teori Identitas Stuart Hall. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan metode kualitatif dan pendekatan Social Constructivsm dilengkapi dengan obeservasi partisipan dan wawancara mendalam terhadap pelajar yang juga K-pop-ers berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identity ke-Indonesiaan dibentuk melalui nilai dan norma dan pengalaman informan masa lalu. Peran orang tua, dan lingkungan sosial serta self identity merupakan faktor kuat dalam menentukan lunturnya identitas ke-Indonesia-an seseorang.

Media and globalization often constitute one unsepararable item. The vast expansion of media owned by big and developed countries has given birth to the new phenomenon of globalized media, which in turn has pushed local media to go global, for example K-pop. K-Pop, as one form of Korean culture is not only disemminated through media but also by educational institution, through exchange programs to Korea.
The research question is whether the opportunity to study there, for two months, will change the identity of Indonesian students? The main theory in this research paper is Stuart Hall's Identity theory. The method used is qualitative method by social constructivism approach through the participation of observations equipped with indepth interview. Selection of informants was conducted purposively against students who were also heavy K-pop-ers.
The results show that the indonesian identity is formed through the values and norms and past experiences of the informants. The role of parents, and the social environment and self-identity is a powerful factor in determining whether such identity will be challenged to diminish or remain solid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuannisa Manendra
"Tahun 90-an, industri musik Korea diramaikan oleh kemunculan boyband dan girlband. Peristiwa ini menimbulkan fenomena fanatisme dikalangan penggemar. Skripsi ini akan membahas adegan-adegan dalam drama yang disutradarai oleh Shin Wonho berjudul Eungdabhara 1997. Adegan-adegan tersebut menunjukkan aktivitas tokoh Seong Shiwon sebagai fans berat dari boyband H.O.T. dan juga dampak yang dialami oleh tokoh tersebut karena sifat fanatisme yang dia miliki. Untuk menganalisis hal tersebut, digunakan metode deskriptif analitik.
Hasil penelitian ini akan menunjukkan bahwa aktivitas fanatisme yang diperlihatkan oleh tokoh Seong Shiwon dapat merepresentasikan fenomena fanatisme yang terjadi di Korea Selatan pada tahun 90-an.

In the 90s, Korean music industry enlivened by groups of boyband and girlband. This event yielded fanaticism phenomenon in the circle of fans. This thesis will be discussing about scenes from drama Eungdabhara 1997 directed by Shin Wonho. Those scenes will show us about character named Seong Shiwon as a massive fan of boyband called H.O.T. and how that fanaticism affected her. To analyze that, analytic descriptive method will be used.
The result of this research will show us that the fan activities showed by Seong Shiwon may represent the fanaticism phenomenon that happened in South Korea in the 90s.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachma Syahrizal
"ABSTRAK
Korean Wave atau lebih dikenal dengan istilah Hallyu merupakan sebuah fenomena tren budaya Korea telah mencapai tingkat popularitas yang tinggi di seluruh dunia (Eun, 2013). Salah satu efek dari Hallyu adalah tingginya peningkatan industri operasi plastik di Korea Selatan dan kejadian tersebut telah banyak menarik perhatian bahkan dari media yang berpengaruh seperti The Economists, New York Times, ABC News, Business Insider, the Atlantic, dan NBC (Wang, 2015). Dalam karya ilmiah ini, peneliti akan mendiskusi lebih dalam akan efek Hallyu, terutama dari subkultur K-pop, terhadap industri operasi plastik di Korea Selatan serta keuntungan dan kerugiannya dalam pandangan fans Kpop generasi muda. Peneliti juga meneliti penyebab dan alasan mengapa industri operasi plastik Korea Selatan telah menjadi salah satu komponen utama dari Hallyu, serta pro dan kontra dari masalah tersebut.

ABSTRACT
Korean Wave or commonly referred to as Hallyu is a phenomenon in which Korean popular culture has reached a high distinction across the globe (Eun, 2013). One of the impacts of Hallyu is the tremendous enhancement of the plastic surgery industry in South Korea and it has drawn numerous attention even from the influential media such as The Economists, New York Times, ABC News, Business Insider, the Atlantic, and NBC (Wang, 2015). In this paper, the researcher discusses the impact of Hallyu, especially its K-pop subculture, towards the plastic surgery industry in South Korea as well as its advantages and disadvantages in the eyes of the young generation of K-pop fans. The researcher also sees through the causes and reasons of why South Korean plastic surgery industry has been one of the main components of Hallyu, as well as the pros and cons to this issue."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Artika Isnanda Sarah
"ABSTRAK
Penekanan terhadap representasi visual, seperti tampilan fisik, kostum dan
koreografi tari membuat girlband dan boyband K-pop menjadi terseksualisasi,
menjadikan mereka hanya sebagai gambaran objek seksual. Pada musik video,
yang merupakan media paling utama bagi girlband dan boyband K-pop generasi
kedua dalam mempromosikan lagu serta menghimpun penggemar dari global,
seksualisasi ini ditunjukkan dengan gambaran tubuh perempuan dan posisinya
dari laki-laki. Pada tahun 2015, kecenderungan berbeda ditunjukkan oleh Brown
Eyed Girls dan Stellar yang memunculkan tanda-tanda (sign) merujuk pada
genital perempuan. Bahkan Big Bang, kelompok boyband juga ikut menampilkan
hal serupa. Menggunakan pemikiran Julia Kristeva tentang abjeksi terhadap tubuh
perempuan, tiga video tersebut dianalisa menggunakan metode semiotika
pragmatis Pierce untuk menemukan makna di balik simbol-simbol yang menjadi
tanda bagi subjektifitas. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa musik BigBang
dengan lagu Bae Bae menunjukkan subjektifitas perempuan yang pasif dan aktif
bagi laki-laki seperti pada ajaran Konfusius, lagu Brown Eyed Girls,
menunjukkan subjektifitas perempuan pada era 1960-an yang menjadikan
tubuhnya sebagai ekspresi diri dan identitas feminin, sementara musik video
Stellar Vibrato menunjukkan komersialisasi tubuh dalam industri K-pop.

ABSTRACT
K-pop girlband and boyband has been emphasized visual representations on their
physical appearance, costume, and dance choreography which make their own
been sexualized as sexual imagery. This sexualization can also been found on On
the music video, the main media for second wave K-pop to promote song and
gather global fans, potrays women body and their position from man. In 2015, the
sexualization coming with new trends which the sexual innuendos that refer to
female genitalia is significantly appear. There are three music videos which the
girlbands, Brown Eyed Girls, Stellar and Big Bang boyband showed this kind of
sexual innuendos in their new single. Using the Kristeva thought and Peirce
pragmatics semiotics, this research found that on Big Bang Bae Bae music video,
the genitalia signs is potrayed woman and man subjectivity based on
Confusianism. Meanwhile, on Brown Eyed Girls music video, the subjectivity
representation is related to Korean women who in 1990?s transformed their body
as expression and feminine identity. The transformation on woman thought about
their mind and body is comersialized on K-pop industry which can be observed on
Stellar music video."
2016
S64926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Dae Han
Jakarta: Bmedia Imprint Kawan Pustaka, 2023
495.7 LEE b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Wahyu Andriani
"Photocard eksklusif menjadi salah satu objek koleksi bagi kelompok penggemar K-Pop, salah satunya adalah bentuk kerjasama eksklusif antara idol dengan brand. Bentuk eksklusifitas dan limited edition yang ditawarkan menjadi daya tarik yang sulit untuk dilewatkan bagi penggemar. Penelitian ini menganalisis perilaku budaya penggemar K-Pop melalui objek photocard eksklusif sebagai perantara penggemar, idol, dan brand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif pada periode Januari hingga Juni 2022. Tahapan kuantitatif berupa survei kepada 212 responden penggemar K-Pop untuk memetakan budaya penggemar sekaligus menyeleksi calon informan. Pengumpulan data utama dilakukan melalui metode kualitatif berupa etnografi digital dengan wawancara mendalam secara virtual pada enam informan dan observasi digital pada media sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pola aktivitas koleksi photocard eksklusif melibatkan beberapa pihak, seperti penggemar, idol, dan brand. Relasi pertama memfungsikan photocard sebagai objek yang memperlihatkan identitas sosial fandom K-Pop yang memiliki nilai emosional. Relasi kedua memfungsikan photocard sebagai valued product, yakni objek yang memiliki nilai lebih untuk memantik pola konsumerisme kelompok penggemar. Relasi ketiga memfungsikan photocard sebagai objek dan komoditas budaya penggemar. Ketiganya mencerminkan bahwa photocard eksklusif lebih dari sekedar benda material sebab mampu menjadi penghubung relasi antara penggemar, idol, dan brand.

Exclusive photocards are a collection object for K-Pop fan groups, one of which is a complete form of collaboration between idols and brands. The form of exclusivity and limited edition offered is an attraction that is hard to miss for fans. This study analyses the cultural behaviour of K-Pop fans through exclusive photocard objects as intermediaries for fans, idols, and brands. The research was conducted using quantitative and qualitative methods from January to June 2022. The quantitative stage was a survey of 212 respondents of K-Pop fans to map fan culture and select potential informants. The primary data collection was carried out through qualitative methods in the form of digital ethnography with in-depth virtual interviews with six informants and digital observations on social media. This study found that the pattern of exclusive photocard collection activities involved several parties, such as fans, idols, and brands. The first relation functions the photocard as an object that shows the social identity of the K-Pop fandom that has emotional value. The second relationship functions as a photocard as a valued product, an object with more value to ignite a pattern of consumerism among fan groups. The third relation functions photocards as objects and commodities of fan culture. All three reflect that exclusive photocards are more than just material objects because they can be a link between fans, idols, and brands."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>