Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174014 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Jodyanta Kautsar
"ABSTRAK
Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang akhirnya menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli. Mengenai hal tersebut dalam hal ini penulis tertarik untuk menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 72/PDT/2015/PT.DPS. Kasus bermula pada tanggal 03 September 2004 lalu, HSB dengan istrinya HSS mengadakan Perjanjian/Ikatan Jual Beli dengan IPW dihadapan Notaris LB, maka dibuatlah Akta Nomor 1 tanggal 03 September 2004 tentang Perjanjian/Ikatan Jual Beli antara HSB dan HSS selaku Penjual dengan IPW selaku pembeli atas sebidang tanah Hak Milik Nomor 1376/Danginpuri Klod. Kemudian pada tanggal 05 Januari 2005 HSB dengan IPW telah sepakat bahwa HSB akan membeli kembali tanah yang sudah dijual. Dalam pembelian kembali tersebut HSB mempercayakan kepada pegawainya yaitu AAB, akan tetapi dalam pelaksanaannya AAB telah menyelewengkan kepercayaan HSB dengan menerbitkan Akta No.2 tanggal 5 Januari 2005 tentang Perjanjian/Ikatan Jual Beli antara IPW kepada AAB yang dibuat oleh Notaris LB tanpa diketahui sama sekali oleh HSB. Oleh karenanya akan dibahas mengenai keabsahan kedua perjanjian yang timbul dari peristiwa tersebut, apakah akta No.2 tanggal 5 Januari 2005 tentang Perjanjian/Ikatan Jual Beli antara IPW kepada AAB tersebut memiliki kekuatan hukum atau tidak dan bagaimana pertanggungjawaban Notaris yang membuat akta tersebut.

ABSTRACT
The agreement to buy and sell is born as a result of the obstruction or the existence of several requirements determined by law which ultimately hinder the settlement of transactions in buying and selling. These requirements are born from existing laws and regulations and there are also those that arise as an agreement between the parties who will make buying and selling. Regarding this matter, in this case the author is interested in analyzing the Decision of the Denpasar High Court Number 72 / PDT / 2015 /PT.DPS. The case began on 3 September 2004, HSB with his wife HSS entered into an Agreement / Buying and Selling Association with IPW before a Notary, LB, then Deed was made Number 1 dated 3 September 2004 concerning Agreement / Bond Sale
between HSB and HSS as the seller with IPW as the buyer of a plot of land Ownership Number 1376 / Danginpuri Klod. Then on 5 January 2005 HSB with IPW agreed that HSB would buy back the land that had been sold. In the repurchase, HSB entrusts its employees, namely AAB, but in its implementation AAB has misused HSB's trust by issuing Deed No.2 dated 5 January 2005 concerning Agreement / Bonds for Sale between IPW to AAB made by Notary LB without being known at all by HSB. Therefore, we will discuss the validity of the two agreements arising from the event. whether deed No.2 dated 5 January 2005 concerning the Agreement / Sale and Purchase Association between IPW to the AAB has legal strength or not and how the responsibility of the Notary who made the deed."
2019
T51925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaqif Levinsky Can
"Notaris sebagai pejabat umum diwajibkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris untuk selalu berhati-hati dalam melakukan pembuatan akta autentik. Apabila terdapat kesalahan dalam proses pembuatan akta, maka akan ada akibat hukum yang ditimbulkan bagi para pihak dan notaris yang membuatnya. Oleh karena itu, majelis hakim perlu mempertimbangkan segala keadaan yang terjadi apabila terdapat suatu kesalahan dalam proses pembuatan akta autentik yang melanggar ketentuan jabatan notaris. Suatu kesalahan yang dilakukan oleh notaris tidak dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, apabila pada kenyataannya kesalahan tersebut tidak mengakibatkan kerugian bagi para penghadap. Empat unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata harus terbukti secara kumulatif. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih dalam untuk menguji suatu teori ataupun hipotesa. Hasil dari penelitian ini adalah notaris tidak dapat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dikarenakan tidak adanya kerugian yang ditimbulkan dengan tidak mencantumkan tanggal penandatanganan sebenarnya pada akta pengikatan jual beli. Judex Juris telah melakukan perbaikan amar putusan dengan mencabut hukuman ganti kerugian yang dibebankan kepada notaris. Secara tidak langsung, telah diakui bahwa tidak ada kerugian materiil yang disebabkan oleh tindakan notaris. Dengan kata lain, unsur Pasal 1365 KUHPerdata yang mempersyaratkan adanya kerugian menjadi tidak terpenuhi. Dengan tidak terpenuhinya unsur kerugian, maka tidak terpenuhi juga unsur kausalitas terhadap kerugian yang tidak secara nyata terjadi akibat tindakan notaris. Namun, kelima akta yang tidak mencantumkan tanggal penandatanganan sebenarnya tetap dinyatakan batal demi hukum. Akibat hukum dari pembatalan terhadap kelima akta adalah segala perbuatan hukum yang dilakukan pada kelima akta tersebut dianggap tidak pernah ada dan dilakukan pengembalian keadaan semula terhadap perikatan yang telah terjadi. Hal ini termasuk pengembalian jaminan. Perbuatan hukum yang dianggap tidak pernah ada, namun pelunasan hutang tetap harus dilaksanakan.

Notaries as public officials are required by the Law on Notary Positions to always be careful when making authentic deeds. If there are errors in the process of making the deed, there will be legal consequences for the parties and the notary who made it. Therefore, the panel of judges needs to consider all circumstances that occur if there is an error in the process of making an authentic deed that violates the provisions of the notary's position. An error made by a notary cannot be declared an unlawful act based on Article 1365 of the Civil Code, if in reality the error does not result in losses for the parties. The four elements in Article 1365 of the Civil Code must be proven cumulatively. The research method used is doctrinal with an explanatory research typology which aims to provide a deeper explanation to test a theory or hypothesis. The results of this research are that a notary cannot be declared to have committed an unlawful act based on Article 1365 of the Civil Code because there is no loss caused by not including the actual signing date on the sale and purchase agreement. Judex Juris has revised the verdict by removing the compensation penalty imposed on notaries. Indirectly, it has been acknowledged that there was no material loss caused by the notary's actions. In other words, the element of Article 1365 of the Civil Code which requires the existence of a loss is not fulfilled. By not fulfilling the element of loss, the element of causality is also not fulfilled for losses that do not actually occur as a result of the notary's actions. However, the five deeds that did not include the actual signing date were still declared null and void. The legal consequence of canceling the five deeds is that all legal actions carried out in the five deeds are deemed to have never existed and the agreement that has occurred is restored to its original state. This includes the return of the guarantee. The legal action is considered to have never existed, but debt repayment must still be carried out."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Maria Prima Nahak
"Seringkali Notaris menyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya pada saat melaksanakan jabatannya, salah satunya dengan melakukan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP, sehingga menyebabkan Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 174/Pid.B/2018/PN Dps diangkat tiga permasalahan yaitu, keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris, akibat hukum terhadap perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama, dan bentuk pertanggung jawaban Notaris terhadap akta-akta yang diketahui dan dibuat dihadapannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris menjadi batal demi hukum. Mengenai perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris memiliki akibat hukum terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama. Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya, NKAA selaku Notaris di Kota Denpasar dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun.

Notary often misuses the authority by committing fraudulent crime in Article 378 of the Criminal Code, so that the Notary can be held criminal liability. From the District Court Verdict Number 174/Pid.B./2018/PN. Dps, three issues were raised, namely the validity of the deed of authority to sell whose object was made in the provisional sale agreement deed and the deed of authority to sell by the Notary, the legal consequences of the underhanded deed of sale and purchase agreement known by the Notary to the sale and purchase agreement deed and the deed of authority to sell made later with the same object of the agreement, and the form of notary responsibility for the deeds known and made before her. The research method used in the writing of this thesis is normative juridical research, which focused on the use of secondary data and the form of research is descriptive analytic research. From the analysis it can be concluded that the validity of the selling deed whose object has been made before the sale and purchase agreement and the deed of sale by the Notary become null and void. Regarding the sale and purchase binding agreement made underhanded, it is known by the Notary that it can have legal consequences for the sale and purchase agreement deed and the power deed of sale made later with the same agreement object. To account for her mistakes, NKAA as a Notary in Denpasar City was sentenced to prison for two years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avitya Danastri
"Penelitian ini membahas mengenai akta jual beli berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa untuk menjual yang mengandung cacat hukum. Notaris berwenang untuk membuat akta otentik berupa akta perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa untuk menjual sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun dalam pelaksanaannya, Notaris melakukan perbuatan yang oleh pengadilan diputuskan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan akta yang dibuatnya dinyatakan cacat hukum. Sehingga dalam hal ini membuat pihak yang dirugikan yaitu pemilik tanah mengajukan gugatan ke Pengadilan, dan Notaris sebagai pejabat umum harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum pemilik tanah dan pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya yang dinyatakan cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pemilik tanah berhak mendapatkan perlindungan hukum terkait tanah yang dimiliknya berupa kepemilikan kembali, dan akta-akta yang pernah dibuat oleh Notaris terkait tanah tersebut menjadi cacat hukum dan batal demi hukum. Kemudian, Notaris yang membuat akta tersebut bertanggungjawab akan akta yang dibuatnya dan dapat dimintai pertanggungjawaban perdata berupa penggantian biaya, rugi, dan bunga yang berbentuk materiil (uang) dan pertanggungjawaban administratif berupa pemecatan sementara sesuai dengan peraturan pada Pasal 85 UUJN dan Kode Etik Notaris. Untuk itu, masyarakat khususnya yang memiliki tanah hendaknya selalu berhati-hati dan juga selalu teliti dalam membuat perjanjian, serta sebagai pejabat umum, Notaris harus selalu mengemban tugas dan amanahnya dengan baik.

This study discusses the sale and purchase deed based on the binding purchase agreement and power of attorney to sell that contains legal defects. The notary is authorized to make an authentic deed in the form of a binding purchase agreement and sales authorization agreement in accordance with applicable regulations. However, in its implementation, the Notary commit acts which the court has decided to have committed against the law and the deed he made was declared legally flawed. So that in this case makes the injured party that is the land owner file a lawsuit to the Court, and the Notary as a public official must be held accountable for his actions. The issues raised in this study are regarding the legal protection of landowners and the responsibility of a Notary to the deed he made which is declared legally flawed. To answer these problems legal research is used by using juridical-normative research forms and descriptive research types. The results obtained from this research are that the land owner has the right to get legal protection related to the land he owns, and the deeds that have been made by the Notary regarding the land have become legally flawed and null and void. Then, the Notary who makes the deed is responsible for the deed he made and can be asked for civil liability in the form of reimbursement of costs, losses and interest in the form of material (money) and administrative liability in the form of temporary dismissal in accordance with the provisions in Article 85 of the Law and Notary Ethics. For this reason, the community especially those who own land should always be careful and always conscientious in making agreements, and as a public official, the Notary must always carry out his duties and mandates properly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octavia Dewi Indrawati
"Pembelian atas bidang tanah yang sedang dalam proses turun waris kerap tidak sesuai dengan penghitungan ukuran tanah yang telah ditetapkan dalam pembagian waris. Akibatnya, tanah waris yang pada mulanya merupakan satu kesatuan objek yang terikat dalam PPJB mengalami perubahan karena adanya pemecahan sertipikat atas pewarisan. Pembeli tanah yang pada mulanya melakukan jual beli terhadap tanah waris tidak dapat memiliki tanah tersebut karena telah dibagi kepada pewaris lainnya yang berhak. Terjadinya perubahan kepemilikan atas objek perjanjian mengakibatkan objek perjanjian menjadi kabur atau tidak jelas. Padahal, Pasal 1333 KUHPerdata telah mengatur bahwa Objek yang diperjanjikan haruslah jelas atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu pertama adalah mengenai konsekuensi yuridis atas hilangnya objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan kedua adalah implikasi yuridis terhadap pencantuman klausul mengenai pelaksanaan perjanjian yang dapat bergulir kepada ahli waris. Untuk menjawab permasalahan diatas, metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan meneliti permasalahan melalui studi kepustakaan terhadap asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan serta norma-norma tertulis mengenai hukum perjanjian dan hukum waris. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah pertama, konsekuensi yuridis atas hilangnya objek dalam perjanjian pengikatan jual beli adalah tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian yakni syarat objektif sehingga perjanjian menjadi batal demi hukum. Kedua, implikasi yuridis terhadap pencantuman klausul perjanjian yang dapat bergulir kepada ahli waris merupakan suatu bentuk implementasi dari adanya asas kebebasan berkontrak. Setiap orang yang membuat perjanjian bebas untuk menentukan isi perjanjian selama tidak melanggar undang-undang, kepatutan dan kesusilaan. Adanya klausul ini merupakan bentuk tindakan preventif agar nantinya jika dikemudian hari salah satu pihak meninggal dunia, seluruh hak ataupun kewajiban salah satu pihak yang belum terpenuhi dapat dijalankan oleh ahli warisnya sebagaimana diatur dalam Pasal 833 Kitab Undang- undang Hukum Perdata

Purchases of land parcels that are in the process of being inherited are often not in accordance with the calculation of the size of the land that has been determined in the distribution of inheritance. As a result, the inherited land, which was originally a single object bound in the PPJB, underwent a change due to the splitting of the certificate of inheritance. Land buyers who initially buy and sell inherited land cannot own the land because it has been divided among other heirs who are entitled. A change in ownership of the object of the agreement results in the object of the agreement being blurred or unclear. In fact, Article 1333 of the Civil Code has regulated that the object being promised must be clear or at least can be determined. The formulation of the problems raised in this study, namely the first is regarding the juridical consequences of the loss of objects in the Sale and Purchase Agreement and the second is the juridical implications of the inclusion of clauses regarding the implementation of agreements that can be passed on to the heirs. To answer the above problems, the method used is normative juridical which is carried out by examining the problem through literature studies on legal principles and statutory regulations as well as written norms regarding contract law and inheritance law. The results obtained in this study are first, the juridical consequences for the loss of objects in the binding sale and purchase agreement are the non-fulfillment of the legal terms of the agreement, namely the objective conditions so that the agreement becomes null and void. Second, the juridical implications of the inclusion of agreement clauses that can be rolled over to heirs is a form of implementation of the principle of freedom of contract. Everyone who makes an agreement is free to determine the contents of the agreement as long as it does not violate the law, decency and decency. The existence of this clause is a form of preventive action so that in the future if one of the parties dies, all rights or obligations of one of the parties that have not been fulfilled can be carried out by his heirs as stipulated in Article 833 of the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yeane Marlina
"Artikel ini membahas mengenai permasalahan implikasi hukum terhadap perjanjian, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57/Pdt.G/2018/PN.Dps. Tahun 2018). Pokok permasalahan tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian, dimana salah satu pihak memberikan cap jempol di surat-surat yang tidak dibacakan dan dijelaskan isinya oleh Notaris dan/atau PPAT, kemudian terbit perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli. Jenis penelitian yang Penulis lakukan adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan dokumen, teknik analisis datanya secara kualitatif, serta cara pengambilan kesimpulannya dengan silogisme melalui logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa akibat hukum atas perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli, dari segi hukum perdata, Notaris dan/atau PPAT dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul secara tanggung renteng, dan dalam kedudukannya sebagai Notaris dan/atau PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.

This article discusses the legal implications of the agreement, the power of attorney to sell and the deed of sale made by a Notary / PPAT (Case Study: Decision of the Denpasar District Court Number 57 / Pdt.G / 2018 / PN.Dps. 2018). The main problem of this thesis is the legal consequences and the responsibility of the Notary Public as the PPAT in making the agreement, where one party gives a thumbprint on the letters which are not read and the contents are explained by the Notary and / or PPAT, then a sale and purchase agreement is issued, the power of attorney to sell and deed of sale and purchase. The type of research that the author does is normative juridical, descriptive analytical nature of the research, data collection techniques through literature and document studies, qualitative data analysis techniques, and how to draw conclusions with syllogism through deductive logic. The results showed that the legal consequences of the sale and purchase agreement, the deed of sale authorization and the deed of sale and purchase made by a Notary and / or PPAT who were proven to have committed an illegal act, were declared invalid and null and void by law. Regarding the responsibilities of the Notary Public as a PPAT in making a sale and purchase agreement, the deed of power of attorney to sell and the sale and purchase certificate, in terms of civil law, the Notary and / or PPAT are punished to pay all case costs incurred jointly and in their position as a Notary and / or The PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dheandy Dwisaptono
"Notaris sebagai pejabat umum seharusnya dapat memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak dalam pembuatan suatu akta. Akta-akta yang dibuat oleh Notaris merupakan alat bukti autentik terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Namun, sering ditemukan Notaris melakukan pelanggaran dengan menyalahgunakan jabatannya untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau pihak lain. Salah satunya adalah kasus Notaris di Bali yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 1460/Pid.b/2019/PN.Dps tanggal 11 Maret 2020. Dalam kasus ini, seorang Notaris melakukan tindak pidana penipuan. Akibat dari perbuatannya tersebut, Notaris harus bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut. Perbuatan tersebut juga menimbulkan kerugian bagi penghadapnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tanggung jawab notaris terhadap pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual yang dibuat secara melawan hukum terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1460/Pid.b/2019/PN.Dps. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan data tersier dengan pengumpulan data melalui studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah Notaris tidak menjalankan kewajiban jabatannya secara jujur dan amanah sehingga mengakibatkan akta-akta yang dibuatnya menjadi cacat hukum dan kehilangan keautentikannya. Akibatnya, Notaris tersebut harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Notaries as public officials should be able to provide legal protection and legal certainty for the parties in making a deed. Deeds made by Notaries are authentic evidence of legal acts committed by the parties. However, notaries often find violations by abusing their position to benefit themselves and / or other parties. One of them is the case of a Notary in Bali which has been decided by the Denpasar District Court with Number 1460 / Pid.b /2019/PN.Dps dated March 11, 2020. In this case, a Notary had committed a criminal act of fraud. As a result of his actions, the Notary must be responsible for his actions. These actions also cause harm to the person. Therefore, the authors are interested in conducting research on the responsibility of the notary for the making of the sale and purchase agreement and the power to sell which was made illegally against the Denpasar District Court Decision Number 1460/Pid.b/ 019/PN.Dps. This research was conducted in the form of normative legal research. The data used are primary data, secondary data and tertiary data with data collection through document study. The result of this research is that notaries do not carry out their duties in an honest and trustworthy manner, resulting in legal defects and loss of their authenticity. As a result, the Notary must be held accountable for his actions based on Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position, Notary Code of Ethics and the Criminal Code"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Chairunissa
"Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta. Lahirnya akta yang bermasalah akibat tidak terlaksananya prinsip kehati-hatian akan merugikan para pihak yang ada di dalam akta, pihak ketiga dan Notaris itu sendiri. Penelitian ini menganalisis putusan Pengadilan Negeri Dompu Nomor 23/PDT.G/2018/PN/DPU mengenai penerapan prinsip kehati-hatian Notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Menjual yang didasari utang piutang serta perlindungan hukum pihak ketiga yang dirugikan terhadap batal demi hukumnya akta-akta tersebut oleh Putusan Pengadilan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan data sekunder berupa meneliti bahan pustaka dan data primer berupa wawancara. Hasil penelitian ini adalah Notaris wajib mendengarkan keterangan kedua belah pihak sebagai pertimbangan dalam menuangkan suatu konstruksi hukum ke dalam suatu bentuk akta autentik, oleh sebabnya Notaris perlu menguasai pembaharuan pengetahuan hukum. Notaris wajib memberikan edukasi serta penyuluhan hukum agar para pihak mengerti dengan perbuatan hukum yang akan mereka lakukan bahkan akibat hukum yang akan ditimbulkan. Terkait pemahaman terhadap isi akta, Notaris wajib melakukan pembacaan akta sebagai pemenuhan terhadap syarat formiil pembuatan akta Notaris serta melakukan penolakan jika terhadap permintaan pembuatan akta yang mengandung sebuah kausa palsu. Pemenuhan perlindungan hukum kepada pihak ketiga atas jual beli tanah dari penjual yang tidak berhak mengacu kepada unsur itikad baik. Apabila unsur ini terpenuhi maka hukum memberikan perlindungan kepadanya dimana pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi menuntut hak atas tanahnya dengan jangka waktu 5 tahun sejak terbitnya sertipikat, melainkan hanya dapat mengajukan pengembalian uang kembali dang anti rugi kepada penjual yang tidak berhak.

Notaries as public officials who have the authority to make authentic deeds should pay attention to the precautionary principle in making deeds. The birth of a problematic deed that cannot be implemented with the precautionary principle will not only harm the parties in the deed but can also harm third parties outside the deed who have interests, even the notary himself. This study analyzes the decision of the Dompu District Court Number 23/PDT.G/2018/PN/DPU regarding the application of the notary's precautionary principle in making the Deed of Sale and Purchase Agreement and the Deed of Power of Attorney to sell which frees debts as well as the protection of third parties who have problems against null and void the law of these deeds by the Court. The approach used in this study uses a normative legal research approach by tracing literature or secondary data. The results of this study are that the notary is obliged to listen to the statements of both parties as a consideration in pouring a legal construction into an authentic deed because the notary needs to understand the renewal of legal knowledge. Notaries are required to provide legal education and counseling so that the parties understand the legal actions they will take and even the legal consequences that will arise. Regarding the understanding of the contents of the deed, the notary is obliged to read the deed as a fulfillment of the formal requirements for making a notarial deed and to fight if the request for making a deed contains false causes. Fulfillment of legal protection to third parties for buying and selling land from sellers who are not entitled to refer to the element of good faith. If this element is fulfilled, the law protects him whereby other parties who feel they have land rights can no longer claim their land rights within 5 years from the issuance of the certificate, but can only apply for compensation only to sellers who are not entitled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Siti Awlyanti
"Sebelum tahun 2012 saat dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, transaksi jual beli tanah dilakukan dengan menggunakan blanko akta jual beli. Tesis ini membahas mengenai praktik pembuatan akta jual beli bengan blanko kosong terkait dengan status tanah yang belum dipecah, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 570/PDT/2016/PT.BDG. Permasalahan yang diangkat ialah mengenai keabsahan pembuatan Akta Jual Beli, akibat hukum dari pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong, dan tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat dengan blanko kosong dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 570/Pdt/2016/PT.BDG. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis-normatif yaitu menggunakan data primer berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur terkait dan melakukan studi kepustakaan dan studi dokumen yang terkait dengan kasus yang diangkat dalam tesis ini. Hasil penelitian kemudian menyimpulkan bahwa pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong ialah tidak sah berdasarkan undang-undang, akibat hukum dari akta jual beli dengan blanko kosong ialah dapat dibatalkan (vernietigbaar), dan terhadap PPAT yang membuat akta jual beli dengan blanko kosong akta jual beli dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 570/Pdt/2016/PT.BDG dikenakan hukuman baik secara perdata maupun secara administrasi.

Prior to 2012 whereas the issuance of Regulation of the Head of the National Land Agency Number 8 of 2012 concerning Amendment to the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 3 of 1997 concerning Provisions for Implementing Government Regulation Number 24 of 1997 Concerning Land Registration, land sale and purchase transactions were carried out using form of sale and purchase deeds. This thesis discusses the practice of making a sale and purchase agreement with blank forms related to the status of land that has not been divided, based on the decision of the West Java High Court Number 570/PDT/2016/PT.BDG. The raised issues are regarding the validity of the Deed of Sale and Purchase, the legal consequences of making the sale and purchase deed with a blank form, and the responsibility of the PPAT for the sale and purchase deed which made upon a blank form based on the West Java High Court Decree Number 570/Pdt/2016/PT.BDG. Analysis in the writing of this thesis conducted in the form of juridical-normative that is using primary data based on related literatures and document studies related to the case in this thesis. The results of the study concluded that the making of a sale deed made with a blank form is illegitimate based on the law, the legal consequences of the sale deed with a blank form can be canceled (vernietigbaar), and against the PPAT who made a sale deed with a blank purchase deed based on the Decree of the West Java High Court Number 570/Pdt/2016/PT.BDG may be subject to punishment both by civil and administrative law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Kusumawati
"Pengikatan jual beli sebagai pendahuluan dari transaksi jual beli tanah seharusnya didasarkan pada alas hak yang sah agar tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak. Penelitian ini membahas mengenai keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan adalah menjadi akta yang tidak memiliki kekuatan hukum karena melanggar syarat subjektif dan syarat objektif perjanjian. Peran notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017 adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar berupa akta di bawah tangan yang seharusnya dipersyaratkan legalisasi untuk mencegah pemalsuan tanda tangan para pihak dalam akta dan tanggung jawab yang dapat dikenakan kepada notaris secara pidana dan perdata adalah tidak ada karena Notaris MN tidak terlibat dalam pemalsuan akta kuasa menjual tersebut.

The binding sale and purchase as a prelude to the sale and purchase transaction of land should be based on legal rights so as not to cause harm to the parties. This research discusses the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell and the role and responsibility of the notary in making the sale and purchase binding agreement  in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017. This research is a normative juridical research using secondary data and explanatory research typology. The results of this research are the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell to become a deed that has no legal force beacuse it violates the subjective and objective terms of agreement. The role of the notary in making the sale and purchase binding agreement in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017 is making a deed of sale and purchase binding agreement based on an under hand deed which should require legalization to prevent falsification of the signatures of the parties in the deed and the responsibility that can be imposed on the notary in criminal and civil terms is non existent because Notary MN was not involved in the falsification of the deed of authorization to sell."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>