Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82773 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifka Annisa Taufiq
"Kuliah merupakan salah satu metode pengajaran yang masih banyak digunakan saat ini. Kuliah yang efektif bisa mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dihasilkan. Atribut dosen yang baik dalam memberikan kuliah bisa digunakan untuk mengetahui bentuk pengajaran yang efektif untuk mahasiswa. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 300 responden yang berasal dari tiga tahun pendidikan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan telaah kritis beberapa jurnal dan telah melalui review pakar. Hasil penelitian mendapatkan bahwa atribut utama dosen yang baik menurut mahasiswa adalah "memiliki kemampuan komunikasi yang baik", "mampu menyampaikan presentasi (materi kuliah) dari berbagai media dengan baik", "tepat waktu dalam menghadiri kuliah", "memiliki pengetahuan yang baik mengenai materi kuliah yang dibawakan", "mampu membuat suasana perkuliahan yang rileks meskipun serius/memiliki selera humor", dan "antusias dan bersemangat dalam membawakan kuliah". Sebagai kesimpulan, atribut dengan median skor tertinggi pada masing-masing tahun pendidikan mahasiswa dan jenis kelamin terdapat pada atribut yang sama.

Lecture is one of the teaching methods that are still widely used today. Effective lectures can affect the quality of learning. Good lecturer attributes in giving lectures can be used to find out effective forms of teaching for students. This study is a cross-sectional study. Sample of this study amounted to 300 respondents from three different years of education. This study uses a questionnaire compiled by researchers based on a critical review of several journals and has been through expert review. The results of the study found that the main attributes of a good lecturer according to students were "have good comunication skills", "able to deliver presentations (lecture material) from various media well", "on time to attend college", "have good knowledge about the lecture material delivered", "able to make the atmosphere of the lecture relaxed though serious/have a sense of humor", and "enthusiastic and excited on lecturing". In conclusion, attributes with the highest median scores in each student's education year and gender are found in the same attributes."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragatama Riyanto
"Latar Belakang Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan besar dalam pendidikan kedokteran, dengan masuknya berbagai metode pembelajaran daring, termasuk simulasi virtual dan gamifikasi. Penggunaan kedua metode tersebut disebutkan cukup baik dalam meningkatkan pembelajaran pada berbagai topik. Inovasi tersebut juga muncul untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran seperti pada pembelajaran pengobatan rasional (POR). Penelitian ini bertujuan sebagai asesmen awal untuk menggambarkan persepsi mahasiswa preklinik FKUI terhadap pembelajaran daring menggunakan simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi yang nantinya akan menjadi dasar perancangan pada pembelajaran POR. Metode Penelitian ini dilaksanakan dengan menyebarkan survei daring dengan consecutive sampling. Pengumpulan data berlangsung sejak bulan Agustus–Desember 2022. Analisis data menggunakan NVIVO 12 secara kualitatif dengan analisis tematik. Hasil Berdasarkan hasil analisis tematik 282 mahasiswa preklinik FKUI, didapatkan tiga tema besar, yakni optimisme, pesimisme, dan netralitas pada persepsi terhadap simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi. Optimisme meliputi persepsi positif pada simulasi virtual, sementara pesimisme meliputi persepsi negatif. Terdapat subtema pada masing-masing tema, seperti kebermanfaatan simulasi virtual, output pembelajaran, motivasi mahasiswa, karakteristik pembelajaran, realisme simulasi virtual, sarana dan prasarana penyelenggaraan simulasi virtual serta impresi terhadap simulasi virtual. Pada tema netralisme didapatkan satu subtema berupa familiaritas mahasiswa terhadap simulasi virtual. Kesimpulan Persepsi mahasiswa kedokteran terhadap simulasi virtual, baik berbasis web dan berbasis gamifikasi dalam pembelajaran penggunaan obat rasional (POR), bervariasi. Meskipun begitu, optimisme terhadap manfaat teknologi tersebut besar. Dengan implementasi H5P dan pesatnya perkembangan teknologi, simulasi virtual berpotensi untuk diterapkan ke depannya dalam pendidikan kedokteran, khususnya pembelajaran POR.

Introduction The COVID-19 pandemic has caused major changes in medical education, with the introduction of various online learning methods, including virtual simulations and gamification. The use of these two methods is said to be quite good in improving learning on various topics. This innovation also appears to increase learning success, such as in rational drug use learning (RDU). This research aims as an initial assessment to describe FMUI pre-clinical students' perceptions of online learning using web-based virtual simulations and gamification which will later become the basis for designing RDU learning. Method This research was carried out by distributing an online survey with consecutive sampling. Data collection took place from August–December 2022. Data analysis used NVIVO 12 qualitatively with thematic analysis. Results Based on the results of the thematic analysis of 280 FMUI pre-clinical students, three major themes were obtained, namely optimism, pessimism and neutrality in perceptions of web-based virtual simulations and gamification. Optimism includes positive perceptions of the virtual simulation, while pessimism includes negative perceptions. There are subthemes in each theme, such as the usefulness of virtual simulations, learning output, student motivation, learning characteristics, realism of virtual simulations, facilities and infrastructure for organizing virtual simulations and impressions of virtual simulations. In the theme of neutralism, one sub-theme was found in the form of students' familiarity with virtual simulations Conclusion Medical students' perceptions of virtual simulations, both web-based and gamification-based in learning rational drug use (POR), vary. Even so, there is great optimism regarding the benefits of this technology. With the implementation of H5P and the rapid development of technology, virtual simulation has the potential to be applied in the future in medical education, especially POR learning."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Ahmad Gamal Arigi
"Latar Belakang: Pendidikan kedokteran dianggap sebagai salah satu pendidikan yang memiliki stressor tinggi. Banyaknya sumber stressor dari mahasiswa tersebut apabila tidak sejalan dengan strategi coping yang baik maka berdampak terhadap keinginan untuk menunda menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan dan perbandingan jenis penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa kedokteran tahap preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan pada 202 mahasiswa semester 2, 4, 6 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram pada April 2023. Data didapatkan menggunakan instrument Brief Cope dan kuesioner Prokrastinasi akademik yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Terdapat hubungan antara penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik mahasiswa kedokteran Preklinik dengan nilai p=0.002 (<0.05). Terdapat perbedaan nilai penggunaan strategi coping dan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dengan nilai uji P pada nilai penggunaan strategi coping 0,008 (p<0,05) dan nilai prokrastinasi akademik sebesar 0,010 (p<0,05). Problem focused coping pada aspek planning dan jenis prokrastinasi akademik pada aspek penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.20 dan 2.55. Kesimpulan: Prokrastinasi akademik pada mahasiswa merupakan masalah yang sering terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu strategi coping. Sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan strategi coping yang efektif guna mengurangi prokrastinasi akademik dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan mereka.

Background: Medical education is an education that has a high stressor. The many sources of stress for these students, if not accompanied by effective coping strategies, will have an impact on starting and delaying completing academic assignments. This study explores the relationship and comparison of coping strategies and academic procrastination in medical students at the preclinical stage. Methods: This study used a cross-sectional study design and was conducted on 202 students in grades 2, 4, and 6 of the Faculty of Medicine, University of Mataram, in April 2023. Data were obtained using the Brief Cope instrument and an academic procrastination questionnaire, which had been tested for validity and reliability. Results: There was a relationship between the use of coping strategies and academic procrastination in preclinical medical students, with p = 0.002 (<0.05). There are differences in scores using coping strategies and academic procrastination for students in grades 2, 4, and 6, with a P value of 0.008 (p<0.05) for coping strategies and 0.010 (p<0.05) for academic procrastination. Problem-focused coping on planning aspects and types of academic procrastination on aspects of delays in starting or completing assignments have the highest average scores of 3.20 and 2.55. Conclusion: Academic procrastination among students is a problem that often occurs. One of the factors that can influence it is the coping strategy. It is necessary to develop and implement effective coping strategies to reduce academic procrastination and increase academic achievement and welfare."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavinda Safitry
"Latar Belakang: Kompetensi "mengambil keputusan terhadap dilema etika yang terjadi pada pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat" tercantum dalam SKDI 2005 sehingga harus ada dalam kurikulum dan dilaksanakan di dalam modul. Penerapan proses pengambilan keputusan etis (PKE) berkaitan dengan manajemen pasien, karena itu pembelajaran pada tahap klinis pendidikan kedokteran menjadi keharusan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran pengambilan keputusan etis di tahap klinispendidikan kedokteran di FKUI.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan mengidentifikasi komponen Buku Kurikulum, Buku Rancangan Pengajaran modul praktik klinik, dan dokumen lain; wawancara mendalam pengelola program studi, pengelola modul, staf pengajar; serta Focus Group Discussion (FGD) pada mahasiswa.
Hasil: Tidak ada modul praktik klinik yang lengkap mencantumkan PKE dalam dokumen. Pengelola modul kurang memahami kompetensi PKE SKDI 2006. Sebagai klinisi, staf pengajar mampu mengidentifikasi dan mengambil keputusan penyelesaian dilema etika. Mahasiswa memahami PKE dan menemukan kasus berdilema etika dalam proses pembelajaran tahap klinik. Mahasiswa mendiskusikan dilema etika yang ditemui dengan residen dan/atau dokter penanggungjawab kasus. Mahasiswa memiliki prior knowledge yang didapat pada tahap preklinik.
Kesimpulan: Proses pembelajaran pengambilan keputusan etis di tahap klinis merupakan hidden curriculum.Perlu dilakukan peningkatan kapasitas staf pengajar di bidang teori etika kedokteran dan penyusunan modul agar PKE menjadi komponen tertulis dalam kurikulum.

Background: Ethical Reasoning is one of competency component stated in the ?2006 Indonesian Medical Doctor Competencies Standard? therefor it has to be taught in medical faculties. The competency should be stated in all documents related to the curriculum. The learning of ethical reasoning should be done in clinical years since it is related to patient's managements. This research was done to evaluate the ethical reasoning learning process in the clinical stage medical education in Faculty of Medicine University of Indonesia.
Method: This is a descriptive qualitative research which identifies the component of curriculum inside the curriculum documents; indepth interview to the module developer, module organizer, and teachers; and focus group discussion with clinical year medical students.
Result: Ethical Reasoning Competency was not written as the aim of any module, as seen in the Instructional Design of all documents. The module developer did not recognize this competency despite their daily practice of ethical reasoning. The students learnt ethical reasoning in clinical stage by observing the medical staff during their interaction with patient with ethical dilemma. The student were able to identify the cases based on their prior knowledge from previous stage.
Conclusion: Ethical reasoning learning process in clinical stage is part of hidden curriculum.Capacity building for faculty members in medical ethics theory and module development for the faculty member are needed to make the ethical reasoning process as a part of the curriculum.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansari Adista
"Latar Belakang:Presentasi kasus merupakan bagian dari experiential learning dalam Kolb's learning cylce yaitu dalam fase refleksi. Pelaksanaan presentasi kasus saat ini tidak optimal sehingga terjadi penurunan kualitas. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi antara peserta didik dan dosen klinik mengenai manfaat pelaksanaan presentasi kasus. Penelitian ini menggali secara mendalam proses pelaksanaan presentasi kasus dan mengidentifikasi kendala pelaksanaannya di rumah sakit pendidikan FK Unsyiah.
Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 6 koordinator pendidikan dan 18 dosen klinik, Focus Group Discussion FGD terhadap 57 peserta didik, studi dokumen dan observasi dari 6 Bagian yang diteliti, yaitu Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Bedah, Obstetri dan Ginekologi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Penyakit Saraf. Data dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil: Presentasi kasus merupakan metode pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dan dosen klinik. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang dapat mempengaruhi kualitas presentasi kasus. Kendala utama yang teridentifikasi dari dosen klinik adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan presentasi kasus. kendala dari peserta didik yaitu kesungguhan dalam mengerjakan dan pemahaman mengenai manfaat terhadap presentasi kasus. Kendala sarana dan prasarana berupa ruangan diskusi yang masih kurang serta format penyusunan dan format penilaian belum dimiliki oleh seluruh Bagian. Kendala dari rumah sakit berupa variasi kasus yang kurang bervariasi karena sistem rujukan bertingkat.
Kesimpulan: Kendala dalam pelaksanaan presentasi kasus harus menjadi bahan evaluasi bagi pengelola program pendidikan profesi dokter, agar manfaat presentasi kasus dapat maksimal diraih oleh peserta didik tahap klinik.

Background: Case presentation is a part of reflection in experiential learning in Kolb rsquo s learning cycle. Literatures demonstrates many benefits that students can reach with a good case presentation. But, there is a mismatch between clinical educators rsquo expectation and students rsquo perceptions of case presentation, so that the students cannot obtain an optimum benefits of case presentation. This research was conducted to explore in depth process of case presentation implementation and also to identify its implementation barriers in teaching hospital of Unsyiah Medical School.
Methods: Qualitative research with case study design was used for this research. Study casetheme used is case presentation implementation in Dr.Zainoel Abidin teaching hospital Banda Aceh. Data were taken using in depth interview with 6 education coordinators and 18 clinical teachers, focus group discussions with 57 students, observation, and documentation studies, from six departments. Followed by analysis through three stages including data reduction, data presentation, and conclusions.
Results: Case presentation is an useful and effective teaching method in clinical eduation. But, there were various barriers from clinical teacher, students, teaching hospital and learning support that can influence the benefit of case presentation identified. Factors identified in the clinical teachers are lack of time allotted. Factors identified in the students are lack of preparations about case presentation, and also lack understanding about case presentation method. Factors identified in the teaching hospitals are less variation of patients in some cases. Means of learning support in the form of modules containing learning outcomes and objectives clearly, form of assessment and also comfortable rooms supporting case presentation is yet exist.
Conclussion: There are various barrier factors of case presentation implementation which have been identified in this qualitative study. This barriers must becoming parameters on monitoring and program evaluation to improve the quality of a case presentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianti Primata Ayu
"Latar Belakang: Pemberlakuan pembelajaran secara dalam jaringan (daring) dilakukan sebagai upaya penghambatan COVID-19 di institusi pendidikan. Perubahan ini, menimbulkan perbedaan persepsi dari dosen khususnya dalam bidang kedokteran gigi terkait keterampilan ilmu teknologi informasi (TI) dan persiapan, efektivitas, tantangan, serta keuntungan dari pembelajaran daring. Belum terdapat analisis tentang hubungan sosiodemografi dosen dengan persepsi pembelajaran daring di bidang kedokteran gigi Indonesia. Tujuan: Mengetahui persepsi dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) terhadap pembelajaran daring selama pandemi COVID-19. Metode: Penelitian analitik potong lintang menggunakan kuesioner pada dosen aktif FKG UI. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak statistik SPSS. Hasil: Sebanyak 105 dosen (85,3%) berpartisipasi. Responden (>50%) merasa mereka mempunyai keterampilan ilmu TI yang baik, memerlukan persiapan yang lebih, terdapat tantangan dan keuntungan, namun responden meragukan efektivitas dari pembelajaran daring. Responden (84,7%) menyatakan pembelajaran daring tidak lebih baik dari pembelajaran luar jaringan. Responden (81%) memilih pembelajaran bauran setelah mengalami pembelajaran daring selama masa pandemi COVID-19 di kedokteran gigi. Persepsi dosen FKG UI tentang keterampilan ilmu TI dan persiapan, serta tantangan dalam pembelajaran daring dipengaruhi oleh sosiodemografi, kecuali efektivitas dan keuntungan. Usia, lama mengajar, dan jabatan akademik berhubungan dengan persepsi tentang keterampilan TI dan persiapan pembelajaran daring. Pengalaman pelatihan pembelajaran daring berhubungan dengan persepsi tentang tantangan pembelajaran daring. Kesimpulan: Dosen FKG UI mempunyai persepsi yang baik terhadap pembelajaran daring selama pandemi COVID-19 terkait keterampilan ilmu TI dan persiapan, keuntungan dan tantangan, kecuali efektivitasnya yang diragukan. Selanjutnya, mayoritas dosen FKG UI memilih pembelajaran bauran sebagai metode yang dipakai di bidang kedokteran gigi setelah masa pandemi COVID-19

Background: The implementation of online learning is carried out as an effort to inhibit COVID-19 in educational institutions. This change has led to different perceptions from lecturers, especially in the field of dentistry, regarding information technology (IT) skills and preparation, effectiveness, challenges, and advantages of online learning. There has been no analysis of the sociodemographic relationship between lecturers and perceptions of online learning in Indonesian dentistry. Purpose: To find out the perceptions of lecturers at the Faculty of Dentistry, University of Indonesia (Dentistry UI) towards online learning during the COVID-19 pandemic. Method: A cross-sectional analytic study using a questionnaire on active lecturers at Dentistry UI. Data were analyzed using SPSS statistical software. Results: A total of 105 lecturers (85.3%) participated. Respondents (> 50%) feel they have good IT skills, require more preparation, there are challenges and advantages, but respondents doubt the effectiveness of online learning. Respondents (84.7%) stated that online learning was no better than offline learning. Respondents (81%) chose hybrid learning after experiencing online learning during the COVID-19 pandemic in dentistry. Dentistry UI lecturers' perceptions of IT skills and preparation, as well as challenges in online learning are influenced by sociodemography, except for effectiveness and benefits. Age, length of teaching and academic position are related to perceptions of IT skills and online learning preparation. The experience of online learning training is related to perceptions of the challenges of online learning. Conclusion: Dentistry UI lecturers have a good perception of online learning during the COVID-19 pandemic in terms of IT skills and preparation, advantages, and challenges, except for the effectiveness which is doubtful. Furthermore, the majority of Dentistry UI lecturers chose hybrid learning as the method used in dentistry after the COVID-19 pandemic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanita Widjaja
"Latar Belakang: Umpan balik merupakan komponen penting dalam pendidikan kedokteran yang dapat meningkatkan pembelajaran. Umpan balik pada tahap akademik memegang peran penting dalam pembelajaran konsep dasar untuk persiapan tahap klinik. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas proses umpan balik ini, salah satu di antaranya yaitu aspek budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi aspek budaya dalam proses umpan balik pada peserta didik dan staf pengajar di pendidikan kedokteran tahap akademik.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2016 melalui Focus Group Discussion (FGD) peserta didik angkatan 2009 hingga 2014, observasi latihan KKD dan wawancara mendalam staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK UNTAR). Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian dilanjutkan dengan analisis tematik dan koding. Analisis hasil observasi dilakukan dengan analisis tematik. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya faktor yang berperan dalam proses umpan balik, baik pada saat pencarian maupun pada saat penerimaan dan pemberian umpan balik yang selanjutnya akan menentukan efektivitasnya. Aspek budaya berperan dalam beberapa hal. Budaya collectivism, high power distance dan sopan santun berperan dalam perilaku mencari umpan balik. Budaya femininity, masculinity pada peserta didik, serta terdapatnya kompetensi budaya pada staf pengajar dan dipegangnya prinsip pendidikan nasional Indonesia, Tut Wuri Handayani, berkontribusi dalam efektivitas umpan balik.
Kesimpulan: Aspek budaya memegang peran penting dalam proses umpan balik. Peran budaya tampak pada perilaku mencari umpan balik dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan efektivitas umpan balik. Institusi perlu meningkatkan kemampuan staf pengajar dan peserta didik dalam memaknai proses umpan balik yang sadar budaya. Kompetensi budaya merupakan salah satu kemampuan yang dapat mendukung hal tersebut. Selain itu, institusi perlu menyusun kebijakan untuk membudayakan umpan balik pada lingkungan pendidikan kedokteran.

Background: Feedback is an important element in medical education since it can improve learning. Feedback has a significant role in learning in basic concepts during undergraduate medical program as a preparation for learning in the clinical years. A lot of factors influencing feedback process effectiveness, one of them is cultural aspect. This research was aimed at exploring cultural aspect related to feedback process within medical students and faculty in undergraduate medical education program.
Method: A qualitative study using an ethnography approach was applied as a research method. Data collection was conducted between February and March 2016 through Focus Group Discussion (FGD) with 2009-2014 batch of medical, direct observation of skills teaching in clinical skills laboratory and in-depth interview with the faculty members of Faculty of Medicine Tarumanagara University. Thematic analysis and coding were used to analyze FGD and in-depth interview transcripts and also observational data. Data reduction and presentation were then conducted.
Results: The themes emerged are related to influencing factors in feedback-seeking behaviour, feedback process and feedback effectiveness. Cultural aspects play an important role at some points within the feedback process. Collectivism, high power distance and politeness are cultural aspects found in feedback-seeking behaviour. Femininity-masculinity in medical students along with cultural competence of faculty members and also the principle of ?Tut Wuri Handayani? (the identity of Indonesian national education) are contributing factors in feedback effectiveness.
Conclusion: Cultural aspects are the key to understand the influencing factors in feedback-seeking behaviour and feedback effectiveness. There is a need for medical education institution to encourage faculty and medical students‟ cultural awareness within the feedback process. Cultural competence is an important component fit for that purpose. Moreover, institution needs to set a policy in order to establish feedback culture in medical education.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Widya
"Pendahuluan: Student engagement merupakan keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran, dan keterikatan mahasiswa pada kegiatan akademik maupun non akademik yang terlihat dari perilaku, emosi dan kognitif saat belajar. Salah satu kuesioner yang sering digunakan untuk mengukur student engagement adalah The National Survey of Student Engagement (NSSE). Kuesioner ini belum pernah divalidasi dalam konteks pendidikan kedokteran di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validasi NSSE Bahasa Indonesia. Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang, melibatkan 260 responden mahasiswa kedokteran tahap akademik (tahun 1-3), dilaksanakan pada Mei-Juli 2022. Penelitian terdiri atas 3 tahap yaitu adaptasi bahasa, uji coba serta pengumpulan data untuk validasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan perangkat SPSS 25 dengan Exploratory Factor Analysis (EFA). Hasil : Butir kuesioner mendapatkan masukan dari panel ahli dengan CVI 0,91. Sejumlah 260 kuesioner memenuhi syarat analisis lebih lanjut. Hasil uji validitas konstruk, menunjukkan hasil baik dan terdapat satu butir pernyataan yang dihilangkan. Ekstraksi dengan metode Principal Component Analysis dan rotasi oblimin diperoleh 11 komponen: 1) Pembelajaran Tingkat Tinggi, 2)Pertimbangan Isu Sosial dalam Pembelajaran, 3) Pembelajaran Reflektif 4) Pembelajaran Integratif dan Interaksi Sosial, 5) Penalaran Kuantitatif, 6) Pembelajaran Kolaboratif, 7)Diskusi dengan Beragam Orang, 8) Interaksi Mahasiswa-Civitas Akademika, 9) Praktik Pengajaran Efektif, 10)Praktik Umpan Balik, 11)Dukungan Lingkungan.
Nilai koefisien alpha kuesioner NSSE adaptasi Bahasa Indonesia sangat baik (0,928). Terdapat perbedaan nilai berdasarkan jenis kelamin pada komponen pembelajaran reflektif, diskusi dengan beragam orang dan praktik umpan balik dengan p<0,05. Berdasarkan tingkat pendidikan terdapat perbedaan pada komponen satu yaitu pertimbangan isu sosial dalam pembelajaran, pembelajaran reflektif dan kolaboratif dengan p < 0,05. Kesimpulan : Instrumen NSSE adaptasi Bahasa Indonesia memenuhi kriteria validitas konstruk dan kriteria reliabilitas yang baik secara keseluruhan sebagai instrumen penilaian student engagement mahasiswa kedokteran tahap akademik di Indonesia. Terdapat perubahan distribusi butir kuesioner pada komponen dan perbedaan komponen NSSE asli dan NSSE adaptasi Bahasa Indonesia.

Introduction: Student engagement is student involvement in the learning process, in academic and non-academic activities as seen from behavior, emotion and cognitive skills. The instrument to measure student engagement has never been validated in the context of medical education in Indonesia. Therefore, this study aims to test the validation of the Indonesian adaptation of National Survey of Student Engagement (NSSE) questionnaire. Method: This is a cross-sectional study, consists of 3 phases: translation, content validation by panel of experts and testing the questionnaire on non-respondent students. The study involved 260 respondents from the 1st, 2nd and 3rd academic year students (May to July 2022). The data obtained were then analyzed using SPSS 25 with Exploratory Factor Analysis (EFA). Result: Questionnaire items receive input from a panel of experts with a CVI of 0,91. A total of 260 questionnaires are analysed. The results of the construct validity test revealed that one statement should be omitted. Extraction using Principal Component Analysis and Oblimin Rotation obtained 11 components: 1) High-Level Learning, 2) Integrative Learning, Identification and Feedback Ability during Activities, 3) Learning Strategies and Quantitative Reasoning, 4) Collaborative Learning, 5) Discussions with Diverse People, 6) Student-Faculty Environment Interaction, 7) Effective Teaching Practices and Feedback Post-Activity, and 11) Environmental Support. The alpha coefficient value of questionnaire is very good (0,928). There are differences in score ​​based on gender in reflective learning, discussions with various people and feedback practices components. Based on the level of education, there are differences in consideration of social issues in learning, reflective and collaborative learning components (p < 0,05). Conclusion: The Indonesian adaptation of the NSSE is considered valid and reliable to be applied as an instrument for assessing pre-clinical medical student engagement in Indonesia. There is a change in the distribution of questionnaire items on some components."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilania Saraswati
"Latar Belakang: Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (PPDS PA FKUI) menggunakan kurikulum berdasarkan kompetensi/outcome (competency-/outcome-based curriculum). Namun, PPDS PA FKUI selama ini belum pernah melaksanakan ujian formatif berdasarkan kerja (workplace-based Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat kualitatif untuk mengekplorasi secara mendalam pemanfaatan ujian formatif Diskusi berdasarkan Kasus dalam proses pendidikan di PPDS Patologi Anatomik FKUI. Dilakukan wawancara dan focused group discussion terhadap pengelola program, staf pengajar dan peserta PPDS PA FKUI. Staf pengajar diminta melakukan intervensi berupa ujian formatif DbK terhadap PPDS PA FKUI sebanyak tiga kali menggunakan borang yang telah diterjemahkan. Setelah intervensi, kembali dilakukan wawancara dan focused group discussion terhadap staf pengajar dan peserta PPDS PA FKUI.

 

Hasil: Staf Pengajar dan peserta PPDS PA FKUI menunjukkan respons positif terhadap pelaksanaan ujian formatif DbK. Ujian formatif DbK dianggap memungkinkan proses diskusi mendalam antara staf pengajar dan peserta PPDS PA terkait proses penegakkan diagnosis dari suatu kasus. Staf pengajar dapat memantau kemajuan proses pembelajaran serta memberikan umpan balik yang spesifik terhadap peserta PPDS. Peserta PPDS dapat mempelajari suatu kasus dengan lebih komprehensif, memperoleh umpan balik yang spefisik, serta mendapatkan simulasi ujian sumatif.

Kesimpulan: Ujian DbK bermanfaat dalam proses pencapaian kompetensi dalam pendidikan yang menggunakan pendekatan competency- atau outcome-based curricula.

Postgraduate program for Anatomical Pathology Specialist in Faculty of Medicine Universitas Indonesia use competence-/outcome-based curriculum approach. However, until now, the program has not yet adopted formative workplace-based assessment, for example, case-based discussion.
This was a qualitative research to explore the use of formative assessment case-based discussion during educational process in postgraduate program for anatomical pathology specialist in FMUI. Interview and focused group discussion to the program manager, teaching staff and the residents were performed. Teaching staff was asked to perform three times case-based discussion (CbD) formative assessment toward the resident. Postintervention, interview and focused group discussion to the staf and resident were conducted.
The staffs and residents of Anatomical Pathology Specialist Program of FMUI showed positive response toward CbD formative assessment. CbD formative assessment enabled deeper discussion between the staffs and residents regarding establishing diagnosis. The staffs were able to monitor the residents learning process and giving specific feedback toward the residents. The residents were able to learn about a case in a more comprehensive way, acquiring specific feedback and summative assessment simulation.
Conclusion: CbD formative assessment is useful in the process of acquiring competence in diagnosis in a postgraduate education that uses competence- or outcome-based curricula."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>