Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susilo Wibisono
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keterkaitan antara orientasi keberagamaan ekstrinsik dan fundamentalisme agama pada kalangan mahasiswa Muslim. Hal yang membedakan penelitian inidengan berbagai penelitian sebelumnya tentang fundamentalisme terletak pada perbedaan konseptual. Landasan awal dikembangkannya penelitian ini adalah pada lahirnya prasangka atas konsep fundamentalisme, khususnya pada kalangan muslim. Dalam kajian sebelumnya, peneliti telah mengembangkan konsep fundamentalisme dengan membaginya menjadi dua bentuk, yaitu fundamentalisme patologis dan fundamentalisme non-patologis. Fundamentalisme patologis mengacu pada sikap kaku, tertutup dan menolak perbedaan pada domain agama Islam yang sifatnya partial (furuu’). Fundamentalisme bentuk inilah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Orientasi keberagamaan ekstrinsik dikembangkan berdasarkan definisi Allport & Ross (1967), namun dengan indikator-indikator yang disesuaikan pada konteks muslim. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan model Rasch sebagai model pengukuran yang lebih kuat secara metodologis. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara orientasi keberagamaanekstrinsik dan fundamentalisme agama pada kalangan mahasiswa Muslim dengan nilai R = 0,329 dan p = 0,002 (p<0,01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Wahyudi
"The purpose of this research was to answer the question regarding whether perceived social justice or interpersonal trust is the stronger predictors of political trust. The research method was correlational study, using accidental sampling method, with university students above 19 years old as the research respondents. We successfully gathered 1161 respondent. Perceived social justice was measured by Procedural and Distributive Justice Scale (Blader & Tyler, 2003), interpersonal trust was measured by Propensity to Trust Scale (Evans & Revelle, 2008), and political trust was measured by Citizen Trust in Government Organizations Scale (Grimmelikhuijsen & Knies, 2015). Results show that political trust was positively correlated with perceived social justice (r = 0.714, n = 1161, p>0.01, one-tailed) and interpersonal trust (r = 0.112, n = 1161, p>0.01, one tailed). Regression analysis showed that perceived social justice was the better predictor (B = 0.711) rather than interpersonal trust (8 = 0.114) towards political trust."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi Nisrina Umayah
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh empati emosional terhadap perilaku prososial yang dimoderasi oleh jenis kelamin pada mahasiswa baru psikologi UNM. Empati emosional didefinisikan sebagai dorongan secara otomatis dan tanpadisadari untuk merespon keadaan emosi orang lain. Dan perilaku prososial diartikan sebagai tindakan dengan cara pemberian dua perlakuan berupa video yang membuat emosional individu meningkat ataupun netral dengan instrument untuk mengukur empati emosional dengan menggunakan Positive dan Negative Affect Scale (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark &Tellegen (1988). Pengukuran perilaku prososial dilakukan dengan melihat jumlah donasi yang diberikan oleh responden. Responden penelitian berjumlah 32 mahasiswa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan kriteria mahsiswa baru psikologi UNM.Penelitian eksperimen ini menggunakan desain faktorial 2 (empati: netral vs empati) X 2 (jenis kelamin: laki-laki vs perempuan) between subject design. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara empati emosional terhadap perilaku prososial, tapi pengaruh jenis kelamin sebagai moderator terhadap perilaku prososial tidak memiliki efek yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia da Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Himawan T. Arifianto
"Penelitian ini merupakan adaptasi dari konseptualisasi dan pengukuran yang baru dari orientasi dominasi sosial (perbedaan individu pada preferensi untuk hirarki dan ketimpangan berbasis kelompok) yang dinamakan SDO 7 S. Alat ukur SDO 7 S ini memiliki dua dimensi, yaitu dominasi (SDO-D) dan egalitarian (SDO-E). SDO-D merupakan preferensi untuk sistem dominasi berbasis kelompok, yang mewakili penjelasan bahawa kelompok dengan status tinggi secara langsung menekan kelompok dengan status rendah. SDO-E merupakan preferensi dari sistem ketimpangan berbasis kelompok yang dipertahankan dengan hubungan antara ideologi dan pengaturan sosial yang mendukung adanya hierarki dalam sistem sosial. Adaptasi SDO 7 S ini melibatkan 200 partisipan (69% perempuan; Musia= 21.6 tahun). Dalam adaptasi alat ukur ini, ditemukan dua item yang bermasalah, yaitu item nomor 1 (SDO1) dan 2 (SDO2). Kedua item ini dikeluarkan dari analisis. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa alat ukur adaptasi SDO 7 S merupakan alat ukur yang reliabel, begitu juga dengan uji validitas yang mengukur bahwa alat ukur adaptasi SDO 7 S merupakan alat yang valid dalam mengukur orientasi dominasi sosial. Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa model dua dimensi dalam orientasi dominasi sosial, yaitu dominasi (SDO-D) dan egalitarian (SDO-E) tidak fit dengan data. Sedangkan model empat faktor dari orientasi dominasi sosial (D-Pro, D-Con, E-Pro, dan E-Con) merupakan model teoretis yang sesuai dengan data. Adaptasi alat ukur SDO 7 S menunjukkan bahwa pengukuran orientasi dominasi sosial memiliki empat"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bony Yulvia Azri
"Pahlawan merupakan istilah yang banyak digunakan di budaya Indonesia. Pahlawan merujuk pada diri seseorang karena keberanian, kekuatan, pengorbanan dan kemampuan untuk mengatasi permasalahan. Beberapa penelitian tentang pahlawan dalam perpektif psikologi telah banyak dilakukan di Barat. Namun penelitian konsepsi pahlawan dalam perspektif psikologi di Indonesia masih jarang atau belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeskplorasi siapa dan apa karakteristik pahlawan pada mahasiswa. Penelitian menggunakan pendekatan psikologi indigenous dengan pertanyaan terbuka. Respon jawaban dikode, dikategori, dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Partisipan adalah mahaisswa UIN sultan Syarif Kasim Riau berjumlah 300 mahasiswa (rerata umur 21 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar menjadikan orangtua sebagai pahlawan (64,3%), tokoh nasional/komunitas (17,3%) dan pendidik (16,7%) dan terdapat delapan karakteristik pahlawan, yaitu, dominan (24.67%), peduli (19%), karismatik (13%), inspiratif (11,67%), tangguh (9,66%), tanpa pamrih (9%), mendidik (8,67%) dan terpercaya (4,33%). Implikasi hasil penelitian dibahas dalam konteks budaya Indonesia"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Limilia
"This paper examined political knowledge and perception among young and first time voters. This research is important because political knowledge and perception are two factors that has be known for its ability to drive political participation. Practically, this also because young and first time voters have essential roles in democracy but at the same time, they have lack of interests in politics. Thus, in present study we seek to understand political knowledge and perception of tenagers. We particularly examined their knowledge and perception on political party as one of political institutions. We employed qualitative methods with case study design and use interview to collect the data. 20 senior high school students were employed as participants. Their age ranged from 16 to 18 years old and no voting experience previously. The result ssows the participants had low level of knowledge about concept, roles, and function of political parties. Further, we also found that the participants had negative perception about political parties. They perceived political parties as a corrupt organization and frequently doing superficial impression management conducts, and also selfish."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2018
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaeni Fajar
"Kasus penistaan agama pada pilkada DKI tahun 2016 memberikan gambaran bagaimana evaluasi bias dapat terjadi dalam relasi antar kelompok di Indonesia. Selain karena faktor agama, persepsi ketidakadilan dapat menjadi basis evaluasi bias antar kelompok. Kami menduga bahwa perbedaan konteks adil tidak adil memiliki peran terhadap evaluasi bias. Studi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran persepsi ketidakadilan (vs. adil) terhadap evaluasi bias berdasarkan perspektif diri dan Tuhan (N = 219; M age = 21,63; 49% perempuan). Studi eksperimen ini menggunakan desain 2 (pengambilan perspektif: diri dan Tuhan; within) x 2 (konteks: adil vs. tidak adil; between) mixed design. Evaluasi bias diukur dengan menggunakan skenario pemberian hukuman orang ketiga dimana partisipan memiliki peran sebagai orang ketiga yang dapat memberikan hukuman kepada target outgroup (pemain fiktif). Hasilnya menunjukkan bahwa konteks tidak adil (vs. adil) memiliki perbedaan yang signifikan terhadap evaluasi bias outgroup berdasarkan perspektif diri dan Tuhan. Evaluasi bias akan cenderung untuk lebih tinggi pada konteks tidak adil daripada konteks adil. Hasil ini memiliki implikasi bahwa dalam relasi antar kelompok persepsi ketidakadilan dan penggunaan perspektif diri (vs Tuhan) memiliki pengaruh terhadap evaluasi bias outgroup."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Muhardeni
"ABSTRACT
The objectives of the study was to examine the role of communication intensity, trust and social support on marital happiness among soldiers wives whose long distance marriageData were collected by asking participants to fill a set of questionnaires that includes marital happiness scale, intensity of marital communication scale, marital trust scale and social support scale. Participants of presents study were 80 wives of the soldiers who are staying at the dormitory of Batalyon. The technique of data analysis applied in this study is multiple linier regression. Based on the result of the multiple Iinier regression technique, it is concluded: ( 1) there was a significant influence of communication intensity, trust, and social support on marital happiness among the wives of out of town duty soldiers (F=54.564, p=0.000); (2) there is a very significant influence of communication intensity toward marital happiness among the wives of out of town duty soldiers, t=5.057, p=0. 000 (p>0.05); (3) there was a very significant influence of trust toward marital happiness among the wives of out of town duty soldiers, it is obtained t=3.869, p=0. 000 (p<0. 05) (4) there was no significant influence of social support toward marital happiness among the wives of out of town duty soldiers, it is obtained t=1.959, p=0.054 (p<0. 05 )"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2018
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Sekar Langit
"In the study Self talk as 8 Regulatory Mechanism: How You Do It Matters (Kross et al., 2014) shows the use of names when doing self talk strategies can be used as a mechanism of self regulation of stressors in the future. However, in Indonesia, there is a culture where people are accustomed to calling themselves by name when interacting daily. This study attempted to further understand the influence of name use strategies when self talk to the mechanism of self regulation of future stressors in individuals who have been accustomed to calling themselves by name. The study was conducted in two studies (N = 195) with a university student as a participant. In study 2 participants were people who were accustomed to calling themselves by name. The results of the analysis showed that participants who did self talk strategy using names (M: 0,913; SD=0,417) assessed the stressors in the future as a challenge rather than a threat compared to
participants who did self talk strategy using the first person pronoun (M: 0,732. SD=0,368). This difference is significant t(93) = min 1,107, p>0,05 (Study 1). Meanwhile, in participants who are accustomed to calling themselves by name, the assessment of stress triggers in the future does not differ significantly between the conditions of using names (M=0,71; SD= 0,29) and the condition of using first person pronoun (M=0,65; SD=0,27) with the results of the t test as follows, t(93) = min 1,107, p>0,05. (Study 2). That is, the selftalk strategy uses the name of the mechanism of self regulation in individuals who are accustomed to calling themselves by name unable to change judgment (from a threat to challenge) to future stressors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2018
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Nur Ardhy
"This study aims to examine the moderating effect of political ideology on the relationship of religiosity and happiness in Indonesian context. 219 students of University of Indoneisa participated in this study. Three measurements were used: Satisfaction With Life Scale (SWLS), Religious Commitment Inventory 10 (RCI 10), dan Political Ideology Scale (PIS). The main results of the study found that religiosity had a positive and significant effect on happiness (8 = 0.14, p < 0.01). Meanwhile, no significant moderartion effect was found, either in the conservative liberals (B = 0.00, p > 0.05) or in religious seculars political ideology categorization (B = 0. 00, p > 0.05). These results indicate that the higher the religiosity the higher the happiness of the individual. Meanwhile, political ideology has no significant moderation effect on the relationship of religiosity and happiness. Thus, this study did not support past studies. It might be attributed to the difference in how religiosity is operationalized and in the political situations that might cause the difference on the role of political ideology."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2018
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>