Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diyaz Syauki Ikhsan
"ABSTRAK
Bunuh diri merupakan kasus gawat darurat dalam psikiatri. Kasus bunuh diri sebetulnya bisa dicegah. Pencegahan bunuh diri membutuhkan pengumpulan data dan pengukuran obyektif risiko bunuh diri. Beberapa instrumen dapat dipakai untuk mengukur risiko bunuh diri, salah satunya adalah Columbia Suicide Severity Rating Scale CSSRS . Saat ini belum ada instrumen pengukuran risiko bunuh diri yang telah divalidasi versi Bahasa Indonesianya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh instrumen yang sahih dan andal untuk mendeteksi risiko bunuh diri. Penelitian dilakukan di Poliklinik Jiwa Dewasa dan Bangsal Perawatan Inap Psikiatri Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dari bulan Januari 2018 sampai dengan Maret 2018. Populasi yang digunakan adalah semua pasien gangguan jiwa usia 18 tahun ke atas. Instrumen lain yang dipakai adalah Hamilton Depression Rating Scale HDRS butir ke tiga sebagai pembanding dalam uji validitas kriteria. Sebanyak 100 orang sampel didapatkan. Korelasi Pearson menunjukkan nilai 0,778 dan 0,703 untuk butir gagasan bunuh diri dan intensitas gagasan. Nilai Cronbach rsquo;s Alpha untuk konsistensi internal didapatkan sebesar 0,818. Disimpulkan instrumen CSSRS versi Bahasa Indonesia sahih dan andal untuk digunakan dalam pengukuran risiko bunuh diri pada populasi pasien gangguan jiwa dewasa.

ABSTRACT
Suicide is a case of emergency in psychiatry and is preventable. Preventing it requires the collection and objective measuring of the data on the its risk. From a number of instrument, the Columbia Suicide Severity Rating Scale CSSRS is among the most commonly used. So far, there is no known instrument for assessing the suicide risk has been validated in Bahasa. The purpose of the study is to have a suicide risk measuring instrument that has been validated in Bahasa. The study was conducted at the Psychiatric Outpatient Clinic and Inpatient Ward, from January 2018 to March 2018. All adult patients with psychiatric disorder was inducted to the study. The third item of the Hamilton Depression Rating Scale HDRS was used as comparation for criterion validity. There was 100 samples inducted. Pearson rsquo s correlation was shown at 0.778 and 0.703 for the items on Suicidal Ideation and Intensity Of Ideation. The Cronbach rsquo s Alpha for internal consistency was shown at 0.818. It was then concluded that the Bahasa version of the CSSRS is valid and reliable for usage in measuring the suicide risk among the adult psychiatric patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T55546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Wirawan Wicaksono
"Gangguan depresi merupakan salah satu gangguan jiwa terbanyak yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderitanya. Gangguan ini sebenarnya bisa diberikan tatalaksana berupa farmakologis dan non farmakologis, salah satunya adalah psikoterapi. Sayangnya, banyak pasien yang menderita gangguan ini tidak mendapatkan layanan ini secara adekuat. Pasien-pasien yang sudah mendapatkan psikoterapi pun ternyata banyak yang tidak patuh terhadap psikoterapi. Hal ini tentunya memengaruhi luaran dari psikoterapi tersebut. Fenomena ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Namun, masih sangat sedikit penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan psikoterapi ini, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan psikoterapi pada pasien dengan gangguan depresi, khususnya di Poli Jiwa Dewasa (PJD) RSCM.
Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dari Desember 2022 hingga Desember 2023. Sampel penelitian adalah pasien dewasa dengan gangguan depresi yang mendapatkan psikoterapi di PJD RSCM. Sebanyak 82 subjek penelitian terpilih berdasarkan metode purposive sampling. Data diambil dengan menggunakan beberapa kuesioner serta data rekam medis pasien. Analisis data digunakan dengan SPSS untuk melihat karakteristik dasar subjek yang diteliti, analisis bivariat hingga multivariat dari berbagai faktor yang diteliti dengan kepatuhan psikoterapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kepatuhan psikoterapi sebesar 0,73 (CI95% = 0,62 – 0,82). Dari 82 orang subjek yang diteliti, mayoritas adalah perempuan (84,1%) dengan pendidikan tinggi (63,4%) dan status ekonomi menengah (72,0%). Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik antara stigma dan konsistensi terapis (p<0,05). Lebih lanjut lagi, stigma yang rendah dan terapis yang tetap memiliki subjek yang patuh pada psikoterapi lebih banyak dibandingkan dengan stigma yang tinggi dan terapis yang tidak tetap. Dari analisis multivariat, didapatkan faktor yang paling memengaruhi kepatuhan psikoterapi adalah konsistensi terapis (p=0,045).

Depressive disorders are one of the most common mental disorders that increase the morbidity and mortality rates of its sufferers. This disorder can actually be treated by pharmacological and non-pharmacological approach, one of which is psychotherapy. Unfortunately, many patients who suffer from this disorder do not receive adequate services. It turns out that many patients who have received psychotherapy are not compliant with psychotherapy. This condition will affect the outcome of psychotherapy. This phenomenon is influenced by various factors. However, research regarding the factors that influence psychotherapy adherence is currently scarce, especially in Indonesia. Therefore, this research was conducted to determine the factors that influence psychotherapy compliance in patients with depressive disorders, especially at the Adult Psychiatric Polyclinic RSCM.
The research was conducted with a cross-sectional design from December 2022 to December 2023. The research sample was adult patients with depressive disorders who received psychotherapy at Adult Psychiatric Polyclinic RSCM. A total of 82 research subjects were selected based on the purposive sampling method. Data was taken using several questionnaires and patient medical record. Data analysis was used with SPSS to look at the basic characteristics of the subjects studied, bivariate to multivariate analysis of various factors studied and psychotherapy compliance.
The results showed that the proportion of psychotherapy compliance was 0.73 (CI95% = 0.62 – 0.82). Of the 82 subjects studied, the majority were women (84.1%) with higher education (63.4%) and middle economic status (72.0%). The results of bivariate analysis showed a statistically significant relationship between stigma and therapist consistency (p<0.05). Furthermore, low stigma and permanent therapists had more subjects who adhered to psychotherapy compared to high stigma and non-permanent therapists. From multivariate analysis, it was found that the factor that most influenced psychotherapy compliance was therapist consistency (p=0.045).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maramis, Willy F.
Surabaya: Airlangga University Press, 2012
616.891 4 WIL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Tri Yuwono
"Remaja harus dapat mencapai tugas perkembangan
Remaja harus dapat mencapai tugas perkembangan identitas diri agar tidak terjadi kebingungan peran yang dapat memunculkan ide bunuh. Tujuan dari penelitian ini menerapakan Terapi Kelompok Terapeutik dan Family Psychoeducation Therapy (FPE) sebagai upaya pencegahan ide bunuh diri pada remaja dengan pendekatan model adaptasi stres Stuart. Penelitian ini menggunakan desain operational research dengan jumlah sampel 42 individu yang dibagi menjadi 20 remaja dalam kelompok kontrol dan 22 remaja dalam kelompok intervensi. Hasil analisis Mann-whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok kontrol yang diberikan TKT, pendampingan, dan latihan mandiri dengan kelompok intervensi yang diberikan TKT, FPE, pendampingan, dan latihan mandiri secara bermakna (p value < 0,05). Penerapan TKT dan FPE direkomendasikan karena dapat menurunkan ide bunuh diri, meningkatkan tugas dan aspek perkembangan, serta meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat remaja.

Adolescents must be able to achieve the task of developing self-identity so that role confusion does not occur which can give rise to suicidal ideation. The aim of this research is to apply Therapeutic Group Therapy and Family Psychoeducation Therapy (FPE) as an effort to prevent suicidal ideation in adolescents using the Stuart stress adaptation model approach. This research used an operational research design with a sample size of 42 individuals divided into 20 teenagers in the control group and 22 teenagers in the intervention group. The results of the Mann-Whitney analysis showed that there was a significant difference between the control group that was given TKT, mentoring, and independent training and the intervention group that was given TKT, FPE, mentoring, and independent training (p value < 0.05). The implementation of TKT and FPE is recommended because it can reduce suicidal ideation, improve tasks and developmental aspects, and increase the family's ability to care for adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arrohman Prajitno
"Fokus penelitian ini ialah eksplorasi hubungan potensial antara percobaan bunuh diri di Jakarta pada tahun 1982/ 1983, dan diagnosis psikiatri dan faktor sosiokultural, Sistem Kesehatan Nasional 1982 dalam menyongsong tahun 2000 memperkirakan bahwa jumlah gangguan kesehatan jiwa rakyat Indonesia secara relatif lebih besar berkembang di bidang yang diakibatkan oleh tekanan hidup dengan akibat meningkatnya angka perilaku menyimpang, termasuk percobaan bunuh diri. Berdasarkan ulasan kepustakaan mengenai tindakan bunuh diri, ditinjau dari sejarah, agama, psikologi, sosiologi, patodinamika percobaan bunuh diri serta pengalaman pribadi penulis, diajukan permasalahan utama sebagai berikut. Apakah percobaan bunuh diri yang terjadi pada akhirakhir ini di Jakarta berhubungan dengan gangguan kesehatan (penyakit) jiwa dan faktor sosiokultural tertentu?
Metode penelitian iniadalah suatu studi kasus kelola dengan Cara menyelidiki kelompok pasien yang melakukan percobaan bunuh diri, kelompok pasien psikiatri yang tidak melakukannya, dan kelompok orang yang melakukan bunuh diri. Pada penelitian ini diuji sejumlah 17 hipotesis yang terdiri dari variabel utama diagnosis psikiatri menurut Sistem dan Evaluasi Multiaksial dan faktor-sosiokultural tertentu. Analisis statistik menggunakan tabel 2 x 2 untuk uji x2 risiko relatif dan kuatnya hubungan asosiasi Л(phi) dan Y (Yule). Sampel yang digunakan ialah sampel sengaja (purposive sample) dan sampel berlapis (stratified sample), yaitu wanita menikah yang berusia muda dengan tujuan agar diperoleh sampel yang spesifik untuk percobaan bunuh diri.
Hasil penelitian ini membuktikan terdapatnya asosiasi yang sangat bermakna (significant) (p <0,01) dan hubungan yang sangat kuat antara percobaan bunuh diri dan gangguan depresi, Gangguan dan Ciri Kepribadian Histrionik, Stres Psikososial yang berat, Fungsi Adaptif Tertinggi yang lumayan pada setahun terakhir, metode yang lunak, penyalahgunaan obat dan alkohol, faktor pencetus/stres kehidupan berupa masalah pernikahan, predileksi jenis kelamin (wanita) dan usia (16--30 tahun), status menikah, dan golongan etnik Cina. Di samping itu, terdapat asosiasi yang bermakna (p < 0,05) dan hubungan yang kuat antara PBD dan Gangguan dan Kondisi Fisik yang minimal, sikap keluarga yang tergolong menerima, dan bermukim kurang dari tiga tahun di Jakarta. Hipotesis yang ditolak ialah asosiasi antara percobaan bunuh diri_dan status sosial ekonomi yang rendah, komposisi keluarga, kepatuhan beragama yang kurang, dan aktivitas kemasyarakatan yang kurang. Pada analisis regresi berganda teruji urutan prediksi variabel Stres Psikososial yang berat, gangguan depresi, dan PungsI Adaptif Tertinggi Setahun Terakhir yang lumayan. Ternyata prediksi variabel Gangguan dan Ciri Kepribadian Histrionik dan golongan etnik Cina kurang menunjukkan peran yang nyata. Hasil yang lain ialah dapat dicatat sejumlah 1.337 pasien pada tahun 1982/1983 atau angka prevalensi 2,3/100.000 orang penduduk serta peta tindakan bunuh diri menurut kecamatannya. Secara ringkas, penemuan hasil penelitian ini ialah tentang patodinamika terjadinya, profit orang yang mempunyai risiko tinggi untuk melakukannya, dan informasi terbaru mengenai peristiwa percobaan bunuh diri di Jakarta.
Implikasi studi ini ialah bahwa karena asosiasi yang sangat bermakna antara diagnosis psikiatri dan percobaan bunuh diri, diperlukan evaluasi dan terapi di bidang psikiatri untuk semua pelaku percobaan bunuh diri. Pola penanggulangan percobaan bunuh diri dengan cara pendekatan Tlmu Kesehatan Jiwa Masyarakat berupa prevensi primer, sekunder, dan tersier (pastvention) disarankan agar dikembangkan. Penelitian ini mengundang penelitian-penelitian lain di bidang epidemiologi, perilaku destruksi diri yang lain, dan masalah lain seperti depresi, stres kehidupan, dan faktor sosiokultural lainnya yang diduga ada kaitannya dengan percobaan bunuh diri.

The focus of this research is the exploration of the potential relationship between attempted suicides in Jakarta in the year 1982/1983 and psychiatric diagnosis and sosiocultural factors. The National Health System of 1982 in its approach towards the year 2000 estimates that there will be a relarively larger increase in disturbances of mental health among the Indonesian people in the category caused by life stresses resulting in deviant behavior, including attempted suicide. Based on a literature review on suicidal act concerning history, religion, psychology, sociology and the pathodynamics of attempted suicide, and the author's personal observations, the main problem is formulated as follows: Are the recent attempted suicides in Jakarta connected with mental health disturbance (mental illness) and particular sociocultural factors?
The investigation method is the case-control study in which were examined one group of patients who attempted suicide, one group of psychiatric patients who did not, and a group of persons who committed suicide. In this study, 17 hypotheses were tested, involving such variables as certain psychiatric diagnosis according to the Multiaxial System and Evaluation and sociocultural factors. For statistical analysis the 2 X 2 table for testing X2, relative risk, and associative strength between Л (phi) and Y (Yule) were used. Samples used were purposive samples and stratified samples, i.e. married young women in order to obtain a specific sample for attempted suicide.
The results of this study show a highly significant (p {0,01) association and a very strong association between attempted suicide on the one hand - and on the other: depression and Histrionic Personality Disturbance and Traits, severe Psychosocial Stress, fair Highest Level of Adaptive Functioning Past Year, "soft" method, drug and alcohol abuse, life stress in the from of a marital discord as precipitating factor, predilection of the female sex aged 16--30, married status, and ethnic group (Chinese). Further, the results show a significant (p < 0.05) association and strong association between attempted 'suicide on the one hand - and on the other: Minimal Psysical Disturbance and Conditions, accepting attitude on the part of the family, and residence of less than 3 years in Jakarta. Hypotheses that remain unsupported are concerning an association between attempted suicides on the one hand - and on the other: low social and economic status, family structure, loose religious adherence, and insufficient social activity. Muliple regression analysis indicates that prominent predictors to lead a person for attempting suicide are severe Psychosocial Stress, depressive disorders, and fair Highest Level of Adaptive Functioning Past Year. On the other hand, Histrionic Personality Disorder or Trait and Chinese ethnicity are relatively less prominent predictors. Another result was that 1,337 patients were registered during 1982-1983, a prevalence of 2.3 per 100,000 city residents, and were entered on a map showing the distribution by district. In summary, the findings of this research throw light on the pathodynamics, provide a profile of persons at high risk of attempted suicide and the latest information on attempted suicide in Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1984
D260
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"
Artikel ini berupaya mengulas urgensi dimensi resiliensi bagi para pemuda di Indonesia dalam keseharian hidup. Secara sederhana, resiliensi dapat diterjemahkan sabgai kemampuan individu untuk bertahan, beradaptasi berikut bangkit dari berbagai bentuk penderitaan hidup yang menderanya. Persoalan ni menjadi penting mengingat masa muda merupakan periode-periode transisi yang begitu berat bagi setiap individu, di mana ketidakstabilan emosi dan psikologis besar mempengaruhi di dalamnya. Lebih jauh, artikel ini mendiskusikan karakteristik pemuda da alas an diperlukannya dimensi resiliensi, maraknya aksi bunuh diri yang dilakukan pemuda dewasa ini sebagai implikasi lemahnya dimensi resiliensi, serta berbagai upaya yang dapat ditempuh dalam rngka memperkuat dimensi resiliensi pada diri pemuda guna mengatasi persoalan tersebut, Artikel diawali dengan uraia ihwal perkembangan studi resiliensi, baik menyangkut aspek konseptual maupun kemanfaatannya."
JSPA 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Enita Tiur Rohana
"Pendahuluan. Bunuh diri tidak hanya terjadi di masyarakat umum namun dapat pula terjadi sebagai kejadian sentinel di rumah sakit. Berdasarkan studi literatur yang ada, bunuh diri tidak hanya terjadi pada pasien dengan diagnosis utama penyakit kejiwaan namun juga pada pasien dengan diagnosis utama penyakit fisik. Saat ini, gambaran karakteristik dan faktor – faktor yang berkaitan dengan derajat keparahan risiko bunuh diri pada pasien dengan diagnosis utama penyakit fisik dalam perawatan inap belum diketahui. Metodologi. Penelitian ini bersifat cross sectional berupa uji analitik untuk mencari faktor – faktor yang berhubungan dengan derajat keparahan risiko bunuh diri pada pasien dengan diagnosis utama penyakit fisik. Sebanyak 105 subjek didapatkan selama empat bulan periode pengambilan data. Data diambil menggunakan kuesioner daring yang mencakup faktor sosiodemografi, etiologi, faktor terkait bunuh diri lainnya dan instrument CSSR-S. Uji hipotesis yang digunakan untuk mencari hubungan pada analisis bivariat adalah uji fisher sedangkan uji hipotesis regresi logistik dilakukan pada analisis multivariat faktor – faktor yang diduga berkaitan. Hasil. Gambaran karakteristik sosiodemografi menunjukan mayoritas subjek berusia dewasa (81%), perempuan (63,8%), beragama Islam (81%), dan bersuku Jawa (65,7%). Mayoritas subjek tidak bekerja (59%), sudah menikah (70,5%), dan berpendidikan terakhir SMA/SMK (37,1%). Pada faktor etiologi didapatkan, diagnosis utama penyakit fisik terbanyak adalah kanker, sebanyak 44,8% dan sebagian besar subjek tidak memiliki riwayat keluarga mengakhiri hidup (92,4%). Lebih dari separuh subjek memiliki stresor psikologis (54,3%) dan sistem pendukung sebanyak 96,2%. Pada faktor terkait bunuh diri lainnya didapatkan, subjek dengan frekuensi kemunculan ide bunuh diri 1 kali per minggu dan durasi kemunculan bunuh diri lebih dari 8 jam per hari memiliki persentase jumlah yang sama yaitu sebanyak 4,8%. Mayoritas subjek yang tidak memiliki riwayat ide dan upaya bunuh diri selama hidup dengan presentase yang sama (91,2%). Kebanyakan subjek menyatakan tidak memiliki paparan dengan informasi terkait bunuh diri(55,2%). Akses dan motivasi terhadap ide bunuh diri mayoritas tidak dimiliki subjek. Sebanyak 71,4% subjek menyatakan tidak memiliki ide terkait akses maupun motivasi bunuh diri. Mayoritas subjek memiliki risiko keparahan bunuh diri derajat rendah (97,1%). Riwayat ide dan upaya bunuh diri memiliki hubungan dengan derajat risiko keparahan bunuh diri (p=0,007; OR=0,778; IK95%=0,549–1,103). Kesimpulan. Adanya riwayat ide dan upaya bunuh diri menjadi hal yang perlu diketahui pada pasien perawatan inap dengan diagnosis penyakit fisik agar kejadian bunuh diri dapat dicegah.

Introduction. Suicide does not only occur in the general population but can also occur as a sentinel incident in hospitals. Based on existing literature, suicide does not only occur in patients with a primary diagnosis of mental illness but also in patients with a primary diagnosis of physical illness. At present, the description of the characteristics and factors associated with the severity of the risk of suicide in patients with a primary diagnosis of physical illness in hospitalization not yet known. Methodology. This study is a cross-sectional study in the form of an analytical test to look for factors associated with the severity of suicide risk in patients with a primary diagnosis of physical illness. A total of 105 subjects were obtained during the four-month data collection period. Data were collected using an online questionnaire that included sociodemographic factors, etiology, other suicide-related factors and the CSSR-S instrument. Hypothesis test used to find the relationship in bivariate analysis is Fisher's test, while the logistic regression hypothesis test is carried out on multivariate analysis of factors that are thought to be related. Results. The description of sociodemographic characteristics shows that the majority of the subjects are adults (81%), female (63.8%), Muslim (81%), and Javanese (65.7%). The majority of the subjects did not work (59%), married (70.5%), and the last education was SMA/SMK (37.1%). In the etiological factor obtained, the main diagnosis of physical disease is cancer, as much as 44.8% and most of the subjects do not have a family history of ending life (92.4%). More than half of the subjects had psychological stressors (54.3%) and 96.2% of support systems. In other suicide-related factors, subjects with the frequency of occurrence of suicidal ideation once per week and duration of occurrence of suicide more than 8 hours per day had the same percentage of 4.8%. The majority of subjects who did not have a history of suicidal ideation and attempts during their lifetime were the same percentage (91.2%). Most of the subjects stated that they had no exposure to information related to suicide (55.2%). The majority of subjects did not have access to and motivation for suicidal ideation. As many as 71.4% of the subjects stated that they did not have any ideas related to access or motivation to commit suicide. The majority of subjects had a low risk of suicide severity (97.1%). History of suicidal ideation and attempts was associated with the degree of risk of suicide severity (p=0.007; OR=0.778; 95% CI=0.549–1.103). Conclusion. History of suicidal ideation and attempts needs to be assessed in hospitalized patients with a diagnosis of physical illness to prevent suicide."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonita Ariesti Putri
"Latar belakang: Aliansi kerja terapis dan pasien diketahui sebagai faktor penting dalam memrediksi keberhasilan terapi. Instrumen yang sering digunakan dalam penelitian adalah Working Alliance Inventory, yang didasarkan pada konsep pan-teoritis. WAI menilai tiga aspek aliansi kerja, yakni ikatan, tujuan, dan tugas, serta memiliki tiga versi penilai, yaitu terapis (WAI-T), pasien (WAI-C), dan pengamat (WAI-O). Terdapat studi yang melaporkan bahwa penilaian aliansi kerja oleh pengamat secara signifikan berkorelasi dengan hasil psikoterapi. Penilaian aliansi kerja dari perspektif pihak ketiga juga dapat memberikan pandangan yang lebih objektif. Saat ini telah tersedia instrumen WAI-T dan WAI-C versi Bahasa Indonesia yang memiliki nilai validitas isi dan konstruksi yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh instrumen Working Alliance Inventory-Observer form (WAI-O) versi Bahasa Indonesia yang sahih dan andal dalam menilai aliansi kerja. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik korelatif dengan desain longitudinal, bertujuan menguji validitas prediktif dan konstruksi, serta reliabilitas instrumen WAI-O versi Bahasa Indonesia. Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling, melibatkan 15 pasang terapis- pasien di Poliklinik Jiwa Dewasa RSCM dan 3 pengamat ahli psikoterapi. Validitas prediktif dievaluasi dengan mengkorelasikan skor WAI-O pada sesi ketiga dengan perbaikan klinis global (CGI-I) pada sesi keenam yang dinilai oleh terapis. Uji validitas konstruksi yang dilakukan adalah validitas konvergen dengan mengorelasikan skor WAI- O dengan skor WAI-C dan WAI-T pada sesi ketiga. Reliabilitas dinilai melalui uji konsistensi internal dan inter-rater reliability. Hasil: WAI-O versi Bahasa Indonesia menunjukkan keeratan korelasi sedang dengan perbaikan klinis global secara umum (r = 0.394 - 0.430, p>0.05), khusunya menunjukkan korelasi positif yang kuat dan signifikan dalam kelompok psikoterapi psikodinamik (r= 0.725-0.728, p<0.05). Validitas konvergen tidak menunjukkan korelasi signifikan antara penilaian aliansi kerja oleh pengamat, terapis, dan pasien. Instrumen WAI-O memiliki reliabilitas yang sangat baik dengan Cronbach's alpha sebesar 0.994 dan ICC sebesar 0.628. Simpulan: WAI-O versi Bahasa Indonesia adalah alat yang sahih dan andal untuk menilai aliansi kerja dalam psikoterapi. Terdapat korelasi moderate antara aliansi kerja yang dinilai oleh pengamat dengan perbaikan klinis global secara umum. Penggunaan WAI-O dapat memberikan perspektif yang lebih netral dalam menilai aliansi kerja antara terapis dan pasien.

Background: The working alliance between therapists and patients is known as a crucial factor in predicting therapy outcome. The Working Alliance Inventory (WAI) is a commonly used research tool based on a pan-theoretical concept. WAI evaluates three aspects of the working alliance: bond, goals, and tasks, and has three versions for assessment: therapist (WAI-T), client (WAI-C), and observer (WAI-O). Some studies have reported that assessments of the working alliance by observers significantly correlate with psychotherapy outcomes. Additionally, assessments of the alliance from a third-party perspective can offer a more objective view. Currently, there are validated versions of WAI-T and WAI-C in the Indonesian language. This study aims to develop the Indonesian version of the Working Alliance Inventory-Observer form (WAI-O) that is valid and reliable for assessing the working alliance. Method: This study is an analytical correlational observational research with a longitudinal design, intending to test the predictive and convergent validity and the reliability of the Indonesian version of the WAI-O instrument. Convenience sampling was used, involving 15 therapist-patient dyads from the Adult Mental Health Clinic at RSCM, along with three observers who are psychotherapy experts. Predictive validity was evaluated by correlating WAI-O scores in the third session with global clinical improvement (CGI-I) in the sixth session, as assessed by the therapists. The conducted test of construct validity was convergent validity by correlating WAI-O scores with WAI-C and WAI-T scores in the third session. Reliability was assessed through internal consistency and inter-rater reliability test. Results: The Indonesian version of WAI-O showed moderate but statistically nonsignificant correlations with overall clinical improvement (ρ = 0.394 - 0.430, p>0.05). However, it demonstrated strong and significant positive correlations in the psychodynamic psychotherapy group (ρ= 0.725-0.728, p<0.05). Convergent validity did not reveal significant correlations between alliance assessments by observers, therapists, and patients. The WAI-O instrument displayed excellent reliability, with a Cronbach's alpha of 0.994 and an ICC of 0.628. Conclusion: The Indonesian version of WAI-O is a valid and reliable tool for assessing the working alliance in psychotherapy. Observer-rated working alliance moderately correlates with overall global clinical improvement. WAI- O can provide a more neutral perspective on assessing the working alliance between therapists and patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raphita Diorarta
"Covid-19 merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan pada tahun 2019. Kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) rentan terhadap Covid-19 dikarenakan mereka sangat mungkin memiliki kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sendiri termasuk perawatan diri selama pandemi. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi keluarga dalam merawat ODGJ yang terkonfirmasi Covid-19, dan hal ini dapat berdampak secara psikologis, fisik, sosial dan juga ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi pengalaman keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dengan Covid-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam. Penelitian pengalaman keluarga dalam merawat ODGJ dengan Covid-19 melibatkan sepuluh partisipan, partisipan terdiri dari tujuh orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Sepuluh partisipan sudah merawat ODGJ dengan diagnosa medis Skizofrenia kurang lebih selama 2 tahun sampai 10 tahun. Penelitian ini dilaksanakan secara daring dan luring, sembilan partisipan diwawancarai secara daring menggunakan aplikasi zoom meeting dan whatsapp video call dan satu partisipan diwawancarai secara luring dilaksanakan di wilayah rumah sakit pada saat partisipan mengantarkan pasien untuk kontrol. Penelitian dilaksanakan pada minggu kedua bulan November 2021 sampai minggu pertama bulan Desember 2021. Tema-tema yang muncul dari penelitian ini adalah : (1) situasi perawatan yang hampir sama dalam merawat ODGJ tanpa dan dengan Covid-19, (2) perbedaan dalam merawat ODGJ pada saat terkonfirmasi Covid-19 dan sebelum terkonfirmasi Covid-19, (3) sumber internal keluarga yang digunakan selama merawat ODGJ dengan Covid-19, dan (4) sumber eksternal keluarga yang digunakan selama merawat ODGJ dengan Covid-19. Peneliti merekomendasikan perawat jiwa untuk dapat bekerja sama dengan keluarga dalam mendukung pemulihan ODGJ dengan Covid-19, serta perawat jiwa juga dapat memenuhi kebutuhan keluarga akan informasi, dukungan, dan keterampilan dalam perawatan. Pemberian informasi juga dapat diberikan dengan intervensi keluarga yaitu Family Psychoeducation (FPE).

Covid-19 is a respiratory disease caused by SARS-CoV-2 which was discovered in Wuhan in 2019. Groups of people with mental disorders are vulnerable to Covid-19 because they are very likely to have difficulties in their own needs including self-care during pandemic. This condition is a challenge for families in caring for people with mental disorders who are confirmed with Covid-19, and this can have a psychological, physical, social and economic impact. This study aims to obtain a description of the experience of families caring for people with mental disorders (ODGJ) with Covid-19. This study use a descriptive phenomenological approach and analyzed by the Colaizzi method. Data collection using in-depth interviews. Research on family experiences in caring for people with mental disorders with Covid-19 involved ten participants, the participants consisted of seven women and three men. Ten participants had treated ODGJ with a medical diagnosis of Schizophrenia for approximately 2 to 10 years. This study was conducted online and offline, nine participants were interviewed online using the zoom meeting application and whatsapp video call and one participant was interviewed offline conducted in the hospital area when the participants took the patient for control. The study was carried out in the second week of November 2021 until the first week of December 2021. The themes that emerged from this study were: (1) almost the same treatment situation in treating ODGJ without and with Covid-19, (2) differences in treating ODGJ when confirmed Covid-19 and before confirmed Covid-19, (3) internal family sources used while treating ODGJ with Covid-19, and (4) family external sources used while treating ODGJ with Covid-19. Researchers recommend mental nurses to be able to work together with families in supporting the recovery of ODGJ with Covid-19, and mental nurses can also meet the family's needs for information, support, and skills in care. Information can also be given through family intervention, namely Family Psychoeducation (FPE)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>