Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lavani Tiani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis status tanah Hak Guna Bangunan 364/Sungai Beduk dalam Putusan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang Nomor 10/G/2016/PTUN.TPI, dimana adanya ketidakjelasan atas status tanah dimana PT. Dewa Dewi Abadi yang mendapatkan Alokasi lahan tetapi tidak dapat untuk mengurus sertipikat tanah dikarenakan masih terdaftar atas nama PT. BUNGA SETANGKAI. Oleh karena itu, analisis ini diharapkan dapat menelaah bagaimana pelaksanaan putusan terhadap tanah dan mengkaji juga bagaimana implikasi putusan hakim tersebut terhadap status hak atas tanah tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, pertama terdapat permasalahan yang ditemui yaitu mengenai pendaftaran hak atas tanah oleh PT. Dewa Dewi Abadi tidak dapat diproses pendaftarannya dikarenakan tanah tersebut masih terdaftar atas nama PT. Bunga Setangkai. Disisi lain terdapat permasalahan terhadap objek tanah tersebut yaitu tindakan dari PT. Bunga Setangkai yang menjaminkan tanah tersebut dengan Hak Tanggungan tidak dapat melakukan pembayaran terhadap hutang tersebut yang menyebabkan tanah tersebut akan dilelang oleh Ketuan PUPN. Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang Nomor 10/G/2016/PTUN.TPI memberikan implikasi terhadap objek tanah tersebut yang mana dalam putusannya disebutkan mencabut Hak Tanggungan atas tanah tersebut.

ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the status of Hak Guna Bangunan 364 Sungai Beduk in State Administration Verdict of Tanjung Pinang Number 10 G 2016 PTUN.TPI, where there is uncertainty about land status where PT. Dewa Dewi Abadi who get the Land Allocation but can rsquo t registrate the land certificate because it is still registered on behalf of PT. Bunga Setangkai. Therefore, this analysis is expected to examine how the implementation of the verdict on the land and examine also how the implications of the judge 39 s decision on the status of the land rights. The research method used in this research is the normative juridical method. Based on the results of research, first there are problems encountered which is the registration problems because the land is still registered on behalf of PT. Bunga Setangkai. On the other hand there are another problems to the object of the land from the action of PT. Bunga Setangkai pledging the land with Hak Tanggungan can rsquo t make any payment to the debt which causes the land to be auctioned by Head of PUPN. To the Decision of the State Administrative Court of Tanjung Pinang Number 10 G 2016 PTUN.TPI implies the object of the land which in its decision mentioned revokes the Hak Tanggungan on the land. "
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marliesa Qadariani
"Batam adalah salah satu pulau yang termasuk dalam wilayah Propinsi Kepulauan Riau dan berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Pada tahun 1973, Pemerintah Indonesia nwnetapkan pulau Batam sebagai daerah industri melalui Keputusan Presiden RI Nomor 41 Tahun 1973. Hal itu diikuti dengan dibentuknya Badan Otorita Batam selaku pengelolanya. Sejak ditetapkannya Batam sebagai daerah industri, kemajuannya relatif pesat. Bahkan kini Batam berdasarkan Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 telah berstatus sebagai daerah otonom yang berbentuk Kbta, yang dipimpin oleh Pemerintah Kota Batam. Untuk mengantisipasi perkembangannya, kegiatan-kegiatan berupa reklamasi pantai telah dilakukan. Salah satunya adalah reklamasi pantai di wilayah Teluk Tering yang merupakan hasil dari perjanjian antara Pemerintah Kota Batam dengan PT. Batamas Puri Permai. Persoalannya adalah dengan perubahan status Batam sebagai sebuah Kota yang mempunyai pemerintahan sendiri disatu pihak dan masih diakuinya kedudukan Otorita Batam sampai saat ini menimbulkan permasalahan mengenai siapa yang berwenang dalam hal pengelolaan tanah di Batam. Untuk menguraikan persoalan tersebut penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum dengan pendekatan kepustakaaan. Berdasarkan analisis yang dilakukan tampak bahwa perjanjian antara Pemerintah Kota Batam dengan PT. Batamas Puri Permai adalah kurang tepat jika ditinjau baik dari segi hukum pertanahan maupun dari segi hukum perikatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyowantini
"Dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 15 Agustus 1989 No. 169/HPL/BPN/89 telah diberikan Hak Pengelolaan atas nama SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq BADAN PENGELOLA GELANGGANG OLAH RAGA SENAYAN, atas tanah seluas 2.664.210 M2, terletak di Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, yang selanjutnya didaftarkan haknya dan terbit Sertipikat HPL NO.1/Gelora. Atas bidang tanah yang diberikan HPL No.1/Gelora tersebut sebelumnya telah lahir hak-hak atas tanah, antara lain HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Kedua HGB tersebut merupakan pecahan HGB No. 20/Gelora tercatat atas nama PT. INDOBUILDCO yang diberikan berdasarkan :Keputusan Direktur Jenderal Agraria tanggal 3 Agustus 1972 No. SK 181/HGB/DA/72 dengan dasar pertimbangan tanah tersebut adalah Tanah Negara yang telah dikuasai pemohon atas dasar Penunjukan dan Pemberian Ijin Menggunakan Tanah dari Gubernur DKI Jakarta sesuai Keputusan tanggal 21 Agustus 1971 No. I744/A/K/B/BKD/71.
Berkenaan di atas areal yang diberikan HPL No.l/Gelora tersebut di atasnya telah terdapat hak-hak atas tanah, maka dalam Keputusan pemberian HPL tercantum Diktum yang menyatakan bahwa tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir baru akan termasuk di dalam HPL pada saat berakhimya HGB dan HP tersebut. HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora akan berakhir haknya tanggal 4 Maret 2003, namun sebelum berakhir haknya kedua HGB tersebut telah diperpanjang haknya oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi DKI Jakarta dengan SK masing masing tanggal 13 Juni 2002 No. 016/11.550.2-09.012002 dan No. 017/11.550.2-09.0112002 dan kedua HGB tersebut diperpanjang di atas tanah Negara, tidak di atas HPL NO.1/Gelora. Pemberian perpanjangan kedua HGB tersebut telah menimbulkan keberatan bagi pemegang HPL No.l/Gelora karena perpanjangan kedua HGB tersebut tidak melalui ijin pemegang HPL NO.1/Gelora dan dalam SK Perpanjangan HGB tidak diterangkan keberadaan HGB tersebut di atas HPL No.l/Gelora.
Menurut Hukum Tanah Nasional HPL diberikan di atas tanah Negara, apabila di atasnya terdapat hak atas tanah pihak lain, maka penerima hak terlebih dahulu berkewajiban membebaskan bidang tanah tersebut dan selanjutnya pemberian hak di atas HPL berdasarkan adanya perjanjian. Akibat pemberian perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora di atas tanah Negara sebelum jangka waktu haknya berakhir maka apa yang diamanatkan dalam SK No. 169/HPL/BPN/89 tidak terpenuhi, sehingga bidang-bidang tanah HGB No.26/Gelora dan HUB No.271/Gelora belum termasuk dalam HPL No. I/Gelora."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Fitri Kusumaningrum
"ABSTRAK
Tanah merupakan sumber kehidupan bangsa. Hakekat tanah adalah menyangkut hajat hidup orang banyak maka penguasaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Tesis ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang bagian-bagian tanahnya diberikan hak atas tanah lainnya, misalnya Hak Guna Bangunan. Pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan adalah legal dan berdasarkan perjanjian kerja sama antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga. Namun, pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus dicabut, apabila tanah tersebut ditelantarkan dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Studi kasus dalam tesis ini adalah Pencabutan Hak Guna Bangunan PT. Griya Tritunggal Eka Paksi diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh. Dalam tesis ini akan terlihat bagaimana peran Kantor Pertanahan setempat dalam mengawal proses pencabutan Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan tersebut dan melihat bagaimana bentuk pertanggungjawaban PT. Griya Tritunggal Eka Paksi selaku pemegang Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh.

ABSTRACT
Soil is the life of the nation. The essence of the soil is related to public needs then for the purpose of welfare of the people the control of itself by the government. This thesis discusses the Right of Management which parts of the land has the other land right, e.g Right to Build. The act of distributing Right to Build on the Right of Management land is legal and based on the cooperation agreement between the holder and the third parties. However, the act of distributing Right to Build on the Right of Management land should be repealed, when the land has been abondoned and not utilized as it should be. The revocation of Right to Build on the Right of Management land should be based on the state laws. Case study in this thesis is the revocation of Right to Build PT. Griya Tritunggal Eka Paksi on the Right of Management land of Situ Cipondoh. This thesis explain how land office role the revocation of Right to Build on the Right of Management land and how the commitment of PT. Griya Tritunggal Eka Paksi as the holder of Right to Build on the Right of Management land Situ Cipondoh."
2013
T32786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Bintoro
"Pemberian Hak Pengelolaan pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak nya untuk dapat mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun tujuan sebenarnya diberikannya Hak Pengelolaan tersebut sebenarnya merupakan sebuah usaha untuk menyediakan tanah-tanah tersebut untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak-hak atas tanah yang lain yang sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Hak pengelolaan merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara yang termasuk ke dalam bidang hukum publik, namun pada prakteknya sifat dan hakekat dari Hak Pengelolaan mulai mengalami pergeseran dan masuk ke area hukum privat. Dalam kasus perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sebagaimana diputus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 276 PK/Pdt/2011, muncul Hak Pengelolaan diatas tanah yang telah dihaki oleh HGB tersebut terlebih dahulu yang menimbulkan permasalahan ketika HGB tersebut akan diperpanjang dan tidak diletakkan diatas HPL No.1/Gelora tersebut. Munculnya HPL bersyarat tidak pernah diatur dalam peraturan perundang undangan dan menimbulkan permasalahan hukum yaitu tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum atas pemegang Hak Atas Tanah lainnya. Melalui penulisan hukum ini, Penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dan solusi mengenai Hak Pengelolaan yang dalam praktek masih sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang berujung pada pengadilan.

Granting Rights Management is essentially gave his authority to the holder of the right to cultivate the land in accordance with their needs . But the real goal is actually rendered Rights Management is an attempt to provide the land for those who need . Therefore, the above ground can be issued for the Management of the rights of other land in accordance with the laws and regulations governed by . Rights management is a part of State Mastering of Rights which belong to the field of public law , but in practice the nature and essence of the Management started to experience a shift and get into the area of private law . In case of extension of the Building Right No.26/Gelora and No.27/Gelora as can be seen in the Judicial Review Decision No. 276 PK/Pdt/2011, appeared on the Management of land that has been occupied by Building Right advance that cause problems when these rights will extended and not placed on the HPL No.1/Gelora. The emergence of HPL conditional is never set in the laws and regulations and cause problems is the lack of legal certainty and legal protection of shareholders other Land Rights . Through this thesis, the author hopes to contribute and give some solutions regarding to the Rights Management which in practice still often creates problems and frequently lead to court cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rufinus
"Pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak Pengelolaan mempunyai beberapa kelemahan. Padahal, selaku konsumen atas barang dan jasa, kedudukan mereka adalah lama dengan kedudukan produsen atas barang atau jasa tersebut. Melalui penelitian terhadap pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak pengelolaan. No.1/Ancol, penulis bermaksud menganalisis kelemahan kelemahan apa raja yang dipunvainya serta mencari penyelesaian terhadap kelemahan yang ada sehagai upaya perlindungan hukum bagi mereka.
Penulis akan menganalisis dari segi pembehanan dan peralihan hak, karena dari segi inilah seringkali terjadi didalam praktek, hahwa kedudukan konsumen berada di pihak yang lernah jika dibandingkan dengan kedudukan produsen. Kelemahan-kelemahan yang dipunyai dapat disebahkan karena pemahaman konsumen atas isi perjanjian baku yang sangat minim, serta pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang dimaksud pasal 1320 KUH Perdata yang sangat sulit untuk diterapkan dengan dengan benar. Selain itu, pemahaman konsumen akan hak guna bangunan yang berdiri diatas tanah hak pengelolaan itu sendiri juga sangat minim sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah perlu ada upaya perlindungan hukum bagi mereka. Berdasarkan hasil analisis penulis, didapati hentuk-bentuk perlindungan hukum berupa perlindungan hukum untuk dapat melepaskan hak atas tanah dengan persetujuan pihak terkait dan perlindungan hukum untuk mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan jasa selaku konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Novita Isyannalia
"Secara das sollen, hibah tanah harus dilakukan dengan akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Namun, secara das sein dikenal adanya perjanjian pengikatan hibah tanah. Permasalahan hukum muncul manakala perjanjian tersebut tidak segera ditindaklanjuti dengan pembuatan akta hibah, sedangkan obyek hibah sudah digunakan oleh penerima hibah, seperti dalam kasus Perjanjian Pengikatan Hibah Tanah antara PT. A (penerima hibah) dan PT. B (pemberi hibah). Dalam hal penerima hibah hanya mempunyai bukti berupa perjanjian pengikatan hibah, perlu dilakukan analisis yuridis mengenai kedudukan dan fungsi perjanjian pengikatan hibah atas obyek hak atas tanah sebagai perjanjian obligatoir serta keabsahan dan akibat hukum Perjanjian Pengikatan Hibah Tanah antara PT. A dengan PT. B yang sudah daluarsa. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang sifatnya deskriptif analitis dan menggunakan data sekunder yang dianalisis dengan teknik pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa kedudukan perjanjian pengikatan hibah atas obyek hak atas tanah sebagai perjanjian obligatoir termasuk kedalam perjanjian bantuan berupa perjanjian pendahuluan yang berfungsi untuk mempersiapkan perjanjian pokoknya yaitu akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Perjanjian ini hanya melahirkan hak dan kewajiban para pihak, tetapi belum memindahkan hak milik. Keabsahan Perjanjian Pengikatan Hibah Tanah antara PT. A dengan PT. B adalah tidak sah karena perjanjian tersebut secara yuridis telah berakhir dengan lewatnya jangka waktu pembuatan akta hibah berikut dokumen tanah lainnya yang menjadi obyek perikatan sebagaimana kesepakatan para pihak. Untuk itu, perlu adanya pembatasan jarak antara pembuatan akta hibah setelah ditandatanganinya perjanjian pengikatan hibah dan pencantuman pelimpahan wewenang dalam perjanjian pengikatan hibah apabila pemberi hibah meninggal dunia.

In das sollen, land grants must be carried out with a grant deed made by PPAT. However, it is basically known that there is an Agreement on Binding of Land Grants. Legal problems arise when the agreement is not immediately followed up with the making of a Grant Deed, while the object of the grant has been used by the recipient of the grant as is the case in the Agreement on Binding of Land Grants between PT. A as the recipient of the grant and PT. B as the grantor. In the event that the recipient of the grant only has evidence of transfer of rights in the form of a Grant Engagement Agreement, it is necessary to do a juridical analysis of the position and function of the Grant Engagement Agreement on the object of land rights as a legal agreement and legal and legal agreement between the PT. A with PT. B that has expired. This study uses a normative juridical method that is descriptive analytical and uses secondary data analyzed by qualitative approach techniques. From the results of the study, it was found that the position of the Grant Engagement Agreement on the object of land rights as an obligatory agreement was included in the assistance agreement in the form of a preliminary agreement which served to prepare the main agreement namely the Grant Deed made by PPAT. This agreement only gives birth to the rights and obligations of the parties, but has not transferred ownership rights. The validity of the Agreement on Binding of Land Grants between PT. A with PT. B is invalid because the agreement has legally ended with the passing of the period of making the grant certificate and other land documents which become the object of the engagement as agreed by the parties. The suggestion from the author is that there is a need to limit the distance between the making of a grant deed after the signing of a binding agreement on the grant and the inclusion of delegation of authority in the binding agreement of the grant if the grantee dies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedek Yuliona
"ABSTRAK
The National Land Law stipulates that land procurement for the interest of the public as outlined in the principles of land procurement must be conducted through deliberation to reach settlement, whether in terms of land hand over or the compensation, and duress in any form and by whomever to the right holder is not allowed, including duress in using the institution of "payment offer followed by contingency at District Court". The implementation of land acquittal by PT. Jasa Marga (Persero) at Sub-district of Pesanggrahan, District of Pesanggrahan, South Jakarta, is deemed necessary to be examined since it has arisen a question whether it is conducted based on the applicable laws and regulations and how the protection is for the land right holder whose land is still on dispute. The research makes use empirical normative method and constitutes a fact finding research with explanatory research typology since it is aimed to find the fact on the problem that arises, and then the problem is explained and described in more detail. This research is expected to give solution to the existing problem by providing several suggestions to the stakeholders, so from the viewpoint of its form, it is also a prescriptive research. Data collecting is conducted through literature study and interview using judgmental sampling method. Following examination against the problem that arises, the data obtained are then analyzed using qualitative. analysis method. The outcome of the research reveals that the land acquittal conducted by PT. Jasa Marga (Persero) is in accordance with the prevailing laws and regulations, and the right holders of land that is still on dispute are given protection in the form of guarantee that compensation will be given to the right holders and in sufficient amount. It is recommended that the government determine land price in an objective and actual manner, not only when conducting land procurement for public interest, and give compensation by considering social, economic, and cultural factors of the community whose land is acquitted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryani
"Tanah dan rumah adalah kebutuhan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Karena itu usaha pengembangan di bidang perumahan semakin tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. Agar kebutuhan masyarakat akan rumah terpenuhi dan usaha pengembangan perumahan berjalan lancar, diberikanlah beberapa kemudahan. Misanya pembeli boleh membayar secara angsuran, penjual boleh memasarkan rumah secara pre project selling, atau menjual rumah disaat bangunan belum dibangun. Bahkan pihak perbankanpun dilibatkan guna mempermudah lagi transaksi tersebut. Akan tetapi, disisi lain kemudahan-kemudahan ini justru dapat menimbulkan permasalahan. Untuk itulah dalam tesis ini dibahas mengenai masalah-masalah apa saja yang dapat diantisipasi dalam transaksi tanah dengan pembayaran secara angsuran dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Secara khusus penelitian dalam tesis ini hanya dibatasi pada transaksi tanah (dan rumah) yang dilakukan pada PT. Kreasi Prima Nusantara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersierm yang didapatkan dengan studi kepustakaan. Setelah mendapatkan data dilakukan analisis data secara deskriptif kualitatif. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas, sistematis dan logis mengenai masalah yang dikaji serta merumuskan kesimpulan dan saran. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa masalah-masalah yang perlu diantifipasi para pihak dalam transaksi tanah secara angsuran dapat ditinjau dari tiga segi. Ada yang merugikan konsumen, developer maupun bank sebagai pihak terkait dalam transaksi tersebut. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah tersebut dapat dilakukan secara preventif dan represif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianus
"Dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan yang didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris di Kotamadya Jakarta Utara terjadi pengelakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan (BPHTB).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yakni mengacu kepada norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian, pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan membuat akta/surat kuasa jual, akta/surat kuasa jual tersebut dibuat secara terpisah dengan PPJB, dan dijadikan dasar untuk transaksi jual bell tanah dan/atau bangunan berikutnya dengan pihak lain.
Pengelakan diatasi dengan menandatangani surat pernyataan dan diketahui oleh Notaris yang berisi pernyataan bahwa kuasa menjual yang diberikan kepada penerima kuasa belum pernah dibatalkan/cabut dan masih tetap berlaku sampai dibuat dan ditandatanganinya Akta PPAT; bahwa antara pernberi dan penerima kuasa belum/tidak pernah membuat/melakukan/ melaksanakan PPJB di hadapan Notaris; dan bahwa pemilik dan pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan bersedia dan sanggup bertanggung jawab sepenuhnya serta bersedia ditindak dan dituntut di hadapan pihak-pihak yang berwenang tanpa meliuatkan Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara.
Penulis menyarankan perlunya penyadaran mengenai pentingnya pajak, diharapkan dengan tingginya kesadaran masyarakat, maka akan meminimalisasi pengelakan pajak; upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara dapat diikuti oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya lainnya; dan Notaris sebaiknya tidak membuatkan akta/surat kuasa yang dibuat secara terpisah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Bell guna menghindari terjadinya pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB.

In land or building sales that was made initiated by The Installment Sale Agreement (Perjanjian Pengikatan Jual Bell) with selling authorization that was made in front of North Jakarta Notary, there was evasion made on Income Tax (Pajak Penghasilan) and Land Tenure Income Tax (Bea Perolehan Hak Atas Tanah an/atau Bangunan) exaction.
The research method is juristic normative method that refers to legal norms in the prevailing laws and regulations. Based on the research, evasion towards PPh and BPHTB in land and/or building sales made with Authorization Selling Letter, it was made separately with PPJB, and was made as a base for the next land and/or building selling transaction with other parties.
Evasion was handled by signing a Statement Letter and known by the Notary that said about the statement that the selling authorization given to the appointed has never been nullified/erased and was still in effect until it is made and signed in front of the PPAT; that between the appointer and the appointed has never been made/done/performed a PPJB in front of the Notary; and that the owner and holder of land and/or building is willing and can be hold responsible and willing to be charged and punished by the authorities without involving the North Jakarta Land Registry Office.
The author advises about the awareness to the importance of tax, hoping for society's awareness, therefore minimizing the tax evasion; the effort made by the North Jakarta Land Registry Office can be followed by the other Land Registry Offices; and Notary should not made Letter of Authorization that was made separately with Installment Sale Agreement to avoid the evasion of PPh dan BPHTB exaction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>