Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 226033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meiliana Lindawaty Rambakila
" Latar Belakang: Layanan primer memiliki peran utama dalam mendeteksi adanya gangguan jiwa berat. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang baik di tingkat pelayanan primer akan berdampak terhadap luaran orang dengan gangguan jiwa berat. Untuk meningkatkan penatalaksanaan gangguan jiwa berat di layanan primer, Kemenkes RI menyadur pedoman dari WHO tentang penanganan gangguan jiwa, neurologis, dan penyalahgunaan obat-obatan di layanan non spesialistik ke dalam bahasa Indonesia, salah satunya adalah dengan dibuatnya modul lsquo;Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik rdquo;. Tujuan penelitian ini adalah menilai efektivitas modul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik dengan Modifikasi terhadap pengetahuan dokter untuk mengidentifikasi gejala psikotik, menegakkan diagnosis, dan memberikan tatalaksana psikofarmaka dan nonpsikofarmaka pada pasien psikotik di layanan primer. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian dengan desain Quasi Experiment Pre-PosTest. Hasil: Sampel penelitian terbagi kelompok intervensi 17 subyek dan kelompok kontrol 20 subyek. Kelompok intervensi mendapatkan pelatihan modul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik dengan Modifikasi. Peningkatan pengetahuan pada kedua kelompok intervensi dan kontrol secara keseluruhan dengan p=0,402, domain gejala p=0,630, domain diagnosis p=0,117, domain farmakologi p=0,2014, dan domain nonfarmakologi p=0,815. Kesimpulan:Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol.Kata Kunci: Efektivitas Pelatihan, Modul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik, Pengetahuan Dokter Puskesmas.
ABSTRACT Background Primary services have a major role in detecting serious mental disorders. Early detection and good management at the primary care level will have an impact on the outcomes of people with severe mental disorders. To improve the management of severe mental disorders in primary care, RI Health Ministry adopted WHO guidelines on the handling of psychiatric, neurological, and drug abuse in non specialist services into the Indonesian language, one of which is the creation of Diagnosis and Management of Psychotic Disorders Module. The objective of this study was to assess the effectiveness of the Diagnosis and Management of Psychotic Disorders with Modification Module to physician knowledge to identify psychotic symptoms, diagnose, and administer psychopharmaceutical and nonpsychopharmaca management in psychotic patients in primary care. Research Methods This research used research type of Quasi Experiment Design Pre Post Test. Results The sample was divided into 17 subjects in the intervention group and 20 subjects in the control group. The training used Diagnosis and Management of Psychotic Disorders with Modification Module. Increased overall knowledge in the intervention group and in control group with p 0.402, symptom domain with p 0.630, diagnosis domain with p 0.117, pharmacological domain with p 0.2014, and nonpharmacological domain with p 0,815. Conclusion There was no significant difference between increased knowledge in the intervention group over the control group. Keywords Training Effectiveness, Module of Diagnosis and Management of Psychotic Disorder, Knowledge of Primary Care Doctor. "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shierlen Octavia
"ABSTRAK
Trauma masa kanak-kanak adalah faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan gejala psikotik. Berbagai penelitian telah menjelaskan mekanisme hubungan antara keduanya
variabel. Skema diri negatif, respons psikologis terhadap trauma dan diketahui memiliki
dampak pada tingkat gejala psikotik, dipostulatkan untuk memediasi dua variabel ini. Ini
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran skema negatif diri sebagai mediator antara masa kanak-kanak trauma dan gejala psikotik dengan mengendalikan gejala depresi sebagai kovariat. Itu Penelitian dilakukan pada 397 peserta (25,4% pria; Mage = 22,28, SD = 4,93).
Gejala psikotik diukur oleh Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik (AKPP), trauma masa kecil diukur dengan kuesioner berbasis laporan diri pada studi NEMESIS, dan skema negatif diri diukur dengan Skema Inti Singkat Timbangan (BCSS). Melalui analisis mediasi, hasilnya menunjukkan skema self-negative secara signifikan memediasi hubungan antara trauma masa kecil dengan positif gejala (ab = 0,08; SE = 0,04; 95% CI [0,01, 0,17]), serta gejala negatif dari gejala psikotik (ab = 0,08; SE = 0,03; 95% CI [0,03, 0,14]), dan juga langsung hubungan antara pengalaman traumatis masa kanak-kanak dan gejala positif juga
ditemukan. Ini menjelaskan pentingnya mempertimbangkan peran kognitif dalam menerjemahkan efek trauma masa kecil terhadap gejala psikotik.

ABSTRACT
Childhood trauma is a risk factor that influences the development of psychotic symptoms. Various studies have explained the mechanism of the relationship between the two
variable. Negative self schemes, psychological responses to trauma and are known to have
impact on the level of psychotic symptoms, postulated to mediate these two variables. This This study aims to examine the role of self-negative schemes as a mediator between childhood trauma and psychotic symptoms by controlling depressive symptoms as covariates. The study was conducted on 397 participants (25.4% male; Mage = 22.28, SD = 4.93). Psychotic symptoms were measured by the Community Assessment of Psychotic Experience (PPA), childhood trauma was measured by a self-report questionnaire based on the NEMESIS study, and a negative self-scheme was measured by the Short Core Scales Scheme (BCSS). Through mediation analysis, the results showed a self-negative scheme significantly mediated the relationship between childhood trauma with positive symptoms (ab = 0.08; SE = 0.04; 95% CI [0.01, 0.17]), as well as symptoms negative psychotic symptoms (ab = 0.08; SE = 0.03; 95% CI [0.03, 0.14]), and also a direct relationship between childhood traumatic experiences and positive symptoms as well
was found. This explains the importance of considering the cognitive role in translating the effects of childhood trauma on psychotic symptoms."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthoharoh
"Latar belakang Gagal tumbuh atau failure to thrive adalah kondisi keterlambatan pertumbuhan fisik pada anak, dimana terjadi kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan normal, dibandingkan dengan tinggi badan. Beberapa kondisi menjadi faktor risiko terjadinya gangguan pertumbuhan terutama pada neonatus. Studi ini memberikan gambaran penerapan Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada lima kasus neonatus dengan risiko gangguan pertumbuhan. Presentasi kasus Kasus 1 neonatus laki-laki, dengan extremely preterm usia gestasi 27 minggu, berat badan lahir 870 gram, neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan (NKB-KMK), RDS, TTN, septikemia, tersangka SNAD, neonatal jaundice, terpasang ventilator mode high frequency oscilation (HFO), terpasang orogastric (OGT), diet ASI 12x1 ml, TPN PG 2 dengan GIR 4,7, kebutuhan kalori kurang dari target, interpretasi kurva Fenton dibawah persentil 50, berat badan menurun, usia enam hari 860 gram. Kasus 2 perempuan, extremely preterm usia gestasi 26 minggu, berat badan lahir 744 gram, NKB-KMK, RDS, tersangka SNAD, PDA, neonatal jaundice. Terpasang ventilator, sementara puasa, grafik Fenton berada dibawah persentil 50, kebutuhan kalori kurang dari target. Kasus 3 dan 4 neonatus berjenis kelamin perempuan, lahir dengan extremely preterm dan very preterm, terpasang ventilator, kebutuhan kalori kurang dari target, sementara dipuasakan karena kondisi belum stabil. Kasus 5 perempuan, usia gestasi 37 minggu, BBL 2610 gram, berat badan saat dikaji 2340 gram. Diagnosis medis gastroschizis post tutup defek hari ke 27, terpasang non invasif ventilasi, sementara puasa produksi OGT kehijauan, BB/PB berada di -3SD s/d <-2 SD (gizi kurang). Evaluasi respons adaptif dari kelima pasien didapatkan kebutuhan kalori terpenuhi sesuai target.
Kesimpulan Hasil pengkajian perilaku dan stimulus mode fisiologis-fisik kelima kasus didapatkan empat kasus berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dari kondisi neonatus lahir prematur, terpasang ventilator, penundaan pemberian makan karena kondisi klinis, risiko infeksi/sepsis serta kondisi medis lain yang mempengaruhi. Satu neonatus aterm gagal tumbuh karena gastroschizis post tutup defek, dengan produksi OGT kehijauan. Nutrisi optimal baik enteral maupun parenteral diperlukan pada kondisi neonatus tersebut untuk meningkatkan respons adaptif.

Background Failure to thrive or failure to thrive is a condition of delayed physical growth in children, in which there is a failure to gain weight according to the normal growth chart, compared to height. Several conditions are risk factors for growth disorders, especially in neonates. This study provides an overview of the application of the Roy Adaptation Model in nursing care to five cases of neonates with a risk of growth retardation. Case presentation Case 1 male neonate, with extremely preterm gestational age 27 weeks, birth weight 870 gram, small preterm neonate for gestational age (NKB-KMK), RDS, TTN, septicemia, TSK SNAD, neonatal jaundice, put on ventilator mode high frequency oscillation (HFO), installed orogastric (OGT), diet ASI 12x1 ml, TPN PG 2 with GIR 4.7, caloric requirement less than target, interpretation of Fenton curve below 50th percentile, decreased body weight, age six days 860 gram. Cases of 2 women, extremely preterm, gestational age 26 weeks, birth weight 744 grams, NKB-KMK, RDS, suspected SNAD, PDA, neonatal jaundice. Installed on a ventilator, while fasting, the Fenton chart is below the 50th percentile, calorie needs are less than the target. Cases 3 and 4 female baby were born extremely preterm and very preterm, were attached to a ventilator, their caloric needs were less than the target, while they were fasted because their condition was not yet stable. Case 5 female, gestational age 37 weeks, BBL 2610 grams, body weight when studied 2340 grams. Medical diagnosis of gastroschizis post closed defect on day 27, installed non-invasive ventilation, while fasting green OGT production, BB/PB was in -3SD to <-2 SD (malnutrition). Evaluation of the adaptive response of the five patients found that the calorie needs were fulfilled according to the target.
Conclusion The results of the assessment of the behavior and stimulus of the physiological-physical mode of five cases found that four cases were at risk of experiencing growth retardation from the condition of the neonate born prematurely, being placed on a ventilator, delaying feeding due to clinical conditions, risk of infection/sepsis and other affecting medical conditions. One term neonate failed to thrive because of a closed post gastroschizis defect, with greenish OGT production. Optimal nutrition, both enteral and parenteral, is needed in these neonatal conditions to increase adaptive responses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Martha
"Skripsi ini membahas mengenai gangguan pertumbuhan yakni pendek (stunting), kurus (wasting), dan berat badan kurang (underweight) pada anak umur 0-59 bulan di Indonesia.Gizi mempunyai peranan penting dalam periode pertumbuhan dan perkembangan anak yang bersifat irreversible.Penilaian gizi dilakukan dengan pengukuran antropometri menggunakan, indeks tinggi badan terhadap umur (stunting), serta indeks tinggi badan terhadap berat badan (wasting), indeks berat badan terhadap umur (underweight).
Tujuan penelitian ini mengetahui keterkaitan faktor sosial ekonomi dan beberapa faktor lain seperti kecukupan energi dan protein, infeksi malaria dan pelayanan kesehatan sanitasi dasar serta status BBLR pada gangguan pertumbuhan anak 0-59 bulan. Penelitian bersifat kuantitatif, dengan desain studi cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Riskesdas Tahun 2010. Sampel penelitian ini adalah semua anak umur 0-59 bulan yang menjadi responden dalam Riskesdas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status ekonomi, pendidikan ibu dan ayah mempunyai pengaruh terhadap gangguan pertumbuhan.Semakin rendah status ekonomi keluarga semakin tinggi juga risiko balita dalam keluarga tersebut untuk mengalami kejadian pendek, kurus dan berat badan kurang. Balita dari keluarga status ekonomi terbawah mempunyai risiko 1,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian pendek (stunting) 1,4 kali lebih besar mengalami kekurusan (wasting), dan 1,7 kali lebih besar untuk mengalami berat badan kurang (underweight) dibandingkan dengan balita dari keluarga status ekonomi tertinggi.
Balita yang mempunyai ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai risiko lebih besar dalam mengalami gangguan pertumbuhan. Sosial ekonomi keluarga merupakan faktor yang mendasari gangguan pertumbuhan balita, sosial ekonomi keluarga baik akan berdampak baik juga dalam kesediaan asupan, lingkungan yang sehat, dan perilaku sehat.

This thesis mainly discusses about the growth disorders, stunting, wasting and underweight in children aged 0-59 months in Indonesia. Nutrition be an important role during the growth and development period of the children, which is irreversible. Nutritional assessment by anthropometric measurements performed using height of age index (stunting), height of weight index, weight of age index.
The purpose of this study is to determine the relationship of socio-economic factors and other factors, such as the adequacy of energy and protein, malaria infection, basic sanitation, and health care of LBW status in children 0-59 months of growth disorders. This research is quantitative, with a cross-sectional study design usingData Analysis of Primary Health Research 2010. Samples of this study are all children aged 0-59 months who were respondents in Data Analysis of Primary Health Research 2010.
Result of this study indicates that economic status and level of intelligence of the parents have influence on children's growth disorders. The lower the economic status of the family the riskier a toddler in the family would experience growth disorder.Toddlers from the family with lowest economic status have 1.8 times greater risk for experiencing stunting, 1.4 times greater risk for experiencing wasting, and 1.7 times greater risk for experiencing underweight compared with toddlers from family with highest economic status.
Toddlers with less educated parents also have greater risk for experiencing growth disorder. Socio-economic factors in family underly the growth disorder of the toddlers and would also affect the fulfillment of the nutritional intake, health services, and healthy behaviors in toddlers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizna Notarianti
"Ketahanan pangan rumah tangga menjadi salah satu faktor dalam pemenuhan gizi dan konsumsi rumah tangga. Pandemi Covid-19 mengakibatkan semakin terbatasnya akses pangan bagi rumah tangga, sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan pangan. Guna menanggulangi kerawanan pangan, rumah tangga melakukan food coping strategy. Penelitian di pemukiman kumuh di Depok menunjukkan sebanyak 51,3% rumah tangga memiliki skor food coping strategy tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran food coping strategy dan faktor-faktor yang berhubungan dengan food coping strategy pada rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari Studi Ketahanan Pangan Keluarga dalam Kondisi Pandemi Covid-19 di Wilayah Urban dan Semi Urban Tahun 2020. Responden berjumlah 259 rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan pasangan, pendapatan rumah tangga, status menerima bantuan pemerintah dan ketahanan pangan rumah tangga dengan penggunaan food coping strategy. Faktor yang paling dominan terhadap food coping strategy adalah rumah tangga rawan pangan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang diversifikasi pangan dan promosi potensi pangan lokal agar tercapainya ketahanan pangan rumah tangga

Household food security is one of the factors in the fulfilment of nutrition and household consumption. The Covid-19 pandemic has resulted in increasingly limited access to food for households, thus potentially causing food insecurity. To overcome food insecurity, households adopt a food coping strategy. Research in slums area in Depok shows that 51.3% of households have a high food coping strategy score. This study aims to determine the food coping strategy and the factors associated with the food coping strategy in the household. This study is a cross-sectional study using secondary data from the Study of Family Food Security in the Conditions of the Covid-19 Pandemic in Urban and Semi-Urban Areas in 2020. This study is a cross-sectional study with a sample of 259 households. The results showed that there was relationship between occupation of household head, spouse education, household income, status of receiving government assistance and household food security with food coping strategy. The dominant factor in food coping strategy is household food security. From the results of this study, it is hoped that education about food diversification and promotion of local food potential can be carried out to achieve household food security."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Amaliah
"Stunting terjadi dimulai didalam Rahim dan berlanjut setidaknya selama 2 tahun pertama kehidupannya, menentukan potensi individu untuk kehidupan kedepan dalam hal risiko morbiditas dan mortalitas, prestasi sekolah, produktivitas kerja, kekuatan fisik, dan risiko penyakit kronis. Tujuan dari penelitian ini untuk Mengetahui Potret Anak Stunting di Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang Tahun 2017. Penelitian Kualitatif dengan Rapid Assessment Procedures (RAP), dilakukan kepada informan yang memiliki anak stunting usia < 23 bulan dan 24-59 bulan pada bulan Juni 2017. Penggalian informasi melalui Diskusi Kelompok Tearah, Wawancara mendalam serta observasi. Hasil penelitian menunjukkan, sebagian besar informan memiliki tinggi badan < 150 cm, usia antara 20-25 tahun dan jarak antar kehamilan > 3th, tinggal di wilayah yang sanitasinya kurang baik karena sebagian besar masih BAB di kali dan sampah keluarga yang dibakar disekitar rumah. Anggota keluarga lain selain ibu ikut terlibat dalam pengasuhan anak. Sebagian besar informan tidak melakukan IMD dan ASI Eksklusif. Pola asuh makan informan terhadap anaknya tergolong kurang baik karena anak sering diberikan makanan jajanan, saat anak sakit, makanan yang diberikan lebih sedikit, dan anak makan sambil jalan-jalan, untuk keanekaragaman makanan juga masih kurang dimana sayuran sebagian besar hanya diberikan kuahnya saja sementara buah jarang diberikan. Kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan tidak dimanfaatkan dengan baik terlihat sebagian besar informan hanya mengimunisasi anaknya 2-3 kali dan pengetahuan tentang gizi seimbang masih kurang, dan masih mengikuti budaya untuk memantang beberapa makanan selama hamil.

Stunting takes place inside the uterus and continues for at least the first 2 years of life, determining the individual's potential for future life in terms of risk of morbidity and mortality, school performance, work productivity, physical strength, and chronic disease risk. The purpose of this research is to know the Portrait of Stunting Children in Pangkalan Village, Teluk Naga Subdistrict, Tangerang Regency Year 2017. Qualitative Research with Rapid Assessment Procedures (RAP), conducted to informants who have child stunting age <23 months and 24-59 months month June 2017. Excavation of information through
Focus Group Discussion, In-depth interview and observation. The results showed, most informants have a height <150 cm, age at the time od pregnancy between 20-25 years and distance between pregnancy> 3th, living in a poorly sanitary area because most are still defecate in the river and family trash burned around the house Family members other than mothers get involved in parenting. Most
informants do not do IMD and Exclusive Breast Milk. Feeding patterns of informants to their children are not good enough because children are often given food snacks, when children are sick, the food is given less, and children eat while walking, for the diversity of food is also still lacking where most vegetables are only given sauce only while the fruit Rarely given. Ease of access to health services is not well utilized seen most informants only immunize their children 2-3
times and knowledge about balanced nutrition is still lacking, and still follow the culture to challenge some food during pregnancy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Djohan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Lima kota besar di Indonesia memiliki prevalensi bayi dengan gangguan tidur sebesar 44,2 dengan rerata umur dua belas bulan. Hal ini diakibatkan karena fase tidur yang tidak terpenuhi menurunkan kualitas dan kuantitas tidur. Buruknya kualitas dan kuantitas tidur dapat menyebabkan gangguan perilaku dan emosi dan terhambatnya perkembangan kognitif pada bayi. Memijat bayi diketahui dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur bayi. Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi terhadap gangguan tidur bayi berumur 6 ndash; 24 bulan. Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan 95 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi, serta dropout jika tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Subjek berasal dari Kelurahan Kampung Melayu. Data penelitian berupa kuesioner tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai pijat bayi yang melewati uji validitas dan Brief Infant Sleeping Questionnaire. Hasil: Penelitian ini menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik adalah 86 subjek 90,5 , 87 subjek 91,6 , dan 58 subjek 65,2 . Selain itu, tidak ditemukan hubungan bermakna secara statistik antara tingkat pengetahuan dengan adanya gangguan tidur pada bayi p = 0,135 , sikap dengan adanya gangguan tidur pada bayi p = 1,333 , dan perilaku dengan adanya gangguan tidur pada bayi p = 0,644 . Adanya gangguan tidur pada bayi dinilai dengan BISQ. Kesimpulan: Subjek penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik adalah 86 subjek 90,5 , 87 subjek 91,6 , dan 58 subjek 65,2 , dan hasil analisis statistik menunjukan tidak adanya hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi terhadap gangguan tidur bayi berumur 6 ndash; 24 bulan. Kata kunci: 6 ndash; 24 bulan, Gangguan Tidur Bayi, Pengetahuan, Perilaku, Pijat Bayi, Sikap.
Introduction The prevalence of infant rsquo s sleeping disturbance around 12 months is 44.2 in Indonesia rsquo s five huge city. This high prevalence may be caused by incomplete sleeping pattern, thus lowering the quality and quantity of the sleep. This event will lead to behavior and emotional problem and hindrance of cognitive development. Giving massage to the baby is known to increase the quality. Aim The study was conducted to determine the relationship between mother rsquo s knowledge, attitude, and practice of baby massage with sleeping disturbance in 6 ndash 24 months infant. Method The study uses cross ndash sectional design with 95 subjects adjusted from inclusion, exclusion, and dropout criteria. The subject is located in Kelurahan Kampung Melayu. The data was obtained from mother rsquo s knowledge, attitude, and practice of baby massage questionnaire, which is already tested for validation, and Brief Infant Sleeping Questionnaire. Result The results showed that around 86 subjects 90.5 has good knowledge, 87 subjects 91.6 has good attitude, and 58 subjects 65.2 has good practice about baby massage. There is no statistical relation between knowledge with infant rsquo s sleep disturbance p 0.135 , attitude with infant rsquo s sleep disturbance p 1.333 , and practice with infant rsquo s sleep disturbance p 0.644 . Infant rsquo s sleep disturbance is evaluated through BISQ. Conclusion The subject that has good knowledge, attitude, and practice about baby massage is 86 subjects 90.5 , 87 subjects 91.6 , and 58 subjects 65.2 respectively, and the statistical analysis shows that there is no relationship between mother rsquo s knowledge, attitude, and practice of baby massage with sleeping disturbance in 6 ndash 24 months infantKeyword 6 ndash 24 months, Attitude, Baby Massage, Knowledge, Practice, Sleep Disturbance."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Alfa Fauziah
"Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial. Perawat perlu menggunakan beberapa metode dalam mengurangi ketidaknyamanan anak saat di rumah sakit agar tidak memberikan dampak negatif dan trauma dimasa yang akan datang. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menganalisis penerapan Teori Comfort Kolcaba dalam proses asuhan keperawatan pada anak dengan masalah gangguan rasa nayaman. Metode karya ilmiah ini adalah studi kasus. Terdapat lima kasus anak di ruang IGD anak zona kuning yang diberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan Teori Comfort Kolcaba. Aplikasi Comfort Kolcaba membagi tingkat kenyamanan dalam empat konteks yaitu kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah berdasarkan pendekatan berbasis bukti seperti distraksi, modifikasi lingkungan dan keterlibatan keluarga untuk meningkatkan kenyamanan anak. Penggunaan skerem bermotif kartun terbukti kurang efektif dalam menurunkan kecemasan anak saat dilakukan prosedur penusukan vena.

Comfort disorders is feeling less happy, relieved, and perfect in physical, psychospiritual, environmental, and social dimensions. Nurses need to use several ways to reduce the child's discomfort while in hospital so that it does not have a negative impact and trauma in the future. The purpose of scientific writing is to analyze the application of Kolcaba's Comfort Theory in the nursing care process for children with comfort problems. The method of this scientific work is a case study. There are five cases of children in the yellow zone children's ER who were given nursing care with the Kolcaba Comfort Theory approach. The Comfort Kolcaba application divides the comfort level into four contexts: physical comfort, psychospiritual, environmental, and socio-cultural. Nursing interventions that are carried out are based on evidence-based approaches such as distraction, environmental modification, and family involvement to increase child comfort. The use of cartoon-patterned series proved to be less effective in reducing children's anxiety during the venipuncture procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Sofia Parmawaty
"ABSTRAK
Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode emas seorang anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Gangguan yang terjadi pada periode ini akibat asupan gizi yang kurang lengkap dalam jangka pendek terganggunya perkembangan otak, kecerdasan dan gangguan pertumbuhan fisik sedang dalam jangka panjang resiko penyakit tidak menular. Salah satu upaya yang dilakukan untuk penanggulangan melalui percepatan kegiatan intervensi gizi spesifik. Namun angka drop out pemeriksaan di Posyandu masih tinggi hal ini dapat menghambat intervensi yang seharusnya didapatkan. Penelitian ini bertujuan untuk membangun prototipe untuk memantauan intervensi gizi spesifik pada baduta di puskesmas serta mengidentifikasi baduta yang tidak datang periksa drop out ke posyandu. Penelitian ini merupakan pengembangan sistem informasi dengan teknik prototipe menggunakan metode System Development Life Cycle SDLC . Pengembangan sistem informasi ini dapat memberikan notifikasi informasi ketidakhadiran baduta di Posyandu berupa SMS kepada bidan desa dan ibu baduta sehingga dapat dilakukan follow up. Sistem ini juga dapat digunakan untuk memantau intervensi gizi spesifik pada baduta secara berkesinambungan sebagai salah satu upaya mencegah stunting.

ABSTRACT
The first thousand days of life is a golden period for a child to grow and develop optimally. Disorders that occur in this period due to the lack of complete nutritional intake in the short term disruption of brain development, intelligence and disruption of physical growth is in the long term risk of non communicable diseases. One effort was made to tackle through the acceleration of specific nutrition intervention activities. However, the number of out checks in Posyandu is still high. This can prevent the intervention that should be obtained. This study aims to build prototypes to monitor specific nutrient interventions in baduntas at puskesmas as well as to identify badans that do not come drop out to posyandu. This research is an information system development with prototype technique using System Development Life Cycle SDLC method. The development of this information system can provide notification of baduta absence go to Posyandu in the form of SMS to midwife and baduta rsquo s mother so it can be follow up. This system can also be used to monitor specific nutritional interventions on baduta on an ongoing basis as an effort to prevent stunting."
2017
T48842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari
"

ABSTRAK

Nama : Sri Lestari
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Determinan Severe Wasting pada Balita 6-59 Bulan di Kota Tangerang
Tahun 2019
Pembimbing : Dr. Ir. Diah Mulyawati Utari, M.Kes
Severe wasting merupakan salah satu permasalahan gizi pada tingkat global, Asia
maupun di Indonesia termasuk di Kota Tangerang. Berdasarkan Data Riskesdas Tahun
2018 balita severe wasting di Indonesia sebesar 3,5%, Provinsi Banten 4,58%,
sedangkan Kota Tangerang lebih tinggi dibanding Indonesia dan Provinsi Banten yaitu
sebesar 4,84%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan severe wasting
pada balita 6-59 bulan di Kota Tangerang Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan desain kasus kontrol. Total sampel sebanyak 108 balita (kasus 36
balita, kontrol 72 balita). Analisis statistik yang digunakan adalah analisis univariat,
bivariat dengan chi square dan multivariat dengan analisis regresi logistik. Penelitian
dilakukan pada bulan April-Mei 2019 di 13 Kecamatan di Kota Tangerang. Hasil
analisis bivariat adalah secara statistik tidak ada hubungan antara asupan energi, asupan
karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, ASI eksklusif, keberagaman makanan, status
imunisasi, perilaku mencuci tangan, kunjungan posyandu, tingkat pendidikan dan
penghasilan orang tua dengan severe wasting, tapi terdapat hubungan antara penyakit
infeksi dengan severe wasting. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penyakit
infeksi berhubungan signifikan dengan severe wasting. Hasil analisis didapatkan bahwa
OR dari variabel penyakit infeksi adalah 4,828 (95% CI: 1,034 – 22,544) artinya balita
yang terkena penyakit infeksi memiliki risiko terjadi severe wasting 4,828 kali lebih
tinggi dibanding balita yang tidak terkena penyakit infeksi setelah dikontrol variabel
status imunisasi. Kesimpulan penelitian ini adalah penyakit infeksi merupakan
determinan severe wasting pada balita 6-59 bulan di Kota Tangerang Tahun 2019.
Kata kunci:
Severe wasting, determinan, balita


ABSTRACT

Name : Sri Lestari
Study Program : Public Health Science
Title : Determinant of Severe Wasting Among 6-59 Months Children
in Tangerang City 2019
Counsellor : Dr. Ir. Diah Mulyawati Utari, M.Kes
Severe wasting is one of Global Nutritional Problems and Tangerang City is no
exception. Based on Riskesdas data in 2018, 3.5% of children in Indonesia were in the
group with severe wasting problems. While in Banten Province and Tangerang City
were found in order 4.58% and 4.84% children are in severe wasting problems. This
study aims to determine the determinants of severe wasting problems of 6-59 months
children in Tangerang City on 2019. This research was a quantitative study with case
control design. The total sample were 108 children within the age of 6-59 months (case
36 children, controls 72 children). The results of bivariate analysis were statistically no
relation between energy intake, carbohydrate intake, fat intake, protein intake, exclusive
breastfeeding, food diversity, immunization status, hand washing behavior, posyandu
visits, education level, and parent income with severe wasting, but there was a relation
between infectious diseases with severe wasting. The results of multivariate analysis
showed that infectious disease was significantly associated with severe wasting. The
most dominant variable was infectious disease, while immunization status as controlling
variable. Analysis result to be found that OR of the infectious disease variable was
4.828 (95% CI: 1.034 - 22.544), meaning that group of children at the age of 6-59
months with infectious diseases had a risk of severe wasting 4.828 times higher. In a
conclusion, Infectious Disease was a determinant variable of severe wasting problems
among children of the age 6-59 months in Tangerang City 2019.
Keywords:
Severe wasting, determinant, children

"
2018
T52782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>