Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ita Armyanti
"Latar Belakang. Contoh peran merupakan metode pengajaran dan pembelajaran yang efektif untuk pembentukan karakter profesional. Dosen kedokteran dapat berfungsi sebagai contoh peran positif dan negatif, serta sangat penting pada pembelajaran profesionalisme dokter. Penelitian ini bertujuan untuk eksplorasi contoh peran negatif dan positif dosen kedokteran pada pembelajaran profesionalisme.
Metode. Penelitian. Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kualitatif. Sampel dipilih dengan purposive sampling pada kelompok mahasiswa dan dosen, alumni, serta pengelola program pendidikan. Pengambilan data primer dilakukan melalui diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam, dan observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis tematik.
Hasil. Penelitian. Diskusi kelompok terarah dilakukan empat kali pada mahasiswa akademik dan profesi. Wawancara mendalam dilakukan pada 14 responden dosen, alumni, dan pengelola program pendidikan , dan observasi dilakukan pada empat dosen akademik dan dua dosen profesi. Peran dosen sebagai contoh peran negatif cenderung lebih sering terjadi pada dosen tahap akademik.Pproses belajar dengan melihat contoh sangat dipengaruhi oleh peran dosen, mahasiswa, dan institusi. Contoh peran positif dapat dipelajari melalui proses self-learning dan coaching-scaffloding. Contoh peran negatif dipelajari melalui proses self-learning serta artikulasi. Atribut utama contoh peran negatif pada tahap akademik adalah tidak disiplin, emosional, dan non-akses, sedangkan untuk tahap profesi adalah emosional, non-akses, dan berorientasi pada uang.
Kesimpulan. Dosen kedokteran sebagai contoh peran positif dan negatif selalu ditemukan pada pelaksanaan pendidikan kedokteran. Proses pembelajaran melalui contoh positif dan negatif merupakan dua hal yang berbeda, dan dipengaruhi oleh peran dosen refleksi diri, mawas diri, umpan balik , mahasiswa motivasi internal, kemampuan identifikasi atribut, refleksi diri, feedback-seeking behaviour , dan institusi pengembangan kompentensi dosen, regulasi, reward-punishment.

Background. Role model medical teacher is the most effective teaching learning method in professionals development. At the same time, physician teacher could became positive and negative role model, and have significant meaning in medical professionalism development. The study aim was to explore positive and negative role model medical teacher in teaching learning professionalism.
Methods. This qualitative research, using a case study design, and sample chosen by purposive sampling to medical students, medical teachers, alumnae, and institution. Primary data collected by focus group discussion, in depth interviews, and nonparticipant observation, until data saturation reached. A thematic analysis was conducted to identify the atribute of positive negative role model medical teacher at pre clinic and clinical phase and the learning process beyond.
Results. Four FGDs, fourteen indepth interviews, and six non participant observations done in this research. Negative role model tend to occure in pre clinical phase. The learning outcome of role modelling can be distinguish, depend on the motivation of observer and the articulating step. Positive role model chosen due to admiration and can be taught through exploration self learning and coaching scaffloding. Learning from negative role model influenced by observer motivation and taught through exploration self learning and articulating. The main attribute of negative role model at pre clinical phase were undisciplined, emotional unstable, and non access, meanwhile at clinical phase, the main attribute were emotional unstable, non access, and money oriented.
Conclusion. Negative positive role model exist in medical education. The learning process through positive and negative role models were two different things, influenced by the teacher abilities to self reflection, introspection, and giving feedback students motivation, attribute role model identification skill, self reflection, and feedback seeking behaviour and institutions obligations to develop faculty development, regulation, and reward punishment among academics society.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riry Ambarsarie
"Latar Belakang: Model pengembangan staf pengajar akan membantu mengidentifikasiprogram pengembangan yang dapat mengakomodasi keinginan staf pengajar, kebutuhanakademik dan kebutuhan institusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasimodel pengembangan staf pengajar yang dibutuhkan oleh suatu fakultas kedokteranmelalui tinjauan kepustakaan sistematik dan eksplorasi persepsi panel ahli.
Metode: Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologiyang didahului dengan tinjauan kepustakaan sistematik yang menggunakan duapangkalan data, yaitu PubMed dan ERIC, dilanjutkan dengan proses wawancara denganpanel ahli bidang pendidikan kedokteran sebagai informan yang berasal dari beberapafakultas kedokteran yang dipilih berdasarkan keterwakilan wilayah Asosiasi InstitusiPendidikan Kedokteran Indonesia AIPKI dan keterwakilan institusi pendidikan negeridan swasta di Indonesia.
Hasil: Terdapat 10 kepustakaan yang dilibatkan dalam proses tinjauan kepustakaansistematik yang mendasari penyusunan konsep model pengembangan staf pengajar danterdapat 10 wawancara dengan pakar bidang pendidikan kedokteran. Seluruh informanmenyepakati sebagian besar komponen dalam model dan memberikan sejumlahmasukan untuk menyempurnakan model tersebut. Informan menyepakati tigakomponen utama dalam model pengembangan staf, yaitu komponen sistem, proses dankonten. Informan juga mengemukakan gambaran proses pengembangan staf pengajarsaat ini di Indonesia serta tantangan yang akan dihadapi dalam implementasi model.
Diskusi: Tiga komponen utama dalam model menjadi salah satu syarat yang harusdipenuhi institusi pendidikan kedokteran jika ingin meningkatkan kualitas pendidikanmelalui program pengembangan staf yang komprehensif. Komponen konten yang terdiridari pengembangan instruksional, profesional, softskill, kepemimpinan dan spiritualmenjadi panduan penentuan konten atau materi yang diperlukan dalam suatupengembangan staf pengajar. Komponen proses menggambarkan berbagai aspek yangmempengaruhi program pengembangan akan mempermudah institusi dalammempersiapkan program pengembangan secara berkelanjutan. Komponen sistemmerupakan gambaran peran sistem pendidikan yang mempengaruhi pelaksanaanprogram pengembangan, terdiri dari aspek pimpinan, kebijakan institusi danketersediaan tenaga ahli.
Kesimpulan: Model pengembangan staf pengajar yang disusun peneliti merupakanmodel yang ideal dan mampu diterapkan di Indonesia. Selain karena sifatnya yangkomprehensif, model ini juga disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan sistematik,yang didukung oleh tinjauan para ahli dari perwakilan berbagai fakultas kedokteran diIndonesia yang membuat model ini sesuai dengan karakteristik pendidikan kedokterandi Indonesia. Melalui model ini, diharapkan institusi dapat mempersiapkan programpengembangan staf pengajar secara lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Background: Faculty development model will helping to identify developmentprograms that can accommodate faculty, academic and institutional needs. The purposeof this study is to explore the faculty development model that needed by a medicalschool through systematic literature review and expert panel perception exploration.
Methods: This qualitative study with phenomenology approach is preceded by asystematic literature review that using two database, Pubmed and ERIC followed by aninterview process with panel expert as informant from several medical school thatselected based on representation of region of Association of Indonesian Medical School AIPKI and representation of public and private medical school in Indonesia.
Results: There are 10 literatures involved in systematic literature review that underliesthe drafting of faculty development model and supported by 10 interviews with panelexpert. All informants agree on three main components of the model, that consist ofsystem, process and content components. The informants also presented an overview ofthe current faculty development process in Indonesia as well as the challenges that willbe faced in model implementation.
Discussion: The three main components become one of the condition that medicalschool must be fulfilled if they want to improve their educational quality through acomphrehensive faculty development programs. Content component consist ofinstructional, professional, softskill, leadership and spiritual development, it will helpthe determination of content that needed in faculty development. The processcomponent describe the various aspects that will affecting the development program itwill help the institution to preparing the sustainable development program. The systemcomponent describe the role of education system that influences the implementation offaculty development program, consist of leader aspect, institutional policy and theavailability of experts.
Conclusion: Faculty development model that construct by the author is an ideal modeland can be applied in Indonesia. Beside the comphrehensiveness, developing based on asystematic literature review and supported by a review expert that represented variousmedical school in Indonesia made this model appropriate with Indonesia medical schoolcharacteristics. Through this model, the institutions are expected to prepare the facultydevelopment program more comphrehensive and sustainable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansari Adista
"Latar Belakang:Presentasi kasus merupakan bagian dari experiential learning dalam Kolb's learning cylce yaitu dalam fase refleksi. Pelaksanaan presentasi kasus saat ini tidak optimal sehingga terjadi penurunan kualitas. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi antara peserta didik dan dosen klinik mengenai manfaat pelaksanaan presentasi kasus. Penelitian ini menggali secara mendalam proses pelaksanaan presentasi kasus dan mengidentifikasi kendala pelaksanaannya di rumah sakit pendidikan FK Unsyiah.
Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 6 koordinator pendidikan dan 18 dosen klinik, Focus Group Discussion FGD terhadap 57 peserta didik, studi dokumen dan observasi dari 6 Bagian yang diteliti, yaitu Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Bedah, Obstetri dan Ginekologi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Penyakit Saraf. Data dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil: Presentasi kasus merupakan metode pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dan dosen klinik. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang dapat mempengaruhi kualitas presentasi kasus. Kendala utama yang teridentifikasi dari dosen klinik adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan presentasi kasus. kendala dari peserta didik yaitu kesungguhan dalam mengerjakan dan pemahaman mengenai manfaat terhadap presentasi kasus. Kendala sarana dan prasarana berupa ruangan diskusi yang masih kurang serta format penyusunan dan format penilaian belum dimiliki oleh seluruh Bagian. Kendala dari rumah sakit berupa variasi kasus yang kurang bervariasi karena sistem rujukan bertingkat.
Kesimpulan: Kendala dalam pelaksanaan presentasi kasus harus menjadi bahan evaluasi bagi pengelola program pendidikan profesi dokter, agar manfaat presentasi kasus dapat maksimal diraih oleh peserta didik tahap klinik.

Background: Case presentation is a part of reflection in experiential learning in Kolb rsquo s learning cycle. Literatures demonstrates many benefits that students can reach with a good case presentation. But, there is a mismatch between clinical educators rsquo expectation and students rsquo perceptions of case presentation, so that the students cannot obtain an optimum benefits of case presentation. This research was conducted to explore in depth process of case presentation implementation and also to identify its implementation barriers in teaching hospital of Unsyiah Medical School.
Methods: Qualitative research with case study design was used for this research. Study casetheme used is case presentation implementation in Dr.Zainoel Abidin teaching hospital Banda Aceh. Data were taken using in depth interview with 6 education coordinators and 18 clinical teachers, focus group discussions with 57 students, observation, and documentation studies, from six departments. Followed by analysis through three stages including data reduction, data presentation, and conclusions.
Results: Case presentation is an useful and effective teaching method in clinical eduation. But, there were various barriers from clinical teacher, students, teaching hospital and learning support that can influence the benefit of case presentation identified. Factors identified in the clinical teachers are lack of time allotted. Factors identified in the students are lack of preparations about case presentation, and also lack understanding about case presentation method. Factors identified in the teaching hospitals are less variation of patients in some cases. Means of learning support in the form of modules containing learning outcomes and objectives clearly, form of assessment and also comfortable rooms supporting case presentation is yet exist.
Conclussion: There are various barrier factors of case presentation implementation which have been identified in this qualitative study. This barriers must becoming parameters on monitoring and program evaluation to improve the quality of a case presentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Nora Andriaty
"Latar Belakang. Pendidikan yang baik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang kedokteran dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Uji Kompetensi (UK) berperan sebagai instrumen penilaian lulusan dokter yang memenuhi Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Penelitian ini mempunyai fokus dalam mengeksplorasi kemungkinan penyebab kegagalan mahasiswa FK Unaya dalam menghadapi uji kompetensi sehingga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam usaha peningkatan kualitas lulusan.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) terhadap mahasiswa yang lulus dan tidak lulus uji kompetensi dan wawancara mendalam terhadap pemangku kepentingan, staf pengajar preklinik dan klinik.
Hasil. FGD dilakukan sebanyak 5 kali dan 3 wawancara mendalam terhadap pemangku kepentingan, 6 wawancara mendalam terhadap staf pengajar. Setelah data dianalisis dengan pendekatan tematik diperoleh faktor yang mempengaruhi uji kompetensi mahasiswa FK Unaya yaitu 1. Faktor yang potensial mempengaruhi keberhasilan uji kompetensi dari segi proses pendidikan terdiri dari faktor akademik (karakteristik pembelajar orang dewasa, materi pembelajaran, pengajaran dan pembelajaran, sumber daya, evaluasi hasil) dan faktor non akademik (motivasi) 2. Faktor yang potesial mempengaruhi uji kompetensi saat pelaksanaan ujian terdiri dari faktor akademik (metode belajar, materi ujian yang tidak dikuasai, bentuk soal kasus) dan faktor non akademik (internal: karakteristik pembelajaran orang dewasa, motivasi, konsentrasi, kesehatan; eksternal: metode Computer Based Test, lingkungan belajar)
Kesimpulan. Faktor yang potensial menentukan kelulusan mahasiswa yang lulus uji kompetensi adalah mahasiswa yang lulus memiliki karakteristik pembelajar dewasa dan memiliki motivasi untuk lulus uji kompetensi.

Background. Good education is strongly needed in order to improve human resources in the field of medicine and health service in Indonesia. License examination (UK) plays a role as an instrument to asses medical students competence, however the number of Unaya's students who pass the exam is still low. This research focused on exploring the possible causes of Unaya's medical students failure in the license examination. This research can be used to improve the quality of the graduates.
Method. This is a qualitative research using case study design. A series of focus group discussions (FGDs) to the students who passed and failed in the license examination and in depth interviews to the stakeholders, preclinical and clinical teachers were completed.
Result. Five FGDs involving 13 students who passed and 12 students who failed the license examination, were conducted. Three in depth interviews to the stake-holders and 6 in depth interviews to the medical teachers were also completed. Following a thematic analysis, the results are 1. Potential factors from the education process that may influence outcomes of license examination: academic factors (adult learner, content, teaching and learning, resources, and student evaluation) and non academic factor (motivation). 2. Potential factors that may influence during the examination, are: academic factors (learning method, knowledge, MCQ format) and non-academic factors (internal: adult learner characteristic, motivation, concentration, health; and external: assessment method, learning environtment).
Conclusion. Educational process and test preparation have important roles in the competency test result. Despite some obstacles in educational process in FK Unaya, there were still a few students who could pass the exam which might be due to their adult learner characteristics and self motivations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanita Widjaja
"Latar Belakang: Umpan balik merupakan komponen penting dalam pendidikan kedokteran yang dapat meningkatkan pembelajaran. Umpan balik pada tahap akademik memegang peran penting dalam pembelajaran konsep dasar untuk persiapan tahap klinik. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas proses umpan balik ini, salah satu di antaranya yaitu aspek budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi aspek budaya dalam proses umpan balik pada peserta didik dan staf pengajar di pendidikan kedokteran tahap akademik.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2016 melalui Focus Group Discussion (FGD) peserta didik angkatan 2009 hingga 2014, observasi latihan KKD dan wawancara mendalam staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK UNTAR). Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian dilanjutkan dengan analisis tematik dan koding. Analisis hasil observasi dilakukan dengan analisis tematik. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya faktor yang berperan dalam proses umpan balik, baik pada saat pencarian maupun pada saat penerimaan dan pemberian umpan balik yang selanjutnya akan menentukan efektivitasnya. Aspek budaya berperan dalam beberapa hal. Budaya collectivism, high power distance dan sopan santun berperan dalam perilaku mencari umpan balik. Budaya femininity, masculinity pada peserta didik, serta terdapatnya kompetensi budaya pada staf pengajar dan dipegangnya prinsip pendidikan nasional Indonesia, Tut Wuri Handayani, berkontribusi dalam efektivitas umpan balik.
Kesimpulan: Aspek budaya memegang peran penting dalam proses umpan balik. Peran budaya tampak pada perilaku mencari umpan balik dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan efektivitas umpan balik. Institusi perlu meningkatkan kemampuan staf pengajar dan peserta didik dalam memaknai proses umpan balik yang sadar budaya. Kompetensi budaya merupakan salah satu kemampuan yang dapat mendukung hal tersebut. Selain itu, institusi perlu menyusun kebijakan untuk membudayakan umpan balik pada lingkungan pendidikan kedokteran.

Background: Feedback is an important element in medical education since it can improve learning. Feedback has a significant role in learning in basic concepts during undergraduate medical program as a preparation for learning in the clinical years. A lot of factors influencing feedback process effectiveness, one of them is cultural aspect. This research was aimed at exploring cultural aspect related to feedback process within medical students and faculty in undergraduate medical education program.
Method: A qualitative study using an ethnography approach was applied as a research method. Data collection was conducted between February and March 2016 through Focus Group Discussion (FGD) with 2009-2014 batch of medical, direct observation of skills teaching in clinical skills laboratory and in-depth interview with the faculty members of Faculty of Medicine Tarumanagara University. Thematic analysis and coding were used to analyze FGD and in-depth interview transcripts and also observational data. Data reduction and presentation were then conducted.
Results: The themes emerged are related to influencing factors in feedback-seeking behaviour, feedback process and feedback effectiveness. Cultural aspects play an important role at some points within the feedback process. Collectivism, high power distance and politeness are cultural aspects found in feedback-seeking behaviour. Femininity-masculinity in medical students along with cultural competence of faculty members and also the principle of ?Tut Wuri Handayani? (the identity of Indonesian national education) are contributing factors in feedback effectiveness.
Conclusion: Cultural aspects are the key to understand the influencing factors in feedback-seeking behaviour and feedback effectiveness. There is a need for medical education institution to encourage faculty and medical students‟ cultural awareness within the feedback process. Cultural competence is an important component fit for that purpose. Moreover, institution needs to set a policy in order to establish feedback culture in medical education.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Moch. Kukuh Amin Santoso
"Rumah sakit sebagai suatu organisasi yang unik dan kompleks karena merupakan institusi padat karya. Dengan meningkatnya pendidikan dan sosial ekonomi serta kompleksnya penyakit dan pelayanan, maka tuntutan mutu tentunya semakin diperhatikan oleh pelanggan. Untuk itu salah satu upaya yang menentukan dalam mutu adalah rekam medis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Peran Tenaga Pengisi terhadap Kelengkapan, Keakuratan, dan Memenuhi Aspek Hukum Rekam Medis Rawat hap Umum di RSU Bhakti Yudha Depok.
Metode penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Variabel penelitian terdiri dari tenaga pengisi rekam medis yakni dokter, perawat, dan bagian admisi yang berhubungan dengan rawat inap umum serta mutu rekam medis dinilai melalui indikator kelengkapan, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan hukum.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap rekam rnedis untuk melihat kelengkapan, keakuratan ,dan memenuhi persyaratan hukum. Data tenaga pengisi dilakukan dengan kuesioner dan wawancara mendalam untuk menggali lebih dalam tentang rekam medis. Analisa dilakukan berdasarkan persentase tanpa dilakukan uji statistik dan dibandingkan dengar. kemampuan dari tenaga pengisi.
Pada penelitian ditemukan bahwa rekam medis yang ada kurang lengkap dan kurang akurat dibandingkan dengan kemampuan tenaga pengisi yang ada , maka keadaan ini memunglcinkan terjadinya keadaan tersebut. Guna meningkatkan mutu tersebut, maka upaya yang dimungkinkan adalah menambah tenaga, meningkatkan kualitas dari tenaga yang ada dengan pelatihan secara terus menerus, panitia rekam medis lebih diaktifkan lagi . Selanjutnya sangsi terhadap tenaga pengisi terutama dokter lebih dipertegas.

Hospital is a unique and complex organization. With the improvement of education and social economic level along with the complexity of diseases and the health care, customers become more aware with the quality of hospital care. One of the parameter value the quality of hospital care is medical record.
This research aims to know about the role of medical record filler in the improvement of medical record quality at the In Patient Care Department in RSU Bhakti Yudha.
This research use descriptive methodology research with quantitative and qualitative approach . The independent variables are doctors, nurses and admissions work at the in - patient care department. The dependent variable is medical record quality.
Data is collected by measuring the completeness, the accuracy , and the accurate time returning medical record to medical record department , and the legal aspect of medical record . Data is collected from the filler by filling questioners and doing in depth interview to get more information about medical record. The data analyzed by percentage , without statistical test, and then compare it with the capability of medical filler.
The results are : only 9 % of 100 medical records have been completed , and only 68 %, of 100 medical records are accurate . This may caused by the quality of medical record filler . As for the accurate time returning medical record to medical record department, can not be measured. Improving the quality of medical record can be done by adding human resources, improving the quality of human resource available in RSU Bhakti Yudha, train the filler continuously, and activate medical record committee. One thing that should not be forgotten is giving punishment explicitly to the medical record filler, especially doctors, who do not fill the medical record properly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuwat Sri Hudoyo
"Indonesia memiliki lebih dari 7.200 Puskesmas dengan beberapa jenis petugas kesehatan di Puskesmas memiliki risiko tinggi kontak dengan darah dan cairan tubuh tertentu lainnya pada saat bekerja. Penelitian yang mengamati penerapan kewaspadaan universal dengan status HbsAg petugas kesehatan di Puskesmas masih jarang.
Tujuan penelitian ini mengetahui prevalensi HbsAg petugas kesehatan di Puskesmas dan hubungannya dengan penerapan kewaspadaan universal. Penelitian dilakukan secara kros seksional dengan sasaran dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas laboratorium di Puskesmas Jakarta Timur pada bulan Desember 2003 sampai Januari 2004. Penelitian dilakukan dengan pengamatan saat tindakan, pemeriksaan laboratorium dan penilaian pengetahuan. Populasi pada penelitian ini sebanyak 207 orang terdiri dari dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas laboratorium serta populasi yang menyetujui dan memenuhi kriteria sebanyak 114 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi HbsAg 4,4 %, dengan proporsi paling tinggi pada petugas laboratorium sebesar 13,3 %, tingkat kepatuhan petugas menerapkan kewaspadaan universal pada setiap tindakan sebesar 18,3%, dengan proporsi dokter gigi sebesar 62,5 %, cakupan vaksinasi Hepatitis B petugas 12,5 %, tingkat pengetahuan baik baru mencapai l5,7 % dengan proporsi dokter 20 % dan dokter gigi 25 % , serta riwayat tertusuk jarum bekas 84,2%. Sarana minimal untuk menerapkan kewaspadaan universal sudah tersedia di setiap Puskesmas, permasalahannya bagaimana sarana tersebut dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan.
Kesimpulanya prevalensi HbsAg padan petugas kesehatan 4,4 %, dengan faktor-faktor risiko yang sangat tinggi, yaitu riwayat trauma jarum suntik bekas tiaggi, tingkat perlindungan dengan vaksinasi hepatitis B rendah dan kepatuhan petugas menerapkan kewaspadaan universal dalam setiap tindakan masih rendah meskipun sarana prasarana sudah tersedia.

Correlation Between The Implementation of Universal Precaution and HbsAg Status Among Community Health Center Personnel in East JakartaIndonesia has more than 7200 Community Health Centers with health personnel who have high risk getting in touch with' blood and body fluids. There are few studies conducting the correlation between the implementation of universal precaution and HbsAg status on community health center personnel.
The aims of this study are to identify HbsAg prevalence correlation with the implementation of universal precaution. It is cross sectional study with the subject doctor, dentist, midwives, nurse and laboratories in community health center in East Jakarta, from December 2003 until January 2004. The data are collected from medical care observation, laboratory examination and knowledge judgment. A total of 114 subjects out of-207 were eligible.
This study shows that HbsAg prevalence is 4.4 %, with the highest proportion is laboratories 13.3%, compliance rate the implementation of universal precaution 18.3%, dentist proportion 62.5 %, Coverage of Hepatitis B immunization 12,5 %, the level of good knowledge 16,7 % with doctor and dentist proportion higher than other personnel. The history of needle stick injury is 84,2 %, every community health center provide minimal facility to implement of universal precaution. This problem is how the health personnel could beneficially use the facility.
This study concluded that HbsAg prevalence on health personnel 4.4 %, with high risk factors caused by needle stick injury is very high, low protection level of Hepatitis B immunization and low compliance rate the implementation of universal precaution."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dista Karlita
"Persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan faktor penting dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan di Kelurahan Cimahpar Wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara sebesar 71,9% masih di bawah target SPM.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kelurahan Cimahpar Wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 80 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa 61,3% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan 38,8% ditolong oleh tenaga non kesehatan.
Dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikaan ibu, sikap terhadap pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, dan persepsi kebutuhan kesehatan yang dirasakan dengan pemilihan penolong persalinan. Sedangkan umur, paritas, kunjungan ANC , kepemilikan jaminan kesehatan, dan akses pelayanan kesehatan tidak teridentifikasi berhubungan secara signifikan.

Deliveries by health professionals is an important factor in efforts to reduce maternal mortality. The scope of deliveries by health professionals in Cimahpar District the Work Area of North Bogor Health Center is 71,9% and still under target.
The aim of this study is to find out maternity factors related to selection helper delivery in Cimahpar District the Work Area of North Bogor Health Center 2015. Cross Sectional approach was used with primary data that collected by spread out the questionnaire to 80 respondents. The results showed that 61,3% of births attended by health professional and 38,8% of births attended by non health professional.
From statistic results showed there are relationships between education level, attitude toward health care, family income, and perceptions to need of health service with the utilization of delivery assistance by health professionals. For age, parity, Antenatal Care visit, property insurance, and access of health service, was not significantly associated.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ami Kesumaningtyas
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan subjektif Hernia Nucleus Pulposus (HNP) pada Perawat. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifar cross sectional dan observasi. Sampel penelitian ini adalah perawat yang bekerja di unit yang paling sering terpajan oleh postur membungkuk (bending), memutar (twisting), berdiri (standing), mendorong (pushing), menarik (pulling) dan mengangkat beban berat (heavy liiting) sebesar 60 sampel. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kai square atau uji x2. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara mengangkat beban berat dan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan hernia nucleus pulposus (HNP).

This research purposes to know about risk factors of hernia nucleus pulposus (HNP) in nurses. This research uses cross sectional methode and observation. The sample of this research is nurse who works with almost bending, twisting, standing, pushing and pulling postures and heavy lifting with 60 samples. The analysis of this research uses chi square or x2. The results of this research show there are any related factors among hernia nucleus pulposus (HNP) with heavy lifting and musculosceletal disorders history."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S5666
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>