Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Dwi Astuti
"ABSTRAK
Dalam tesis ini membahas strategi kompetitf yang dilakukan pemerintah Jepang dan Korea Selatan dalam menjual dan mempromosikan industri kreatif mereka secara global, khususnya di pasar Asia Tenggara. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni, menganalisis strategi kompetisi bisnis Jepang dan Korea yang dilakukan kedua pemerintah di wilayah Asia Tenggara. Untuk melihat strategi kompetisi yang dilakukan kedua negara, penelitian ini menganalisis keunggulan kompetitif dari produk-produk budaya dan konten Jepang dan Korea Selatan dalam balutan istilah industri kreatif. Kemudian, demi menganalisis strategi kompetisi yang dilakukan pemerintah, penelitian ini juga memetakan industri kreatif Jepang dan Korea di wilayah Asia Tenggara. Penelitian ini juga akan melihat bagaimana penjualan produk-produk industri kreatif dan promosi yang dilakukan kedua negara di wilayah Asia Tenggara. Dalam penelitian ini akan menggunakan kerangka berpikir Porter tentang National Competitive Advantage mengenai keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh negara. Metode yang digunakan adalah proses induktif, karena jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menemukan Jepang dan Korea Selatan menggunakan industri konten mereka sebagai strategi kompetitif industri kreatif mereka. Jepang menggunakan manga sementara strategi media-mix dan Korea Selatan menggunakan selebrity power dari para artis yang terkenal melalui drama televisi dan K-pop. Dari semua hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa industri kreatif tidak hanya digunakan sebagai alat diplomasi budaya dalam konteks soft power Jepang, namun pada saat yang bersamaan digunakan juga sebagai alat diplomasi ekonomi.

ABSTRACT
This thesis discusses the competitive strategies undertaken by the governments of Japan and South Korea in selling and promoting their creative industries globally, particularly in Southeast Asian markets. This study has two objectives, namely, to analyze the Japanese and Korean business competition strategy by both governments in Southeast Asia region. To examine the competition strategies undertaken by both countries, this study analyzes the competitive advantages of Japanese and South Korean cultural and content products in creative industry terms. Then, in order to analyze the government 39 s competition strategy, this research also mapped Japanese and Korean creative industries in Southeast Asia. This research will also look at how the sales of creative and promotional products products are carried out by both countries in Southeast Asia region. In this research will use Porter 39 s framework of thinking about the National Competitive Advantage regarding the competitive advantage possessed by the state. The method used is inductive process, because this type of research is a qualitative research. The results of this study found Japan and South Korea using their content industry as a competitive strategy of their creative industries. Japan uses manga while media mix strategy and South Korea uses celebrity power from famous artists through television and K pop dramas. From all the results of the analysis, this study concludes that the creative industry is not only used as a tool of cultural diplomacy in the context of Japanese soft power, but at the same time is used as a tool of economic diplomacy."
2018
T50719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifad Anjar Jumara
"Skripsi ini menganalisis hubungan negara dan bisnis di balik kesuksesan meluasnya produk dan konten industri kreatif Korea Selatan di tingkat global melalui gelombang kebudayaan yang disebut hallyu (Korean Wave). Meskipun Krisis Finansial Asia mencoba mengkompromikan kapasitas negara dalam kebijakan industri, kasus hallyu menunjukkan bagaimana pemerintah memanfaatkan industri kreatif Korea Selatan sebagai respons atas tantangan globalisasi kontemporer. Metodologi yang digunakan studi ini adalah kualitatif dengan teknik mengumpulkan data berupa studi literatur dan wawancara semi-terstruktur yang didukung oleh data primer dari pemerintah Korea Selatan. Dengan menggunakan kerangka adaptive partnership dan governed interdependence, skripsi ini menjelaskan hubungan negara dan bisnis dalam hallyu melalui tiga dimensi yang menjadi temuan dalam penelitian ini. Pertama, penulis menemukan bahwa peran gagasan developmental state Korea Selatan masih melegitimasi pelembagaan hubungan negara dan bisnis dalam kasus kebijakan industri kreatif seusai Krisis Finansial Asia. Kedua, dimensi ekonomi-keamanan yang meliputi jaminan akses pasar luar negeri dan ancaman kompetisi di kawasan menjadi motif pendorong perkembangan hallyu. Terakhir, hubungan negara dan bisnis dalam hallyu terletak pada pengaruh berbasis aktor yang meliputi (1) struktur koordinasi birokrasi, (2) peran asosiasi bisnis yang kohesif dan (3) jejaring negara dan swasta baik domestik maupun transnasional menjadi peran kunci dalam kesuksesan industri kreatif Korsel melalui hallyu.

This thesis analyzes the state and business relations behind the success of expanding product and content of South Korea's creative industries at the global level through a wave of cultures called hallyu (Korean Wave). Although the Asian Financial Crisis tries to compromise the state capacity in industrial policy, the hallyu case shows how the government uses South Korea's creative industry in response to the challenges of contemporary globalization. The methodology used in this study is qualitative with the technique of collecting data in the form of literature studies and semi-structured interviews supported by primary data from the South Korean government. By using an adaptive partnership framework and governed interdependence, this thesis explains the relationship between the state and business in hallyu through three dimensions which are the findings in this study. First, the author found that the role of the idea of the South Korean developmental state still legitimized the institutionalization of state and business relations in the case of creative industrial policies after the Asian Financial Crisis. Second, the economic-security dimension which includes guaranteeing access to foreign markets and the threat of competition in the region is the driving motive for the development of hallyu. Finally, state and business relations in hallyu lie in actor-based influences which include (1) the structure of bureaucratic coordination, (2) the role of cohesive business associations and (3) state and private networks both domestic and transnational become key roles in the success of South Korea's creative industries through hallyu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bang, Hye Seon
"ABSTRAK
Banyak negara berkembang yang telah mencapai perkembangan secara pesat dalam setengah abad terakhir berasal dari kawasan Asia Timur. Perkembangan yang pertama kali dimulai oleh Jepang kemudian ditiru oleh negara-negara Asia Timur lain sehingga ekonomi negara-negara kawasan tersebut meningkat secara sangat pesat pada periode 1965-1990 dibandingkan dengan kawasan lain. Pada akhirnya, pembangunan ekonomi oleh negara-negara Asia Timur tersebut sering disebut East Asian Miracle. Dalam konteks tersebut, berdirinya model pembangunan kawasan Asia Timur menjadi bukti bahwa negara-negara Asia Timur tentunya memiliki karakteristik umum dalam usaha untuk membangun ekonominya. Karakteristik model pembangunan Asia Timur di mana pembangunan ekonomi dipimpin oleh negara melalui industrialisasi mendorong terbentuknya konsep developmental state. Walaupun demikian, setiap negara Asia Timur memulai strategi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda-beda pula. Oleh sebab itu, saat krisis finansial melanda kawasan Asia Timur pun, terdapat negara yang dapat menghindari krisis, namun ada juga negara yang terpuruk oleh krisis tersebut. Dengan demikian, kebijakan pembangunan ekonomi, peran negara, dan sistem pemerintahan akan menjadi inti utama dalam membahas perbedaan karakteristik antara model pembangunan negara Asia Timur tersebut.

ABSTRACT
Many developing countries that have achieved rapid development in last half a century locate in East Asia. Wave of development that began from Japan was soon followed by other East Asian countries, who all grew rapidly between 1965 and 1990 when compared to other regions. In the end, the economic development style from East Asian countries is often named ?East Asian Miracle?. It was found that there are common characteristics within the efforts of improving economic development from East Asian countries. Economic development of East Asian countries were frequently characterized by industrialization which evoked the concept of developmental state. Even so, each East Asian country had different economic development plan with different purposes from each other. Such difference resulted to differing fates for East Asian countries after the financial crisis. As a result, economic development policy, state role, and government system became the main elements to be discussed in the different characteristics of development models of East Asia.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khilda Varrardeliawati Herlambang
"ABSTRAK
Dinamika hubungan Korea Selatan dan Jepang selama ini mengalami fluktuasi. Meskipun terdapat banyak faktor yang mendorong kerja sama seperti ancaman bersama, aliansi dan interdependensi ekonomi, namun hubungan Korea Selatan dan Jepang hingga saat ini tetap diwarnai konflik yang disebabkan oleh isu historis. Melalui kajian literatur dengan kronologi waktu, penulis menganalisis faktor pendorong baik kerja sama maupun konflik serta pola yang terjadi dalam hubungan Korea Selatan dan Jepang dalam rentang waktu 1965-2015. Kajian literatur ini terbagi menjadi tiga periode yaitu Periode Normalisasi 1965-2000 , Periode Kemerosostan 2001-2007 , dan Periode Relatif Stabil 2008-2015 . Berdasarkan hasil analisis kajian literatur, TKA ini berargumen bahwa interdependensi ekonomi merupakan faktor pendorong utama kerja sama dan isu historis merupakan faktor pendorong utama konflik. Penemuan ini diharapkan dapat membantu akademisi dan pembuat kebijakan memahami pola kerja sama dan konflik dalam hubungan Korea Selatan dan Jepang serta dijadikan rujukan untuk perbaikan hubungan kedua negara di masa depan.

ABSTRACT
The relations between South Korea and Japan has been fluctuating throughout the years. Although there are many factors that support cooperation such as common threats, alliances, and economic interdependence, the relations between South Korea and Japan until now are still marked by conflict caused by historical issues. Through a literature review with chronological mapping, this writing aims to analyze the factors driving both cooperation and conflict and the patterns that occurred in relations between South Korea and Japan in the period 1965 2015. This literature review is divided into three periods, Normalisation Period 1965 2000 , Downfall Period 2001 2007 , and Relatively Stable Period 2008 2015 . Based on the literature review, this final thesis argues that economic interdependence is a key driver of cooperation and historical issues are the key driver of conflict. The present findings might be useful for academics and policymakers to understand the pattern of cooperation and conflict in relations between South Korea and Japan and to serve as a reference for improving relations between the two countries in the future."
2017
TA-Pdf;
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"ABSTRAK
Korea Selatan sebagai donor baru dalam kerangka kerjasama ODA telah
mewarnai wajah baru diplomasi ekonomi di Asia Tenggara dan Sub-Sahara
Afrika, yang selama beberapa dekade didominasi oleh Jepang dan Tiongkok. Pada
periode 2008-2013 di bawah kepemimpinan Presiden Lee Myung-bak, Korea
Selatan semakin agresif dalam menjalin kemitraan dengan Asia Tenggara dan
Sub-Sahara Afrika melalui pemberian Official Development Assistance (ODA).
Korea Selatan secara eksplisit meningkatkan proporsi dana ODA untuk kedua
regional tersebut. Penulis mencermati, bahwa pendistribusian ODA ke Asia
Tenggara dan Sub-Sahara Afrika tidak terlepas dari pertimbangan geoekonomi
dan geopolitik. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, ?Apa pertimbangan
geoekonomi dan geopolitik yang melandasi Korea Selatan dalam pembentukan
peta distribusi ODA ke regional Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika periode
2008-2013??. Di dalam penelitian ini penulis berargumen, bahwa pembentukan
peta distribusi ODA Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika
dilandasi oleh pertimbangan geoekonomi dan geopolitik. Kedua pertimbangan
tersebut berdifusi dan saling mempengaruhi satu sama lain, yang kemudian
memunculkan kebijakan ekonomi-politik di Asia Tenggara dan Sub-Sahara
Afrika. Untuk membuktikan argumen tersebut, penelitian ini akan menganalisis
beberapa hal, yaitu (1) kebijakan perdagangan dan FDI Korea Selatan di Asia
Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, yang mencakup peningkatan jumlah FTA,
perdagangan di sektor agrikultur, industri, energi, serta proyek-proyek kelestarian
lingkungan, (2) kebijakan politik luar negeri Korea Selatan di Asia Tenggara dan
Sub-Sahara Afrika, seperti intensi untuk berperan sebagai pemimpin regional
dalam usaha pembangunan Asia Tenggara dan demokratisasi dalam mendorong
sistem perekonomian terbuka di Sub-Sahara Afrika

ABSTRACT
South Korea as an emerging donor in ODA platform has coloured economic
diplomacy in Southeast Asia and Sub-Saharan Africa, that has been dominated by
Japan and China for a few decades. In period 2008-2013 under President Lee
Myung-bak administrative, South Korea is increasingly aggressive in partnership
with Southeast Asia and Sub-Saharan Africa through the provision of Official
Development Assistance (ODA). South Korea explicitly increases the proportion
of ODA fund for both regional. The author has observed that the distribution of
ODA to Southeast Asia and Sub-Saharan Africa can?t be separated from
geoeconomic and geopolitic considerations. Then this phenomena raises a
question, ?What are geoeconomic and geopolitic considerations underlying South
Korea in the establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub-
Saharan Africa in period 2008-2013??. In this research, the author argues, that the
establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub-Saharan
Africa in period 2008-2013 is underlied by geoeconomic and geopolitic
considerations. Both of these considerations have been diffused and influence
each other, that bring out economic-politic policies in Southeast Asia and Sub-
Saharan Africa. To prove this argument, this research will analyze a few things,
namely: (1) Trade policy and FDI of South Korea in Southeast Asia and Sub-
Saharan Africa, which includes increasing the number of FTA, trade in
agriculture, industry, energy sector, and environmental sustainability projects or
green growth project. (2) South Korea?s foreign policies in Southeast Asia and
Sub-Saharan Africa, such as the intention to act as a leader in the development
efforts of Southeast Asia and democratization in encouraging an open economic
system."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Fadli Zaini
"Perkembangan teknologi informasi yang cepat membawa perubahan di hampir semua bidang kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, termasuk bidang hukum. Keterkaitan antara perkembangan teknologi informasi dengan hukum melahirkan berbagai macam peristiwa baru yang berkaitan hukum dan penggunaan dunia siber. Salah satunya terkait dengan perlindungan hukum atas informasi yang merugikan seseorang di dunia internet berupa penghapusan informasi. Hal ini dikenal dengan istilah hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten). Penelitian ini fokus membahas perbandingan pengaturan dan mekanisme penerapan Hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) di Indonesia dengan beberapa negara di Asia Pasifik seperti Australia, Jepang dan Korea Selatan. Dengan melakukan perbandingan hukum, maka akan dapat melihat perbedaan dan mengambil pelajaran dari berbagai negara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pengaturan Hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) di Uni Eropa, Australia, Jepang dan Korea Selatan diatur dalam Peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan data / informasi pribadi, sementara Indonesia muncul dan diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Implementasi Hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) dalam General Data Protection Regulation hanya mewajibkan pengontrol data, karena dalam GDPR memisahkan pengontrol dan pemproses data. Sementara Australia, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia tidak membedakan antara pengontrol dan pemproses data. Setiap negara membentuk komisi independen untuk melindungi data pribadi dan membantu penyelesaian sengketa data pribadi.

The development of information technology that brings changes in all fields of humanity, ranging from economics, social, education, including the legal field. The link between the development of information technology and the law produces a variety of new types relating to law and the use of cyberspace. One of the cyber laws is related to legal protection for information that is detrimental to someone in the internet world is the removal of information. This is known as the Right to be Forgotten. This research focuses on discussing the regulation and implementation of the Right to be Forgotten in Indonesia with several countries in the Asia Pacific such as Australia, Japan and South Korea. By making legal comparisons will be able to see differences and take lessons from various countries. This study uses a normative juridical research method. Regulation of Rights to be Forgotten in the European Union, Australia, Japan and South Korea be regulated in legislation in the sector of personal data/information protection, while Indonesia is emerge and regulated in the Law on Information and Electronic Transactions. Implementation of the Right to be Forgotten in the General Data Protection Regulation only requires data controllers, because in the GDPR the data controller and processors are prepared. While Australia, Japan, South Korea and Indonesia do not distinguish between process controllers and data processing. Each country establishes independent data commission to protect personal data and help resolve personal data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Nur Isnaini
"Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh ESG Combined Score dan Environmental Expenditure terhadap nilai pasar perusahaan. Jumlah perusahaan 122 dengan total 1220 observasi pada perusahaan publik di Asia Timur: Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Cina selama periode 2013-2022. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan data panel. Hasil penelitian tidak menemukan bukti cukup bahwa pengungkapan ESG Combined Score berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Temuan yang sama juga berlaku atas Environmental Expenditure. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa baik pengungkapan skor ESG maupun Environmental Expenditure tidak direspon positif oleh investor di Asia Timur: Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Cina.

This research aims to investigate the influence of ESG Combined Score and Environmental Expenditure on company market value. The number of companies is 122 with a total of 1220 observations on public companies in East Asia: Japan, South Korea, Taiwan, Hong Kong and China during the 2013-2022 period. Data processing was carried out using a panel data approach. The research results did not find sufficient evidence that ESG Combined Score disclosure had an effect on company value as measured by Tobin's Q. The same findings also apply to Environmental Expenditure. Thus, this research concludes that neither the disclosure of ESG nor Environmental Expenditure scores was responded positively by investors in East Asia: Japan, South Korea, Taiwan, Hong Kong and China."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Nabilla Supit
"Fungsi rantai pasokan telah memungkinkan perusahaan barang konsumsi yang bergerak cepat atau fast-moving consumer goods (FMCG) untuk mencapai keunggulan kompetitif. Namun, gangguan geopolitik telah memperkenalkan tantangan signifikan terhadap rantai pasokan mereka. Meskipun studi telah menunjukkan minat untuk relokasi ke Asia Tenggara guna meningkatkan ketahanan rantai pasokan atau Supply Chain Resilience (SCR), hanya ada sedikit fokus pada langkah-langkah spesifik yang harus diadopsi industri FMCG selama relokasi tersebut. Studi ini mengisi kesenjangan tersebut dengan melakukan analisis induktif dari lima wawancara mendalam dengan profesional rantai pasokan dari berbagai perusahaan FMCG. Hasil menunjukkan bahwa gangguan telah memaksa perusahaan FMCG untuk pindah ke Asia Tenggara, sehingga tidak hanya memulihkan tetapi juga meningkatkan posisi kompetitif mereka dan SCR mereka. Temuan utama diartikulasikan ke dalam tiga dimensi: dampak gangguan, keunggulan kompetitif relokasi ke Asia Tenggara, dan langkah-langkah yang diadopsi untuk meningkatkan SCR setelah relokasi. Penelitian ini memperluas literatur dengan menawarkan rekomendasi praktis untuk meningkatkan SCR di antara rantai pasokan FMCG.

Supply chain functions have enabled fast-moving consumer goods (FMCG) companies to achieve competitive advantages. However, geopolitical disruptions have introduced significant challenges to their supply chains. Although studies have shown interest in relocating to Southeast Asia (SEA) to enhance supply chain resiliency (SCR), there has been minimal focus on the specific measures FMCG industries should adopt during such relocations. This study fills this gap by employing an inductive analysis of five in-depth interviews with supply chain professionals from diverse FMCG companies. Results indicate that disruptions have compelled FMCG firms to move to SEA, thereby not only restoring but also improving their competitive stance and SCR. Key findings are articulated into three dimensions: the impact of disruptions, the competitive advantage of relocation to SEA, and measures adopted to boost SCR post- relocation. This research extends the literature by offering practical recommendations for enhancing SCR among FMCG supply chains."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Novita Sari
"Studi ini menganalisis mengenai investasi Jepang di Asia Tenggara dengan mengambil studi kasus Indonesia periode 2010-2016. Pada periode tersebut, Jepang mengalami persaingan dari negara Cina. Melalui teori triangular diplomacy, studi ini berargumen bahwa terdapat hubungan antara dukungan pemerintah Jepang kepada pebisnis Jepang di Indonesia karena diplomasi ekonomi Jepang mendukung perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif menggunakan data primer dan wawancara dengan pebisnis Jepang di Indonesia. Hasil analisis ditemukan bahwa Jepang berusaha mempertahankan posisi sebagai investor melalui keterlibatan bisnis. Tiga relasi yang terbentuk adalah Government-Government G-G , Company-Company C-C , dan Government-Company G-C . Berdasarkan hasil analisis tersebut, studi ini menyimpulkan bahwa peran aktor non-negara khususnya kelompok bisnis dalam upaya diplomasi ekonomi semakin menjadi signifikan sebagai pendukung investasi.

This study analyzes Japan rsquo s investment in Southeast Asia with case study of Indonesia from 2010 to 2016. In the stated period, Japan facing investment competition from China. Through the theory of triangular diplomacy, this study argues a connection between Japan government support to Japanese businesspeople in Indonesia to expand their business. The research method used is qualitative using primary data and interview with Japanese businessman in Indonesia. The results of the analysis found that Japan is trying to maintain its position as an investor through business involvement. The three relationships formed are Government Government G G , Company Company C C , and Government Company G C . Based on the results, this study concludes that the role of non state actors, especially business groups in the effort of economic diplomacy becomes increasingly significant.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T51404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdiansyah
"Korea Selatan memiliki banyak peristiwa penting dalam sejarah bangsanya yang mengantarkannya menjadi salah satu negara maju dan memiliki ekonomi yang baik di Asia Timur. Keberhasilan itu menunjukkan peran negara dalam melakukan pendidikan karakter terhadap masyarakatnya. Fenomena tersebut sejalan dengan sebuah riset dari Thomas J Stanley yang mengatakan bahwa sifat kompetitif menjadi salah satu faktor yang mendorong kesuksesan individu. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dinamika sistem ujian nasional yang berkembang di Korea Selatan hingga membentuk karakter kompetitif pada masyarakatnya. Peneliti berfokus pada latar-belakang terbentuknya karakter kompetitif pada masyarakat Korea Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian studi kepustakaan dengan menggunakan pendekatan diakronis. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem ujian nasional yang dikembangkan sejak abad ke-5 mampu menjadi motivasi sekaligus mengontrol perilaku kompetitif yang ada di masyarakat Korea Selatan. Dinamika sistem ujian nasional yang diselenggarakan pemerintah berhasil menciptakan internalisasi nilai-nilai kompetitif tidak hanya di bidang pendidikan tetapi meluas ke segala aspek kehidupan masyarakat Korea Selatan.

South Korea had many important events in its nation's history that have led it to become one of the developed countries and has a good economy in East Asia. This success shows the role of the state in carrying out character education for its people. This phenomenon is in line with a research from Thomas J Stanley which said that competitiveness is one of the factors that drives individual success. The purpose of this study is to explain the dynamics of the national exam system that is developing in South Korea to shape the competitive character of its society. Researcher focus on the background of competitive character development in South Korean society. This research is a literature study using a diachronic approach. The results of the analysis show that the national exam system developed since the 5th century is able to motivate and control competitive behavior in South Korean society. The dynamics of the national exam system organized by the government succeeded in creating the internalization of competitive values not only in the education sector but extending to all aspects of South Korean society's life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>