Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60253 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tara Ferakanita
"Tesis ini berfokus pada fenomena keluarnya Ingris dari Uni Eropa Brexit . Dalam fenomena ini terjadi persaingan diskursif antara Remain vs Leave. Penelitian ini menggunakan teori pemosisian dengan asumsi dasar bahwa diskursus adalah variabel utama yang disosialisasikan oleh agen sehingga menjadi sebuah realita sosial. Kemenangan diskursif ditentukan dalam tiga variabel kelayakan: Kelayakan Referensi, Kelayakan Sistemik dan Kelayakan Sosial. Penelitian ini menggunakan metode process tracing dan telaah wacana untuk melihat proses deepening Inggris ke Uni Eropa.. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persaingan diskursif ini dimenangkan oleh agen yaitu kelompok leave yang menginterpretasikan bahwa identias nasional Inggris tidak kompatibel dengan identitas Uni Eropa dan memunculkan kegagalan proses deepening pada integrasi Inggris dengan Uni Eropa. Meskipun secara kuantitatif diskursus kelompok remain lebih unggul sampai periode sebelum referendum variabel kelayakan referensi , namun pada akhirnya kelompok leave secara kelayakan sistemik lebih dapat mendistribusikan diskursusnya untuk menjangkau ke masyarakat. Dalam variabel kelayakan sosial, kelompok leave juga lebih unggul karena diskursusnya lebih dapat diterima di masyarakat. Penelitian ini menyumbang pada studi tentang regionalisme yang memberikan pemahaman bahwa dinamika yang terjadi dalam institusi regional tidak hanya bisa meluas expand , tetapi juga bisa menyusut shrink . Isu Brexit menjadi penting karena belum pernah ada negara mengambil sikap untuk keluar dari institusi maju seperti Uni Eropa.

This thesis focuses on the phenomenon of Britain leaving the European Union Brexit. The phenomenon refers to the discursive competition between the two parties Remain vs. Leave. This research uses positioning theory with the basic assumption that discourse is the main variable which is socialized by agent and it transcends into a social reality. Discursive victory itself is determined in three eligibility indicators Referential Adequacy, Systematic Adequacy and Social Adequacy. This research applies process tracing and discourse analysis method to examine the deepening process of UK to the European Union. The result of this study indicates that the discursive competition won by the agent of the Leave group which interpreted UK national identity was not compatible with the EU identity and led to the failure of a deepening process on British integration to the EU. Quantitatively, based on the Referential Adequacy indicator, the discourse of the Remain group is higher than the Leave group especially in the final weekend before the referendum. However, based on Systematic Adequacy indicator, the Leave group is more successful in distributing its discourse to reach out to the people. Last, the Leave group is also winning because based on Social Adequacy indicator the discourse is more acceptable in society. This research contributes to the study of regionalism which provides an understanding that the dynamics within regional institutions not only can expand, but also shrink. The issue of brexit is important, because no country has ever taken the stance to get out of an advanced institution like the European Union. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnadi Yuliawan
"Tesis ini membahas fenomena munculnya kebijakan Uni Eropa di bidang perfilman, dan bagaimana kebijakan itu mempengaruhi kebijakan perfilman di negara-negara anggota Uni EropaHasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kebijakan perfilman Uni Eropa terbentuk karena adanya shared ideas yang dimiliki para pemimpin dan pejabat Uni Eropa, serta pemimpin dan pejabat di negara-negara anggotanya. Shared ideas itu tumbuh karena pemahaman yang sama akan ancaman dan kepentingan yang dihadapi, terutama di bidang perfilman.Berdasarkan studi kasus kebijakan perfilman di negara-negara Jerman, Inggris, Italia dan Perancis, terlihat bahwa kebijakan dan regulasi perfilman di negara-negara itu sangat dipengaruhi oleh kebijakan perfilman Uni Eropa. Namun, kebijakan di level nasional itu, juga mempengaruhi kebijakan di tingkat Uni Eropa.

The Focus of this study is about European Union Film Policy, and how those policy influence film policy in European Union member state.This research showed that the formulation of European Unon Film Policy, is based on shared ideas that slowly develop among European Union leaders and its member states leaders. This shared ideas is came from the same feeling of treat and interest that developed among European leader.Based on case studies of Germany, Britain, Italy and France national film policy, we can see that regulation and film policy in those country is definitely being influenced by European Union Film Policy. But those country policy also influence decision making in European level."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zalvin Anindyo Prakoso
"Europe's attempts to be able to be more independent on security and defense areas have been started since it tried to create EDC 1950's as the first security cooperation. Though EDC was never formally conceived, Europe has continued its efforts to develop cooperations in security and defense areas. Fouchet Plan, EPC, SEA and CFSP are several examples of its efforts attempted to be independent in these areas. CFSP is one of Europe's greatest innovations in strengtening these efforts. Specific articles in Treaty of Maastricht and Treaty of Amsterdam state that CFSP is the guidelines of mapping Europe's common security policy that will lead to common defense. What is stated by the articles is ambiguous as Europe up to now is still dependent on NATO/the US and will continously do so, in contrary Europe has EU/WEU which has been determined as an organization that will implement EU's defense policies.
This thesis tries to find out which security organization Europe will later use as its main security instrument and whether Europe actually aims at common defense or merely at common defense policy. This thesis concludes that EU will combine the usage of EU/WEU and NATO. NATO will remain to be Europe's military defense organization and EU/WEU will develop to be the organization that will ensure the security of Europe. This is a fact of the attainment of common defense policy in regard that the formation of European Army, as a form of common defense, is not viable. The establishment of a common defense requires radical adaptations and changes, for instance, EU has to construct the Europe's Ministry of Defense, European Minister of Defense and European Army. CFSP/ESDP will continue to develop and to determine resolutions on Europe's security cooperations. As long as the three EU core states (England, Germany and France) maintains diverse perpectives on common security and defense concepts, Europe will remain dependent on those two organizations (EU/WEU and NATO).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Mujahadah
"Penelitian ini membahas mengenai integrasi pasar saham negara kawasan Uni Eropa, NAFTA dan Asia. Pasar saham yang menjadi objek penelitian adalah Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Hongkong, China, Jepang dan Korea Selatan. Periode penelitian dari Januari 2008 sampai Desember 2016. Metode yang digunakan adalah uji akar unit, uji kointegrasi, Vector Autoregressive (VAR), Impulse Responses Function dan uji kausalitas Granger. Hasilnya menunjukkan bahwa pasar saham Amerika Serikat dan China memiliki pengaruh yang besar dibandingkan dengan pasar saham lain.

This study examines the integration of European Union, Nafta and Asia stock markets. These countries include, England, France, German, USA, Canada, Mexico, Indonesia, Malaysia, Singapore, Phillipines, Thailand, Hongkong, China, Japan and South of Korea peiod starting from January 2008 to December 2016. Unit root, Co-integration test, Vector Autoregressive (VAR), Impulse Responses Function and Granger Causality Test are employed. The results showed that USA and China stock markets have significant impact with others stock market."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T49825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Artanty
"Tesis ini secara khusus menyoroti tentang terjadinya perkembangan situasi politik di Hongaria pasca jatuhnya pemerintahan komunis. Seperti halnya negara-negara Eropa Tengah dan Timur lainnya, Hongaria tidak punya kesempatan untuk bergabung dalam skema Eropa yang muncul dan berkembang sejak perang dunia kedua. Alasannya adalah adanya pertentangan timur dan barat dalam hat ideologi, politik serta bidang ekonomi dan militer. Jatuhnya pemerintahan komunis di Eropa Tengah dan Timur pada tahun 1989 diikuti oleh permintaan bantuan dari kelompok negara tersebut untuk dapat melakukan transformasi politik dan ekonomi. Hongaria merupakan salah satu pemimpin demokrasi, menjadi pertama yang menurunkan tirai besi dan menandatangani Perjanjian Asosiasi (Assasiatrorr Treaty) dengan Uni Eropa.
Uni Eropa memutuskan untuk membuka kesempatan bagi negara Eropa Tengah dan Timur yang mampu memenuhi persyaratan politik dan ekonomi yang telah ditetapkan untuk bergabung dalam Uni Eropa. Persyaratan tersebut terangkum dalam sebuah kriteria yaitu kriteria Kopenhagen. Untuk memenuhi persyaratan yang terdiri dari kriteria politik, ekonomi dan hukum tersebut, terjadi perkembangan dari pemerintahan komunis menuju pemerintahan demokratis. Dalam usaha penyesuaian yang berlangsung mulai tahun 1989 hingga 2004 ini, Hongaria hams menghadapi kendala-kendala sebelum akhirnya dapat bergabung menjadi negara anggota Uni Eropa tahun 2004.
Tests ini memberikan gambaran perkembangan sebuah negara bekas pemerintahan komunis menuju suatu pemerintahan yang demokratis dengan berbagai kendala yang dihadapi dan diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi negara-negara demokrasi berkembang dalam memperbaiki keadaan politiknya pass sebuah pemerintahan yang otoriter termasuk Indonesia.
Kerangka pemikiran yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah pasal pertama dari kriteria Kopenhagen yaitu yang membahas tentang kriteria politik Selanjutnya penulis akan menganalisa penerimaan Uni Eropa mengenai usaha Hongaria Iewat laporan rutin (Regular Report) yang dikeluarkan Uni Eropa tentang perkembangan Hongaria dalam memenuhi kriteria Kopenhagen. Laporan ini mulai dibuat sejak terjadinya negosiasi pertama yaitu tahun 1998 dan diakhiri dengan laporan menyeluruh (Comprehensive Report) di akhir tahun 2003.
Walaupun pada dasarnya Hongaria dinilai berhasil memenuhi persyaratan politik dalam Kriteria Kopenhagen sejak tahun 1999, banyak permasalahan signifikan yang terus terjadi seiring penyesuaian. Masalah-masalah tersebut adalah yang berhubungan dengan korupsi, penghormatan hak asasi dan hak minoritas, yang merupakan masalah Iama yang semakin berkembang.
Masalah-masalah yang ada seperti korupsi dan prejudis terhadap Roma tersebut merupakan sebuah budaya yang mengakar, sehingga dapat dimaklumi jika tidak mullah untuk mencegah dan menguranginya. Di luar masalah itu, Hongaria memang patut menjadi inspirasi transisi politik di Eropa Tengah dan Timur karena konsisten dalam merevisi regulasi-regulasi yang dianggap kurang mengikat, demikian pula dalam usaha mengimplementasikannya. Bagi Uni Eropa, Hongaria akan menjadi partner dan anggota yang sangat penting untuk kemajuan integrasi Uni Eropa.

This Thesis is mainly explaining the political development that occurred in Hungary after the fall of the communism in Central and Eastern Europe in 1989. As was the case with the other Central and Eastern European states, Hungary had no opportunity for a long time to integrate into the European scheme that evolved and became unified after World War IL the reason for this was the opposition between the East and the West in the ideological, political, military and economic fields. The fall of Communism in Central and Eastern Europe in 1989 prompted a flood of requests to help the Central and East Europeans transform their economies and polities.
European Union decided to Iaunch Eastern Enlargement and to draft a list of criteria for EU membership (political, economic and implementing the acquis), which have come to be known as the Copenhagen Criteria. To meet the requirements, Hungary makes many efforts to develop a communism government (o democratic government. There were many obstacles coming in Hungary's way to reform from 1989 until finally joining the European Union in 2004.
This Thesis gives a view of political changes and development from authoritarian power to democratic power through many problems that occurring. Hopefully it can inspire other country to follow Hungary's way to succeed. The Political development is bordered with the first condition in Copenhagen Criteria which underlined the political criteria. Next, the regular report from EU that launch every years since 1998 until 2003 will help us analyze what is EU's opinion about Hungary's reformation.
Although basically Hungary had succeeded to fulfill the political criteria from Copenhagen Criteria in 1999, there were still significant problems such as corruption and violation of the human right which hard to handle. But since it has become a culture, it is easy to understand why Hungary could not prevent or reduce it right away. Outside of that, Hungary's continuous revision to laws and the will to implement it will inspire other country in Central and Eastern Europe. To European Union, Hungary will be important partner and member to European Integration.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayatri Marisca Permata Sari
"Pembahasan mengenai fenomena integrasi regional di suatu kawasan jelas merupakan fenomena yang telah sejak lama dibahas dalam dinamika internasional. Namun kemudian fenomena ini menjadi semakin berkembang sejak disepakati bersama bahwa semakin integrasi regional memberikan banyak keuntungan bagi negara-negara, baik dari segi ekonomi dan politik. Salah satu proses integrasi regional yang menarik untuk dibahas yaitu proses integrasi di kawasan selatan Afrika di mana terdapat permasalahan tumpang tindih keanggotaan negara-negara dalam skema pengaturan integrasi regionald di selatan Afrika. Diperlukan adanya upaya rasionalisasi dari permasalahan tumpang tindihnya keanggotaan ini, agar integrasi regional yang terjadi dapat memberikan dampak positif bagi negara-negara anggota. Kesempatan untuk terjadinya rasionalisasi kemudian terbuka dengan adanya Economic Partnership Agreement antara Uni Eropa dan negara-negara ACP. Pernyataan ini dikeluarkan oleh Uni Eropa sendiri, dan didukung oleh beberapa peniliti yang menyatakan bahwa memang negosiasi EPA dapat menjadi momentum upaya rasionalisasi bagi tumpang tindih keanggotaan di Selatan Afrika. Dalam perkembangannya, EPA sebagai momentum bagi upaya rasionalisasi tidak lagi terlihat menjanjikan. Implikasi negosiasi EPA terhadap upaya rasionalisasi tersebut kemudian dipertanyakan seiring dengan tidak terlihatnya dampak positif dari negosiasi EPA terhadap upaya rasionalisasi integrasi regional di Selatan Afrika.

Abstract
The discussion about regional integration phenomenon ia a region has long been discussed in international dynamics. But then this phenomenon become increasingly developed since agreed that the regional integration offers many benefits for coutries, both in economic and politic. One of regional integration process that interesting to discuss is the process of regional integration in southern africa where there is problem of overlapping membership of countries in various schemes of regional integration arrangements in southern africa. There is a need of rationalisation effort so that the regional integration can provide a positive impact on member countries. Opportunities for rationalization effort comes from the Economic Partnership Agreement (EPA) negotiations process between European Union and African countries. This statement comes from European Union itself, and also from a lot of researchers that see EPA negotiations can be a momentum for the rationalization process for the overlapping membership problem in Southern Africa. In the process, EPA as a momentum for rationaliation process no longer looks promising. The implications of EPA negotiations towards the rationaliation efforts were then questioned as no sightings of the positive impact of EPA negotiations towards the rationalization of regional integration efforts in Southern Africa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Fredi Susanto
"Penelitian ini membahas alasan Uni Eropa sebagai anggota tetap di dalam forum G20, terutama penekanan pada mamfaat yang diperoleh oleh Uni Eropa melalui G20. Teori yang digunakan untuk meneliti Keanggotaan Uni Eropa di G20 adalah teori interdependensi kompleks, teori efek domino dan konsep global governance. Penelitian ini menemukan bahwa pada saat berdirinya dan pada saat transformasi Uni Eropa di G20, adalah respon dari krisis keuangan yang dinilai ber-efek domino terhadap ekonomi global. Uni Eropa dengan anggota G20 lainnya dinilai mempunyai kemampuan dan memiliki interdependensi untuk berkerjasama menyelesaikan krisis dan mencegah efek domino. G20 dalam perkembangannya, berkembang menjadi global governance khususnya dalam tatanan ekonomi dunia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Uni Eropa semakin mendapat tempat sebagai aktor global melalui G20 untuk mewujudkan visi Effective Multilateralism berbasis nilai, berperan dalam mengembangkan manajemen keuangan dunia dan meningkatkan keuntungan perdagangannya.

This study analyses the permanent membership of European Union in G20, especially its benefit as a member of G20. Theory used in this study consists of interdependence complex and domino effect theories and global governance concept. This study finds out that the establishment and transformation of European Union within G20 are the response toward domino effect in global financial crisis. European Union and other member of G20 are considered having the ability and interdependence to cooperate solving the crisis and prevent the domino effect. G20 thrives to be a global governance, specifically in world economic order. Finally, this study concludes that by way of G20, European Union becomes one of the promising global actors that helps actualising value based Effective Multilateralism vision, develops world financial management and enhances its trading profit. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Averil Khalisha Paramesti
"Tesis ini meneliti bagaimana liputan media tentang krisis imigran di Italia dan Spanyol memengaruhi proses decision-making kebijakan penanganan imigran kedua negara tersebut. Tesis ini memiliki dua tujuan penelitian: (1) menjelaskan bagaimana media Italia dan Spanyol melakukan representasi diskursif aktor-aktor politik dalam krisis imigran di negara mereka dan (2) menelaah hubungan antara representasi aktor-aktor politik tersebut dan proses pengambilan keputusan (decision-making) kebijakan penanganan imigran di negaranya masing-masing. Menerapkan teori analisis wacana kritis sosiosemantik Theo van Leeuwen dan pendekatan konstruktivisme Alexander Wendt, publikasi daring dua surat kabar terbesar Italia (Corriere della Sera, La Repubblica) dan Spanyol (El País, El Mundo) antara tahun 2014 dan 2016 dianalisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa representasi diskursif aktor-aktor politik dalam masing-masing surat kabar mencerminkan kecenderungan ideologis mereka, di mana pemberitaan cenderung menekankan perbedaan antara “kita” (Uni Eropa dan pemerintah) dan “mereka” (para pencari suaka) serta meniadakan kemanusiaan para pencari suaka. Kecenderungan ideologis dari representasi aktor-aktor politik keempat surat kabar itu sendiri merupakan cerminan bagaimana Italia dan Spanyol memandang krisis imigran Eropa sebagai ancaman terhadap identitas nasional mereka. Dengan bantuan media massa, Italia dan Spanyol melakukan sekuritisasi terhadap krisis imigran Eropa untuk “membujuk publik agar setuju” mengambil tindakan-tindakan yang tegas, ekstrem, dan terkadang melanggar hukum dalam menghadapi ketidakstabilan dan ketidakpastian krisis. Selain itu, dalam konteks integrasi Eropa, konflik “kita” versus “mereka” menjadi sebuah bukti akan kurangnya solidaritas di antara negara-negara anggota dan naiknya kepopuleran populisme serta nasionalisme individu, sehingga hal ini mengundang pertanyaan mengenai rapuhnya Uni Eropa sebagai proyek integrasi.

This thesis investigates how media coverage of the European refugee crisis in Italy and Spain influences policymakers’ decisions on how to deal with asylum seekers and refugees in both countries. Two research objectives are outlined as the foundation of the thesis: (1) to explain how political actors in the refugee crisis are represented in the Italian and Spanish press, and (2) to investigate the relationship between the political actors’ discursive representations and their countries’ immigration policy decision-making process. Online publications about the European refugee crisis from two mainstream news agencies in Italy (Corriere della Sera, La Repubblica) and Spain (El País, El Mundo) between 2014 and 2016 are analyzed using Theo van Leeuwen’s sociosemantic approach of critical discourse analysis and Alexander Wendt’s constructivist approach. The findings of the thesis reveal that each newspaper’s discursive representations of political actors are in accordance to their ideological tendencies, with the news emphasizing the divide between “us” (the European Union and the government) and “them” (asylum seekers) and erasing asylum seekers’ humanity. The ideological tendencies in the four newspapers’ representation of political actors reveal how Italy and Spain perceive the European refugee crisis as a danger to their national identity. With the help of mass media, Italy and Spain securitize the European refugee crisis in order to “persuade the public to consent” to take bold, radical, and sometimes law-breaking measures in dealing with the crisis’ instability and uncertainty. In addition, the “us” against “them” conflict in the context of European integration reflects a lack of cooperation among member states, as well as the rising appeal of populism and individual nationalism, creating concerns about the European Union’s viability as an integration project."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Yudhistira Henuhili
"Selama beberapa dekade terakhir, terjadi peningkatan perdebatan mengenai kedaulatan dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional. Salah satu titik krusial yang mendorong perdebatan ini adalah terbentuknya Uni Eropa melalui Maastricht Treaty pada tahun 1992. Setelah itu, terdapat beragam literatur yang membahas mengenai kedaulatan di Uni Eropa, sehingga diperlukan sebuah kajian kepustakaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, studi ini memetakan perkembangan literatur mengenai kedaulatan di Uni Eropa pasca Maastricht Treaty. Dari tiga puluh artikel jurnal/buku/chapter edited volume yang dikaji, terdapat empat tema besar yaitu (1) karakteristik kedaulatan di Uni Eropa; (2) dinamika kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa: antara intergovernmentalisme dan supranasionalisme (3) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap perubahan bentuk kedaulatan di Uni Eropa dan (4) kritik terhadap penerapan kedaulatan di Uni Eropa. Setelah melakukan pemetaan dan analisis literatur, kajian kepustakaan ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, karakter kedaulatan di Uni Eropa memiliki penafsiran yang berbeda-beda, mulai dari kedaulatan dipandang disatukan (pooled sovereignty), dibagi (shared sovereignty), hingga dianggap masih berada di negara. Kedua, penerapan kedaulatan dalam tatanan praktis dalam level kebijakan di Uni Eropa dapat bertahan maupun berubah, menyesuaikan preferensi negara-negara anggotanya. Ketiga, penerimaan negara terhadap beragam bentuk kedaulatan di Uni Eropa dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor interdependensi, dan faktor keamanan. Keempat, dinamika serta cara pandang terhadap kedaulatan di Uni Eropa tampaknya dipengaruhi oleh fenomena-fenomena empirik atau perkembangan yang terjadi di Uni Eropa. Terakhir, dari keseluruhan literatur, studi ini mengindentifikasi celah literatur yang terdapat dalam sedikitnya analisis mengenai kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa, serta kurangnya studi komparatif yang membandingkan kedaulatan di Uni Eropa dengan kedaulatan dalam entitas politik lainnya.

Over the last few decades, the topic of Sovereignty has been increasingly discussed in International Relations. One of the crucial factors leading to the debate was the establishment of the European Union through the enactment of Maastricht Treaty in 1992. As an effect, various literature discussing sovereignty in the European Union emerged and subsequently neccessitates a literature review on it. This study mapped various literature on sovereignty in the European Union after Maastricht Treaty. By taking into account thirty journal articles/books/chapters of edited volume, this study found four major themes in the literature: (1) the characteristics of sovereignty in the European Union; (2) the dynamics of sovereignty in the European Union policies: between intergovernmentalism and supranationalism; (3) the factors influencing the acceptance of the changing form of sovereignty in the European Union; and (4) the critiques on the implementation of sovereignty in the European Union. After mapping and analyzing the literature, this study found several important points. First, the characters of sovereignty in the European Union result in various interpretations such as pooled sovereignty, shared sovereignty, and sovereignty that are embedded within member states. Second, the implementation of sovereignty in the European Union policies could both be static or dynamic, depending on the member states' preferences. Third, member states’ acceptance of various sovereignty forms in the European Union are influenced by economic, interdependence, and security factors. Fourth, the dynamics of the sovereignty in the European Union are perceived to be influenced by events happening in the European Union. Lastly, this study identifies several literature gaps on the lack of literature analyzing sovereignty aspect of European Union’s policies and the minimum amount of comparative studies between sovereignty in the European Union and sovereignty in other political entities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Wicaksono
"Penelitian tentang Brexit ini akan fokus pada pertahanan dan keamanan bagi Inggris dan Uni Eropa (UE). Peran Inggris Raya sangat besar di sektor pertahanan dan keamanan, selain Jerman dan Perancis. Namun, berdasarkan referendum 2016, Inggris Raya memilih keluar dari keanggotaannya di UE.  Metode penelitian akan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder yang diperoleh langsung dari website resmi UE dan data sekunder berupa kajian pustaka, website, journal militer dan wawancara dengan perusahaan-perusahan pendukung Alat Utama Sistem Senjata (alutsita). Kualitatif adalah sebuah metode yang fokus pada deep observation. Oleh sebab itu, penggunaannya dalam penelitian ini diharapkan mempu menghasilkan sebuah kajian terhadap fenomena dengan lebih komprehensif. Penelitian ini dianalisis menggunakan Teori Regional Security Complex (TRSC), milik Barry Buzan & Ole Waver dan Teori Security Dilemma (John H. Herz). TRSC ini digunakan untuk menganalisa potensi ancaman keamanan dan pertahanan di kawasan UE. Sedangkan, Teori Security Dilemma digunakan untuk menganalisis antisipasi Inggris dalam sektor pertahanan dan keamanan. Diharapkan dapat ditemukan maksud Inggris keluar dari UE dan antisipasinya dalam sektor pertahanan dan keamanan. Penelitian ini telah berhasil merangkum tindakan dan antisipasi pemerintah UK dalam menghadapi Brexit dan membuat gambaran umum Langkah-langkah UE tanpa Inggris.

This research on Brexit will focus on defense and security for the UK and the European Union (EU). Great Britain has a very large role in the defense and security sector, in addition to Germany and France. However, based on the 2016 referendum, the UE opted out of membership in the EU. The research will use qualitative methods by using data primary and secunder sources obtained directly from the official website of the EU and secondary data in the form of literature reviews, as well as websites, military journals, and interviews with several companies supporting the Main Tools Weapon System. Qualitative is a method with a foucus on in-depth observation. Therefoe, the use of this reseach can result in a more comprehensvise study of a phenomenon, especially the observation of phenomena. This research was analyzed using Regional Security Complex Theory (Barry Buzan & Ole Waver) and Security Dilemma Theory (John H. Herz). Regional Security theory is used to analyze potential threats to the security and defense of the European Union. Meanwhile, the Security Dilemma Theory is used to analyze the UK’s anticipation in the defense and security sector. It is hoped that the UK’s intention to leave the EU can be found and its anticipation in the defense and security sector. This research has succeeded in summarizing the actions and anticipations of the UK government in the face of Brexit and creating an overview of the EU's steps without UK."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>