Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wuwus Ardiatna
"Ultrasound merupakan salah satu modalitas citra yang masih digunakan untuk mendeteksi dini kelainan ginjal. Proses diagnosa abnormalitas pada ginjal pada umumnya masih menggunakan pendekatan morfologi atau istilah radiologi untuk mendeskripsikannya. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi citra medis hasil ultrasound ginjal normal dan abnormal. Statistical Moment Descriptor merupakan teknik yang digunakan untuk mengkarakterisasi berdasarkan distribusi spasial piksel ultrasound B-mode. Teknik yang digunakan adalah dengan menghitung besarnya rerata, standar deviasi, skewness, kurtosis, entropi, median, dan rentang, serta dimensi ginjal pada region of interest ROI dari tiga area, yaitu area ginjal penuh, kortek, dan renal pelvis, dari total 50 data pasien dengan ginjal normal abnormal. Hasil yang diperoleh menunjukkan sebaran nilai piksel area penuh citra ginjal normal untuk parameter rerata 69 12,83, standar deviasi 41,77 5,66, skewness 0,87 0,28, kurtosis 4,12 0,88, entropi 6,02 0,27, nilai piksel median 75 15,77, range 253 3,18, sedangkan untuk citra ginjal abnormal sebaran nilai piksel dengan parameter rerata 103 31,96, standar deviasi 35,76 7,62, skewness 0,62 0,68, kurtosis 5,43 2,02, entropi 5,74 0,50, nilai piksel median 100 34,43, dan range 254 0. Parameter yang sangat signifikan berbeda terhadap nilai rerata dengan menggunakan uji t adalah standar deviasi, median, rentang, rerata, kurtosis, untuk entropi secara statistik berbeda signifikan, sedangkan skewness, secara statistik tidak begitu signifikan berbeda.

Ultrasound is one of the image modality that is still used for detect early kidney abnormalities. Morphological approach or radiology terms are still being used to describe it. The purpose of this research is to characterize normal and abnormal kidney medical ultrasound image. Statistical Moment Descriptor is a techniques that we used to characterize spatial pixels distribution of B Mode by define mean, standard deviation, skewness, kurtosis, entropy, median, range, and dimensions in three region of interest`s, full kidney, cortical, and renal pelvis area, from 50 total patients. The results obtained is that pixel values distribution of full normal kidney area for mean 69 12.83, standard deviation 41.77 5.66, skewness 0.87 0.28, kurtosis 4.12 0, 88, entropy 6,02 0,27, median 75 15,77, and range 253 3,18, for abnormal kidney, mean 103 31,96, standard deviation 35, 76 7.62, skewness 0.62 0.68, kurtosis 5.43 2.02, entropy 5.74 0.50, median 100 34.43, and range 254 0. Standard deviation, median, range, mean and kurtosis differences are considered to be very statistically significant by the t test, entropy is considered as significant, and skewness is considered to be not statistically significant."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Deborah Anasthasia
"Latar belakang: Subepidermal low echogenic band (SLEB) adalah gambaran USG berupa area hipoekhoik pada lapisan dermis, tepatnya subepidermal, yang merupakan suatu proses elastosis sebagai penanda dari photoaging.
Tujuan: Menilai perbedaan rasio ketebalan SLEB dengan dermis antara kelompok perempuan pra dan pascamenopause dengan menggunakan USG general purpose frekuensi 18 MHz.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang komparatif menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung di pipi kanan dan kiri dengan menggunakan USG general purpose frekuensi 18 MHz. Data sekunder diperoleh dari penelitian sebelumnya.
Hasil: Rerata usia subjek pramenopause sebesar 29,6 tahun dan rerata usia subjek pascamenopause sebesar 55,7 tahun. Rerata tebal dermis dan rerata tebal SLEB didapatkan lebih tebal pada kelompok pramenopause dibandingkan kelompok pascamenopause. Rasio SLEB – dermis pada kelompok pramenopause didapatkan lebih tebal dibandingkan kelompok pascamenopause.
Kesimpulan: Rasio tebal SLEB terhadap tebal dermis pada kelompok pramenopause didapatkan lebih tebal dibandingkan pada kelompok pascamenopause. USG general purpose dapat digunakan dalam menilai tebal dermis dan tebal SLEB, namun diperlukan studi lebih lanjut dalam menilai faktor – faktor lain yang mempengaruhi rasio tebal SLEB terhadap tebal dermis.

Background: Subepidermal low echogenic band (SLEB) is an ultrasound image in the form of a hypoechoic area in the dermis layer – subepidermal, to be precise, which is an 2 elastotic process as a marker of photoaging. Objective: Assessing difference in ratio of SLEB to dermis thickness between the premenopausal and postmenopausal groups using the 18 MHz general-purpose ultrasound frequency.
Method: This research is a comparative cross-sectional stuy using primary data and secondary data. Primary data were obtained through direct measurements on the right and left cheeks using general purpose ultrasound with a frequency of 18 MHz. Secondary data was obtained from previous studies.
Result: The mean age of premenopausal subjects was 29.6 years and the average age of postmenopausal subjects was 55.7 years. The mean dermis thickness and mean SLEB thickness were found to be thicker in the premenopausal group than the postmenopausal group. The SLEB – dermis ratio in the premenopausal group was found to be thicker than the postmenopausal group.
Conclusion: The ratio of SLEB thickness to dermis thickness in the premenopausal group was found to be thicker than in the postmenopausal group. General purpose ultrasound can be used in assessing dermis thickness and SLEB thickness, but further studies are needed in assessing other factors that affect the ratio of SLEB thickness to dermal thickness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yislam Aljaidi
"Penyakit jantung koroner (PJK) masih menjadi penyebab utama kematian, dan hasilnya masih belum memuaskan pada kelompok pasien yang berisiko tinggi. Tindakan intervensi pada arteri koroner left main (LM) dengan strategi provisional stenting adalah salah satu skenario yang menantang dalam menangani lesi bifurkasio kompleks ini. Intervensi koroner perkutan (IKP) dengan panduan ultrasonografi intravaskular (IVUS) telah terbukti memberikan hasil klinis yang lebih unggul dibandingkan dengan IKP dengan angiografi saja. Namun, data-data penelitian sebelumnya yang tersedia tidak adekuat dalam membahas keuntungan IVUS untuk pasien dengan lesi bifurkasio left main – left anterior descending (LM-LAD) kompleks yang menjalani IKP dengan pendekatan provisional stenting. Penelitian kohort retrospektif observasional ini dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) Jakarta pada periode pengamatan Januari 2017 - Desember 2022, dengan didapatkan total sampel berjumlah 178 orang. Analisa statistik dilakukan untuk melihat perbedaan kelompok antara grup IVUS vs Angiografi pada pasien-pasien PJK dengan lesi LM-LAD yang dilakukan provisional stenting, terutama terhadap luaran klinisnya berupa KKM, serta analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap KKM dari kedua kelompok. Dari 178 pasien yang menjalani IKP provisional stenting dengan mayoritas diagnosa pre-tindakan berupa chronic coronary syndrome (CCS) berjumlah 155 orang (86.6%), hanya didapatkan 27 orang (15.1%) yang mengalami luaran KKM tanpa adanya perbedaan signifikan antara kedua grup IVUS vs angiogafi saja (16.1% vs 14.1%, p = 0.714). Angka tindakan IKP provisional stenting didapatkan cukup berimbang antara grup IVUS vs Angiografi (48.6% vs 51.4%) selama periode pengamatan penelitian. Dari semua variabel faktor resiko yang diteliti, hanya variabel diabetes melitus (DM) yang memiliki pengaruh signifikan secara independen terhadap kejadian KKM (p = 0.016, OR 3.44, 95% CI 1.55-7.62) pada kedua grup. Dengan kesimpulan Tidak terdapat perbedaan signifikan untuk luaran klinis KKM antara ultrasonografi intravaskular dan angiografi pada pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan (IKP) dengan provisional stenting pada lesi arteri koroner LM-LAD.

Coronary artery disease still represents the leading cause of mortality, with the outcome still unsatisfactory in high-risk subsets of patients. Percutaneous treatment of the left main coronary artery with provisional stenting strategy is one of the most challenging scenarios in interventional cardiology for treating this complex bifurcation lesion. Intravascular ultrasound-guided percutaneous coronary intervention (PCI) has been shown to result in superior clinical outcomes compared with angiography- guided percutaneous coronary intervention. However, insufficient previous study data are available concerning the advantages of IVUS guidance for specific patients with complex left main – left anterior descending (LM-LAD) bifurcation lesion undergoing PCI with provisional stenting approach. This observational retrospective cohort study was conducted at the National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK) in the observation period between January 2017 - December 2022, with a total sample size of 178 participants. Statistical analysis was carried out to learn group differences between the IVUS vs Angiography-guided groups in CAD patients with LM-LAD lesions who underwent provisional stenting, especially regarding clinical outcomes in MACE, as well as analysis of factors that influenced the MACE from both groups. Of the 178 patients who underwent provisional stenting PCI with the majority of pre-operative diagnosis were chronic coronary syndrome (CCS) with total of 155 participants (86.6%), only 27 participants (15.1%) experienced MACE outcomes without any significant group differences between the two groups of IVUS vs Angiography-guided (16.1 % vs 14.1%, p = 0.714). There was quite balanced between the IVUS vs angiography-guided groups (48.6% vs 51.4%) for PCI imaging technique approach during the observation period. From all variables of risk factor studied, only diabetes mellitus (DM) had an independent significant impact on the incidence of MACE (p = 0.016, OR 3.44, 95% CI 1.55-7.62) in both groups. There is no significant difference in outcomes of MACE between IVUS and angiography- guided ultrasonography in patients undergoing PCI with provisional stenting in LM-LAD coronary artery lesions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mahendri Dewita Danarti
"ABSTRAK
TUJUAN: Mengetahui bahwa USG transperineal dapat memprediksi keberhasilan persalinan pervaginamLATAR BELAKANG: Penurunan kepala yang tidak maju merupakan salah satu parameter untuk memprediksi partus tak maju atau partus macet, yang pada akhirnya memerlukan persalinan dengan seksio sesaria. Ketidakakuratan penentuan penurunan kepala janin dapat menyebabkan partus macet sering ditegakkan yang akan meningkatkan angka persalinan seksio sesaria. Dibutuhkan metode baru yang dapat memprediksi keberhasilan persalinan dengan tingkat kemungkinan tinggi atau rendah untuk kesuksesan persalinan pervaginam. Penentuan penurunan kepala yang tepat pada saat fase aktif sangat dibutuhkan, dan penggunaan ultrasonografi intrapartum sebagai alat bantu diagnostik sangat dibutuhkan. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan ultrasonografi transperineal intrapartum akurat dalam menilai sudut kemajuan dan jarak kepala ndash; perineum sehingga dapat memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam.DESAIN DAN METODE: Penelitian ini merupakan uji prognostik dengan desain Kohort yang berlangsung pada bulan Maret hingga Mei 2016 di RSU Daerah Karawang. Dengan kriteria inklusi adalah perempuan hamil aterm, presentasi kepala dan janin tunggal hidup yang sedang dalam persalinan kala I aktif, dan yang menjadikan kriteria eksklusi adalah malpresentasi, disproporsi kepala-pelvik, pengakhiran kehamilan dengan seksio sesaria pada saat pemantauan dengan indikasi bukan karena persalinan macet. Subyek penelitian sebanyak 323 orang, dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transperineal, dilakukan pengukuran jarak kepala-perineum dan sudut kemajuan pada saat fase relaksasi diantara kontraksi dan dipastikan kandung kemih kosong. Sebelumnya telah dilakukan uji kesesuaian antar observer. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney, dan dicari masing ndash; masing titik potong optimal menggunakan ROC. Dari berbagai titik potong dilakukan analisis bivariat, seleksi variabel dimasukkan dalam analisis multivariat bila p < 0,25 , dan kualitas hasil dilihat dari nilai Area Under Curve AUC .HASIL: Sebanyak 306 subyek melahirkan spontan dan 13 subyek melahirkan berbantu alat. 4 subyek 1,3 melahirkan dengan seksio sesaria. Didapatkan titik potong untuk jarak kepala ndash; perineum adalah 43,5 mm, sensitivitas 91 , spesifitas 78 , sebanyak 89 lahir pervaginam dan dengan Area Under Curve untuk memprediksi persalinan pervaginam adalah 82 IK 95 , 69 - 95 p < 0.01 . Sedangkan titik potong sudut kemajuan sebesar 1070 dengan sensitifitas 80 , spesifitas 97 sebanyak 75 lahir pervaginam dan dengan Area Under Curve 96,4 IK 95 , 87- 99 p < 0.01 untuk memprediksi persalinan pervaginam.KESIMPULAN: Jarak kepala ndash; perineum dan sudut kemajuan dapat memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
ABSTRAK
Aim To evaluate the use of transperineal ultrasound in order topredict the successfulness of vaginal deliveryDesign and Methodology This is a prognostic study usingcohort design conducted in Karawang district hospital withinMarch until May 2016. Inclusion criteria include termpregnancy, singleton live head presentation, active phase oflabor. Using transperineal ultrasound, fetal head perineumdistance, and angle of progression within relaxation phasebetween contraction was being calculated. Analysis was carriedout using Mann Whitney test, and optimal cut off was foundusing ROC.Result s There are 306 subjects was delivered vaginally. Cutoff for fetal head perineum distance as a predictor of vaginaldelivery is 43,5 mm sensitivity 91 , specificity 78 , withArea under curve is 82 95 CI 69 95 , p 0,01 whileangle of progession is 1070 sensitivity 80 , specificity 97 ,with Area under curve is 96,4 95 CI 87 99 , p 0,01 .Conclusion Fetal head perineum distance and angle ofprogression can predict the successfulness of vaginal delivery."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismoyo Danurwindo
"

Laju pernapasan (respiratory rate) merupakan salah satu dari lima tanda vital pada tubuh manusia. Pengukuran laju pernapasan yang paling sering dilakukan ialah dengan menghitung banyaknya napas yang dilakukan seseorang dalam satu menit. metode ini dinilai bersifat subjektif yang mana masing-masing pengukuran hasilnya akan bergantung kepada pengukur. Metode lain yang dapat digunakan ialah dengan mengunakan metode kontak, seperti strain gauges or impedance methods, transcutaneous CO2 methods, oximetry probe (SpO2) methods, dan ECG derived respiration rate methods. Namun, penggunaan metode kontak dapat menimbulkan beberapa masalah, seperti rasa tidak nyaman, iritasi kulit karena penggunaan elektroda, dan surface loading effect. Oleh karena itu, pada penelitian ini dirancang bangun sebuah sistem pengukuran laju pernapasan nonkontak berbasis sensor ultrasonik.

Pengukuran dilakukan dengan menghitung perubahan jarak antara area thoracoabdominal depan dengan sensor. Hasil pengukuran kemudian diolah menggunakan metode gaussian filter dan transformasi wavelet diskrit (TWD). Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh hasil bahwa metode pengukuran ini memiliki simpangan kesalahan rata-rata terkecil sebesar 4,48 menggunakan metode penyaringan gaussian filter dan menggunakan metode perhitungan pendekatan FFT. Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan untuk mengukur laju pernapasan, tetapi perlu dilakukan beberapa peningkatan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.


The respiratory rate is one of the five vital signs in human body. The measurement that is most often done is by counting the amount of breath a person does in one minute. This method is considered to be subjective in which each outcome measurement will depend on the counter. Other method that can be used are by using contact method, such as strain gauges or impedance methods, transcutaneous CO2 methods, probe oximetry (SpO2) methods, and ECG derived respiration rate methods. However, the use of contact methods can cause several problems, such as skin irritation, and surface loading effect. Therefore, in this study a respiratory rate measurement system ultrasonic sensor based was designed.
Measurements were made by calculating the distance change between the front of thoracoabdominal area and the sensor. The results are then processed using the gaussian filter method and discrete wavelet transform (DWT). Based on the result of data processing, the result show that this measurement method has has the smallest error deviation of 4.48 using the gaussian filter filtering method and uses the FFT approach calculation method. Therefore, this method can be used to measure respiratory rate, but some improvement needs to be done to produce maximum results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enok Mamah Siti Murtasimah
"Pembatasan pemasukan cairan pada pasien gagal ginjal kronik tahap akhir perlu diperhatikan untuk mencegah komplikasi seperti hipervolemia, dan komplikasi pada sistem kardiovaskuler, namun 50% pasien tidak mematuhi aturan pembatasan cairan. Faktor yang mempengaruhi pasien dalam menjalani terapi pembatasan cairan antara lain usia, jenis kelamin, pengetahuan, demografi, aspek psikososial, support sistem dan kemauan. Tujuan penelitian ini adalah pengaplikasian evidence based nursing pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.
Metode yang digunakan adalah dengan cara menyingkirkan segala macam jenis minuman yang berada pada meja pasien kecuali sejumlah air mineral yang dibutuhkan pasien. Jika pasien memaksa mengonsumsi minuman dari luar maka kurangi minuman yang tersedia dengan jumlah yang dikonsumsi dari luar. Lakukan edukasi terkait komplikasi dari kelebihan volume cairan jika pasien tidak mampu mengontrol rasa haus dan tidak disiplin untuk melakukan pembatasan cairan. Selanjutnya, basahi bagian bibir dan mulut tanpa harus minum jika pasien mulai merasa haus.
Hasil menunjukan dengan pengawasan dan pemberian edukasi, pasien mulai patuh dengan terapi pembatasan cairan. Pengaplikasian evidence base memberikan hasil positif. Hal yang perlu diperhatikan yaitu saat melakukan pembatasan cairan perlu diperhatikan tanda-tanda dehidrasi.

Fluid restriction in End Stage Renal Disease patient needs for attention to prevent complications, such as hipervolemia and cardiovascular complication. However, 50% of patients don’t adhere to the fluid restriction guide. Factors influence patients during fluid restriction therapy are age, gender, knowledge level, demography, psychosocial, support system, and willingness. This report aimed to apply evidence based nursing of fluid restriction in chronic kidney disease with hemodialysis.
The method was applied by eliminating additional drinks on patient desk unless the amount of required water. If patient intended to excess fluid intake, hence the required water should be eliminated as the amount of extra fluid intake. Education was done related to complications of body fluid excess if patient were not able to control thirsty and to be discipline of fluid restriction. Patient lips could be given water without drinking.
Result shown that fluid restriction and education influence patient adherence. Evidence based practice shown the positive impact. In addition, it is also important to pay attention to the clinical signs of dehydration.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Agnes Natalia
"Jumlah klien gagal ginjal kronis terus meningkat setiap tahunnya dan banyak dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan yang yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Masalah dalam studi kasus ini meliputi kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakefektifan pola napas, ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dan intoleransi aktifitas. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua masalah keperawatan yang dialami oleh pasien GGK yang mengalami hemodialisis terselesaikan sepenuhnya. Karya tulis ini dapat dijadikan acuan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien dengan gagal ginjal kronis.

The number of chronic kidney disease have been increase every year, especially in urban area. The aims of this paper is to describe the nursing care that given to patients with chronic kidney kidney disease undergoing the hemodialysis. Various nursing problem common in Chronic kidney disease on hemodialysis, such us fluid volume excess, altered nutrition: less than body requirements, ineffective self care, and intolerancy activity. The result of this paper shows that not all of the nursing problem in chronic kidney disease patient who undergoing the hemodialysis is fully resolved. This paper could be as a recommendation for the other to give nursing care in chronic kidney disease pastient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Eka Rosmala Dewi
"Pembatasan cairan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi kelebihan volume cairan akibat penurunan fungsi ginjal. Pembatasan cairan merupakan hal yang terberat yang dialami pasien gagal ginjal kronik selama menjalani hidup dengan hemodialisa. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan evidence based practice dari jurnal ilmiah.
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menerapkan cognitive behavioral therapy terkait intervensi pembatasan cairan pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Hasil menunjukkan cognitive behavioral therapy efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam melakukan pembatasan cairan. Pasien menunjukkan berat badan yang stabil, balance cairan seimbang, dan menunjukkan minat dan motivasi untuk melakukan pembatasan cairan.

Fluid restriction is one of the means used to reduce excess fluid volume due to decreased renal function.Fluid restriction is the hardest part of patient’s life with during hemodialysis. This papers is to use evidence-based practice of scientific journals.
This papers is aim to apply cognitive behavioral therapy interventions related to fluid restriction in patients with CKD stage 5 undergoing hemodialysis.
The results showed cognitive behavioral therapy is effective in improving patient compliance in conducting fluid restriction. Patients showed a stable weight, balance fluid balance, and show an interest and motivation to perform fluid restriction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Ertandri
"Pendahuluan dan tujuan: Biopsi tumor ginjal merupakan tindakan yang bermanfaat karena mampu membedakan antara jenis histologis tumor ginjal. Oleh karena itu, biopsy memainkan peran penting dalam menentukan regimen terapi terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengalaman klinis biopsi ginjal di Rumah Sakit Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo, dengan pendekatan perkutan dan terbuka. Hal ini juga bertujuan untuk menganalisis indikasi, hasil, informasi intraoperatif, dan komplikasi dari kedua pendekatan tersebut.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kohort retrospektif, data dikumpulkan dari Rumah Sakit Rujukan Nasional (RSCM) Cipto Mangunkusumo dari tahun 1990-2019. Sampel biopsi diambil menggunakan biopsi ginjal perkutan dan terbuka sementara analisis komparatif dilakukan antara dua pendekatan biopsi.
Hasil: Data dikumpulkan dari 33 pasien yang menjalani biopsi ginjal dari tahun 1990-2019. Sebagian besar kasus didiagnosis sebagai tumor ginjal yang tidak dapat direseksi sedangkan pemeriksaan histologis ditemukan karsinoma sel jernih pada sebagian besar kasus (73%). Selanjutnya, pendekatan terbuka menunjukkan durasi yang lebih lama dan kehilangan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik perkutan dengan median 60 (30-120) vs 30 (5-60) menit (P <0,001), dan 100 (5-650) vs 2 (1- 5) ml (P <0,001). Secara umum, komplikasi dilaporkan rendah untuk kedua teknik.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil, biopsi ginjal perkutan memiliki tingkat efikasi dan komplikasi yang sama dalam pengambilan sampel tumor untuk histopatologi bersamasama dengan pendekatan terbuka. Namun, ada perbedaan yang signifikan dalam durasi dan kehilangan darah, oleh karena itu, biopsi perkutan lebih unggul dibandingkan dengan pendekatan terbuka.

Introduction and Objectives: Renal tumor biopsy is beneficial as it is capable of distinguishing between histological types of renal tumor, hence, it play an important role in deciding the best therapy regimen. This study aims to evaluate the clinical experiences of renal biopsy in Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, with both percutaneous and open approach. It also aims to analyze the indications, results, intraoperative information, and complications of the two approaches.
Method: This study was conducted using the retrospective cohort design, meanwhile, data were collected from Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital (RSCM) from 1990-2019. The biopsy sample was taken using percutaneous and open renal biopsy while comparative analysis was done between the two biopsy approaches.
Results: Data were collected from 33 patients that underwent renal biopsy from 1990-2019. Majority of the cases were diagnosed as unresectable renal tumor while histological examination found clear cell carcinoma in most of the cases (73%). Furthermore, the open approach showed longer duration and higher blood loss compared to percutaneous technique with median 60 (30-120) vs 30 (5-60) minutes (P <0.001), and 100 (5-650) vs 2 (1-5) ml (P <0.001), respectively. In general, complications were reported to be low for both techniques.
Conclusion: Based on the results, percutaneous renal biopsy have similar efficacy and complications rates in tumor sampling for histopathology together with open approach. However, there were significant differences in the duration and blood loss, hence, percutaneous biopsy is more favourable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhonna Dwi Safitri
"ABSTRAK
Dalam satu dekade terakhir, para peneliti berfokus dalam upaya penemuan biomarker proteindan peptida untuk penyakit ginjal diabetik. Reviewini bertujuan untuk menelusuri, menelaah, dan mensintesisterkaitperkembangan terkini protein dan peptida sebagai biomarker untuk penyakit ginjal diabetik. Penelusuranliteratur dilakukan secara sistematis dengan melakukan penelusuran studi observasionalpada databaseseperti Sciencedirect, Springerlink, dan PubMed yang dipublikasikan dari Januari 2018 hingga April 2020. Setelah melakukan proses penyaringan, terdapat 20 artikel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Berdasarkan literatur tersebut, biomarker protein dan peptida yang ditemukan menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk memprediksi penyakit ginjal diabetik. Biomarker baru diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan peran biomarker dalam mekanisme patogenesis penyakit ginjal diabetik, seperti biomarker pada glomerulus (ANGPTL4, beta-2 microglobulin, Smad1, dan glypican-5), biomarker inflamasi (MCP-1 dan adiponectin), dan biomarker pada tubulus (NGAL, VDBP, megalin, sKlotho, dan KIM-1). Selain itu, pengembangan panel biomarker diduga memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan biomarker tunggaldalam diagnosis penyakit ginjal diabetik. Semua biomarker yang dibahas pada review ini menunjukkan hubungan dengan albuminuria dan nilai eLFG. Namun, belum ada biomarker baru yang memiliki kemampuan prognosismelebihi albuminuria ataupun nilai eLFG. Hingga saat ini penggunaan biomarker protein dan peptida baru pada praktik klinis masih sangat terbatas.

ABSTRACT
In the past decade, researchers are focused on the discovery of protein and peptide biomarkers for diabetic kidney disease (DKD). This paper aims to search, analyze, and synthesizethe current updates regarding the development of proteins and peptides as biomarkers for DKD. We systematically searched ScienceDirect, Springerlink, and PubMed (January 2018 until April 2020) databases for observational studies of protein and peptide biomarkers in patients with diabetes mellitus. Following the screening process, only 20 research articles met the inclusion criteria. Protein and peptide biomarkers found showed promising results for predicting DKD. These biomarkers include glomerular biomarkers (ANGPTL4, beta-2microglobulin, Smad1, and glypican-5), inflammatory biomarkers (MCP-1 and adiponectin), and tubular biomarkers (NGAL, VDBP, megalin,sKlotho,and KIM-1). Besides, the developmentof a panel biomarker showed a more promising result than a single biomarker at diagnosing DKD. All biomarkers discussed in this review correlate with albuminuria and eGFR. However, there's still no biomarker that has a prognostic value beyond albuminuria or eGFR. Until now, the use of biomarker proteins and peptides in clinical practice is still very restricted."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>