Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Ken Asih Hernawan
"Risiko dan komplikasi medis tidak pernah terlepas dari setiap tindakan medis, salah satunya operasi. Setelah operasi dilakukan terkadang pasien mengalami komplikasi medis pasca tindakan operasi yang berdampak buruk pada dirinya. Karena merasa dirugikan, tidak jarang pasien yang mengalami komplikasi medis pasca tindakan operasi menyelesaikan permasalahan tersebut melalui jalur hukum perdata dengan cara menggugat dokter yang menanganinya. Komplikasi medis pasca tindakan operasi pun dikaitkan dengan perbuatan melawan hukum.
Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana hubungan hukum antara komplikasi medis pasca tindakan operasi dengan perbuatan melawan hukum dengan menganalisis putusan. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis-normatif dengan menggunakan bahan pustaka sebagai bahan utama dan melakukan wawancara dengan beberapa narasumber seperti hakim dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dengan tipe penelitian deskriptif-analitif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata tidak keseluruhan terbukti pada komplikasi medis pasca tindakan operasi, tetapi dapat dimungkinkan jika komplikasi timbul dari adanya malpraktik sehingga terdapat hubungan hukum dalam dua aspek tersebut. Putusan No. 225/Pdt.G/2014/PN.Bdg dan Putusan No. 417/Pdt.G/2012/PN.Mdn adalah bukti nyata bahwa komplikasi medis pasca tindakan operasi bukan merupakan kesalahan dokter, melainkan hanya suatu peristiwa dari beberapa kombinasi yang tidak dipersalahkan kepada dokter. Selama dokter melakukan operasi sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar prosedur operasional, standar profesi dan standar pelayanan kedokteran maka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.

Medical risks and complications are never separated from any medical action, surgery is one of the example. After surgery is done, sometimes the patient experiences medical complications which affects him badly. Because they feel aggrieved, patient who experience medical complications after surgery often resolves the problem through the civil law by suing the doctor who handles it. Postoperative medical complications are associated with unlawful acts.
This thesis will discuss about how the legal relationship between medical complications post operative action with the unlawful acts by analyzing the verdicts. The research method used by the writer is juridical normative by using the literature as the main source and conducting interviews with professionals such as judges from Honorary Council of Medical Ethics and Honorary Council of Indonesian Medical Discipline with descriptive analytical research type.
The results of this study indicates that the elements of unlawful acts listed in Article 1365 are not wholly proven in postoperative medical complications, but may be possible if complications appear from the presence of malpractice, so there is a legal relationship between that two aspects. Civil Code Verdict No. 225 Pdt.G 2014 PN.Bdg and Verdict No. 417 Pdt.G 2012 PN.Mdn are the clear evidences that postoperative medical complications are not the doctor rsquo s fault but merely an event of some combination that can not be blamed on the doctor. As long as doctors perform surgery in accordance with laws and regulations, standard operating procedures, professional standards and standards of medical services they can not be asked for responsibility.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavirra Zuchni Amanda
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah tinjauan malpraktik medis berdasarkan perbuatan melawan hukum (PMH). Selain itu juga membahas pertanggungjawaban dokter dalam hal korban malpraktik medis menuntut ganti rugi dan ruang lingkup ganti rugi yang dapat dituntut oleh korban. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jelas mengenai malpraktik medis dan perbuatan melawan hukum (PMH), selain itu juga bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban dokter dalam hal korban malpraktik medis menuntut ganti rugi dan mengetahui ruang lingkup ganti rugi yang dapat dituntut oleh korban malpraktik medis. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, tipe penelitiannya adalah deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara. Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah dengan pendekatan kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah korban malpraktik medis yang merasa dirugikan dapat menutut ganti kerugian dengan dasar gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dan dokter wajib bertanggung jawab apabila terbukti telah melakukan kesalahan. Ganti rugi yang dapat dituntut dapat berupa ganti rugi materiil dan immateriil.

The discussion of this academic thesis is about juridical analysis of medical malpractice can be classified as unlawful act. It also discusses the responsibility of the doctor of medical malpractice victims to demand compensation and the scope of damages that can be claimed by the victim. This research aims to determine a clear overview of medical malpractice and unlawful act, but it also aims to determine the responsibility of the doctor of medical malpractice victims sue for damages and determine the scope of damages that can be claimed by victims of medical malpractice. This study is normative, the type of research is descriptive, the type of data used are primary data and secondary data. Data collection tools used in the form of study documents or library materials and interviews. Analysis of the data used by the authors is the qualitative approach. The conclusion of this study is the victim of medical malpractice who feels aggrieved can menutut claim for damages on the basis of tort ( PMH ) and the doctor shall be responsible if it is proved have made a mistake. Compensation may be required can be material and immaterial damages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulia Kanya Sukarta
"Skripsi ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam suatu tindak medis. KUHPer mengatur tentang kewajiban melakukan pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi bersifat deskriptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bilamana suatu tindak medis dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum serta bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit terhadap hal tersebut. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah suatu tindak medis dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur dan tidak terdapat teori pembelaan yang dapat digunakan untuk menghindari gugatan. Perbuatan melawan hukum dalam tindak medis menimbulkan kewajiban bagi dokter dan rumah sakit untuk bertanggung jawab. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 417/Pdt.G/2012/PN.Mdn kurang tepat dalam memutus dikarenakan adanya kelemahan proses pembuktian.

This thesis discusses the unlawful act in medical treatment. Civil Code regulates the obligation to responsibility for unlawful act. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods and the typology is descriptive. The problem in this thesis is when a medical treatment can be categorized as an unlawful act and how the responsibilities of doctor and hospital on it. The conclusion to these problems is a medical treatment can be categorized as an unlawful act if it fulfills the elements and there is no defense theory that can be used to avoid a lawsuit. Unlawful act in medical treatment cause the obligation for doctor and hospital to be responsible. Medan District Court Decision No. 417/Pdt.G/2012/PN.Mdn less appropriate in deciding because of the weakness of the evidence.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Karsten Maruli Rogate
"Perjanjian pemberian kuasa sering digunakan dalam menghadapi suatu permasalahan hukum yang dapat dilakukan oleh setiap masyarakat baik di Indonesia maupun di Belanda. Dalam perjanjian pemberian kuasa di Indonesia diatur dalam Pasal 1823 dan 1814 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dikehendakinya, namun ternyata dalam prakteknya juga terdapat banyak perjanjian bantuan hukum yang melarang pemberi kuasa untuk mencabut kuasa yang telah diberikannya kepada penerima kuasa. Kuasa yang tidak dapat ditarik kembali disebut sebagai kuasa mutlak, yang dalam penggunaanya diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang larangan penggunaan kuasa mutlak. Dalam skripsi ini juga membahas mengenai perbandingan hukum antara Indonesia dengan Belanda yang mengatur terkait dengan Perjanjian Pemberian Kuasa. Perbandingan dilakukan secara khusus terkait peraturan Pemberian Kuasa di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan kodifikasi hukum perdata Belanda yakni Niew Burgerlijk Wetboek.  Dalam penelitian ini akan menganalisis Putusan Perkara Nomor 704/Pdt.G2017/PN.Mdn, sebagai bentuk adanya penggunaan kuasa mutlak. Dengan adanya penarikan kuasa secara sepihak sehingga penerima kuasa mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan.

The power of attorney agreement is commonly found in dealing with a legal problem that carried out by the community, both in Indonesia and the Netherlands. In Indonesia the Power of Attorney Agreement, is regulated in Articles 1823 and 1814 of the Book of Civil Law which states that the Principal could revoke power of attorney at any time, but turns out that in practice there is Power of Attorney that can not be revoked called Irrevocable Power of Attorney. Regulated in the Instruction of the Internal Affairs Minister No. 14/1982 and Government Regulation No. 24 of 1997 that regulate prohibition the use of Irrevocable Power of Attorney. This undergraduate thesis also discusses on a legal comparison between Indonesian and Dutch Law, specifically related to the regulation of granting of Power of Attorney which is regulated in the Indonesian Book of Civil Law with the Niew Burgerlijk Wetboek. This thesis also analyze Medan District Court Number 704/Pdt.G2017/PN.Mdn, as a form that the parties were using Irrevocable Power of Attorney. With the one-sided revocation of power of attorney, the Grantee of the power of attorney filed a lawsuit to the court by reason of breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvania Adriani Rusdianto
"Dalam pelayanan kesehatan, terdapat suatu catatan yang digunakan untuk mencatat setiap kondisi dan tindakan medis yang dilakukan kepada pasien. Rekam medis menjadi satu-satunya catatan yang memuat riwayat kesehatan serta rangkaian tindakan medis yang dilakukan kepada pasien. dari latar belakang tersebut, terdapat dua rumusan permasalahan yang akan diteliti oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu: 1 Bagaimana persyaratan penggunaan rekam medis sebagai alat bukti di pengadilan? 2 Bagaimana kekuatan pembuktian rekam medis dalam hukum acara perdata di Indonesia dalam putusan No. 225/PDT.G/2014/PN.BDG? metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif. Dari penelitian yang dilakukan, rekam medis dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila sudah memenuhi isi minimal yang diatur dalam Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis dan kekuatan pembuktian rekam medis di persidangan adalah alat bukti surat berupa akta otentik yang memiliki kekuatan sempurna dan mengikat.

In health care service, there is one document which ise used to record each condition and medical treatment towards patient. Medical record is the only document which contains the patient rsquo s medical history. Hence, medical record can be used as evidence in the court. From the background, there are 2 two principal issues raised by the author 1 how are the requirements of the usage of medical records as the evidence 2 how is the strength of evidence of medical record as admissible evidence based on civil law procedure in verdict No. 225 Pdt.G 2014 PN.Bdg The method used in the research is juridicial normative. As the result of the research are medical record can be used as evidence if the requirements stated in Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 MENKES PER III 2008 tentang Rekam Medis are fulfilled and the force of evidence of medical record is as authentic deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Balqis
"ABSTRAK
Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah yang dipakai dalam hukum tanah nasional adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif menyebabkan kepemilikan hak atas tanah seseorang selalu dimungkinkan dapat dibatalkan. Pihak ketiga yang beritikad baik yang melakukan peralihan hak atau pembebanan atas tanah sering dirugikan ketika sertifikat tersebut dibatalkan. Hal tersebut seperti yang dialami oleh Ali Soetanto selaku pembeli yang beritikad baik dengan tanda bukti sertipikat hasil pecahan dari sertipikat lainnya dan Bank OCBC selaku kreditor pemegang hak tanggungan setelah pengadilan tinggi bandung memutuskan menyatakan cacat hukum dan tidak berlaku 13 sertifikat hak milik sebagai mana dalam putusannya nomor 348/Pdt/2015/PT.Bdg. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sehingga bentuk penelitian ini yaitu yuridis normatif. Tidak ada perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik dengan tanda bukti sertipikat hasil pecahan dari sertipikat lainnya yang dinyatakan cacat hukum dan tidak berlaku oleh pengadilan namun ia dapat melakukan upaya hukum dengan menggugat penjual karena dianggap sebagai penjual beritikad buruk dan telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji, berupa pemenuhan prestasi secara tidak baik. Sedangkan perlindungan terhadap kreditor yang objek hak tanggungannya dibatalkan pengadilan yaitu hutang debitor masih tetap ada namun kedudukan kreditor adalah sebagai kreditor konkuren bukan lagi sebagai kreditor preferen sehingga tidak memiliki hak istimewa untuk didahulukan pembayarannya. Untuk menghindari hal tersebut kreditor dapat meminta kepada debitor agar memberikan jaminan pengganti berupa tanah yang lain yang dimiliki sendiri oleh debitor atau milik pihak ketiga sampai ?utangnya lunas demi kepentingan kreditor.

ABSTRACT
The Publication system in land registration that is used in national land laws is a negative publication system which consist positive constituent causing land rights is possible to be canceled. The third parties in good faith make the transition over land rights or provied a guarantee often disadvantaged when the certificate is canceled. It is as happened to Ali Soetanto as a buyer is in good faith with receipt certificate of a splitting of the other certificate and OCBC Bank as creditor that hold Mortgage Right after The Jakarta High Court stated as a legal defect and is not valid for the 13 property right certificate as in the verdict number 348 Pdt 2015 PT.Bdg. This research was done by studying the regulations and literature searches that relating to the cases, so that the type of this thesis is normative juridical. There is no legal protection against buyer 39 s good faith with receipt certificate of a splitting of the other certificate which stated as a legal defect and is not valid by court, but he can make legal effort to sue the seller is deemed to have bad faith and he has been do defaults and breaks the agreement, by compliance the achievement badly. While protection against creditors that the object of mortgage right canceled by court is the debtor debts still remain but debtor debts still remain no longer as a preferred creditor, so he did not have the privilege to take precedence payment. To avoid it, the creditor can ask the debtor to replace the guarantee with other land. Land owned by the debtor or owned by third parties until the debt is paid off in the interest of creditors."
2017
T47299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Jamhur
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam jual beli tanah berdasarkan akta hibah yang pada akhirnya berimplikasi kepada hak pembeli yang telah membeli tanah tersebut dengan itikad baik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui apakah perbuatan Para Terbanding yang menjual tanah berdasarkan akta hibah tersebut adalah perbuatan melawan hukum, serta melihat bagaimana sebenarnya praktik maupun teori terkait perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik. Dimana meskipun pembeli beritikad baik pada prinsipnya harus dilindungi, namun ketika dimasukkan dalam keadaan tertentu, ternyata terdapat hak pembeli beritikad baik yang dapat dikesampingkan. Pada akhirnya penulis mengelaborasi dua fokus di atas untuk melihat apakah putusan hakim telah tepat atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan hakim kurang tepat dilihat dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang terkait.

The research discusses the illegal act of buying and selling land based on the grant deed, which in turn has implications for the rights of buyer who have purchased the land in good faith. The research method used is normative juridical. The focus of the research is to find out whether the act of the Appealed who sold the land base on the grant deed is an act against the law, and to see how the actual practice and theory regarding the protection of buyer with good intentions. Although the buyer in good faith in principle must be protected, when it is included in certain circumstances, it turns out tha there is a right of the buyer in good faith which can be overridden. In the end the writer elaborates the two focuses above to see whether the judge’s decision has been correct or not. The result of the research show that the judge’s decision is not correct in view of the statutory regulations and related legal theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Arief
"ABSTRAK
Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa tanah yang terletak di Belawan,
Medan, Sumatera Utara, antara M. Hafizham melawan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan
Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan terkait eksistensi Hak Grant Sultan No. 1709 Tahun
1917 yang berada dalam Hak Pengelolaan No.1/Belawan I. Analisis ini mengkaji Putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor: 561/Pdt.G.Int/2011/PN.MDN yang diputuskan pada tanggal
5 Juni 2012 yang pada pokoknya mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Selain itu,
oleh karena PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) mengajukan banding atas putusan Pengadilan
Negeri Medan tersebut, maka analisis ini juga mengkaji Putusan Pengadilan Tinggi Medan
Nomor: 375/PDT/2012/PT.MDN yang diputuskan pada tanggal 5 Juni 2013, yang pada
pokoknya membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 561/Pdt.G.Int/2011/PN.MDN
karena Judex Factie telah melanggar Hukum Acara Perdata, memutus melebihi kewenangannya,
salah dan keliru mengenai dasar kepemilikan atas tanah Grant Sultan No. 1709 Tahun 1917, dan
telah salah mengenai penyalahgunaan keadaan (Misbruik van Omstandigheden). Dalam analisis
penulisan ini, terdapat tiga pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu pertama mengenai
pengaturan dan pengaplikasian konversi tanah Grant Sultan, kedua mengenai status kepemilikan
tanah Grant Sultan No. 1709 Tahun 1917 dan ketiga mengenai eksistensi tanah Grant Sultan No.
1709 Tahun 1917. Untuk menjawab ketiga pokok permasalahan tersebut, metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian kepustakaan
(library research) khususnya mengenai sejarah dan pengaturan Grant Sultan Kesultanan Deli di
Sumatera Utara, baik sebelum maupun sesudah berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960.
Sumber dari subjek penelitian adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan
dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No 561/PDT.G.Int/2011/PN-MDN serta Putusan
Pengadilan Tinggi Medan No 375/PDT/2012/PT.MDN. Bahan hukum sekunder yang digunakan
adalah literatur/buku yang berkaitan dengan Hukum Agraria, Grant Sultan, Kesultanan Deli dan
konversi hak atas tanah. Hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, pertama,
mengenai pengaturan dan pengaplikasian konversi atas tanah Grant Sultan diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN
Nomor 3 Tahun 1997. Kedua, mengenai status kepemilikan tanah Grant Sultan No. 1709 Tahun
1917 merupakan milik bersama (kolektif) Tengku Ibnu Maja Jafar, Tengku Muhammad Erfan
dan M. Hafizham. Ketiga, mengenai eksistensi tanah Grant Sultan No. 1709 Tahun 1917, baik
Majelis Hakim Pengadilan Negeri maupun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, didalam
pertimbangannya mengakui eksistensi atau keberadaan tanah Grant Sultan No 1709 Tahun
1917, walaupun menurut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, tanah Grant Sultan No. 1709 Tahun
1917 letak dan batasnya tidak jelas. Solusi atas permasalahan tersebut adalah Pemerintah
seharusnya segera mengambil langkah untuk mengatur secara jelas mengenai tanah-tanah hak
adat ciptaan Pemerintah Swapraja termasuk cara dan syarat pendaftaran penegasan konversinya.
Selanjutnya solusi yang dapat ditempuh bagi para pihak yang berperkara, oleh karena Surat
Grant Sultan diterbitkan oleh Sultan Deli dan dicatat di Kantor Kesultanan, maka pihak
Kesultanan Deli-lah yang mengetahui baik mengenai keabsahan maupun mengenai letak dan
batas atas tanah Grant Sultan No. 1709 Tahun 1917. Selain itu, harus ditelusuri apakah sejak
diterbitkan Surat Grant Sultan No. 1709 Tahun 1917, pemiliknya telah memenuhi kewajibannya
untuk mengerjakan tanahnya atau tidak.

ABSTRACT
The analysis conducted in this thesis is a dispute of land that located in Belawan, Medan,
North Sumatra, between M. Hafizham against PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) and
Head of the Medan Land Office related to existence the rights of Grant Sultan Number 1709
of 1917 which is in the HPL No.1/Belawan I. This analysis examines the decision of Medan
District Court Number: 561/Pdt.G.Int/2011/PN.MDN on June 5, 2012 which is principally
granted a partially plaintiff’s lawsuit. In addition, because of PT. Pelabuhan Indonesia I
(Persero) appealed that decision of the Medan District Court, the analysis also examines the
decision of Medan High Court Number: 375/PDT/2012/PT.MDN on June 5, 2013, which is
principally cancel the decision of Medan District Court Number:
561/Pdt.G.Int/2011/PN.MDN, because Judex factie have violated the Procedure of Civil
Code, decide exceeded its authority, wrong and mistaken in judging the basis of land
ownership of Grant Sultan Number 1709 of 1917, and has been wrong and mistaken in
judging of undue influence (Misbruik van Omstandigheden). In the analysis of this thesis,
there are three principal issues to be discussed, the first is the implementation and
conversion of Grant Sultan land, the second is how the ownership status of Grant Sultan
Number 1709 of 1917 land, the third is the existence of Grant Sultan Number 1709 of 1917.
To answer those three basic problems, the research method that conducted is the normative
legal research method or library research methods, especially regarding the history and
regulation of Grant Sultan on Deli Sultanate in North Sumatra both before and after the
enactment of Law Number 5 of 1960. The sources of the subject research are the primary
legal materials that is Laws and Regulations, Medan District Court Decision Number
561/PDT.G.Int/2011/PN-MDN and Medan High Court Decision Number
375/PDT/2012/PT.MDN, and secondary legal material, are literature/books relating to the
Agrarian Law, Grant Sultan, Sultanate of Deli and conversion of land rights. The first result
of the analysis that conducted in this study regarding the implementation and conversion the
Grant Sultan rights is stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 jo. The
Regulation of Minister of Agrarian Affairs/Head of National Land Agency Number 3 of
1997. The second result is the ownership status of the Grant Sultan Number 1709 of 1917,
are the collectively property by Tengku Jafar Ibnu Maja, Tengku Muhammad Erfan and M.
Hafizham. The third result, the existence of land Grant Sultan Number 1709 of 1917, both
the State Court Judge and High Court Judge, in his discretion does not deny the existence of
Grant Sultan land Number 1709 of 1917, even though according to the High Court Judge,
the location and land boundaries of Grant Sultan Number 1709 of 1917 land are unclear. the
solution to these problems is, the Government should take steps to regulate the customary
land rights immediately including the terms and conditions of its conversion registration.
Furthermore, the solution that can be reached by the parties is therefore Sultan Grant Letter
issued by the Sultan of Deli and registered in the Sultanate, the Sultanate of Deli is the one
who knows both of validity, location and boundaries of Grant Sultan Number 1709 of 1917
land. Furthermore, it should be traced whether since issued Letter of Grant Sultan Number
1709 of 1917, the owner has fulfilled its obligation to utilize the land or not."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Kamilia
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan doktrin volenti non fit injuria/assumption of risk dalam tindakan medis, sebagai salah satu upaya perlindungan hukum yang dapat membela hak dokter dalam kasus dugaan malpraktik. Doktrin ini diterapkan karena sering kali dokter menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan ketika terjadi kegagalan pengobatan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah pengertian dan ruang lingkup dari doktrin volenti non fit injuria/assumption of risk, penerapan doktrin volenti non fit injuria/assumption of risk dalam tindakan medis, dan analisis Putusan No. 417/Pdt.G/2012/Pn.Mdn berdasarkan doktrin volenti non fit injuria/assumption of risk. Penulisan skripsi ini menggunakan bentuk yuridis-normatif dengan tipe deskriptif dan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan yang dicapai ialah penerapan dari doktrin tersebut dibuktikan dengan adanya informed consent dari pasien, sehingga dokter tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas terjadinya kerugian yang timbul dari risiko medis, kecuali dokter terbukti melakukan kelalaian medis. Dalam Putusan No. 417/Pdt.G/2012/Pn.Mdn, doktrin volenti non fit injuria/assumption of risk dapat diterapkan karena adanya informed consent sebagai bukti bahwa pasien telah mengetahui dan menyetujui tindakan dan risiko medis, serta dokter telah tidak melakukan kelalaian medis, dengan telah melakukan langkah-langkah pencegahan dan antisipasi atas risiko medis tersebut sesuai dengan standar prosedur. Berdasarkan permasalahan yang Penulis temukan, dapat terlihat bahwa pemahaman terhadap hukum kesehatan di Indonesia masih kurang. Adapun saran yang disampaikan ialah hukum kesehatan untuk lebih dikenalkan kepada para akademisi, praktisi, dan ahli hukum, dengan memasukkannya ke dalam kurikulum wajib dalam fakultas hukum, mengadakan workshop atau pelatihan khusus mengenai hukum kesehatan.

This thesis discusses the application of doctrine volenti non fit injuria assumption of risk in medical action, as one of the legal protection that can defend the right of doctor in case of malpractice allegation. It is because, most of the times, doctor would be the only one to blame whenever failure treatment happened. The issues in this thesis are the definition and the scope of volenti non fit injuria assumption of risk doctrine, the implementation of volenti non fit injuria assumption of risk doctrine in medical action, and analysis of Verdict No. 417 Pdt.G 2012 Pn.Mdn based on the volenti non fit injuria assumption of risk doctrine. This thesis uses normative with descriptive data analysis methods so that the conclusion obtained in the form of a qualitative description. From doing this research, it is known that the implementation of doctrine can be proved by the informed consent from the patient, therefore doctors can rsquo t be responsible of damage that comes from medical risk, except except it can be proved that the damage happened because doctors did medical negligence. In verdict No.417 Pdt.G 2012 Pn.Mdn case, doctrine of volenti non fit injuria assumption of risk can be applied because there is informed consent as a proof of acknowledgement and approval of medical risk from the patient. Furthermore, it was not medical negligence case and the doctor has been taken precautionary measures and has anticipated the medical risks in accordance with standard procedures. Based on the problems that the author found, it can be seen that the understanding of health law in Indonesia is still lacking. Therefore, health law is expected to be more introduced to scholars, law enforcers, and lawyers by incorporating it into the curriculum in law school, organizing workshops or special training.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmandika
"Pada dasarnya peraturan eksekusi objek jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang memungkinkan penerima fidusia secara sepihak untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia karena melekat kekuatan eksekutorial yang bermakna eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak. Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 mengubah makna kekuatan eksekutorial tersebut sehingga eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali terdapat kerelaan debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia dan terdapat kesepakatan tentang cedera janji. Selanjutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 menegaskan bahwa eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan bersifat alternatif apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur. Kemudian, frasa “pihak yang berwenang” dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diubah oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIX/2021 sehingga bermakna “pengadilan negeri.” Penelitian ini bermaksud meninjau peraturan eksekusi objek jaminan fidusia sebelum dan setelah keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, Putusan Nomor 2/PUU-XIX/2021, dan Putusan Nomor 71/PUU-XIX/2021, serta meninjau eksekusi objek jaminan fidusia sebagai suatu perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 167/Pdt.G/2021/PN Mdn dan Putusan Nomor 93/PDT/2022/PT TJK. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif yang bersifat deskriptif-analitis dan menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian. Hasil penelitian ini adalah bahwa eksekusi objek jaminan fidusia yang terdapat keberatan dari debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia merupakan perbuatan melawan hukum. Andaipun terdapat cedera janji pada pihak pemberi fidusia, maka penerima fidusia tidak dibenarkan untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia dalam hal pemberi fidusia keberatan dalam menyerahkan objek jaminan fidusia.

Basically the provisions for the execution of fiduciary security objects are regulated in Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Security which allows fiduciary obligee to unilaterally execute fiduciary security objects based on the inherent executorial title which means execution can be directly exercised without going through a court and is final and binding on the parties. In its development, the Constitutional Court through Decision Number 18/PUU-XVII/2019 changed the meaning of the executorial title so that the execution of the fiduciary security certificate must be exercised and apply the same as the execution of a court decision that has permanent legal force, unless there is a willingness of the debtor to handing over the object of fiduciary security and there is an agreement about default. Furthermore, the Constitutional Court Decision Number 2/PUU-XIX/2021 states that the execution of the fiduciary security certificate through the court is an alternative if there is no agreement between the creditor and the debtor both with regard to default and with regard to handing over the security object from the debtor to the creditor. Then, the phrase "authorized parties" in Elucidation of Article 30 of Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Security was changed by Constitutional Court Decision Number 71/PUU-XIX/2021 so that it means "district court." This study intends to review the execution of fiduciary security objects before and after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019, Decision Number 2/PUU-XIX/2021, and Decision Number 71/PUU-XIX/2021, as well as reviewing the execution of fiduciary security objects as an unlawful act in Decision Number 167/Pdt.G/2021/PN Mdn and Decision Number 93/PDT/2022/PT TJK. The form of this research is juridical-normative which is descriptive-analytical and uses a qualitative approach as a research method. The results of this study found that the execution of fiduciary security objects where there are objections from the debtor to handing over the fiduciary security objects is an unlawful act. Even if there is an event of default on the fiduciary guarantor, the fiduciary obligee is not justified in executing the fiduciary security objects in the event that the fiduciary guarantor refuses to hand over the fiduciary security object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>