Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Refqi Rifa Aprilliani
"Human Immunode ciency virus HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini merusak sel imun, khususnya sel CD4, yaitu sel yang membantu sistem imun melawan infeksi penyakit. HIV dapat menular dari manusia ke manusia lainnya melalui kontak seksual, injeksi jarum suntik, dan penularan secara vertikal penularan dari ibu penderita HIV/AIDS kepada bayi yang dikandungnya. Model penyebaran penyakit HIV/AIDS dengan melibatkan penularan secara vertikal dibahas dalam skripsi ini. Model deterministik dibuat dengan menggunakan sistem persamaan diferensial biasa berdimensi empat dengan kelahiran individu dinyatakan dalam bentuk nonlinear yang bergantung pada semua kompartemen. Masing-masing kelompok individu dari model tersebut yaitu, kelompok individu rentan S, kelompok individu terinfeksi tahap akut I, kelompok individu terinfeksi tahap kronis P dan kelompok individu terinfeksi tahap AIDS A. Dilakukan kajian analitik dan numerik pada model ini sehingga diperoleh titik keseimbangan dan basic reproduction number R0. Berdasarkan analisis sensitivitas R0 dan simulasi numerik, penularan secara vertikal memiliki peran penting dalam strategi pengendalian HIV.

Human Immunode ciency virus HIV is a virus that attacks the human immune system. This virus destroy simmune cells,especially CD4 cells,that help the immune system ght off infectious diseases. HIV can be transmitted from human to human through sexual contact, injection of needles, and vertical transmission transmission from HIV AIDS mothers to their babies. The spread of HIV AIDS by involving vertical transmission is discussed in this thesis. The deterministic model is made by using a four dimensional differential equation system in which individual births are expressed in a nonlinear form that depends on all compartments. Individual groups of the model are the susceptible individual group S, the acute group of infected individuals I, the group of chronically infected individuals P and the AIDS infected individual group A. Analytical and numerical studies were performed on this model to obtain equilibrium point and basic reproduction number R0. Basedon sensitivity analysis R0 and numerical simulations, vertical transmission has an important role in HIV control strategies."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin
"Evolusi tingkat keparahan suatu penyakit terjadi secara acak sehingga dapat direpresentasikan
sebagai sebuah proses stokastik. Selain itu, karena transisi pada evolusi tersebut
dapat terjadi kapan saja, diperlukan proses stokastik yang juga mempertimbangkan waktu
tunggu yaitu proses semi Markov. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi proses
semi Markov untuk pemodelan evolusi keadaan atau tingkat keparahan pasien HIV/AIDS
berdasarkan jumlah sel CD4 dalam tubuh. Konstruksi proses semi Markov dimulai
dengan pemahaman konsep proses semi Markov, kemudian membangun fungsi distribusi
dan densitas dari waktu tunggu antar keadaan yang diasumsikan berdistribusi Weibull.
Proses semi Markov yang dikonstruksi digunakan untuk membangun persamaan evolusi
sebagai dasar perhitungan probabilitas transisi interval seorang pasien HIV/AIDS dan
rata-rata total biaya pengobatan yang diperlukan oleh pasien tersebut. Hasil perhitungan
tersebut dianalisis dan diinterpretasikan agar kecenderungan seorang pasien HIV/AIDS
membaik atau memburuk seiring waktu dapat diketahui. Berdasarkan data pemeriksaan
pasien HIV/AIDS di Ethiopia dari tahun 2005 sampai 2014 didapatkan bahwa
kecenderungan seorang pasien HIV/AIDS membaik atau memburuk akan meningkat
selama sekitar dua tahun pertama kemudian akan menurun seiring waktu. Seorang pasien
HIV/AIDS dengan jumlah sel CD4 < 350 sel~mm3 pada pemeriksaan awal, memiliki
rata-rata total biaya pengobatan yang lebih besar dibandingkan pasien lain dengan jumlah
sel CD4 > 350 sel~mm3.

The evolution of disease severity occurs randomly so that it can be represented as a
stochastic process. Besides, because this transition can occur at any time in this evolution
or in other words, the duration of the individual being in the state (waiting time) is also
random, then a stochastic process is needed, which also considers the waiting time. The
semi-Markov process is a stochastic process that considers the conditions and waiting
times in these circumstances. This study aims to construct and apply a semi-Markov
process in modeling the evolution of HIV/AIDS patients’ state or severity based on
the number of CD4 cells in the body. The semi-Markov process construction begins
with understanding the semi-Markov process concept, then constructs the distribution
function and the waiting time density between states, which are assumed to have a
Weibull distribution. The semi-Markov process constructed was used to construct an
evolutionary equation as a basis for calculating the probability of the transition interval
between HIV/AIDS patients moving from one state to another and the total average cost
of treatment required by these patients. The results of these calculations are analyzed
and interpreted so that the tendency for HIV/AIDS patients to improve or worsen over
time can be identified. Based on examination data of people living with HIV/AIDS in
Ethiopia from 2005 to 2014, it was found that the tendency for people with HIV/AIDS to
get better or worse would increase during the first two years and then decrease over time.
An HIV/AIDS patient with a CD4 count < 350 cells~mm3 at baseline had a greater total
cost of treatment than another patient with a CD4 count > 350 cells~mm3.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Sudrajat
"Obat ARV adalah obat yang digunakan untuk menghambat perkembangan virus HIV dan memperpanjang harapan hidup ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Kompleksitas demand obat ARV sangat dipengaruhi oleh pola penularan penyakit HIV/AIDS, tuntutan pengobatan seumur hidup, dampak program jangkauan pelayanan ART dan tingkat kepatuhan pasien. Oleh karena itu diperlukan suatu perancangan model inventory yang menjamin service level di rumah sakit yang tinggi. Tesis ini membahas mengenai cara perancangan model inventory sistem logistik desentralisasi obat ARV berdasarkan model epidemi penyakit HIV/AIDS dengan pendekatan sistem dinamis. Penggunaan sistem dinamis dapat menunjukkan keterkaitan hubungan antara model epidemi penyakit HIV/AIDS dengan model inventory. Hasil perancangan model kemudian diverifikasi dan divalidasi dengan serangkaian pengujian. Struktur prilaku dari model yang dihasilkan menunjukkan prilaku yang sama dengan keadaan yang sebenarnya. Hasil dari analisa kebijakan inventory untuk sistem logistik desentralisasi dengan sistem dinamis menunjukkan bahwa kebijakan buffer inventory di rumah sakit sebesar 2.5 bulan , gudang propinsi 4 bulan dan gudang pusat 15 bulan tetap menghasilkan service level 100% dan inventory cost yang minimal.

ARV Drugs are drugs used to hinder the development of HIV virus and prolong life expectancy of People Living with HIV/AIDS (ODHA/Orang Dengan HIV/AIDS). The demand complexity of ARV drugs is largely influenced by infection pattern of HIV/AIDS disease, requirement of lifetime treatment, impact of ART outreach program and patient adherence level. There is a need for an inventory model design that guarantees high service level at hospitals. This thesis explains about inventory model design of ARV drugs decentralization logistics system based on HIV/AIDS epidemic model with dynamic system approach. The use of dynamic approach can show relationship between HIV/AIDS epidemic model and inventory model. The result of model design is then verified and validated with a series of testing. Behavioral structure of the result model shows the same behavior occuring in real situation. The result of inventory policy analysis for decentralization logistics system with dynamic system shows that inventory buffer policy at hospitals for 2,5 months, provincial warehouse for 4 months and central warehouse for 15 months still results in 100% service level and minimum inventory cost."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27606
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reineldis Gerans
"Praktek Spesialis Keperawatan merupakan sebuah proses penting dari pendidikan profesi dalam rangka mengaplikasikan peran perawat spesialis yang berimpak pada upaya peningkatan kualitas layanan keperawatan. Praktek ini dilakukan dan dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai penelitian. Tiga kompetensi yang harus dicapai dalam praktek residensi ini adalah memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori keperawatan, menerapkan implementasi keperawatan yang berbasis bukti ilmiah (evidence based nursing practice), dan melakukan proyek inovasi keperawatan yang berguna bagi lahan yang menjadi tempat praktek residensi. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, mahasiswa residensi telah memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori adaptasi Roy pada 1 kasus kelolaan utama dan 30 kasus resume pasien HIV/AIDS dengan berbagai infeksi oportunitis. Sebagai peneliti, mahasiswa residensi telah mengaplikasi penerapan tindakan keperawatan yang berbasis bukti ilmiah ”A Brief Risk Reduction Intervention” pada ODHA LSL dimana hasilnya menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual ODHA LSL dan menurunnya frekuensi praktek anal seks tanpa kondom yang berdampak pada menurunnya resiko transmisi HIV dikalangan ODHA LSL dan pasangannya. Sedangkan sebagai innovator, telah dilakukan konseling terstruktur ”CEMARA” pada perawat dan ODHA putus ARV dan hasil penerapan proyek inovasi ini menunjukkan manfaat yang sangat signifikan bagi peningkatan self conffidence perawat dalam melakukan konseling kepatuhan dan meningkatnya kepatuhan minum ARV pasien ODHA dengan riwayat putus obat.

Nursing Specialist Practice is an important process of professional education in order to apply the role of specialist nurses who have an impact on efforts to improve the quality of nursing services. This practice is carried out and developed based on science and technology through various studies. Three competencies that must be achieved in this residency practice are providing nursing care using nursing theory approaches, implementing evidence-based nursing practice, and undertaking nursing innovation projects that are useful for the land where residency practices are based. As a provider of nursing care, residency students have provided nursing care using Roy's adaptation theory approach in 1 major case management and 30 cases of resumes of HIV / AIDS patients with various opportunitis infections. As a researcher, residency students have applied scientific evidence-based nursing actions "Brief Risk Reduction Intervention" in men who have sex with men (MSM) with HIV/AIDS, where the results show an increase in knowledge about sexual health of them, and a decrease in the frequency of unprotected anal sex practice that has an impact on decreasing the risk of HIV transmission among MSM with HIV/AIDS. While as an innovator, "CEMARA" structured counseling for nurses and PLWHA dropped out and the results of the application of this innovation project showed a very significant benefit for the increase in nurse self confidence in conducting adherence counseling and increasing adherence to ARV consumption of PLWHA patients with a history of drug withdrawal."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risyda Zakiyah Hanim
"Praktek Spesialis Keperawatan merupakan sebuah proses penting dari pendidikan profesi dalam rangka mengaplikasikan peran perawat spesialis yang berdampak pada upaya peningkatan kualitas layanan keperawatan. Praktek ini dilakukan dan dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai penelitian. Model Adaptasi Roy dan Teori Sosial Kognitif Bandura di RSUP Fatmawati Jakarta. Tiga kompetensi yang harus dicapai dalam praktek residensi ini adalah memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori keperawatan, menerapkan implementasi keperawatan yang berbasis bukti ilmiah (evidence based nursing practice), dan melakukan proyek inovasi keperawatan yang berguna bagi lahan yang menjadi tempat praktek residensi. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, mahasiswa residensi telah memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori adaptasi Roy pada 1 kasus kelolaan utama dan 30 kasus resume pasien HIV/AIDS dengan berbagai infeksi oportunitis. Sebagai peneliti, mahasiswa residensi telah mengaplikasi penerapan skrining malnutrisi pada pasien HIV/AIDS menggunakan Modiffied Subjective Global Asessessment dan hasil dari evidence based nursing ini menunjukkan bahwa kuisioner MSGA-HIV akurat dan reliable untuk menilai status resiko malnutrisi khusus pada pasien HIV. Sedangkan sebagai innovator, telah dilakukan inovasi edukasi pengetahuan terkait pencegahan infeksi oportunistik yang mana media edukasi juga dibetuk dapat barcode dan hasil penerapan proyek inovasi ini menunjukkan manfaat yang sangat signifikan bagi peningkatan pengetahuan dalam melakukan pencegahan infeksi oportunistik pada ODHA.

Nursing Specialist Practice is an important process of professional education in order to apply the role of specialist nurses which has an impact on efforts to improve the quality of nursing services. This practice is carried out and developed based on science and technology through various studies. Roy's Adaptation Model and Bandura's Cognitive Social Theory at Fatmawati General Hospital, Jakarta. The three competencies that must be achieved in this residency practice are providing nursing care using a nursing theory approach, implementing nursing practice based on scientific evidence (evidence-based nursing practice), and carrying out nursing innovation projects that are useful for the land where the residency is practiced. As nursing care providers, residency students have provided nursing care using Roy's adaptation theory approach in 1 main managed case and 30 resume cases of HIV/AIDS patients with various opportunistic infections. As researchers, residency students have applied the application of malnutrition screening to HIV/AIDS patients using the modified Subjective Global Assessment and the results of this evidence- based nursing show that the Modified SGA HIV questionnaire is accurate and reliable for assessing the risk status of specific malnutrition in HIV patients. Meanwhile, as an innovator, innovative knowledge education has been carried out related to the prevention of opportunistic infections in which educational media has also been formed to be barcoded and the results of implementing this innovation project show very significant benefits for increasing knowledge in preventing opportunistic infections in PLHIV."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abirianty Priandani Araminta
"Erupsi obat atau reaksi kulit terhadap obat merupakan reaksi simpang yang paling sering terjadi. Pasien dengan infeksi HIV/AIDS positif memiliki risiko yang lebih besar mengalami erupsi obat dibandingkan populasi umum, yang selanjutnya dapat berpengaruh pada pilihan terapi untuk pasien. Tingkat keparahan erupsi obat memiliki rentang yang luas dan beberapa mungkin sulit untuk ditangani dan mengancam nyawa. Studi ini menilai peran infeksi HIV/AIDS sebagai faktor risiko terhadap tingkat keparahan erupsi obat. Studi retrospektif kohort pada erupsi obat dilakukan selama 5 tahun (2004-2008), dengan perhatian khusus pada manifestasi klinis dan tingkat keparahannya. Erupsi makulopapular, fixed drug eruption (FDE), sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik (SSJ- NET), eritroderma, dan eritema multiforme merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan dari 691 pasien. Data terkumpul mencakup 33 pasien dengan infeksi HIV/AIDS positif dianalisis menggunakan uji Chi-square. Erupsi obat dengan tingkat keparahan berat ditemukan pada 60.6% pasien dengan infeksi HIV/AIDS positif dibandingkan dengan 39.4% pada populasi non-HIV/AIDS dengan nilai P = 0.001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada pasien erupsi obat, tingkat keparahan erupsi obat berhubungan dengan infeksi HIV/AIDS.

Cutaneous adverse drug reactions (CADR) are the most frequently occurring adverse reaction to drugs. HIV-infected patients have a higher risk of developing cutaneous drug reactions than the general population, which in later has a significant impact on patients' current and future treatment options. The severity of drug eruption varies greatly and some may be difficult to manage and life- threatening. This study evaluated the role of HIV/AIDS infection as risk factor to the severity of drug eruption. A cohort retrospective study on drug eruption was conducted during 5 years period (2004-2008), with special interest on clinical type of lesion and its severity. The most prominent clinical type shown from 691 patients were maculopapular eruption, fixed drug eruption (FDE), Stevens- Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis (SJS-TEN), erythroderma, and erythema multiforme. The collected data consist of 33 patients (4.78%) with positive HIV/AIDS infection were analyzed using Chi-square. Severe drug eruptions were occured in 60.6% of patients with positive HIV/AIDS infection, compared with 39.4% in negative HIV/AIDS infection group with P value = 0.001. The results showed that in patients with drug eruption, HIV/AIDS infection was associated with severity of drug eruption."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iffatul Mardhiyah
"HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus infeksi berbahaya yang tidak dapat disembuhkan. Penularan infeksi HIV melalui jarum suntik rentan terjadi dalam komunitas pecandu narkoba suntik (Injecting Drug Users / IDU) yang saling berbagi jarum suntik dalam grup ?sahabat?. Penulisan ini membahas perilaku penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU melalui model matematika berdasarkan model klasik epidemik SIR (Susceptibles, Infectious, Recovered). Model menggunakan asumsi bahwa pecandu yang menyadari sudah mengidap AIDS tidak ikut berbagi jarum suntik dalam komunitas IDU. Model penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU memperhatikan kekuatan infeksi dengan mekanisme pertukaran jarum suntik. Untuk menganalisa perilaku penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU, model dianalisa dengan menentukan basic reproduction ratio ( ) dan dua titik kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas infeksi dan titik kesetimbangan epidemik. Analisa sistem dinamik dilakukan dengan menganalisa basic reproduction ratio ( ) untuk menentukan kestabilan dari titik kesetimbangan bebas infeksi dengan menggunakan teorema kestabilan global Lyapunov dan kestabilan titik kesetimbangan epidemik dengan teorema kestabilan lokal dan didukung oleh kriteria Bendixon-Dulac. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi HIV mewabah pada komunitas IDU jika R⍺ > 1, sedangkan jika R⍺ ≤ 1 maka infeksi HIV tidak mewabah pada komunitas IDU.

Human immunodeficiency Virus (HIV) is a dangerous infection virus that cannot be recovered. The spreading of HIV infection through drug injecting equipment (DIE) is susceptible for Injecting Drug Users (IDU) Community who shared drug injecting equipment for the ?friendship? group. This paper explains the behavior of HIV transmission among community of IDU through by mathematical models based on classical epidemic models SIR (Susceptibles, Infectious, Recovered). Model uses assumption that the users who aware suffered AIDS will not share drug injecting equipment among IDU community. Models for HIV transmission among IDU community notice the mechanism of exchange of a drug injecting equipment. To analyze the behavior of HIV transmission among IDU community, models is going to be analyze by determine the basic reproduction ratio and two equilibriums which are disease-free equilibrium and epidemic equilibrium. Dynamic system analysis can be done by analyze of basic reproduction ratio to determine the stability of disease-free equilibrium by Lyapunov global stable theorem and the stability of epidemic equilibrium by local stable theorem with Bendixon-Dulac criterion. As the results of this paper, Infection of HIV become an epidemic on IDU community if R⍺ > 1, whereas HIV is not an epidemic on IDU community if R⍺ ≤ 1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T32747
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Gunawan
"Permasalahan penyebaran HIV/AIDS semakin memprihatinkan dan dapat menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Upaya penanggulangannya melalui Kebijakan penanggulangan HIV/AIDS sering mendapatkan penolakan dari masyarakat luas mengingat karaktreristik cara penularannya. Fokus Evaluasi Proses Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia adalah faktor pihak atau aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, faktor interaksi diantara pihak atau aktor tersebut, dan sumber atau dukungan dana penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Untuk menjelaskan faktor-faktor tersebut dalam rangka pemahaman mengenai pembuatan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, digunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan langkah-langkah penelitian kuantitatif. Faktor Pihak atau aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS dilihat dari keterlibatan dalam upaya penanggulangan dan khususnya keterlibatan dalam pembuatan kebijakan. Masih banyak pihak atau aktor penting yang tidak terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut sehingga kebijakan yang dibuat tidak mengakomodasi kepentingan yang seluas mungkin mewakili kelompok-kelompok yang terlibat. Interaksi diantara pihak atau aktor berjalan dengan baik bahkan karena adanya kedekatan hubungan diantara para pihak atau aktor tersebut sering kali pertemuan atau rapat diadakan secara informal. Secara teknis dalam pertemuan atau rapat pembuatan kebijakan publik, Komisi Penanggulangan AIDS, Departemen Kesehatan dan UNAIDS, lebih mendominasi jalannya berbagai pertemuan dan rapat. Dan dilihat dari nilai-nilai kepentingan yang diakomodasi dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS, nilai-nilai kesehatan masyarakat dirasakan dominan.Besarnya keterlibatan dan pengaruh akademisi serta praktisi dalam pembuatan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS dan lemahnya keterlibatan masyarakat secara luas menjadikan model pembuatan kebijakannya adalah model rasional komprehensif, karena selain dibuat para ahli dengan sedikit kepentingan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia merupakan kebijakan terobosan. Faktor sumber atau dukungan dana memperlihatkan bahwa dana penanggulangan didominasi bantuan luar negeri yang penggunaannya secara prosedural harus melalui bimbingan teknis lembaga internasional. Dominasi pembiayaan yang berasal dari luar negeri tidak baik bagi upaya penanggulangan dari segi kontinuitas dan a\terakomodasinya kepentingan-kepentingan dalam negeri. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) harus membuka akses seluas mungkin dalam perlibatan pembuatan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS. Selain itu KPA juga harus meningkatkan kapasitasnya agar mampu menjaring dana dalam negeri. Pada akhirnya komitmen pemimpin merupakan hal penting untuk mengawali kondisi yang baik dalam proses pembuatan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.

The HIV and AIDS epidemic spread out rapidly and threatening the development in Indonesia. The alleviation program through HIV and AIDS policy oftenly gets denial from the people, it is happen because of the HIV transmission of this disease.
Focus of the HIV and AIDS Policy Making Process in Indonesia are actors or stakeholders factors involved in the policy making process in Indonesia, interaction factor of the stakeholders, and financial support for the program. The Descriptive Research with qualitative approach and quantitative research is chosen to explain the policy making process factors. Actors or stakeholders factor involved in the policy making process can be assessed by the involvement in the prevention program and policy making. Many parties or actors were not involved in the policy making process, therefore the policy could not accommodate all people interests. Interaction of parties or actors run very smooth because they are having close relations and oftenly share ideas on the formal and informal meetings. National AIDS Commission, Ministry of Health and UNAIDS technically dominating the meetings among stakeholders. When we overview the values accommodated on the HIV and AIDS policy, the most accommodated value is health value. The dominate of experts in the HIV and AIDS policy turn the policy into rational comprehensive model, because it is made by expert who has low interest in the HIV and AIDS policy and it is also called cross cut policy. Resource factor or financial support shows that fund for HIV and AIDS is dominated by international funding, where the management should follow the international agencies regulations. International fund domination make uncontinuity program and low local value interest. The National AIDS Commission (NAC) should be scaling up access in policy making process. Besides that, NAC should be able to increase capacity in international resource mobilization. In the end, leadership commitment is an important thing to start good climate in HIV and AIDS policy making process."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chici Pratiwi
"HIV/AIDS telah menjadi penyakit yang merajalela di seluruh dunia. Sebagian besar pasien yang menderita HIV/AIDS meninggal karena penyakit infeksi yang menyertainya dan infeksi paru termasuk empat penyakit infeksi komorbid tersering pada pasien HIV/AIDS. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui prevalensi penyakit infeksi komorbid pada pasien HIV serta faktor-faktor yang berhubungan sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi pada pasien HIV dan mengurangi angka morbiditas ataupun mortalitas pada pasien HIV. Penelitian ini dikerjakan dengan metode cross-sectional. menggunakan 108 sampel yang dipilih dengan metode simple random sampling dari data rekam medik pasien RSCM tahun 2010. Data diolah dengan sistem SPSS menggunakan uji chi-square dan mann-whitney.
Hasilnya adalah responden dengan infeksi paru sebanyak 84,3%, paling banyak berada pada rentang usia 25-49 tahun (90,1%), berjenis kelamin laki-laki (70,3%), memiliki faktor resiko penularan berupa penggunaan jarum suntik saja (33%). Perbandingan Index Massa Tubuh dan cd4+ absolute pada pasien HIV dengan infeksi paru dan tanpa infeksi paru memberikan hasil nilai p berturut-turut p=0,009 dan p=0,913. Dengan demikian dapat disimpulkan, Infeksi paru pada pasien HIV/AIDS berhubungan dengan Index Massa Tubuh namun tidak berhubungan dengan cd4+ absolut serta karakteristik lainnya.

HIV/AIDS has become a worldwide disease. Most patients who suffer from HIV/AIDS die of infectious diseases that accompany it. Pulmonary infection is included in the four infectious diseases that most often occurs in patients with HIV. This study was designed to determine the prevalence of comorbid infectious disease in HIV patients and related factors that can prevent infection in HIV patients and reduce morbidity or mortality in HIV patients. The research was done by cross-sectional method, using 108 samples selected by simple random sampling method, and obtained from medical records of patients hospitalized RSCM in 2010. Data processed with the SPSS system using chi-square and Mann-Whitney test.
The result is respondents with pulmonary infection as much as 84.3%, most are in the age range 25-49 years (90.1%), male sex (70.3%), using needles as a risk factor of transmission (33%). The Comparison of Body Mass Index and absolute CD4 + count in HIV patients with pulmonary infection and without pulmonary infection giving the value of p respectively p = 0.009 and p = 0.913. It can be concluded, pulmonary infections in HIV / AIDS-related body mass index but not associated with an absolute CD4 + count as well as other characteristics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bryany Titi Santi
"Laporan Kemenkes RI mengenai angka kejadian HIV & AIDS di Indonesia sampai September menyatakan 92.251 kasus HIV dan 39.434 kasus AIDS. ODHA memerlukan ARV untuk menekan replikasi virus. Paduan pengobatan dimulai dari lini pertama yang terdiri atas 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) dan 1 Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI). Nevirapin adalah ARV golongan NNRTI yang paling sering digunakan karena efektif dan efisien. Evaluasi pengobatan ARV dan data mengenai substitusi ARV masih kurang. Substitusi dapat menggambarkan isu penting berkaitan dengan keberhasilan program pengobatan HIV dan efek samping obat. Desain penelitian ini kasus kontrol dengan data berasal dari rekam medis. Kasus adalah mereka yang mengalami sustitusi nevirapin. Analisis univariat, bivariat dan multivariat logistik regresi dilakukan. Didapatkan faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan substitusi nevirapin adalah tingkat pendidikan OR=3,31(CI95%=1,27-8,63) dan kondisi awal terapi yaitu stadium klinis OR=0,37 (CI95%=0,13-1,11), kadar SGOT OR=2,15 (CI95%=0,83-5,57), kadar SGPT dengan OR=1,41 (CI95%=0,61-3,26), dan CD4 dengan OR ==1,80 (CI95%=0,56-5,83). Edukasi kepada pasien dengan tingkat pendidikan rendah mengenai manfaat dan cara minum obat perlu lebih ditekankan dan monitoring keluhan efek samping secara teratur melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laborarium secara berkala kepada seluruh penderita HIV/AIDS yang mendapat ARV disertai CD4 dan enzim hati diawal terapi yang tinggi.

Indonesian Ministry of Health reported that there are 92.251 cases HIV and 39.434 cases AIDS until September 2012. Those people need ARV to suppress viral load dan enhaced their immunity. Based on guideline therapy, starting ARV should from first line which consisted of 2 NRTI (nucleoside reverse transcriptase inhibitor) dan 1 NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor). Nevirapin is a NNRTI and more prescribe because its effectiveness and efficiency. In Indonesia, there are less data about antiretroviral evaluation, especially substitution. These data are important to identify some issues such as effectiveness antiretroviral therapy and toxicity. Toxicity that induced by antiretroviral effect nonadherence. This study is using case control design which source of data is medical records. Cases are those who experienced nevirapine substitution. Univariat, bivariat and multivariate logistic regression are using to analyze these data. Result shows that significant factors associated with nevirapine substitution are education level OR=3,31(CI95%=1,27-8,63), clinical staging OR=0,37 (CI95%=0,13-1,11), SGOT level at baseline OR=2,15 (CI95%=0,83-5,57), SGPT level at baseline OR=1,41 (CI95%=0,61-3,26), and CD4 at baseline OR ==1,80 (CI95%=0,56-5,83). This result recommend to educate those who are low education with comprehensive information about antiretroviral and monitoring regularly patients who have elevated level of liver enzime on baseline therapy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>