Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rangga Dimas Adhinugraha
"Musik beserta budaya punk mulai berkembang di Jerman pada akhir tahun 70-an di masa Perang Dingin, dimulai dari Jerman Barat yang kemudian memasuki Jerman Timur. Kehidupan mereka di kedua negara Jerman tersebut pada masa pra reunifikasi juga dibahas dalam film-film Jerman mulai dari tahun 2000-an. Salah satu film yang membahas kehidupan mereka adalah Wie Feuer und Flamme 2001. Film yang disutradai oleh Connie Walther ini menceritakan kehidupan seorang anak muda bernama Captain dan teman-temannya sebagai anak punk di Jerman Timur, film ini juga menceritakan cerita cinta Captain dengan seorang gadis bernama Nele dari Jerman Barat.
Penelitian ini menggunakan teori identitas dari Stuart Hall untuk melihat konstruksi identitas remaja punk Jerman Timur dalam film. Setelah melakukan analisis dapat terlihat identitas remaja punk yang terlihat di dalam film terdiri dari dua, yaitu yang melawan otoritas serta yang pro- Jerman Barat. Konstruksi identitas mereka tersebut digunakan untuk mengkritik pemerintahan Jerman Timur dan menunjukkan ketertarikan mereka akan budaya barat dengan maksud untuk menunjukkan dominasi dan keunggulan Jerman Barat terhadap Jerman Timur, termasuk pula di dalam negara Jerman yang bersatu setelah reunifikasi Jerman.

Music and punk culture began to flourish in Germany in the late 70s during the Cold War, starting from West Germany which later entered East Germany. Their lives in both Germany in pre reunification was also discussed in German movies from the 2000s. One of the movies discussing their lives is Wie Feuer und Flamme 2001. The movie, directed by Connie Walther tells the life of a young boy named Captain and his friends as punk in East Germany, the movie also tells the love story between Captain and a girl named Nele from West Germany.
This study uses the theory of identity from Stuart Hall to see the construction of the identity of East German punk teens in the movie. After doing the analysis, it can be seen that there are two identities of punk teenagers who are in the movie, namely punk who are against the authority and punk who are pro West Germany. The construction of their identities was used to criticize the East German government and show their interest in western culture with intent to show West German domination and superiority over East Germany, including within the united Germany after the reunification of Germany.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aulia Ramadhian
"ABSTRAK
Reunifikasi antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang disepakati pada 1989, mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam berbagai macam aspek kehidupan di Jerman, termasuk salah satunya dalam aspek perfilman. Film menjadi salah satu media yang dapat dianalisis melalui berbagai perspektif. Pada tahun 90-an dunia perfilman Jerman mulai dibanjiri dengan munculnya sejumlah film Jerman yang mengangkat cerita mengenai kehidupan di Jerman Timur. Fenomena ini kemudian dikenal dengan ldquo;Ostalgie rdquo;. Ostalgie sendiri merupakan kerinduan akan kehidupan di Jerman Timur. Ostalgie ternyata tidak hanya sekadar kerinduan, namun juga dapat dimaknai sebagai bentuk satire atau bahkan bertujuan untuk menunjukkan keironian. Film Sonnenallee 1999 karya Leander Hau ?mann merupakan salah satu contoh film Ostalgie yang akan dianalisis pada pembahasan ini.meskipun film ini disutradarai dan ditulis oleh warga eks-Jerman Timur, tetapi pada pembuatannya film ini diproduseri dan dibiayai oleh pihak barat. Hal inilah yang membuat film ini menjadi menarik untuk dianalisis, karena adanya campur tangan pihak barat sangat memengaruhi konstruksi yang dibangun dalam film ini mengenai Jerman Timur, khususnya remaja Jerman Timur sebagai tokoh sentral dalam film. Analisis ini akan dilakukan dengan cara pemilihan adegan-adegan tertentu yang paling menonjol. Melalui analisis ini, dapat dilihat bagaimana remaja Jerman Timur dikonstruksikan sebagai pelanggeng pemerintahan serta posisi film Sonnenallee sebagai film Ostalgie yang menampilkan ironi.

ABSTRACT
The German reunification in 1989 causes some significant changes, which happen in different kind of life aspects. Film is considered to be one of the media that can be analyzed through different perspectives. The German film industry in the 90s was starting to be filled with documentary film about life in East Germany. This phenomenon is known as ldquo Ostalgie rdquo , which is a yearning of life in there. This film also can be interpreted as satire or an irony. Sonnenalle 1999 , the work of Leander Hau mann is one example of Ostalgie film that will be analyzed in this discussion. Although the film was written and directed by an ex of eastern Germany, but it was funded by the western Germany. The western intervention in this film rsquo s construction can be recognized in the story line, which makes the teenagers of eastern Germany as the main character. This analysis will be done through the selection of particular prominent scenes. Through this analysis it can be seen how the eastern German teenagers is constructed as the lasting performer for the government and is positioned as ironic Ostalgie film.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Liliana Dea Jovita
"Pada tahun 2015, isu mengenai pengungsi kembali menjadi perbincangan hangat di Jerman. Peningkatan jumlah pengungsi yang masuk ke Jerman dalam beberapa tahun terakhir membuat topik ini diangkat ke dalam beberapa film, contohnya film Hotel California. Film ini merupakan sebuah film pendek yang diproduksi oleh ABC Bildungs- und Tagungszentrum e.V., yang menceritakan tentang kehidupan pengungsi di Jerman. Melalui film ini, penulis menganalisis identitas pengungsi yang terbentuk serta ideologi apa yang terdapat dalam film. Film dianalisis sebagai sebuah teks. Adegan yang dianggap penting akan dipilah dan dianalisis dengan menggunakan teori representasi dan identitas kultural Stuart Hall.

In 2015, the issue of refugees become a hot topic in Germany. The increasing number of refugees who have entered Germany in recent years has made this topic raised in several films, for example Hotel California. Hotel California is a short film produced by ABC Bildungs und Tagungszentrum e.V., which tells of the life of refugees in Germany. Through this film, the author analyzes the identity construction of refugee and reveal what ideology contained in the film. The film will be analyzed as a text. The important scenes will be sorted and analyzed using the theory of representation and cultural identity of Stuart Hall.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novandra Kurnia Ramadhan
"Intervensi pemerintah dalam hak atas kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi masyarakatnya merupakan masalah kemanusiaan yang dapat memicu terjadinya berbagai konflik dan problematika sosial. Salah satu permasalahan paling kompleks yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah peristiwa emigrasi. Tulisan ilmiah ini membahas mengenai bagaimana konstruksi munculnya emigran di Jerman Timur pada film Balloon (2018). Artikel ini disusun menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori representasi dan identitas Stuart Hall sebagai instrumen pembahasannya untuk menunjukkan bagaimana representasi emigran dari beberapa sudut pandang. Analisis menunjukkan bahwa emigran tidak hanya muncul sebagai produk dari problematika sosial, melainkan muncul sebagai kelompok humanis yang memperjuangkan hak-haknya di tengah rezim sosialis Jerman Timur.

The government’s intervention in the right to freedom of opinion and expression of its people is a humanitarian problem that can trigger various conflicts and social problems. One of the most complex problems arising from this is the occurrence of emigration. This article discusses how the construction of the emergence of emigrants in East Germany in the film Balloon (2018). This article was compiled using a qualitative descriptive method with Stuart Hall's theory of representation and identity as instruments of its discussion to show how emigrants are represented from several points of view. The analysis has shown that emigrants not only emerged as a product of social problems but rather emerged as a humanist group fighting for its rights amid the East German socialist regime."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafa Aulia Rendiva Wiranto
"Diskriminasi masih menjadi persoalan di tengah kehidupan masyarakat dengan perbedaan suku, latar belakang budaya, ras, serta bahasa. Di Eropa, diskriminasi seringkali dialami oleh para imigran dan pengungsi karena masih lekatnya stereotipe sebagai kelompok pendatang yang hanya mencari perlindungan dan keuntungan ekonomi. Film Im Feuer (2020) menceritakan perjalanan seorang perempuan Jerman keturunan Kurdi yang berupaya membawa ibu dan adiknya untuk tinggal di Jerman. Penelitian ini menganalisis film Im Feuer untuk melihat penggambaran perlakuan yang diterima oleh kelompok minoritas di Eropa. Dengan menggunakan metode analisis semiotik, penelitian ini menemukan bahwa diskriminasi yang dialami oleh imigran dan pengungsi di Eropa didasari oleh stereotipe dan prasangka. Di sisi lain, penelitian ini juga menemukan bahwa film Im Feuer memperlihatkan penerimaan Jerman terhadap imigran dan pengungsi.

Discrimination is a common problem in society with various ethnicities, cultural backgrounds, races, and languages. In Europe, discrimination is often experienced by immigrants and refugees because of prejudices and stereotypes against them. The film Im Feuer (2020) depicts the journey of a German woman of Kurdish descent who tries to bring her mother and sister to live in Germany. This research aims to see the representation of acceptance towards minority groups in Europe. By using semiotic analysis method, this research finds that disrimination experienced by immigrants and refugees in Europe is based on stereotypes and prejudices. On the other hand, this research also finds that the film Im Feuer promotes Germany’s acceptance of immigrants and refugees. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sams, Gideon
Yogyakarta: Immortal Publishing, 2019
813 SAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Azura
"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana banlieue sebagai lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kontruksi identitas dan menjadi penyebab terkonstrukisnya identitas Dounia sebagai tokoh utama dalam Film Divines (2016) karya Houda Benyamina. Film ini menceritakan kehidupan remaja perempuan keturunan Afrika sebagai imigran di Prancis yang bertempat tinggal di sebuah banlieue. Dounia yang merupakan seorang remaja perempuan keturunan imgiran memiliki ambisi untuk meninggalkan banlieue dan memiliki kehidupan di luar banlieue yang ia impikan. Banlieue yang menjadi latar tempat di film Divines ini memperlihatkan penggambaran sebuah tempat tinggal yang jauh dari pusat kota dengan kondisi kehidupan yang kurang memadai. Banlieue adalah salah satu bentuk segregrasi sosial yang diciptakan oleh pemerintah Prancis yang menyimpan berbagai permasalahan sosial di dalamnya bagi masyarakat yang menetap. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film digunakan teori kajian film dari Boggs & Petrie. Kemudian, digunakan konsep tentang identitas oleh Stuart Hall dalam tulisan ini untuk mengungkap permasalahan identitas tokoh. Hasil analisis memperlihatkan terkonstruksinya identitas Dounia dengan perubahan-perubahan antara lain, tidak mengikuti sistem pendidikan, meninggalkan nilai-nilai budaya dan ketuhanan yang melekat pada dirinya, serta melakukan tindakan kriminal. Adapun penyebab dari terkonstruksinya identitas Dounia adalah disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi di banlieue. Banlieue dalam film ini hadir sebagai tempat yang sulit untuk dihuni sehingga menjadi penyebab tokoh utama berkeinginan untuk melarikan diri dan terjadinya konstruksi identitas. Dounia berfantasi akan kebebasan dan kemewahan yang dapat ia temukan di luar banlieue. Identitas Dounia terkonstruksikan dari upayanya untuk mewujudkan impian utamanya yaitu untuk memulai kehidupan baru di luar banlieue.

This article is intended to reveal how living quarters can influence identity construction and become the identity of Dounia as the main character in Film Divines (2016) by Houda Benyamina. The film tells the life of teenage girls of African descent as immigrants in France who live in banlieue. Dounia who represents teenage girls has the right to get banlieue andhave a life outside the banlieue she dreamed of. The Banlieue which is the setting for the Divines movie returns the depiction of a residence far from the city center with inadequate life situations. Banlieue is one of the forms of social segregation created by the French government that stores various kinds of social services that are available to sedentary communities. The methodology used in this research is qualitative research. To study the narrative and cinematographic aspects of the film, film scoring theory is used from Boggs & Petrie. Then, the concept of identity was used by Stuart Hall in this paper to uncover the question of character identity. The results of the analysis choose the construction of a Dounia identity with changes, among others, not following the education system, taking inherent cultural and divine values to oneself, and committing criminal acts. As a cause of the construction of world identity caused by various factors such as poverty, injustice, and many crimes that occurred in banlieue. But in this film it is present as a difficult place to inhabit so that the main character wishes to break away and change identity construction. Dounia fantasizes about freedom and luxury that can be found outside the banlieue. Dounias identity is constructed from her efforts to realize dreams that are intended to start a new life outside of the banlieue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Natalia Rialucky
"Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara sistem internasional dan proses konstruksi identitas individu dalam kasus Homegrown Terrorism di Amerika Serikat pada tahun 2001 ? 2009. Bergerak dari latar belakang tragedi 11 September 2001 yang memulai kebijakan war on terror di Amerika Serikat, fenomena homegrown terrorism dimana warganegara Amerika teradikalisasi dan melakukan aksi teror menyerang negaranya menjadi sebuah anomali dan menarik untuk diteliti. Penulis menganalisis 26 studi kasus homegrown terrorists di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi apakah ada pengaruh dari sistem internasional dalam self-narrating process pada saat individu tersebut mengkonstruksi identitasnya menjadi radikal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tragedi 11 September 2001 telah menciptakan konteks baru bagi individu dalam menkonstruksikan identitasnya, dimana sistem internasional yang direpresentasikan oleh; kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang represif terhadap kaum Muslim, kesuksesan strategi propaganda Al-Qaeda untuk mempersuasi kaum Muslim di Amerika menjadi radikal dan transformasi karakter media mendorong individu untuk mengadopsi identitas Islam radikal.

This research explores the relationship between international system and the process of individual identity construction in the case of Homegrown Terrorism in the United States of America (2001 ? 2009). The 11th September 2001 tragedy has become a landmark on the initiation of the war on terror by the government of the United States of America. However the case of homegrown terrorism, where American born citizens became radicalized and attacked their own country, stood as an anomali when the government expected the citizens to be in line with the country?s policy. The author analyzed 26 study cases of homegrown terrorists and identify through their direct speech act on whether or not the international system influence their decisions to be self-radicalized. The research presents that the 11 September 2001 tragedy has posed a new context for Moslems in America in constructing their identity, where the perceptions of the international system, as represented by the American represive policy towards Moslems, Al-Qaeda?s propaganda and media transformation, results in the selfradicalization process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Darmawan
"Punk adalah gerakan sosial budaya, yang diekspresikan melalui media musik. Nya Penampilan di Inggris dan Amerika Serikat ditandai oleh kehadiran band-band seperti Sex Pistols, The Clash, dan The Ramones pada 1970-an. Penampilan Punk di Jakarta ditandai dengan keberadaan band Vacant dan The Stupid di Jakarta akhir 1980-an. Musik punk di Jakarta terus berkembang karena mereka menjadikan musik sebagai media untuk mengkritik pemerintah. Ada satu band punk di Jakarta yang di awalnya
kelahiran dengan personil yang sama sering menggunakan nama Anti ABRI (AA) dan Anti Militer (SAYA). Pada tahun 2001 mereka mengubah nama band menjadi Marjinal. Dalam penelitian ini menggunakan metode Sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi menggunakan ilmu sosiologi pendukung dari Piotr Sztompka tentang sosiokultural gerakan dan Ilmu Hermeneutik dari Gadamer untuk menganalisis lagu dari Marjinal. Marjinal dengan Komunitas Taring Babi memiliki tiga karakteristik yang diidentifikasi sebagai punk, yaitu dari gaya berpakaian, musik, dan kegiatan kelompok. Dampak yang lebih luas dari Marjinals terlihat pada tahun 2008 dengan munculnya Komunitas Peccary di Kalibata, Jakarta Selatan dan dalam perkembangan selanjutnya mereka membentuk band punk bernama Crewsakan
di 2009.

Punk is a socio-cultural movement, which is expressed through music media. His performances in the United Kingdom and the United States were marked by the presence of bands such as Sex Pistols, The Clash, and The Ramones in the 1970s. Punk performances in Jakarta are marked by attracting the band Vacant and The Stupid in Jakarta the late 1980s. Punk music in Jakarta continues to grow because they make music as a medium to criticize the government. There was one punk band in Jakarta at the beginning births with the same member often use the names Anti ABRI (AA) and Anti Military (ME). In 2001 they changed the bands name to Marginal. In this research, the History method which consists of heuristic, criticism, interpretation, and historiography stages uses supporting sociology from Piotr Sztompka about the sociocultural movement and Hermeneutic Science from Gadamer to analyze songs from Marginal. Marginal with the Pig Taring Community has three characteristics that are preferred as punk, namely from the style of thinking, music, and group activities. The wider impact of the Marjinals was seen in 2008 with the change in the Peccary Community in Kalibata, South Jakarta and in subsequent developments they formed a punk band called Crewsakan in 2009"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam pengamatan saya terhadap kesusasteraan modern Jerman, saya melihat bahwa pengarang Heinrich Boell-lah yang paling menonjol melibatkan diri, dalam persoalan-persoalan masyarakat disamping pengarang-pengarang lain, seperti Guenther Grass, Martin Walser dan Hans-Magnus Enzensberger. Ia menulis tidak hanya untuk seni semata-_mata, tetapi untuk seni yang mempunyai tujuan. Dengan kata lain, Heinrich Boell ingin memperlihatkan keburukan_-keburukan yang ada dalam masyarakat kepada pembaca. Kegiatan-kegiatan Boell yang perlu disebutkan antara lain: berturut-turut sejak 1970 menjabat sebagai presiden Zentrum RFJ, 1971 ketua PEN-Club Internasional, dan kemudi_an ikut aktip pula membantu dalam pemilihan umum Bundestag tahun 1972 dalam Inisiatip Pemilih Sosial Demokrat. Peristiwa-peristiwa yang berturut-turut terjadi sepuluh ta_hun terakhir ini di RFJ, menyebabkan Boell lebih sering menulis artikel-artikel dalam surat kabar (sejak permulaan tahun tujuh puluhan) daripada roman-roman atau cerita-cerita pendek. Sejak itulah ia menjadi sorotan pers Jerman; kecenderungannya yang ke kiri, cukup membuat curiga pers kanan. Lebih-lebih lagi setelah karangannya yang berjudul Will Ulrike Meinhof Gnade oder freies Geleit?_ muncul di Der Speigel pada permulaan tahun 1972."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1978
S14649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>