Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Widya Pratama
"ABSTRAK
Kota Lama Semarang adalah kawasan historis yang penuh dengan nilai sejarah, arsitektur, budaya dengan bangunan-banagunan era kolonial yang masih berdiri seja era kolonial. Dalam perkembangannya, kawasan ini telah mengalami perubahan citra dari kota yang terkesan hidup menjadi kota yang terksesan mati pada era setelah kemerdekaan. Lalu kawasan ini mulai terasa mulai hidup lagi sejak sekitar tahun 2010. Perubahan citra disebabkan terjadinya kekosongan serta kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk mengonservasikannya. Namun pada tahun 2010 kawasan ini mulai diperhatikan dengan dipugarnya beberapa bangunan seperti Gereja Blenduk. Langkah selanjutnya yang dibutuhkan yaitu adalah untuk melestarikan kawasan ini dari aspek nonfisiknya. Salah satu pendekatannya yaitu melalui studi simbolisme ruang urban. Beberapa cara untuk menganalisis simbolisme ruang urban yaitu dengan menganalisis perkembangan kota lama semarang melalui aspek sejarah, lalu menganalisis karakteristik aspek-aspek fisik ruang urbannya, dan menganalisis kedua poin tersebut dengan cara menganalisis tingkatan pemaknaan yang terjadi di sana. Diharapkan, pada akhirnya masyarakat dan pemerintah semarang dapat mengetahui bahwa dengan mengetahui urban simbolisme kota lama semarang dapat menjadikan kota lama semarang sebagai kawasan dengan yang dapat disadari dan mudah diterima oleh manusianya sehingga tidak terkesan mati lagi dan dapat bersaing dengan kawasan lainnya.

ABSTRACT<>br>
The Old City of Semarang is a historical area full of historical, architectural, cultural values with colonial era buildings still standing there until nowadays. In its development, the district has undergone a change of image from a city that impressed live into a deadly city in the post independence era. Then the district began to feel started to live again since around the year 2010. Image changes due to the vacancy of the buildings and lack of public awareness and the government to conserve it. But in 2010 this area began to be noticed by conserving some buildings such as Blenduk Church. The next step required is to preserve this area from its nonphysical aspect. One approach is through the study of urban space symbolism. Some ways to analyze the symbolism of urban space is to analyze the development of the old city through the aspect of history, then analyze the characteristics of the physical aspects of urban space and analyze those two points by analyzing the level of meaning that occurred there. Hopefully, by understanding the urban symbolism, Old City Semarang will be conserved better and can be a district which can be perceived, remembered and accepted by people so that does not seem dead again and can compete with anther region. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alphana Fridia Cessna
"ABSTRAK
Kota Semarang adalah anggota jaringan kota pusaka indonesia yang memiliki visi
sebagai Semarang menuju Kota Pusaka Dunia 2020. Kawasan Kota lama di Kota
Semarang sebagai lingkungan binaan yang berfungsi sebagai Kawasan Cagar Budaya
memiliki kekayaan nilai historis yang tinggi. Kawasan yang kaya akan nilai sosial
dan budaya ini perlu dikembangkan konsep pemanfaatan ruangnya yang mengarah
pada keberlanjutan. Sementara Kawasan Kota Lama masih terbatas dari segi
konteks tatanan keberlanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan kawasan yang kurang
terawat sehingga menciptakan suasana kawasan menjadi kumuh. Oleh karena itu
perlu dikaji penerapan keberlanjutan pada kawasan kota lama. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif pendekatan spasial dan penelaahan data yang
bersifat kuantitatif. Cara analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisa deskriptif hasil olahan data peta sesuai Sistem Informasi Geografis
(SIG) dan analisis deskriptif perhitungan olahan data statistik. Langkah validasi data
menggunakan wawancara dengan informan yang ahli pada saat pengumpulan data.
Penerapan konsep keberlanjutan pada program Rencana Aksi Kota Pusaka dapat
menjadi awal titik cerah bagi pengembangan wilayah Kawasan Cagar Budaya kota
lama. Hal ini menjadi pembuktian bahwa jika penataan ruang dan Kawasan Cagar
Budaya memperhatikan aspek keberlanjutan (keberlanjutan aspek ekonomi, sosial,
dan lingkungan) maka dapat menyebabkan kota yang keberlanjutan.

ABSTRACT
Semarang city is one of the membersfor Indonesian heritage cities( Jaringan Kota
Pusaka Indonesia) with a vision as Semarang Towards World Heritage City in 2020.
The Old town area in Semarang City as the built environment has high historical
value. This area needs to develop a concept of utilization for space that leads into
sustainability. While the Old Town area was still limited in terms of the context for
sustainability. This is demonstrated by the lack of well-maintained area, and the
atmosphere became slum area. Therefore, it is necessary to study the application of
sustainability in the old city area. This study used a descriptive method of spatial
approach and review of quantitative data. The method of data analysis used in this
study with technical descriptive analysis of map baseline the data processed in
Geographic Information Systems (GIS) and statistical calculations. Step for
validation data use interviews with expert informants compile when the time of data
collection carried out Application of the concept of sustainability in the Heritage City
Action Plan program (Rencana Aksi Kota Pusaka) could be the initial of a bright
view for the development for old city heritage area.To maintance sustainability of the
heritage area, one should cover three major aspect (sustainable economic, social , and
environment)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T39335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Nuswantari
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang implementasi kebijakan dalam konteks proses produksi dan reproduksi ruang di salah satu RPTRA yakni di Duri Pulo, Jakarta Pusat. Konsepsi ruang publik yang digagas pemerintah cenderung homogen sementara publik pun memiliki kebebasan untuk memaknai ruang publik dengan cara mereka masing-masing. Saya menggunakan teknik pengamatan, wawancara serta melibatkan diri dalam keseluruhan prosesnya untuk membantu dalam pengumpulan data secara holistik dari berbagai sudut pandang. Internalisasi nilai melalui praktik governmentality ternyata bergesekan dengan pemaknaan masyarakat yang mempersepsikan ruang sebagai embodied space mereka. Hal ini memunculkan fakta bahwa publik tidak bisa disimplifikasi menjadi satu entitas yang seragam dan ruang bukanlah perihal teknis belaka.

ABSTRACT
This paper is intended to discuss about policy implementation in production and reproduction process context at one of the Child Friendly Integrated Public Spaces RPTRA at Duri Pulo, Central Jakarta. Public spaces conception which initiated by the government tend to be homogeneous meanwhile public has a freedom to interpret public space on their own. I used observation techniques, interviews and engaged myself in whole process to assist in the data collection holistically from various points of view. Values internalization through the governmentality practice apparently against the public rsquo s meaning of public space that perceived space as their embodied space. This raises the fact that public cannot be simplified into unified entity and space is not merely a technical matter."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anzalika Tri Pujayana
"Urban Sketching merupakan aktivitas membuat sketsa secara langsung di lokasi. Dalam proses melakukan urban sketching, sketchers menjadi pengamat yang mengamati ruang urban dan karakteristik visual pemandangan perkotaan yang ada. Saat membuat sketsa secara langsung, banyak faktor yang mempengaruhi prosesnya, salah satunya adalah townscape yang ada di ruang urban. Townscape menerangkan pentingnya elemen-elemen visual dalam menciptakan pengalaman visual yang memuaskan. Saat suatu kelompok urban sketcher berada dalam satu kawasan yang sama, pemandangan yang ditangkap ke dalam sketsa dapat berbeda, hal itu dapat terjadi karena cerita personal yang ingin dituangkan ke dalam sketsa saat mengamati ruang, cerita tersebut selalu memiliki komponen townscape pada ruang urban yang dapat dieksplorasi dan dituangkan dengan berbagai cara berbeda ke dalam bentuk sketsa. Pada skripsi ini dilakukan studi kasus di area semi outdoor untuk pejalan kaki, yaitu Gading Walk, dan membandingkan elemen townscape yang ada di setiap sketsa.

Urban Sketching is an activity to make sketches directly on location. In the process of urban sketching, sketchers become observers who observe urban space and the visual characteristics of existing urban scenery. When sketching directly on the location, many factors influence the process, one of which is the townscape of urban spaces. Townscape explains the importance of visual elements in creating a satisfying visual experience. When a group of urban sketchers are in the same area, the scenery captured in the sketches can be different, this can happen because of the personal story that they want to put into the sketch when observing spaces, the story always has townscape components in urban space which can be explored and poured in many different ways into sketches. In this thesis, a case study is carried out in a semi-outdoor pedestrian area, namely Gading Walk, and compares the townscape elements in each sketch."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherley Ika Christanti
"Kampung Pelangi adalah salah satu dari trend mendandani kampung di tengah kota untuk dipamerkan sekaligus meningkatkan taraf hidup dan membantu masyarakat mengembangkan potensi pada kampung tersebut. Bagian ruang publik dari Kampung di cat warna warni untuk mengundang wisatawan datang dan berfoto disana, menyebabkan kampung kota menjadi suatu objek tontonan (spectacle) bagi kalayak umum. Spectacle berarti situasi unik, menarik atau tidak biasa yang menarik perhatian banyak orang. Di dalam spectacle tercipta dua realitas dalam ruang/chora, yang dipertontonkan, dan realitas yang ingin disembunyikan dibaliknya. Aktor warga kampung dan pemerintah berlaga di dalam setting warna-warni kampung dan khalayak umum memberikan nilai terhadap spectacle melalui media. Riset ini mendiskusikan sejauh mana makna spectacle yang di ciptakan pada renovasi Kampung Pelangi di Semarang. Metode penelitian didapatkan dengan mengkonstruksikan pemahaman mengenai spectacle dan proses pembentukan ruang/chora, kemudian mencari makna dari ruang-ruang yang diciptakan melalui image yang tersebar di media maupun yang didapatkan ketika penelitian di tempat. Makna yang muncul dari image Kampung Pelangi, hanya sekedar kosmetik di luar saja sehingga chora yang tercipta tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan spectacle Kampung Pelangi hanya bertahan selama beberapa tahun saja setelah aktor pemerintah dan media menarik diri.

Kampung Pelangi is one of the trends of dressing up a village in the middle of the city to be exhibited while improving living standards and helping people develop the potential of the village. Part of the public space of the village is painted in colorful colors to invite tourists to come and take pictures there, causing the urban village to become a spectacle object for the general public. A spectacle means a unique, interesting, or unusual situation that attracts the attention of many people. In the spectacle, there are two realities in space/chora, which are displayed, and the reality that you want to hide behind them. Villagers and government actors competed in colorful village settings and the general public gave value to the spectacle through the media. This research discusses the extent to which the meaning of the spectacle was created in the renovation of Kampung Pelangi in Semarang. The research method is obtained by constructing an understanding of the spectacle and the process of forming space/chora, then looking for meaning from the spaces created through images spread in the media or those obtained during on-site research. The meaning that emerges from the image of Kampung Pelangi is only cosmetic on the outside so the chora that is created is not in harmony with the needs of the community. This caused the Kampung Pelangi spectacle to only last for a few years after the government and media actors withdrew."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Candra Junior
"Alun-alun Kota Serang merupakan ruang publik yang dibangun pada tahun 1828 oleh Belanda. Sebagai warisan benda budaya, pemanfaatan ruang publik ini diatur agar sesuai dengan kondisinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran Pemerintah Daerah Kota Serang dalam mengatur pemanfaatan ruang Alun-alun Kota Serang dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan ruang. Hal ini diidentifikasi melalui interaksi tiga elemen spasial yaitu representasi ruang (conceived space), praktik spasial (perceived space), dan ruang representasi (lived space) yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan, penyelenggaraan, dan pemanfaatan ruang. Data penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis dilakukan dengan metode komparatif spatial antara rencana tata ruang pemanfaatan alun-alun, dengan persebaran aktivitas dan kepadatan pengguna di alun-alun. Selain itu juga dilakukan identifikasi interaksi antara tiga elemen spasial pembentuk aktivitas di alun-alun. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagai conceived space, terdapat dua ruang perencanaan. Pada area timur, perencanaan dilakukan dengan konsep modern dan berorientasi pada peningkatan ekonomi sehingga fasilitas dan atraksi yang tersedia lebih banyak dan bervariasi. Sedangkan pada area barat, perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah dilakukan dengan konsep kuno dan berorientasi untuk melestarikan bangunan-bangunan bersejarah yang tersebar di sekitar Alun-alun Kota Serang. Untuk mempertahankan fungsi warisan budaya di area barat, fasilitas dan atraksi disediakan secara terbatas. Dengan perbedaan pola ruang pemanfaatan tersebut, perceived space cenderung memusat di area timur. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan alun-alun sebagai warisan benda budaya yang dilakukan pemerintah berhasil mengatur pemanfaatan ruang. Alun-alun sebagai lived space tidak berdiri sendiri, namun menunjukkan keterkaitan dengan ruang di sekitarnya.

Serang Alun-alun is a public space built in 1828 by the Dutch. As a cultural heritage, the utilization of this public space is regulated according to its conditions. This study aims to identify the role of the Local Government of Serang City in regulating the spatial use of Serang Alun-alun and its influence on space utilization. This is identified through the interaction of three spatial elements, namely spatial representation (conceived space), spatial practices (perceived space), and representational space (lived space) which are embodied in the form of planning, organizing, and spatial utilization. The research data was collected through observation, interviews, and documentation studies. While the analysis was carried out using a spatial comparative method between the spatial plan for the use of the Alun-alun, with the distribution of activities and the density of users in the Alun-alun. In addition, the study was also carried out to identify interactions between the three spatial elements forming activities in the Alun-Alun. The results of the analysis show that as a conceived space, there are two planning spaces. In the eastern area, planning is carried out with a modern concept and is oriented towards improving the economy so that more and more varied facilities and attractions are available. Whereas in the western area, the planning carried out by the government with an ancient concept is oriented towards preserving historical buildings scattered around Serang Alun-alun. To maintain the function of cultural heritage in the West area, the government provided limited facilities and attractions. With the difference in the spatial utilization pattern, the perceived space tends to concentrate in the east. The conclusion of this study shows that the planning of the Alun-alun as a cultural heritage by the government has succeeded in regulating the use of space. Alun-alun as a lived space does not stand alone but shows a connection with the space around it."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Nurindah W.S.
"Di dalam sebuah kota atau kawasan, di mana manusia beraktivitas, manusia tidak hanya beraktivitas di dalam sebuah bangunan, tetapi juga di luar bangunan, di dalam sebuah ruang terbuka perkotaan. Ruang terbuka ini berada di antara bangunan-bangunan yang ada di sekelilingnya. Ruang seperti ini ada yang terbentuk secara tidak sengaja, dan ada yang secara disengaja dibentuk. Bagaimana bangunan-bangunan di dalam sebuah kota atau kawasan dapat membentuk ruang terbuka perkotaan tersebut, sehingga dapat menjadi tempat manusia beraktivitas seperti halnya di dalam sebuah bangunan. Dan di setiap kota atau kawasan memiliki cara yang berbeda dalam pembentukan ruang terbuka perkotaan ini. Oleh karena itu, terbentuknya ruang terbuka ini tidak terlepas dari bangunan yang mengelilinginya dan lingkungan di sekitarnya, di mana ruang tersebut berada.

In a town or area, where human being have activity, they do not only have activity inside a building, but also outside building, in an urban space. This space reside in the building exist in around. This space, there is which is formed not intentionally, and there is which intentionally to be formed. How building in a town or area can form this urban space, so that can become a place where human being have activity as does inside a building. And each every town or area have the different way in forming this urban space. Therefore, the forming of this urban space is not quit of building encircling it and its surrounding environment, where the space reside in."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylva Asihtrisna Asmarawati Irnadiastputri
"[ABSTRAK
Perkembangan manusia menyebabkan krisis lingkungan dan memunculkan pemikiran pembangunan berkelanjutan sebagai upaya mengatasinya. Kota hijau merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan- tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan. Kota hijau diwujudkan melalui pemenuhan 8 atribut, terdiri atas green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, dan green energy. Salah satu atribut yang secara nyata dapat diukur dan telah menjadi masalah adalah green open space (ruang terbuka hijau). Isu kebutuhan akan ruang terbuka, terutama ruang terbuka hijau, muncul sebagai akibat perubahan lingkungan fisik yang terjadi di tingkat nasional dan internasional.
Kota Depok sebagai kotamadya yang baru berusia 14 (empat belas) tahun, secara administratif berada di bawah kewenangan Provinsi Jawa Barat, tetapi perkembangannya sangat dipengaruhi oleh Provinsi DKI Jakarta. Kota Depok merupakan wilayah hunian tujuan masyarakat Jabodetabek dan wilayah dengan fasilitas pendidikan yang dituju oleh seluruh Indonesia. Kota Depok telah berkomitmen untuk berupaya mewujudkan kota hijau melalui penandatanganan Piagam Kota Hijau tanggal 8 November 2012. Kemampuan kota Depok mewujudkan kota hijau dapat dilihat berdasarkan daya dukung dan daya tampung, potensi sosial dan budaya serta penegakan hukum di kota tersebut.

ABSTRACT
Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city., Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhurandhara Hidimbyatmaja Kartika Putra
"[ABSTRAK
Tesis ini mengambil studi kasus kegiatan keagamaan yang dilakukan Majelis Rasulullah di Pancoran, Kebayoran Lama dan Monumen Nasional. Menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk data penguat, penelitian ini menemukan jika meskipun Majelis Rasulullah menggunakan ruang publik untuk kegiatannya, namun masyarakat di sekitarnya tidak terganggu karena berimbas positif kepada kegiatan sosial dan ekonomi mereka. Temuan lapangan kemudian dianalisis menggunakan 3 konsep ruang Henry Lefebvre: tindakan keruangan, konsep serta representasi ruang, dan ruang yang dihidupi atau ruang representasi. Tindakan keruangan dilakukan dengan kegiatan keagamaan di ruang publik, dengan adanya simbol-simbol yang ditunjukkan melalui bendera Majelis Rasulullah hingga pakaian muslim di ruang representasi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan konsep akan ruang oleh Majelis Rasulullah berupa Jakarta kota Sayyidina Muhammad SAW.;

ABSTRACT
This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW., This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristyowati
"Disertasi ini bertujuan menelusuri interaksi dinamis antara fungsi ekologis; estetika dan budaya; serta sosial dan ekonomi dalam pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial-spasial; dari sudut pandang persepsi pengunjung, kelompok pedagang kaki lima, dan kebijakan pemerintah; melalui pendekatan campuran yang terdiri dari metode kuantitiatif survei dan metode kualitatif studi kasus. Kesetaraan sosial-spasial dalam penelitian ini akan meninjau terlebih dulu faktor aksesibilitas dan ketersediaan RTH, berupa pilot project taman-taman kantung di Jakarta. Penelitian ini kemudian mengeksplorasi fenomena sosial kehadiran RTH sebagai daya tarik ekonomi yang memberi peluang bagi Ruang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui studi kasus di Kawasan Setu Babakan. Penelitian ini menemukan bahwa baik pengunjung maupun Pedagang Kaki Lima (PKL) menyoroti perlunya akses yang adil terhadap RTH sebagai ruang publik. Studi kasus di Kawasan Setu Babakan ini menjadi spesifik karena kehadiran enam tipe apropriasi warung PKL yang secara spontan muncul di ruang interstisial antara Ruang Terbuka Hijau-Biru dan lahan yang dimiliki masyarakat. Hal ini menggarisbawahi tantangan pemerintah dalam merancang kebijakan yang mencapai aspek sosial-spasial yang legal, inklusif, dan adil. Perpaduan unik antara nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan tersebut kemudian memosisikan kembali pemahaman bagaimana RTH secara multifungsi dapat memenuhi beragam kebutuhan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga kota.

This dissertation explores the dynamic interactions between ecology; aesthetics and culture, and social and economic aspects in the use of Green Open Space (GOS). This research uses a social-spatial approach; from the perspective of visitors, street vendors, and government policy; through a mixed methods of quantitative survey and qualitative case study. Socio-spatial analysis will review the accessibility and availability of GOS in the form of pilot projects for pocket parks in Jakarta; then explores the social phenomenon of GOS presence as an economic attraction that provides opportunities for Micro, Small and Medium Enterprises through a case study in the Setu Babakan area. This research found that both visitors and street vendors highlighted the need for equal access to GOS. The case study in the Setu Babakan area is specific because of the presence of six types of street vendor’s appropriation spontaneously appear in the interstitial space between the Blue-Green Open Space and private land. This underlines the government's challenge in designing policies that achieve socio-spatial aspects that are legal, inclusive and equal. The combination of cultural, social and environmental values repositions the understanding of how multifunctional GOS can meet various needs while improving the welfare of citizen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>