Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adelia Dwi Syafina
"Tujuan penelitian ini ingin melihat hubungan antara school belonging dan subjective well-being in school pada remaja awal di pesantren. Banyaknya peraturan dan tuntutan di pesantren bukanlah hal mudah untuk dijalani oleh para remaja awal. Mereka sangat rentan melakukan berbagai pelanggaran di sekolah yang merupakan indikator rendahnya subjective well-being in school. Padahal subjective well-being in school yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan akademik dan membuat mereka memiliki kesehatan mental serta fisik yang baik. Salah satu faktor penting yang memengaruhi subjective well-being in school adalah school belonging. Di pesantren, para siswa diharuskan tinggal bersama dan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman dan para guru dibandingkan sekolah lainnya, sehingga seharusnya school belonging yang mereka miliki tinggi. School belonging juga merupakan kebutuhan penting bagi para remaja awal. Dengan demikian, remaja awal di pesantren seharusnya memiliki school belonging yang tinggi yang akan berhubungan dengan subjective well-being in school mereka. Responden penelitian ini terdiri dari 167 siswa remaja awal dari 4 pesantren di wilayah Depok dan Bogor. School belonging diukur menggunakan Psychological Sense of School Membership Among Adolescents dan subjective well-being in school diukur menggunakan Brief Adolescents rsquo; Subjective Well-Being in School Scale. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara school belonging dan subjective well-being in school pada remaja awal di pesantren.

The purpose of this study is to know the relationship between school belonging and subjective well being in school among early adolescents in pesantren. The number of rules and demands in pesantren is not easy for early adolescents. They are very vulnerable to violations in school that are indicators of low level subjective well being in school. In fact, high level of subjective well being in school can improve their academic success and have good mental and physical health. One important factor that affecting subjective well being in school is school belonging. In pesantren, students are required to live together and interact more with friends and teachers than any other school. That situation should make their school belonging higher. School belonging is an important needs for early adolescents. Thus, early adolescents in pesantren should have high level school belonging that will relate to their subjective well being in school. The respondents consisted of 167 early adolescents from 4 pesantren in Depok and Bogor. School belonging was measured using Psychological Sense of School Membership Among Adolescents and subjective well being in school were measured using the Brief Adolescents 39 Subjective Well Being in School Scale. The results showed a significant positive correlation between school belonging and subjective well being in school among early adolescents in pesantren."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katarina Menik Astuti
"Setiap individu pasti melakukan kegiatan dan berada dalam setting tempat tertentu. Peristiwa dan pengalaman di suatu tempat memiliki kaitan dengan persepsi individu dan ikatan pada tempat tersebut. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara school well-being, bullying dan place attachment di Sekolah Menengah Atas dan antar ketiganya. Pengukuran school well-being mengadaptasi alat ukur school well-being (Anne Konu, 2002) dan pengukuran place attachment mengadaptasi alat ukur place attachment (Williams, 1989), sedangkan pengukuran bullying menggunakan pertanyaan terbuka mengenai situasi yang terjadi. Jumlah sampel penelitian ini adalah 133 orang yang merupakan mahasiswa tingkat pertama di Universitas Indonesia.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara school well-being, bullying dan place attachment maupun antar ketiganya, kecuali antara school well-being dan bullying. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa perubahan skor dari satu variabel dapat diikuti dengan perubahan skor pada variabel lainnya.
Hasil penelitian mengenai hubungan school well-being dan bullying dengan menggunakan partial correlation dan mengontrol place attachment yang tidak signifikan diasumsikan peneliti disebabkan oleh ikatan yang muncul dengan sekolah membuat persepsi kesejahteraan diri siswa tidak terpengaruh dengan perilaku bullying yang terjadi. Selain hasil diatas, didapatkan pula hasil bahwa bullying lebih sering terjadi di sekolah swasta dibandingkan dengan sekolah negeri dan well-being siswa yang bersekolah di luar Jabodetabek cenderung lebih tinggi dibandingkan di Jabodetabek.

Every individual must do activities and be in a certain place setting. Events and experiences in a place linked to individual perception and attachment to the place. Therefore, this study was conducted to determine the significant relationship between school well-being, bullying and place attachment in high school and intercorrelation between them. Measurements adapted the school well-being measure school well-being (Anne Konu, 2002) and measurement of place attachment measure place attachment adaptation (Williams, 1989), whereas measurements using open-ended questions about the bullying situation occurs. The study sample size was 133 people which is a first year student at the University of Indonesia.
The results of this study indicate that there is a significant relationship between school well-being, bullying and place attachment and between the three, but the school well-being and bullying. Based on the results of the study can be seen that the change in score of one variable can be followed by changes in scores on other variables.
Results of research on the relationship of well-being and school bullying by using partial correlation and place attachment control is not significant due to the researchers assumed that ties up with schools to make students self-perception of well-being is not affected by bullying behavior happened. In addition to the results above, also obtained results that bullying is more common in private schools compared to public schools and wellbeing of students who attend school outside Jabodetabek tend to be higher than in Jabodetabek.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Stevanus Senjaya Halim
"Skripsi ini membahas mengenai kehidupan transgender di Jakarta. Para transgender mengalami pengalaman yang berbeda pada dari masyarakat pada umumnya karena adanya stigma dan diskriminasi pada kelompok mereka. Penellitian ini ingin melihat komitmen religius para transgender yang hidup di Jakarta, dimana konteks agama sangat erat dalam kehidupan sehari-hari, evaluasi mereka dalam menghadapi kehidupan (subjective well-being) serta pembukaan diri (coming out) para transgender. Sampel pada penelitian ini berjumlah 60 orang transgender yang berlokasi di daerah Jakarta, dimana rentang usia sampel dari 16-60 tahun.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode gaabungan kualitatif dan kuantitatif agar dapat melihat kehidupan para transgender. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara ketiga variabel. Penelitian ini menunjukkan bahwa subjective well-being para transgender berhubungan dengan coming out dan tidak berhubungan dengan komitmen religius mereka.

The study discussed about the life of transgender community in Jakarta. The community faced different experiences from the general society, where they faced stigmas and discriminations in their everyday living. The purpose of the study is to see the religious commitment, subjective well-being, and coming out on transgender community. Samples of this research are 60 transgender who live in Jakarta with age range around 16-60 years old.
In this study, we used mix methods of qualitative and quantitative to overview the life of the transgender community. Hypothesis of the research is that there is a significant correlation between the three variables. The study suggest that subjective well being is significantly correlated to coming out, "while none have correlation with religious commitment".
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisya Nilam Sari
"Subjective Well-Being (SWB) remaja relatif menurun selama pandemi dan salah satu faktor yang dapat menjadi buffer adalah strength dan virtue dalam diri seseorang. Salah satu virtue tersebut adalah Intellectual Humility (IH) yang relatif memiliki hubungan positif dengan SWB secara umum. Penelitian ini meneliti hubungan IH dengan SWB sekolah (SWBS) yang merupakan salah satu domain khusus dari SWB pada remaja. Partisipan penelitian berjumlah 166 remaja awal umur 12-15 tahun yang merupakan siswa/i SMP Negeri. Alat ukur yang digunakan adalah CIHS (Krumrei-Mancuso & Rouse, 2016) dan BASWBSS (Tian et al., 2014) untuk mengukur kedua variabel. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel IH dengan SWBS, tetapi ada hubungan antara beberapa dimensi dalam IH (Openness to Revise One's Viewpoint dan Lack of Intellectual Overconfidenc) dengan SWBS beserta komponen kognitif di dalamnya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perbaikan dalam metodologi dan prosedur pegambilan data, serta saran praktis bagaimana menanamkan IH pada siswa/i di sekolah sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka yang telah melalui pembelajaran akademik di era pandemi.

Subjective Well-Being (SWB) of adolescence has relatively decreased during the pandemic and one of the factors that can be a buffer towards it is the strength and virtues possessed by individuals. One of these virtues is Intellectual Humility (IH) which relatively has a positive relationship with SWB in general. This study examines the relationship between IH and SWB in school (SWBS) which is a special domain for adolescents’ well-being. The participants of this study were 166 teenagers aged 12-15 years old who were students of a Public Junior High School. The CIHS (Krumrei-Mancuso & Rouse, 2016) and BASWBSS (Tian et al., 2014) were used as measuring tools in this study. The result of this study showed that there was no significant relationship between IH and SWBS, but there was a relationship between several dimensions in IH (Openness to Revise One's Viewpoint and Lack of Intellectual Overconfidence) with SWBS and its cognitive component. Suggestions for future research are improvements in methodology and data collection procedures, as well as practical suggestions on how to instill IH in students at school as an effort to improve the welfare of students who had gone through academic learning in the pandemic era."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Roulina
"Kesejahteraan psikologis (PWB) dapat membantu remaja mengatasi stres dan kesulitan. Penelitian ini melihat apakah komponen iklim sekolah (SC) serta jenis kelamin dapat memprediksi PWB remaja di pedesaan Indonesia. Studi epidemiologi dilakukan terhadap 1.023 siswa SMP di Banyuwangi dengan pendekatan berbasis sekolah. Analisis multiple linear regression menunjukkan bahwa siswa laki-laki yang menilai hubungan antar siswa di sekolah baik, harapan sekolah terhadap siswa jelas, peraturan di sekolah adil, dan tingkat perundungan di sekolah rendah memiliki tingkat PWB yang lebih tinggi (F(5,1017) = 48,069, p < ,001, R2 = 0,191). Penelitian ini menunjukkan pentingnya fokus pada komponen SC tertentu serta memberi dukungan yang berfokus pada perbedaan gender untuk meningkatkan PWB siswa SMP di Banyuwangi.

Psychological Well-Being (PWB) is beneficial for adolescents during times of stress and difficulties. This study examines whether components of School Climate (SC) and gender can predict the PWB of rural Indonesian adolescents. An epidemiological study was conducted on 1.023 junior high school students in Banyuwangi. Multiple linear regression analysis showed that male students who perceive positive relationships among students at school, clear school expectations toward students, fair school regulations, and low levels of bullying at school have higher levels of PWB (F(5,1017) = 48,069, p < ,001, R2 = 0,191). This study shows the importance of focusing on specific components of SC as well as providing support that focuses on gender differences to improve the PWB of middle school students in Banyuwangi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini melibatkan hubungan antara school well-being dan keterlibatan dalam kegiatan belajar pada siswa SMA. Partisipan penelitian ini adalah 579 siswa SMA kelas 11 yang berda di 5 wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur modifikasi yang telh dibuat oleh Konu (2002) dan Simatupang (2008). Keterlibatan dalam kegiatan belajar diukur berdasarkan instrumen RAPS-S (Research Assessment Package for Schools-Student Report) yang dikembangkan oleh institut for Research and Reform in Education (1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara school well-being dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar. Selain itu, ditemukan pula bahwa seluruh aspek dalam school wee-being yang meliputi having, loving, dan well being juga berhubungan dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar."
JIPM 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fatin Rohmah Nur Wahidah
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan growth mindset, school well-being, dan kegigihan. Partisipan yang terlibat adalah siswa kelas 12 sekolah menangah atas dari sekolah negeri dan sekolah swasta di daerah Purbalingga, Jawa Tengah (n=418). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan pengumpulan data melalui tiga kuesioner, yaitu skala School Well-Being (32 aitem, α=0,853); skala Mindset (20 aitem, α=0,804); and Grit Scale for Children and Adult (12 aitem, α=0,774). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif growth mindset terhadap school well-being, dan kegigihan terkonfirmasi sebagai mediator. Growth mindset pada siswa memprediksi school well-being, melalui pengembangan kegigihan. Oleh karena itu, pemberian intervensi dengan menyasar growth mindset dan kegigihan disarankan dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan school well-being siswa.

This study investigates the relationship between school well-being, growth mindset, and grit. The subjects involved in this study are students from grade 12 in high public and private schools in Purbalingga, Central Java (n=418). The research method used is quantitative method with data collection through three questionnaires, i.e., School Well-Being Scale (32 items, α=0,853); Mindset Scale (20 items, α=0,804); and Grit Scale for Children and Adult (12 items, α=0,774). Results indicated a positive affact growth mindset on school well-being and confirmed the mediating role of grit. Growth mindset in students predicts higher school well-being through the enhancement of grit. Thus, giving intervention of growth mindset and grit can be carried out by school to improve students’s school well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhuhita Karima
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat psychological well being antara remaja laki-laki dan perempuan yang ditinggal oleh orangtua bekerja di luar negeri sebagai buruh migran. Metode penelitian ini adalah non-eksperimental dan kuantitatif dengan menggunakan alat ukur 18-item Ryff Psychological Well-Being Scale. Partisipan penelitian ini adalah 163 remaja berusia 11-16 tahun berdomisili di Desa Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan antara remaja laki-laki dan perempuan. Remaja perempuan memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan remaja laki-laki.

The aim of this research is to see psychological well-being difference between male and female adolescent left behind by migrant worker parent. This research is non-experimental using 18-item Ryff Psychological Well-Being Scale. The respondents of this research are 163 adolescents between 11-16 years old who live in Cilamaya, Karawang, West Java. The results of this research shows that there is a significant psychological well-being difference between left behind male and female adolescent by parent?s migration where female adolescent scored higher psychological well-being compare to male adolescent."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Natasya Berliana Putri
"Kebijakan pembatasan dalam melakukan interaksi sosial, menyebabkan penggunaan media sosial meningkat selama pandemi COVID-19. Mahasiswa merupakan pengguna media sosial terbanyak di Indonesia, dimana media sosial Instagram dan TikTok populer di kalangan mahasiswa. Adanya beragam fitur yang ada pada Instagram dan TikTok dapat menyebabkan mahasiswa melakukan social comparison, dimana hal tersebut dapat menimbulkan emosi negatif yang mengarah pada penurunan subjective well-being mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat hubungan antara social comparison dan subjective well-being pada mahasiswa pengguna Instagram dan TikTok. Terdapat dua alat ukur yang digunakan, yaitu The Iowa-Netherlands Comparison Orientation Scale untuk mengukur social comparison dan The Perma-Profiler untuk mengukur subjective well-being. Partisipan di dalam penelitian ini berjumlah 191 mahasiswa pengguna media sosial Instagram dan TikTok, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dengan rentang usia 19-25 tahun (M = 21,37, SD = 1,028) dari berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Correlation, ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara social comparison dan subjective well-being pada mahasiswa pengguna Instagram dan TikTok (r (191) = -0,130, p < 0,05). Oleh karena itu, semakin tinggi social comparison yang dilakukan mahasiswa, semakin rendah pula subjective well-being mahasiswa, demikian pula dengan sebaliknya.

The policy of limiting social interactions caused the use of social media increases during the COVID-19 pandemic. College students are amongst the most active users on social media, also Instagram and TikTok are popular among them. The various features on Instagram and Tiktok can cause college students to do social comparison, which can elevate negative emotions that lead to decreased student’s subjective well-being. Thus, this study aims to find out whether social comparison has an effect on college student’s subjective well-being. There are two measurement instruments used, The Iowa-Netherlands Comparison Orientation Scale to measure social comparison and The Perma-Profiler to measure subjective well-being. Participants in this study were 191 college students using Instagram and TikTok, consisting of male and female, with an age range of 19-25 years (M = 21,37, SD = 1,028) from various areas in Indonesia. According to the correlation test that conducted using Pearson Correlation, there is a negative and significant correlation between social comparison and subjective well-being of college students using Instagram and TikTok (r (191) = -0,130, p < 0,05). Thus, the higher level of social comparison that students did, the lower the subjective well-being of college students using Instagram and TikTok as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Nurul Hayya
"Kesejahteraan subyektif (SWB) merupakan masalah krusial bagi remaja karena berperan penting dalam mengurangi efek negatif stres akibat perubahan pada periode ini. Diketahui bahwa komunikasi orang tua memberikan kontribusi terhadap angka SWB remaja, namun kondisi kerja orang tua pada keluarga berpenghasilan ganda dapat mempengaruhi keterbukaan orang tua dan masalah komunikasi dan diperkirakan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi orang tua dan kesejahteraan subjektif pada anak laki-laki dan perempuan dari beberapa keluarga pencari nafkah. Hasil analisis korelasi pada 112 remaja usia 12-18 tahun di Jabodetabek menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara komunikasi orang tua dengan kesejahteraan subjektif.

Subjective well-being (SWB) is a crucial issue for adolescents because it plays an important role in reducing the negative effects of stress due to changes in this period. It is known that parental communication contributes to the SWB rate of adolescents, but the working conditions of parents in double-income families can affect parental openness and communication problems and are expected to affect the level of subjective adolescent welfare. This study aims to determine the relationship between parental communication and subjective welfare of boys and girls from several breadwinner families. The results of correlation analysis on 112 adolescents aged 12-18 years in Jabodetabek showed a significant positive relationship between parental communication and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>