Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111303 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Lutfiyah
"Skripsi ini bertujuan untuk meredefinisi konsep co-housing yang ada sesuai dengan konteks lokal di Jakarta. Kampung Muka sebagai salah satu komunitas secara tidak langsung telah menerapkan beberapa prinsip co-housing sesuai dengan konteks lokal. Nilai partisipatoris yang menjadi salah satu prinsip co-housing selanjutnya dijadikan pembelajaran akan bagaimana penerapannya di Kampung Muka. Nilai partisipatoris yang dipelajari berdampak pada negosiasi ruang yang diharapkan mampu mengeluarkan pemahaman baru kepada masyarakat terkait konsep co-housing yang sesuai dengan konteks lokal.

This thesis aims to redefine co housing concept adapted to local context in Jakarta. Kampung Muka as one of community based domestic space indirectly has applied some co housing principles according to the local context. Participatory, as one of that principle, furthermore being learned on how its used in Kampung Muka. The participatory that has been learned affects the negotiating of spaces which expected to suggest new understanding to the society about co housing concept according to the local context.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Tenri Utana Prestasia
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kehadiran perumahan yang mengadopsi konsep Cohousing yang dikembangkan oleh Dform, yang dalam pengembangannya bertujuan untuk menghadirkan hunian terjangkau bagi masyarakat kelas menegah di Indonesia. Perumahan berkonsep Cohousing merupakan sebuah istilah deskriptif yang dipopulerkan di Amerika Serikat oleh dua arsitek dari Amerika yaitu Kathryn McCamant and Charles Durrett yang mengembangkan perumahan berbasis komunitas yang memanfaatkan fasiitas bersama dalam bentuk Common house sebagai salah satu fitur yang memiliki peranan penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung interaksi sosial masyarakat yang tinggi dan menghadirkan hunian yang terjangkau.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui perbedaan yang terjadi pada proyek perumahan yang mengusung konsep Cohousing yang dikembangkan oleh DForm dan proyek Cohousing yang dikembangkan di Amerika Serikat terkait dengan keberadaan fasilitas bersama dalam bentuk Common house dalam menghadirkan perumahan yang terjangkau. Dengan menggunakan strategi penelitian studi kasus eksplanatoris yang dilakuakan pada proyek Cohousing di Amerika maupun pada proyek cohousing yang dikembangkan oleh DFHousing, hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan fasilitas bersama dalam bentuk Common house pada proyek Cohousing DFHousing di Indonesia tidak memiliki peran dalam menghadirkan hunian yang berbasis komunitas dan terjangkau. Sehingga keberadaannya pada proyek tersebut tidak dibutuhkan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan iklim dan cara berumah serta berkumpul.

This research is motivated by the housing concept developed by Dform Cohousing, which aim to bring affordable housing for middle class people in Indonesia. Cohousing housing concept is a descriptive term that was popularized in the United States of America by two architects, Kathryn McCamant and Charles Durrett, that developing community based housing with shared facilities in the form of Common House as a feature that has an important role in creating an environment that supports high social interaction communities and bringing affordability to the project.The purpose of this study is to know the difference between DFHousing Cohousing project in Indonesia and the Cohousing project in America related to the role of shared facilities in the form of Common House, which also makes the housing project affordable and not present in Cohousing project developed by DFHousing in Indonesia. By using the explanatory case study research strategy on Cohousing project in the United States and the cohousig project developed by DFHousing, the results showed that the presence of the shared facilities in the form of Common house on DFHousing Cohousing project in Indonesia does not have a role in delivering affordable housing and increasing social interaction. Therefore, its presence on DFHousing Cohousing project in Indonesia is not required, because there is the different in climates, housing setup and the way people congregate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Shabrina
"Kampung kota merupakan salah satu kawasan kota yang menjadi pilihan bertinggal bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah. Fenomena berhuni di kampung kota identik dengan citra kepadatan dan pemukiman kumuh. Namun, masih banyak masyarakat yang memilih untuk tetap tinggal di kawasan ini dan menolak untuk direlokasi. Fenomena ini menjadi isu yang menarik untuk dibahas lebih dalam. Hunian adalah bagian dari rekam jejak kehidupan penghuni yang memiliki makna. Pemahaman terkait makna hunian dapat dilihat melalui tahapan yang telah dilalui penghuni dalam proses berhuni. Proses perlu dilihat jauh ke belakang, karena wujud fisik hunian yang terlihat pada masa kini memiliki keterhubungan dengan tindakan dimasa lalu. Isu ini dapat dianalisis melalui pendekatan assemblage. Bagaimana penghuni menyusun setiap komponen hunian dalam masa pembangunan dan perubahan. Komponen material melewati tahapan pendefinisian territory yang dilakukan melalui proses territorialization dan deterritorialization, sehingga membentuk assemblage hunian. Berdasarkan hasil tinjauan teori dan analisis studi kasus, proses berhuni dalam konteks kampung kota dipengaruhi oleh tindakan penghuni yang memiliki otoritas. Tindakan aktor dilatar balakangi oleh faktor internal dan eksternal, sehingga hunian menjadi sebuah produk dan sebuah proses yang terus berjalan. Faktor internal berupa life-cycle, sedangkan faktor eksternal berupa bencana kebakaran. Dalam merealisasikan tindakan perubahan, aktor dibatasi oleh kemampuan ekonomi yang dimilikinya.

Kampung kota is one of the urban areas, which is chosen by the people with low economic income to live in. The phenomenon of the housing process in kampung kota is identical with the image of density and slums. However, there are people who still choose to live in this area and refuse to be relocated. This phenomenon is an interesting issue to discussed. House is part of the occupants life record, that has meaning for its inhabitants. We cannot judge a house as it is seems today. The present is always related to the past. This issue can be analyzed through an assemblage approach. How residents make every component of the house during the period of housing development. Through the process of coding, territory is being defined by the arranggement  of material components, which are carried out through the process of territorialization and deterritorialization. This process formed a house assemblage. Based on the results of a theoretical review and case study analysis, the housing process in the kampung kota is influenced by the actions of residents who have authority. Actors act based on the internal and external factors, therefore house becomes a product and also a process at the same time. Internal factors in the form of life-cycle, while external factors in the form of a conflagration. In the attempt of house assembling, the actor is limited by his economic capabilities. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukti Andriyanto
"ABSTRAK
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk untuk menantang paradigma yang mendominasi dalam penyediaan perumahan yang menjadikan rumah sebagai objek terstandar untuk bertinggal. Bagi kaum migran, urbanisasi ke Jakarta seperti mencoba ldquo;durian besar rdquo; untuk mencoba peruntungannya. Benak mereka berpikir bahwa dengan hidup di Jakarta dapat memberikan mereka akses atas sebidang tanah untuk dimanfaatkan, bukan perumahan, apalagi rumah. Rumah yang dipahami adalah shelter di atas lahan yang berfungsi sebagai container menciptakan atau menaungi aktifitas ekonomi informal guna bertahan hidup di kota. Rumah bukan dipahami sebagai sebuah standar fasilitas untuk kelayakan hidup. Bagi masyarakat miskin kota, menurut Turner 1977 rumah bukan sebagai ldquo;what it is rdquo; namun sebagai ldquo;what it does to people rsquo;s live rdquo;. Invisible housing adalah gagasan, istilah yang diajukan peneliti untuk menggambarkan ide metafisik tentang sesuatu yang bukan fisik obyektif terhadap kondisi rumah-rumah yang dihuni oleh masyarakat miskin perkotaan di wilayah urban seperti Jakarta. Objek penelitian adalah rumah-rumah masyarakat pembuat tempe dan tahu di tepi Sungai Ciliwung, Pengadegan dan rumah-rumah pembuat tempe di Perumahan KOPTI Semanan, Jakarta Barat. Temuan di lapangan menunjukan pembuat tempe dan tahu menganggap eksistensi di urban disamakan dengan menguasai ldquo;sebidang tanah rdquo; sebagai wadah aktifitas ekonomi dan sekaligus bertinggal. Lahan-lahan di tepi sungai merupakan lahan yang dianggap paling mudah dan murah untuk dimanfaatkan atau ldquo;lahan bebas rdquo;. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan grounded theory, melalui informan dengan teknik snowballing. Perolehan data primer dilakukan melalui survey, pengukuran rumah dan wawancara kepada responden penghuni rumah.
ABSTRACT
This qualitative research aims to challenge the dominant paradigm in the provision of housing that makes a housing as standardized object for living. For migrants, urbanity to Jakarta is conceived as trying big durians striving for fortune. Their minds thoght that living in Jakarta can give them access to a space or a piece of land to utilized, not housing, let alone a house. A house is understood as ldquo a shelter rdquo built on a land that served as a container creating or protecting their informal economic activities to survive in the city. A house is not understood as a standard facility for the viability of life. For the urban poor, according to Turner 1977 the house is not as what it is but as what it does to people 39 s live . Invisible housing is an idea, a term proposed by researcher to describe the metaphysical idea of something that is not objectively physical to the condition of houses inhabited by the urban poor in urban areas such as Jakarta. The objects of research are the houses of the community of tempe and tofu maker on the banks of the Ciliwung River, Pengadegan and house of tempe maker at KOPTI Housing Semanan, West Jakarta. The findings in the field showed the tempe and tofu maker conceiveed urbanity as space of existence is equated with mastering a piece of land as a container of economic activity and at the same time as dwelling thing. Land near by the river was the land that is considered the easiest and cheapest to be utilized or known as free land . The research was conducted qualitatively with grounded theory, through informant with snowballing technique. Primary data acquisition is done through survey, home measurement and interview to respondents of house dweller. "
2018
T51044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lewin, A. C.
Chichester: John Wiley & Sons, 1981
334.1 LEW h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Octavia
"ABSTRAK
Permukiman informal telah menjadi salah satu isu paling penting yang dihadapi daerah perkotaan di Indonesia, khususnya DKI Jakarta. Sebagai ibukota Indonesia, Jakarta menjadi tujuan utama bagi para migran yang mengharapkan peluang kerja dan peningkatkan ekonomi untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Namun, faktor tenaga kerja yang murah dan keterbatasan pemerintah dalam menyediakan perumahan yang memadai, mendorong mereka untuk tinggal pada permukiman informal. Permukiman ini menjadi ruang yang mengakomodasi kebutuhan para migran dengan keterbatasan sosial-ekonomi untuk dapat menyesuaikan diri dengan dengan kehidupan kota, melalui penyediaan perumahan. Pada kenyataannya, pemerintah cenderung mengganggap permukiman informal sebagai pengganggu pembangunan kota melalui kebijakan penggusuran. Menggunakan teori informalitas kota, studi ini mencoba mengubah perspektif negatif terhadap permukiman informal, dengan menyoroti potensi yang dimiliki dan kontribusinya terhadap kota. Melalui studi kasus Kampung Muka sebagai permukiman informal di pusat kota, ternyata Kampung Muka tidak hanya sebagai solusi alternatif perumahan bagi para migran dengan keterbatasan sosial-ekonomi, namun juga turut mendukung perkembangan sektor formal yang ada di sekitarnya.
ABSTRACT
Informal settlements have become one of the most important issues facing urban areas in Indonesia, DKI Jakarta in particular. As the capital of Indonesia, Jakarta is the main destination for migrants who expect job opportunities and economy improvement for a more decent life. However, low-income factor and government limitations in providing adequate housing, encouraged them to live in informal settlement. This settlement become a space that accommodates the needs of migrants with socio-economic constraints to be able to adjust to city life, through the provision of housing. In reality, the government tends to consider informal settlement as a disruption to urban development, therefore the policy that is often carried out is eviction. Using urban informality as a main concept, this study tries to change the negative perspectives on informal settlements by highlighting at its potential and contribution to the city. Through the Kampung Muka case study as an informal settlement in the city center, it turns out that this settlement is not only as an alternative housing solution for migrants with socio-economic constraints, but also contributes to the development of the surrounding formal sector. "
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriella Claresta
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (RULB PPPSRS) yang tidak memenuhi persyaratan kuorum sesuai peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar PPPSRS yang berlaku, sehingga akan dianalisis permasalahan mengenai keabsahan akta Berita Acara RULB Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Campuran
GCM (PPRSC-GCM) dan mengenai tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRSC-GCM berlaku mengikat dan tidak dapat dikesampingkan. Selain itu keadaan RULB yang kurang terkendali dan tidak kondusif tidak dapat menjadi dasar peniadaan tanggung jawab Notaris. Disimpulkan di dalam tesis ini bahwa akta Berita Acara RULB PPRSC-GCM tidak sah dan tanggung jawab
Notaris adalah berupa sanksi teguran tertulis dari Majelis Pengawas Wilayah Notaris serta berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan/atau bunga secara keperdataan apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatan perdata kepada Pengadilan dan dapat dibuktikan di Pengadilan. Saran yang diusulkan penulis kepada Notaris adalah agar selalu mengambil sikap cermat dan hati-hati di dalam mempelajari dokumen termasuk Anggaran Dasar PPPSRS serta kemungkinan potensi sengketa di masa yang akan datang. Selain itu Notaris seharusnya bersikap lebih berani dan tegas dengan membawa asisten dan/atau pihak kepolisian untuk mendampinginya di dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Notaris.

This Thesis discusses about the making of Minutes of Extraordinary General Meeting of Owner and Tenants Condominium Units Association that failed to meet quorum
requirements stated in Article of Association and by-law. Therefore, this thesis analyzes the authenticity of minutes of Extraordinary General Meeting of GCM Owner
and Tenants Condominium Units Association. And how Notary is held accountable for issuing the meeting minutes. This research was conducted using a juridical normative
method with a type of descriptive analytics approach. The result shows that GCM Owner and Tenants Condominium Units Associations Article of Association is legally binding and can not be ruled out. In addition to that, a disorganized Extraordinary Meeting could not be a reason for negating Notarys responsibilities. This research
summarizes that the Minutes of Extraordinary General Meeting of Owner and Tenants Condominium Units Association deed becomes void and Notary will receive a written warning issued by Notarys supervisory board based on Law of Notary Public. Then, Notary may be ordered to pay damage fees and/or interest based on civil liability if any parties file and win a lawsuit in civil courts. Notary should be more cautious in examining documents including Condominium Units Associations Article of
Association that have any potential disputes in the future. Furthermore, Notary should be more courageous and decisive by asking assistants and/or the police for assistance in carrying out her duties and positions as a Notary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Aprilitasari
"Relokasi masyarakat kampung dari pemukiman yang beragam dan tidak terstruktur ke rusunawa yang seragam dan terstruktur mengaruskan upaya penyesuaian penyusunan ruang domestik karena adanya perubahan konteks. Proses penyesuaian ini muncul melalui transformasi ruang yang terjadi dalam hunian berdasarkan perubahan kebutuhan domestik penghuni yang akan mempengaruhi adaptabilitas dan fleksibilitas ruang.
Skripsi ini melihat bagaimana proses transformasi ruang domestik dalam konteks rumah kampung dan unit rusunawa yang dilakukan oleh masyarakat kampung yang direlokasi ke rusunawa serta memahami konsep adaptabilitas dan fleksibilitas pada kedua konteks tersebut. Meskipun transformasi ruang pada kampung terjadi lebih bebas dibandingkan di rusunawa, ditemukan bahwa transformasi ruang dilakukan hanya untuk mencapai adaptabilitas ruang, sedangkan fleksibilitas tidak menjadi pertimbangan utama.

Resettlement of people from kampung, a diverse and unstructural settlement, to public housing, a uniform and structural settlement, demand adjustment in organizing domestic space to fit the new context. It leads to transformation of space according domestic needs that will affect adaptability and flexibity.
This undergraduate thesis observes transformation of domestic space in kampung and vertical housing that have been done by kampung people and investigate adaptability and flexibility in both contexts. Even though spatial transformation could be done freely at kampung compared to public housing, it is founded that in both context, spatial transformation has been done only to achieve adaptability, whereas the flexibility has not been considered.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Safitri Wijaya Jonni
"Manusia pada tahapan siklus hidup yang berbeda akan memiliki kebutuhan, keinginan, dan hambatan yang berbeda-beda dalam kegiatan merumahnya, serta bergantung pada konteks di mana ia bertinggal. Pengalaman merumah individu pada setiap tahapan siklus hidup atau yang sering disebut sebagai housing transition diperlukan untuk dapat memahami secara menyeluruh kondisi dan isu permukiman dalam konteks tertentu. Salah satu isu permukiman yang membutuhkan perhatian terhadap hubungan antara pengalaman merumah dengan tahapan siklus hidup manusia adalah segregasi permukiman berdasarkan usia. Pada konteks Blok Empang ditemukan adanya housing transition kelompok individu dewasa muda, usia paruh baya, dan usia lanjut yang berbeda dan cenderung lebih fleksibel dibandingkan teori housing transition yang ada dikarenakan faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim warga di Blok Empang. Beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim di Blok Empang yaitu keterikatan dengan lingkungan, kedekatan dengan keluarga, parental background, proses pembentukan keluarga, pekerjaan, dan adanya variasi pilihan rumah. Faktor-faktor ini juga yang kemudian memengaruhi terbentuknya permukiman yang terintegrasi secara usia di Blok Empang, terutama ketersediaan variasi pilihan rumah yang terjangkau.

Humans at different stages in the life course will have different needs, aspirations, and constraints on their housing experiences depending on the context in which they live. Therefore, to understand housing conditions and problems in certain contexts, it is important to understand the housing experiences of the people in each stages of the life course, which is often referred to as the housing transition. One of the housing problems that requires an understanding of the relation between housing experiences and the life course is the issue of residential segregation by age. In the context of Blok Empang, it was found that the housing transitions for younger adults, middle-aged adults, and older adults are different and more flexible than the housing transition theory from literature, caused by the factors that affect the lives of the residents in Blok Empang. Several factors that affect the housing transition in Blok Empang are attachment to the neighborhood, family closeness, parental background, family formation, work, and the variety of housing options. These factors, especially the availability of various affordable housing options, influenced the age integration in Blok Empang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Koperasi Karyawan (Kopkar) Ubaya was founded in 1995 and had its legal status in accordance with the AKTE PENDIRIAN No. 8194/BH/KWIK/X/95 dated 23th November 1995
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>