Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutopo
"Standarisasi benang bedah di bedah sentral rumah sakit penting untuk tujuan efisiensi biaya dan sumber daya, mengurangi terjadinya benang kadaluarsa dan kehilangan. Kesulitan untuk standarisasi sering kali disebabkan pemakai mempunyai kesukaan terhadap benang tertentu, munculnya dokter bedah baru menyebabkan muncul pula kode kode baru dan kodekode sebelumnya menjadi tidak bergerak lagi atau lambat bergeraknya. Standarisasi akan menghilangkan resiko yang akan datang terhadap stok yang berlebihan. Secara keseluruhan mengurangi kesulitan dalam administrasi dari inventori yang juga berarti mengurangi biaya inventori. Tersedianya data yang akurat pemakaian benang dapat dijadikan dasar yang Iebih baik untuk menganalisa, memperkirakan dan merencanakan pemakaian berikutnya.
Data sekunder persediaan benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto periode Maret 1997 sampai dengan April 1998 diteliti dengan Analisis ABC sehingga diketahui pemakaian yang banyak (fast moving) dan sedikit ( slow moviig) demikian pula diketahui nilai investasi yang tinggi, sedang dan rendah. Dipiih 14 dokter spesialis sebagai respondens mewakili semua spesialis pemakai bedah sentral untuk mengisi kuesioner, sehingga didapatkan nilai kritis dan masing-masing benang bedah. Dengan pembobotan nilai investasi, nilai pemakaian dan nilai kritis tersebut didapatkan indeks kritis dari masing-masing benang.
Hasil Analisis indeks Knitis ABC sebagai berikut Kelompok A merupakan kelompok knitis tinggi terdapat 44 jenis benang bedah (28,39%) dengan nilai kumulatifpemakaian Rp 188,834.636,- (46,31 %) dan kelompok B merupakan kelompok kritis sedang terdapat 65 jenis benang (41,84%) dengan nilai kumulatif Rp 75.132.959,- (18.42%) dan kelompok C inerupakan kelompok kritis rendah terdapat 46 jenis benang (29,77%) dengan nilai investasi Rp. 143.807.411,- (35,27%). Hasil Analisis Indeks Kritis ABC tersebut selanjutnya didiskusikan untuk disederhanakan dengan cara menghapuskan jenis benang yang spesifikasinya sama dari berbagai produk dan dengan pertimbangan penilaian kritisnya benang oleh para doktcr spesialis. Hasil dari penyederhanaan jenis benang tersebut dari semula 155 jenis dapat disederhanakan menjadi 62 jenis benang. Susunan 62 jenis benang bedah tersebut merupakan standar benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto dan ditetapkan sebagai Dafiar Benang Esensial RSPAD Gatot Soebroto.
Saran selanjutnya kepada rumah sakit adalah mengembangkan suatu formula benang bedah yang tepat yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam prosedur standar operasi dan lapisan jaringan, Menyusun Efficient Pack (Paket Hemat) dengan cara mengidentifikasi pemakaian benang bedahyang paling efisièn dengan menentukan jumlah yang dibutuhkan dan meminimalkan benang yang terbuang. Rumah Sakit diharapkan dalam situasi krisis moneter saat mi dapat menetapkan biaya PaNe (Paket Hemat) setiap prosedur dengan tetap mengutamakan kualitas penanganan pásien, sehingga harga terjangkau dengan kualitas terjarmin.

The standardization of surgical suture at the Central Surgery Unit is of great importance for cost efficiency and human resources. It checks the possibility of using expired suture and prevents loss. There are several difficulties in developing a standard on suture. First, standardization would be more difficult if surgeons has different preferences for certain kinds of suture. Second, new surgeons would devise new codes and thus make old codes unworkable or just too slow-moving. Stadardization could decrease a possibility of over-stocking. On the whole, it helps in inventory control and saves cost. The availability of accurate data on the use of sutures is useful for analyzing, estimating and planning future needs.
Secondary data on the inventory of surgical suturesat the Central Surgery Unit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebrojo ) during the period March 1997 to April 1998 were used and analyzed using ABC Analysis. This analysis separated fast-moving and slow-moving sutures. In addition the analysis who divided high invesment value of suture from the low one. Fourteen specialist doctors representing defferent specialties and who frequently used the Central Surgery Unit for surgery were asked using questionaries. A critical score of the use of each type of suture was gathered. After compiling the investment score, usage score, and.critical score.
A critical index for each type of suture were developed. The result was as follows Group A represented the high critical group. This group used 44 different types of surgical suture (28.39%) amounting to a cumulative usage value of Rp. 188.834.636,- (46.31 %). Group B which represented the medium critical group, used 65 different types of surgical suture (41.84 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 75.132.959,- (18.42 %). Group C , which represented the low critical group, used 46 different types of sugical suture (29.77 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 143.807.411,- (35.27 %). Based on the importance of critical index value of sutures used by specialist doctors, the ABC Critical Index Analysis was further simplified by eliminate sutures of the same specification from different producers. Finally, 62 types of sutures out of originally 155 were chosen to be the standard surgical suture to be used at the Central Surgery Unit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebroto ) and called as the Essential Sutures of the Central Army Hospital ((RSPAD Gatot Soebroto)
It is suggested that a special formula for surgical suture should be developed, in accordance to appropriatenes of standard operating procedure and tissues layer. An Efficient Pack (Paket Hemat) should also be devised by identifying the most efficient use of surgical suture and by determining the amount to be used, to minimize its wastage. In conclusion, during this monetary, crisis, hospitals should try to establish the cost of such an Efficient Pack (Pal-le) for each procedure affordable to the patient without even decreasing the quality of care for patients."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
"Standarisasi benang bedah di bedah sentral rumah sakit penting untuk tujuan efisiensi biaya dan sumber daya, mengurangi terjadinya benang kadaluarsa dan kehilangan. Kesulitan untuk standarisasi sering kali disebabkan pemakai mempunyai kesukaan terhadap benang tertentu, munculnya dokter bedah baru menyebabkan muncul pula kode kode baru dan kode-kode sebelumnya menjadi tidak bergerak lagi atau lambat bergeraknya. Standarisasi akan menghilangkan resiko yang akan datang terhadap stok yang berlebihan. Secara keseluruhan mengurangi kesulitan dalam administrasi dari inventors yang juga berarti mengurangi biaya inventori. Tersedianya data yang akurat pemakaian benang dapat dijadikan dasar yang lebih baik untuk menganalisa, memperkirakan dan merencanakan pemakaian berikutnya.
Data sekunder persediaan benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto periode Maret 1997 sampai dengan April 1998 diteliti dengan Analisis ABC sehingga diketahui pemakaian yang banyak ( fast moving) dan sedikit ( slow moving) demikian pula diketahui nilai investasi yang tinggi, sedang dan rendah.
Dipilih 14 dokter spesialis sebagai respondens mewakili semua spesialis pemakai bedah sentral untuk mengisi kuesioner, sehingga didapatkan nilai kritis dari masing-masing benang bedah. Dengan pembobotan nilai investasi, nilai pemakaian dan nilai kritis tersebut didapatkan indeks kritis dari masing-masing benang. Hasil Analisis Indeks Kritis ABC sebagai berikut : Kelompok A merupakan kelompok kritis tinggi terdapat 44 jenis benang bedah (28,39%) dengan nilai kumulatif pemakaian Rp 188.834.636,- (46,31 %) dan kelompok B merupakan kelompok kritis sedang terdapat 65 jenis benang (41,84%) dengan nilai kumulatif Rp 75.132.959,- (18.42%) dan kelompok C merupakan kelompok kritis rendah terdapat 46 jenis benang (29,77%) dengan nilai investasi Rp. 143.807.411,- (35,27%).
Hasil Analisis Indeks Kritis ABC tersebut selanjutnya didiskusikan untuk disederhanakan dengan cara menghapuskan jenis benang yang spesifikasinya sama dari berbagai produk dan dengan pertimbangan penilaian kritisnya benang oleh para dokter spesialis. Hasil dari penyederhanaan jenis benang tersebut dari semula 155 jenis dapat disederhanakan menjadi 62 jenis benang. Susunan 62 jenis benang bedah tersebut merupakan standar benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto dan ditetapkan sebagai Daftar Benang Esensial RSPAD Gatot Soebroto.
Saran selanjutnya kepada rumah sakit adalah mengembangkan suatu formula benang bedah yang tepat yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam prosedur standar operasi dan lapisan jaringan. Menyusun Efficient Pack (Paket Hemat) dengan cara mengidentitikasi pemakaian benang bedah yang paling efisien dengan menentukan jumlah yang dibutuhkan dan meminimalkan benang yang terbuang.
Rumah Sakit diharapkan dalam situasi krisis moneter saat ini dapat menetapkan biaya Palle (Paket Hemat) setiap prosedur dengan tetap mengutamakan kualitas penanganan pasien, sehingga harga terjangkau dengan kualitas terjamin.

The standardization of surgical suture at the Central Surgery Unit is of great importance for cost efficiency and human resources. It checks the possibility of using expired suture and prevents loss. There are several difficulties in developing a standard on suture. First, standardization would be more difficult if surgeons has different preferences for certain kinds of suture. Second, new surgeons would devise new codes and thus make old codes unworkable or just too slow-moving. Standardization could decrease a possibility of over-stocking. On the whole, it helps in inventory control and saves cost. The availability of accurate data on the use of sutures is useful for analyzing, estimating and planning future needs.
Secondary data on the inventory of surgical sutures at the Central Surgery Unlit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebroto ) during the period March 1997 to April 1998 were used and analyzed using ABC Analysis. This analysis separated fast-moving and slow-moving sutures. In addition the analysis who divided high investment value of suture from the low one.
Fourteen specialist doctors representing deferent specialties and who frequently used the Central Surgery Unit for surgery were asked using questionnaires. A critical score of the use of each type of suture was gathered. After compiling the investment score, usage score, and critical score. A critical index for each type of suture were developed. The result was as follows
Group A represented the high critical group. This group used 44 different types of surgical suture ( 28.39 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 188.834.636,- ( 46.31 % ). Group B which represented the medium critical group, used 65 different types of surgical suture ( 41.84 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 75.132.959,- ( 18.42 % ).Group C , which represented the low critical group, used 46 different types of sugical suture (29.77 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 143.807.411,- ( 35.27 % ).
Based on the importance of critical index value of sutures used by specialist doctors, the ABC Critical Index Analysis was further simplified by eliminate sutures of the same specification from different producers. Finally, 62 types of sutures out of originally 155 were chosen to be the standard surgical suture to be used at the Central Surgery Unit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebroto ) ,and called as the Essential Sutures of the Central Army Hospital ((RSPAD Gatot Soebroto ).
It is suggested that a special formula for surgical suture should be developed, in accordance to appropriateness of standard operating procedure and tissues layer.
An Efficient Pack (Paket Hemat) should also be devised by identifying the most efficient use of surgical suture and by determining the amount to be used, to minimize its wastage.
In conclusion, during this monetary crisis, hospitals should try to establish the cost of such an Efficient Pack (PaHe) for each procedure affordable to the patient without even decreasing the quality of care for patients.
Bibliography : 35 (1978 - 1993)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T8220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efendi Oswari
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000
617.023 1 EFF b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Devista Kusuma Dewi
"Pemanjangan masa imobilisasi sering terjadi pada klien paska hemiarthroplasty. Hal ini disebabkan karena klien merasa nyeri dan takut untuk melakukan pergerakan (mobilisasi). Mobilisasi yang tidak sesuai pada klien paska hemiarthroplasty dapat menyebabkan dislokasi pada area operasi. Dislokasi adalah hal yang harus dicegah dengan program mobilisasi yang tepat. Penulisan ini berisi mengenai asuhan keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi dan meningkatkan kesehatan klien paska hemiarthroplasty. Asuhan keperawatan yang dilakukan dapat tercapai dengan efektif karena adanya kerjasama antara klien, keluarga dan tenaga keperawatan.

Elongation immobilization period often occurs on the client after hemiarthroplasty. This is because the client feels pain and fear to do the movement (mobilization). Mobilization is not appropriate to the client after hemiarthroplasty may cause dislocation in the area of operation. Dislocation is a thing to be prevented by proper mobilization program. This writing contains about nursing care that aims to improve the quality of life, prevent complications and improve the health of the client post hemiarthroplasty. Nursing care can be achieved by effective due to the cooperation between the client, family and nursing staff.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Putra Ramadhan
"Laporan praktik spesialis Keperawatan Medikal Bedah bertujuan untuk melakukan analisis praktik residen dalam mengimplementasikan peran perawat spesialis sehingga dapat memiliki kemampuan yang belandaskan ilmu-ilmu pengetahuan dan praktik profesional keperawatan. Peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan diimplementasikan pada pasien-pasien dengan gangguan sistem perkemihan yang terdiri dari satu kasus kelolaan utama yaitu pasien dengan urolithiasis dan 30 kasus resume. Selain itu, peran perawat spesialis sebagai pendidik dan konselor juga diimplementasikan dalam mengelola pasien kelolaan utama dan resume. Peran perawat spesialis sebagai peneliti dilakukan dengan membuat litelature review sebagai bagian dari pelaksanan Evidanve Based Nursing Practice. Hal ini dilakukan dengan membuat litelature review mengenai akupresur pada titik Hugo untuk mengatasi nyeri penusukan akses arteriovenous fistula pada pasien hemodialisis dan abdominal massage untuk mengatasi konstipasi pada pasien di Intensive Care Unit. Peran sebagai inovator diimplementasikan dengan melakukan proyek inovasi berupa Buku Harian Pasien HD untuk mengendalikan Interdialytic Weight Gains (IDWG), dimana dalam pelaksanaannya residen menggunakan pendekatan interpesonal dan leadership.

Medical Surgical Nursing specialist practice aims to analyze of resident practice in implementing the role of Nurse Specialist so that they can have skills that are based on science and professional nursing practice. The role of specialist nurses as nursing care providers is implemented in patients urinary system disorders consisting of one main managed case, namely patients with urolithiasis and 30 resume cases. In addition, the role of specialist nurses as educators and counselors is also implemented in managing patients with urolithaisis and resume cases. The role of specialist nurses as researchers is carried out by making a literature review as part of the implementation of Evidence Based Nursing Practice (EBN). The litelture review about acupressure at Hugo point to reduce pain arteriovenous fistula puncutre and abdominal massage to reduce constipation in intensive care unit patients. The role of an innovator is implemented by conducting an nursing innovation project called Buku Harian Pasien HD to control Interdialytic Weight Gains (IDWG), where in its implementation residents use an interpesonal and leadership approach"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nurachmah
Jakarta: EGC, 2000
617.023 1 ELL b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Rahma Sary
"Kejadian jatuh merupakan penyebab paling sering klien dewasa masuk ke rumah sakit dan mengalami trauma brain injury atau cedera kepala. Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat mengancam jiwa. Dampak yang dirasakan dari cedera kepala juga beresiko tinggi untuk mengalami peningkatan tekanan intrakranial .Klien dengan cedera kepala beresiko mengalami peningkatan tekanan intrakranial karena akibat dari adanya massa dari edema maupun hematoma. Elevasi kepala 30° diketahui dapat membantu mengurangi dan mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala sedang dalam perawatan di ruang rawat. Elevasi kepala 30° dilakukan dengan pemberian intervensi asuhan keperawatan lainnya selama tiga hari kepada pasien. Hasil menunjukan terdapat penurunan tanda dan gejala adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Falls are the most frequent cause of adult clients entering the hospital and experiencing brain injury or head injury. Head injury is one of the health problems that can be life-threatening. The perceived impact of a head injury is also a high risk for increased intracranial pressure. The risk of experiencing increased intracranial pressure due to the presence of a mass from edema or hematoma. Head elevation of 30° is known to help reduce and prevent an increase in intracranial pressure. This scientific work aims to analyze nursing care in patients with head injuries who are being treated in the ward. Head elevation of 30° is done by providing other nursing care interventions for three days to the patient. The results showed a decrease in signs and symptoms of increased intracranial pressure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elfi Kuswati
"Praktek residensi keperawatan medikal bedah pada sistem muskuloskeletal bertujuan untuk mengaplikasikan peran perawat sebagai pemberi asuhan, pendidik, pengelola, peneliti dan agen pembaharu. Perawat spesialis sebagai pemberi asuhan dengan melakukan pengeloaan pasien yang menjadi kasus utama dan resume. Kasus utama diberikan pada pasien dengan multiple fraktur dengan pendekatan teori model Virginia Henderson. Perawat spesialis sebagai peneliti dengan menerapkan Evidence-Based Nursing Practice dalam melakukan tindakan keperawatan. Penerapan terapi musik menjadi salah satu pilihan tindakan keperawatan yang berbasis bukti untuk mengurangi kecemasan pada pasien rawat inap ortopedi. Sedangkan perawat spesialis sebagai agen pembaharu dilakukan dengan menerapkan program Enhanced Recovery After Surgery pada pasien dengan Total Hip Replacement. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam prakteik residensi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang holistik.

Clinical practice of Medical-Surgery Nursing residency in orthopaedic nursing aims to apply the role of nurses as patient care providers, educators, manager, researchers and reform agents. Nurse specialists as providers of care by conducting patient management which is the main case and resume. The main case was given to patients with multiple fractures with Virginia Hendersons model theory approach. Nursing specialists as researchers by applying Evidence Based Nursing Practice in caryying out nursing actions. The application of the music therapy is one of the choices of evidence based nursing actions to reduce anxiety in erthopaedic inpatients. Nurse specialists as reform agents are carried out by implementing enhanced recovery after surgery programs in patients with Total Hip Replacement. The series of activities carried our in the residency practice aims to improve the quality of holistic nursing care services.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Senalda Defa Viani
"Kondisi kritis pasien mengacu pada kondisi yang memerlukan perawatan intensif khusus yang tidak jarang memerlukan alat bantu napas baik berupa dukungan oksigenasi maupun peralatan yang lebih advance lainnya seperti ventilator mekanik. Posisi tirah baring merupakan posisi yang kerap kali dialami oleh pasien kritis yang dirawat di unit perawatan intensif. Minimnya pergerakan dan status nutrisi yang buruk dapat menimbulkan masalah lain yaitu luka tekan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas madu manuka sebagai balutan madu pada perawatan luka tekan yang dialami oleh pasien kritis tirah baring lama. Evaluasi perkembangan luka dipantau setiap hari melalui pergantian balutan luka untuk diamati ukuran, kedalaman, eksudat, pus, biofilm, perdarahan aktif dan slough. Hasilnya, terdapat perbaikan luka ditandai dengan berkurangnya panjang, lebar dan kedalaman luka, terhentinya perdarahan aktif dan tidak ada lagi eksudat baik pus, biofilm maupun slough.

The critical condition of the patient refers to conditions that require special intensive care which often require breathing apparatus in the form of oxygenation support or other more advanced equipment such as mechanical ventilators. The bed rest position is a position that is often experienced by critically ill patients who are treated in the intensive care unit. Lack of movement and poor nutritional status can cause another problem, namely pressure sores. The purpose of this paper is to determine the level of effectiveness of manuka honey as a honey dressing in the treatment of pressure sores experienced by critically ill patients on prolonged bed rest. Evaluation of wound development was monitored every day by changing wound dressings to observe size, depth, exudate, pus, biofilm, active bleeding and slough. As a result, there was improvement in the wound characterized by reduced length, width and depth of the wound, cessation of active bleeding and no more exudate either pus, biofilm, or slough."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Informasi pra bedah pada klien yang pertama kali akan dilakukan operasi besar merupakan kebutuhan klien untuk mengatasi kecemasan dan mencegah/meminimalkan komplikasi selama dan sesudah pembedahan. Kebutuhan informasi pra bedah dipengaruhi oleh tingkat pendidikan klien. Melalui penelitian ini peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap kebutuhan informasi pra bedah pada klien yang pertama kali akan dilakukan operasi besar. Hipotesa penelitian yang diajukan yaitu ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kebutuhan informasi pra bedah pada klien yang pertama kali akan dilakukan operasi besar. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif inferensial. Tempat penelitian di Ruang Bedah IRNA A Rumah Sakit Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo dengan 30 responden yang bisa membaca dan menulis serta bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Untuk mengumpulkan data hubungan tingkat pendidikan terhadap kebutuhan informasi pra bedah tersebut peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk diagram dan dianalisa dengan menggunakan perhitungan statistik hipotesis selisih mean. Hasilnya menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kebutuhan informasi pra bedah pada klien yang pertama kali
dilakukan Operasi besar yaitu dengan tingkat kemaknaan t = 2,20. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kebutuhan informasi pra bedah pada klien yang pertama kali dilakukan operasi besar. Peneliti merekomendasikan pada perawat untuk lebih aktif dalam memberikan informasi pra bedah pada klien yang pertama kali dilakukan operasi besar sesuai dengan tingkat perldidikan dan pemahaman klien. Untuk peneiitian selanjutnya agar menambah jumlah responden, mengembangkan variabel lebih spesifik sehingga data yang diperoleh lebih akurat dan dapat digeneralisasikan."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5094
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>